HIGIENE INDUSTRI
PENERAPAN KONSEP HIGIENE INDUSTRI PADA INDUSTRI KERAMIK
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Higiene Industri
Dosen Pengampu :
Moch. Sahri, S.KM., M.KKK
Disusun Oleh :
Alviatuz Zahro Subiyakto 2440019002
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah
dan Inayah-Nya sehingga saya dapat merampungkan penyusunan laporan kegiatan
praktikum mata kuliah Higiene Industri dengan judul “Penerapan Konsep Higiene
Industri pada Industri Keramik” tepat pada waktunya.
Penyusunan laporan praktikum semaksimal mungkin saya upayakan dan
didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya.
Untuk itu, tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam merampungkan laporan ini. Namun tidak lepas dari semua itu,
kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapar kekurangan baik dari segi
penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada saya
membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberikan saran
maupun kritik demi memperbaiki laporan ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari laporan praktikum
sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan dapat menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah maupun
laporan observasi selanjutnya.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.....................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL............................................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Tujuan..........................................................................................................................2
1.3 Manfaat........................................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................3
2.1 Higiene Industri...........................................................................................................3
2.2 Konsep Higiene Industri..............................................................................................3
2.3 Pengertian Keramik.....................................................................................................4
2.4 Proses Produksi Keramik.............................................................................................5
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................7
3.1 Antisipasi.....................................................................................................................7
3.2 Rekognisi.....................................................................................................................8
3.3 Evaluasi.....................................................................................................................12
3.4 Pengendalian..............................................................................................................14
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................16
4.1 Kesimpulan................................................................................................................16
4.2 Saran..........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................17
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
lebih aman terhadap lingkungan. Industri keramik dapat menerapkan produksi
bersih, sehingga efisiensi dan efektivitas dalam proses produksinya dapat
dioptimalkan. Produksi bersih diperlukan sebagai suatu strategi untuk
mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan dengan kegiatan
pembangunan atau pertumbuhan ekonomi, mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan, memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka
panjang, mencegah atau memperlambat terjadinya proses degradasi lingkungan dan
pemanfaatan sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah serta
memperkuat daya saing produk di pasar internasional (Purwanto, 2005).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui penerapan higiene industri yang bisa dilakukan di industri keramik.
Sehingga dapat dilakukan tindakan pengendalian pada pekerja untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
1.2 TUJUAN
Tujuan dari laporan praktikum ini adalah untuk mengetahui penerapan
konsep higiene industri, analisis bahaya pekerjaan, dan pengendalian nya pada
industri keramik.
1.3 MANFAAT
1. Bagi Instansi
Sebagai bahan masukan dalam bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
dunia kerja serta menambah referensi ilmu mengenai Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada bidang Higiene Industri.
2. Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan dalam mengaplikasikan ilmu Keselamatan dan Kesehatan
Kerja khususnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada bidang Higiene
Industri
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
bahaya, lokasi atau unit, kelompok pekerja atau berdasarkan pada tahapan proses
produksi.
2. Pengenalan / Rekognisi
Beberapa aktifitas dilakukan untuk mengenali suatu bahaya agar lebih terperinci
dan komprehensif dengan menggunakan metode yang sistematis sehingga
dihasilkan suatu hasil yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Tujuan
pengenalan adalah untuk mengetahui karakteristik suatu bahaya secara
menyeluruh, mengetahui sumber bahaya dan area yang berisiko, mengetahui
proses kerja yang berisiko, dan mengetahui berapa pekerja yang terpapar risiko
bahaya. Proses dan operasi produksi berisi :
1) Bahan baku, bahan pembantu, hasil antara, sisa-sisa produksi, bahan
buangan, hasil samping, dan hasil produksi.
2) Kondisi operasi seperti suhu dan tekanan.
3) Jumlah tenaga kerja.
4) Teknologi pengendalian yang telah diterapkan dan alat pelindung diri yang
tersedia.
3. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu kegiatan sampling dan mengukur bahaya dengan metode
yang lebih spesifik. Evaluasi faktor bahaya lingkungan menilai secara kuantitatif
tingkat faktor bahaya lingkungan dengan cara pengukuran, pengambilan contoh
uji, pengujian dan analisis laboratorium yang dilakukan dengan peralatan,
metode dan prosedur standar yang hasilnya dapat mencerminkan tingkat
keterpaparan dan permasalahan teknis yang diuji. Tujuan evaluasi diantaranya
adalah untuk Engineering Surveilance, Legal Surveilance, Epidemiologi dan
penelitian medis
4. Control
Pengendalian dilakukan jika hasil evaluasi terdapat pengukuran yang melebihi
nilai ambang batas. Pengendalian dapat menggunakan metode hirarki
pengendalian yaitu :
1) Eliminasi.
2) Subtitusi.
3) Rekayasa teknik / Engineering Control
4) Administrasi.
5) APD (Alat Pelindung Diri).
4
logam dan anorganik yang berbentuk padat. (Yusuf, 1998;2). Sifat keramik sangat
ditentukan oleh struktur kristal, komposisi kimia dan mineral bawaannya. Oleh
karena itu sifat keramik juga tergantung pada lingkungan geologi di mana bahan
diperoleh. Sifat yang umum dan mudah dilihat secara fisik pada kebanyakan jenis
keramik adalah britle atau rapuh. Secara umum sifat keramik meliputi :
1. Keras, kuat, tetapi bersifat mudah pecah
2. Tahan terhadap korosi
3. Kapasitas panas yang baik dan konduktivitas panas yang rendah
4. Sifat listriknya dapat menjadi isolator, semi konduktor, dan konduktor
5. Dapat bersifat magnetic dan non magnetik
5
Pembentukan dengan teknik putar
Pembentukan dengan teknik putar adalah keteknikan yang paling mendasar
dan merupakan kekhasan dalam kerajinan keramik. Karena kekhasannya
tersebut, sehingga keteknikan ini menjadi semacam icon dalam bidang
keramik. Secara singkat tahap-tahap pembentukan dalam teknik putar
adalah: centering (pemusatan), coning (pengerucutan), forming
(pembentukan), rising (membuat ketinggian benda), refining the contour
(merapikan).
Pembentukan dengan Teknik cetak
Dalam keteknikan ini, produk keramik tidak dibentuk secara langsung
dengan tangan; tetapi menggunakan bantuan cetakan/mold yang dibuat dari
gipsum. Teknik cetak dapat dilakukan dengan 2 cara: cetak padat dan cetak
tuang (slip). Pada teknik cetak padat bahan baku yang digunakan adalah
badan tanah liat plastis sedangkan pada teknik cetak tuang bahan yang
digunakan berupa badan tanah liat slip/lumpur.
3. Pengeringan
Setelah benda keramik selesai dibentuk, maka tahap selanjutnya adalah
pengeringan. Tujuan utama dari tahap ini adalah untuk menghilangkan air plastis
yang terikat pada badan keramik. Ketika badan keramik plastis dikeringkan akan
terjadi 3 proses penting:
1) Air pada lapisan antarpartikel lempung mendifusi ke permukaan, menguap,
sampai akhirnya partikel-partikel saling bersentuhan dan penyusutan
berhenti
2) Air dalam pori hilang tanpa terjadi susut.
3) Air yang terserap pada permukaan partikel hilang.
4. Pembakaran
Pembakaran merupakan inti dari pembuatan keramik dimana proses ini
mengubah massa yang rapuh menjadi massa yang padat, keras, dan kuat.
Pembakaran dilakukan dalam sebuah tungku atau furnace suhu tinggi. Ada
beberapa parameter yang mempengaruhi hasil pembakaran: suhu
sintering/matang, atmosfer tungku dan tentu saja mineral yang terlibat (Magetti,
1982). Selama pembakaran, badan keramik mengalami beberapa reaksi-reaksi
penting, hilang atau muncul fase-fase mineral, dan hilang berat (weight loss).
5. Pengglasiran
Pengglasiran merupakan tahap yang dilakukan sebelum dilakukan pembakaran
glasir. Benda keramik biskuit dilapisi glasir dengan cara dicelup, dituang,
disemprot, atau dikuas. Untuk benda-benda kecilsedang pelapisan glasir
dilakukan dengan cara dicelup dan dituang; untuk benda-benda yang besar
pelapisan dilakukan dengan penyemprotan. Fungsi glasir pada produk keramik
adalah untuk menambah keindahan, supaya lebih kedap air, dan menambahkan
efek-efek tertentu sesuai keinginan.
6. Pengemasan
6
Kemasan atau packaging adalah suatu wadah yang menempati suatu barang agar
aman, menarik, mempunyai daya pikat dari seorang yang ingin membeli suatu
produk.
7
BAB 3
HASIL
3.1 ANTISIPASI
Antisipasi adalah kegiatan memprediksi potensi bahaya dan risiko lebih dini
sebelum muncul menjadi bahaya dan risiko yang nyata di tempat kerja. Pada
industri kertas mendapatkan prediksi potensi bahaya meliputi paparan debu pada
beberapa tahapan produksinya, kebisingan yang berasal mesin-mesin produksinya,
faktor bahaya iklim kerja panas, hingga paparan cairan bahan kimia yang
digunakan untuk proses produksinya. Hasil dari tahap antisipasi merupakan daftar
potensi bahaya yang dapat dikelompokkan berdasarkan tahapan proses produksi.
Berikut adalah daftar potensi bahaya pada industri keramik :
1. Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu dan tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan (Kepmen LH No 48. tahun 1996). Suara
keras, berlebihan atau berkepanjangan dapat merusak jaringan saraf sensitif di
telinga, menyebabkan kehilangan pendengaran sementara atau permanen.
Batasan pajanan terhadap kebisingan ditetapkan nilai ambang batas sebesar 85
dB selama 8 jam sehari.
2. Pencahayaan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002,penerangan
adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yangdiperlukan untuk
melaksanakan kegiatan secara efektif. Oleh sebab itusalah satu masalah
lingkungan ditempat kerja harus diperhatikan yaitupencahayaan. Nilai
Pencahayaan yang dipersyaratkan oleh Kep-Menkes RINo.
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu minimal 100 lux. Penerangan atau cahaya
yang cukup merupakan pertimbangan yang penting dalam fasilitas fisik kantor.
Lebih-lebih dalam gedung yang luasdan kurang jendalanya, cahaya alam itu
tidak dapat menembus sepenuhnya, karena itu sering dipergunakan cahaya
lampu untukmengatur penerangan dalam kantor. Pencahayaan yang kurang
memadai merupakan beban tambahan bagi pekerja, sehingga dapat
menimbulkan gangguan performance kerja yang akhirnya dapat memberikan
pengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini sangat erat
kaitannya dan mutlak harus ada karena berhubungan denganfungsi indera
penglihatan, yangdapat mempengaruhi produktifitas bagi tenagakerja
3. Iklim kerja
Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembapan udara, kecepatan
gerakan, dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat faktor ini dihubungkan
dengan produksi panas oleh tubuh yang disebut tekanan panas (Putra, 2011).
Menurut Permenakertrans No. PER 13/MEN/X/2011 iklim kerja adalah hasil
perpaduan antara suhu, kelembapan, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi
8
dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat
pekerjaannnya. Suhu udara yang dianggap nikmat bagi orang Indonesia ialah
berkisar 240C–260C dan selisih suhu didalam dan diluar tidak boleh lebih dari
50C.Batas kecepatan angin secara kasar yaitu 0,25 sampai 0,5 m/dtk (Putra
2011).
4. Debu
Semua pekerja di industri kertas ini berpotensi terpapar debu. Efek yang
ditimbulkan jika terlalu sering terpapar debu adalah infeksi saluran pernapasan,
gangguan fungsi paru-paru, dan yang paling sering adalah Asma akibat kerja
atau occupational asthma. Asma terjadi karena pekerja menghirup debu kayu
di tempat kerja. Debu kayu ini disebut sebagai “respiratory sensitisers” atau
asthmagens, yakni agen biologi dan kimia penyebab penyakit pernapasan pada
manusia. Kebanyakan pekerja memang tidak menyadari bahwa dirinya bisa
terkena asma akibat paparan debu kayu terus-menerus. Namun, setelah mereka
mengalami gejalanya, justru inilah yang berbahaya karena bisa memicu
serangan pada pernapasan.
5. Ergonomi
Bahaya yang bersumber karena tidak efisiennya hubungan alat kerja dengan
manusia, biasanya berhubungan interaksi antara manusia, peralatan dan
lingkungan, yang berkaitan dengan tata letak yang salah, desain pekerjaan yang
tidak sempurna, dan manual handling yang tidak sesuai sehingga menyebabkan
munculnya penyakit akibat kerja karena kesalahan dalam perilaku penggunaan
alat kerja. Ergonomi fisik meliputi: posisi dan postur kerja, penanganan
material secara manual atau manual material handling, gerakan berulang-ulang,
pekerjaan yang berhubungan dengan gangguan sistem muskuloskeletal, tata
letak tempat kerja, dan lain-lain
9
Shift (PTS),
Presbicusis, Titinus
Pencahayaan Mata cepat Lelah
ruangan yang kurang dan akan
mengurangi
performa
penglihatan
Iklim Kerja Eritema kulit (heat
rash), Milaria, cairan
elektrolit tidak stabil
(Heat Cramps),
lemas atau kelelahan
pada suhu panas
(Heat exhaustion),
regulasi suhu tubuh
gagal (Heat Stroke)
4. Pembentukan Fisik Kebisingan Gangguan
pendengaran / Noise
Induced Hearing
Loss (NIHL),
Temporary Treshold
Shift (TTS),
Permanent Treshold
Shift (PTS),
Presbicusis, Titinus
Ergonomi Postur Kerja Janggal Nyeri pada tulang
dengan Posisi punggung dan leher
Jongkok, karena sering
Membungkukan membungkuk
Badan dan Leher
6. Pengeringan Kimia Debu Asma, sesak nafas
7. Pembakaran Fisik Iklim Kerja Panas Lelah, dehidrasi,
heat rash,
heat Cramps,
heat exhaustion,
heat Stroke
8. Pengglasiran Fisik Kebisingan Gangguan
pendengaran / Noise
Induced Hearing
Loss (NIHL),
Temporary Treshold
Shift (TTS),
Permanent Treshold
10
Shift (PTS),
Presbicusis, Titinus
Kimia Debu Asma, sesak nafas
10. Packaging Ergonomi Postur Kerja Janggal Musculoskeletal
dengan Posisi Disorders
Jongkok,
Membungkukan
Badan dan Leher :
Pekerja seringkali
membungkukan
badan dan
membungkukan
leher pada saat
menghitung jumlah
produk yang akan
dikemas dan saat
proses memasukkan
produk ke dalam
plastik
1. Faktor Fisik
a. Kebisingan, berasal dari mesin-mesin yang dipakai saat produksi.
Hal ini dapat menyebabkan Gangguan pendengaran / Noise Induced
Hearing Loss (NIHL), Temporary Treshold Shift (TTS), Permanent
Treshold Shift (PTS), Presbicusis, Titinus. Berikut adalah Nilai
Ambang Batas Kebisingan menurut Peraturan Menteri dan
Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 :
11
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Tabel 3. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja menurut Peraturan Menteri dan
Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011
Pengaturan Waktu Kerja Setiap Jam ISBB (°C)
Beban Kerja
75% - 100 % 31,0 28,0 -
50% - 75% 31,0 29,0 27,5
25% - 50% 32,0 30,0 29,0
0% - 25% 32,2 31,1 30,5
2. Faktor Kimia
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.13/Men/X/2011 Tahun 2011 tentang nilai ambang batas faktor fisik dan
faktor kimia di tempat kerja, faktor kimia adalah faktor di dalam tempat kerja
yang bersifat kimia yang meliputi bentuk padatan (partikel), cair, gas, kabut,
aerosol, dan uap yang bersifat bahan-bahan kimia. Faktor kimia mencakup
wujud yang bersifat partikel adalah debu, awan, kabut, uap logam, dan asap,
serta wujud yang tidak bersifat partikel adalah gas dan uap.
3. Faktor Ergonomi
Maksimum berat beban ergonomi yang dapat diangkat oleh manusia
tergantung dari faktor seperti jenis kelamin dan umur. Menentukan secara pasti
angka beban maksimum yang dapat diangkat akan menjadi sulit karena tiap
individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Pertimbangan yang
digunakan untuk menentukan beban maksimum individu lebih pada faktor-
faktor risiko yang ada, misalnya: ukuran dan bentuk beban, jarak, tinggi
12
pengangkatan beban, dll. Batas maksimum untuk mengangkat, menurunkan
atau membawa beban menurut NOHSC:2005 tahun 1990 adalah sebagai
berikut:
1) Pada posisi duduk, tidak disarankan mengangkat lebih dari 4,5 kg.
2) Beban antara 16 sampai 55 kg, maka risiko cidera akan semakin
meningkat. Gunakan alat angkat dan atau mengangkat secara tim.
3) Beban lebih dari 55 kg tidak diperkenankan mengangkat sendiri. Gunakan
alat bantu dan atau mengangkat secara tim.
Sedangkan batas maksimum ukuran benda yang diangkat adalah panjang benda
30 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 75 cm.
3.3 EVALUASI
Penilaian suatu faktor bahaya dimulai dari tahap identifikasi hingga timbulnya
risiko sesuai dengan tingkatnya dengan menerapakan pengendalian tertentu.
Identifikasi bahaya dan risiko kesehatan yang ditimbulkan pada setiap proses kerja
dilaksanakan menggunakan Job Safety Analysis (JSA). Setelah itu, data yang
didapatkan dari proses identifikasi bahaya kemudian dianalisis dengan metode Risk
Assesment Matrix yaitu perkalian antara nilai kemungkinan (P) dan konsekuensi
(C) lalu menghasilkan kategori risiko (R).
13
Catasthropic Cidera yang mengakibatkan kematian atau 5
kebakaran, kerugian sangat
(sumber: slideplayer.info)
1. Kebisingan
Faktor bahaya kebisingan terjadi akibat mesin-mesin yang dipakai pada proses
produksi keramik. Peluang terjadinya kebisingan ini adalah sering terjadi
(likely) karena para pekerja terdapat disekeliling mesin-mesin tersebut,
sedangkan akibat yang ditimbulkan yaitu moderate atau memerlukan
perawatan medis dan hilangnya fungsi anggota tubuh untuk sementara waktu.
Jadi kebisingan termasuk dalam kategori risiko perlunya perencanaan
pengendalian (high).
2. Iklim Kerja Panas
Iklim kerja panas di proses produksi keramik ini memiliki peluang mungkin
terjadi (possible) karena membutuhkan suhu tinggi pada beberapa proses saja
sedangkan akibat yang ditimbulkan adalah memerlukan perawatan P3K
(minor). Jadi iklim kerja panas ini termasuk dalam kategori risiko perlu
tindakan langsung (moderate).
3. Pencahayaan
Pencahayaan di proses produksi kertas ini memiliki peluang sering terjadi
(likely) sedangkan akibat yang ditimbulkan yaitu minor atau memerlukan
perawatan medis dan hilangnya fungsi anggota tubuh untuk sementara waktu.
Jadi pencahayaan termasuk dalam kategori risiko perlunya perencanaan
pengendalian (high).
4. Ergonomi
Ergonomi di proses produksi keramik ini memiliki peluang mungkin terjadi
(possible) karena membutuhkan suhu tinggi pada beberapa proses saja
sedangkan akibat yang ditimbulkan adalah memerlukan perawatan P3K
14
(minor). Jadi ergonomi ini termasuk dalam kategori risiko perlu tindakan
langsung (moderate).
5. Debu
Debu pada proses ini memiliki peluang jarang terjadi (unlikely) sedangakan
akibat yang ditimbulkan adalah memerlukan memelurkan perawatan P3K,
kerugian materi sedang (minor) Jadi debu ini termasuk dalam kategori low.
3.4 PENGENDALIAN
Pengendalian risiko (Risk Control) adalah cara untuk mengatasi potensi
bahaya yang terdapat dalam lingkungan kerja untuk menerapkan metode-metode
tertentu agar bahaya di lingkungan kerja berada sampai pada batas yang dapat
ditolerir oleh manusia dan lingkungannya. Potensi bahaya tersebut dapat
dikendalikan dengan menentukan suatu skala prioritas terlebih dahulu yang
kemudian dapat membantu dalam prioritas terlebih dahulu yang kemudian dapat
membantu dalam pemilihan pengendalian resiko yang disebut hirarki pengendalian
resiko. (Wijaya, Panjaitan, Palit, 2015). Pengendalian risiko dapat mengikuti
Pendekatan Hirarki Pengendalian (Hirarchy of Control).
Hirarki pengedalian resiko adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan
dan pengendalian resiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan
secara berurutan (Tarwaka, 2008). Hirarki atau metode yang dilakukan untuk
mengendalikan risiko antara lain :
1. Eliminasi
Eliminasi dapat didefinisikan sebagai upaya menghilangkan bahaya. Eliminasi
merupakan langkah ideal yang dapat dilakukan dan harus menjadi pilihan
utama dalam melakukan pengendalian risiko bahaya. Hal ini berarti eliminasi
dilakukan dengan upaya mengentikan peralatan atau sumber yang dapat
menimbulkan bahaya.
2. Substitusi
Substitusi didefinisikan sebagai penggantian bahan yang berbahaya dengan
bahan yang lebih aman. Prinsip pengendalian ini adalah menggantikan sumber
risiko dengan sarana atau peralatan lain yang lebih aman atau lebih rendah
tingkat resikonya. Pada industri gula ini mungkin bahan-bahan kimia yang
berbahaya digunakan dapat diganti dengan bahan kimia tidak berbahaya.
3. Rekayasa Teknik (Engineering Control)
Rekayasa / Engineering merupakan upaya menurunkan tingkat risiko dengan
mengubah desain tempat kerja, mesin, peralatan atau proses kerja menjadi
lebih aman. Ciri khas dalam tahap ini adalah melinatkan pemikiran yang lebih
mendalam bagaimana membuat lokasi kerja yang memodifikasi peralatan,
melakukan kombinasi kegiatan, perubahan prosedur, dan mengurangi frekuansi
dalam melakukan kegiatan berbahaya. Pengendalian ini coock digunakan pada
industri kertas untuk mengurangi faktor bahaya kebisingan dengan membangun
control room.
15
4. Administrasi
Dalam upaya sacara administrasi difokuskan pada penggunaan prosedur seperti
SOP (Standard Operating Procedure) sebagai langkah mengurangi tingkat
risiko dan pemberian rambu-rambu pada area kerja yang berbahaya. Sebagai
contoh memberi rambu-rambu bahaya terpeleset pada stasiun pemurnian,
stasiun penguapan, dan stasiun masakan dengan tujuan memberi informasi
kepada para pekerja untuk menghindari adanya genangan air agar tidak
terpeleset.
5. Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri merupakan langkah terakhir yang dilakukan yang berfungsi
untuk mengurangi keparahan akibat dari bahaya yang ditimbulkan seperti
menyediakan penyediaan ear plug, ear muff, safety helmet, safety shoes, safety
belt dalam rangka melindungi tenaga kerja dari pengaruh bahaya dan
menyediakan baju tahan panas bagi tenaga kerja yang bekerja pada area
bertekanan tinggi.
16
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Keramik merupakan suatu bentuk dari tabah liat yang telah mengalami proses
pembakaran yang pada umumnya tersebut dari tanah liat, kwarsa, feldsfar, dan
serbuk kaca. Sifat keramik ditentukan oleh struktur kristal, komposisi kimia dan
mineral bawaanya yang secara umum memiliki sifat :
1. Keras, kuat, tetapi bersifat getas atau mudah pecah
2. Tahan terhadap korosi
3. Kapasitas panas yang baik konduktivitas panas yang rendah
4. Sifat listriknya dapat menjadi isolator, simikonduktor dan superkonduktor
5. Dapat bersifat magnetik dan non magnetik
Keramik biasanya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga seperti mangkuk,
piring, cangkir, dll atau untuk bahan bangunan, seperti batu bata, kenting keramik,
pipa keramik untuk pembuangan.
5.2 Saran
Proses dalam pembuatan keramik akan menentukan produk yang dihasilkan.
Oleh karena itu kecermatan dalam melakukan tahapan demi tahapan sangat
diperluikan untuk menghasilkan produk yang memuaskan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Ramadahn, Fazri. 2017. Analisis Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Menggunakan
Metode Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control (HIRARC).
Universitas Serang Raya.
http://ejurnal.lppmunsera.org/index.php/senasset/article/download/443/493
diakses pada tanggal 07 Mei 2021
18