Anda di halaman 1dari 81

LAPORAN PRAKTIKUM VII

PENGUKURAN INTENSITAS KEBISINGAN


PRAKTIKUM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Nama : Alifia Nurul Hikmah Mannan


Stambuk : 14120170079
Kelas : C6
Kelompok : VII (Tujuh)

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
LEMBAR PENGESAHAN

PENGUKURAN INTENSITAS KEBISINGAN

PRAKTIKUM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Nama : Alifia Nurul Hikmah Mannan

Stambuk : 14120170079

Kelas : C6

Kelompok : VII (Tujuh)

Makassar, 13 Juni 2020

ii
Asisten Laboratorium

Nadia Muthia Hanifah


KATA PENGANTAR

‫هللا الرَّ حْ َم ِن الرَّ ِحي ِْم‬


ِ ‫ِبسْ ِم‬
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi

Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-

Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada

kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tentang Laporan

Praktikum VII tentang “Pengukuran Intensitas Kebisingan”

Adapun laporan tentang Laporan Praktikum VII tentang

“Pengukuran Intensitas Kebisingan” ini telah kami usahakan

semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak,

sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu kami tidak

lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang telah

membantu kami dalam pembuatan laporan ini.

Demikian laporan ini penulisan susun sebagai bahan masukan

dan peningkatan derajat kesehatan. Semoga laporan yang telah dibuat ini

dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kita semua, Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

iii
Makassar, 15 Juni 2020

Praktikan

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR...................................................................................iii

DAFTAR ISI.................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR....................................................................................vii

DAFTAR TABEL.......................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................1

B. Tujuan.............................................................................................3

C. Prinsip Kerja....................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Pengukuran Intensitas Kebisingan.........5

1. Pengertian Bunyi.........................................................................5

2. Sumber Bunyi..............................................................................6

iv
3. Tingkat dan sumber bunyi pada skala kebisingan......................9

4. Pengertian Noise Induced Hearing Lose (NIHL)......................10

5. Faktor Risiko Noise Induced Hearing Lose (NIHL)...................12

6. Pencegahan Noise Induced Hearing Lose (NIHL)....................13

7. Tuli Akibat Kerja........................................................................15

8. Faktor yang mempengaruhi pendengaran................................16

9. Pengertian Kebisingan..............................................................17

10. Klasifikasi Kebisingan.............................................................19

11. Sifat-sifat Kebisingan..............................................................22

12. Sumber Kebisingan.................................................................23

13. Jenis-jenis Kebisingan............................................................24

14. Jenis Kebisingan ditempat Kerja.............................................28

15. Pengaruh Kebisingan terhadap Kelelahan.............................28

16. Pengaruh Kebisingan terhadap Tekanan Darah....................29

17. Pengaruh SOFSPA terhadap Kebisingan...............................31

18. Dampak Kebisingan terhadap Kesehatan..............................31

v
19. Nilai Ambang Batas Kebisingan..............................................34

20. Nilai Ambang Batas Kebisingan Ditempat Kerja.....................35

21. Pengendalian Kebisingan.......................................................36

22. Pencegahan Kebisingan.........................................................40

23. Alat Ukur Kebisingan...............................................................41

24. Nilai Ambang Batas Kebisingan dan Baku Mutu Kebisingan. 43

25. Pengukuran Peta Kontur Kebisingan......................................44

26. Hubungan Kebisingan terhadap Stres Kerja..........................45

B. Peraturan yang Mengatur tentang Intensitas Kebisingan............46

BAB III METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan.............................................................................52

B. Waktu dan Tempat........................................................................52

C. Prosedur Kerja..............................................................................53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil..............................................................................................54

vi
B. Pembahasan.................................................................................61

C. Contoh Kasus...............................................................................63

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................65

B. Saran.............................................................................................66

DAFTAR PUSTAKA

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Sound Level Meter.........................................42

viii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Skala Intensitas Kebisingan 10
Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan 34
Tabel 2.3 Baku Mutu Kebisingan 43
Tabel 2.4 Zona Tingkat Kebisingan 44
Intensitas Kebisingan di WC atau Toilet Lantai IV

Tabel 4.1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas 35

Muslim Indonesia Makassar Tahun 2019


Pengukuran Kebisingan (indoor) di WC atau Toilet

Lantai IV Fakultas Kesehatan Masyarakat


Tabel 4.2 36
Universitas Muslim Indonesia Makassar Tahun

2019
Intensitas Kebisingan di Depan Fakultas Hukum

Tabel 4.3 Belakang Masjid Umar Bin Khattab Universitas 38

Muslim Indonesia Makassar Tahun 2019


Intensitas Kebisingan di (outdoor) di Depan

Tabel 4.4 Fakultas Hukum Belakang Masjid Umar Bin 39

Khattab

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan ilmu

pengetahuan yang dapat diterapkan dalam usaha mencegah

kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang

memiliki tujuan melindungi tenaga kerja yang memiliki tenaga kerja di

tempat kerja agar selalu terjamin keselamatan dan kesehatannya

sehingga dapat diwujudkan peningkatan produksi dan produktivitas

kerja, melindungi setiap orang lain yang berada di tempat kerja selalu

dalam keadaan selamat dan sehat dan melindungi bahan dan perlatan

produksi agar dipakai secara aman dan efisiensi (Istiantara, 2017).

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

prevalensi gangguan pendengaran di Asia Tenggara adalah 156 juta

orang atau 27% dari total populasi sedangkan pada orang dewasa di

bawah umur 65 tahun adalah 49 juta orang atau 9,3% yang disebabkan

karena suara keras yang dihasilkan di tempat kerja (Septiana, 2017).

Menurut World Health Organization (WHO), prevalensi

gangguan pendengaran pada remaja yang berusia 12–19 tahun

meningkat dari 3,5% menjadi 5,3%.9,10. Sekitar 60% gangguan

pendengaran pada anak-anak diakibatkan oleh penyebab yang dapat

dicegah. Sekitar 1,1 miliar masyarakat yang berusia sekitar 12-35

tahun berisiko mengalami gangguan pendengaran akibat penggunaan

1
2

alat hiburan yang tidak aman terhadap pendengaran (Alfathika dkk,

2018).

Menurut International Labour Organization (ILO) 2013, setiap

tahun ada lebih dari 250 juta kecelakaan di tempat kerja dan lebih dari

160 juta pekerja menjadi sakit karena bahaya di tempat kerja. Terlebih

lagi, 1,2 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan dan sakit di tempat

kerja (Hidayat, 2019).

Menurut Occupational Safety and Health Administration

(OSHA), 5-10 juta orang Amerika beresiko gangguan pendengaran

atau disebut Noice Induce Hearing Loss (NIHL), karena mereka

terpapar bunyi dengan kekuatan lebih dari 85 dB pada tempat kerja

maupun masyarakat yang bertempat tinggal dekat sumbe bising.

Sedangkan data menurut World Health Organisation (WHO),

mengatakan bahwa prevalensi ketulian di Indonesia mencapai 4,2%

disebabkan oleh kebisingan (Sayidah dkk, 2016).

Data dari National Institute for Occupational Safety and Health

(NIOSH) mengungkapkan bahwa 22 juta pekerja memiliki potensi

mengalami gangguan pendengaran setiap tahunnya dan 10 juta

pekerja di Amerika Serikat mempunyai gangguan pendengaran yang

berhubungan dengan pekerjaannya. Survey terakhir dari Multi Center

Study (MCS) juga menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah

satu dari empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan

pendengaran cukup tinggi, yakni 4.6% sementara tiga negara lainnya


3

yaitu Sri Langka (8.8%), Myanmar (8.4%), dan India (6.3%). Menurut

studi tersebut prevalensi 4.6% sudah bisa menjadi referensi bahwa

gangguan pendengaran memiliki andil besar dalam menmbulkan

masalah social di tengah masyarakat (Hidayat, 2019).

Di Indonesia, prevalensi ketulian mencapai 4,6% di tahun 2007

namun telah mengalami penurunan di tahun 2013 yaitu menjadi 2,6%

secara nasional. Prevalensi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) di

Indonesia belum diketahui secara pasti namun diperkirakan akan terus

meningkat seiring dengan perkembangan industri (Syah, 2017).

Berdasarkan latar belakang diatas maka praktikan tertarik untuk

membahas secara umum tentang intensitas kebisingan dan

pengukurannya

B. Tujuan

Adapun tujuan umum dan khusus pengukuran intensitas

kebisingan, sebagai berikut:

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui Nilai Ambang Batas (NAB) dan hasil

pengukuran intensitas kebisingan di area kampus Universitas Muslim

Indonesia.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus pengukuran intensitas kebisingan,

sebagai berikut:
4

a. Untuk mengetahui intensitas kebsingan di area kampus

Universitas Muslim Indonesia.

b. Untuk mengetahui cara pengoperasian alat ukur kebisingan

(Sound Level Meter) dengan baik, benar dan tepat.

C. Prinsip Kerja

Apabila ada satu benda bergerak maka akan menyebabkan

perubahan tekanan udara yang ditangkap Sound Level Meter (Hardi

dkk, 2020).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Pengukuran Intensitas Kebisingan

1. Pengertian Bunyi

Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel

saraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang

ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang

tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya,

bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena

mengangganggu atau timbul diluar kemauan orang yang

bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan

sebagai kebisingan (Kartika, 2017).

Bunyi adalah sebuah gelombang longitudinal yang merambat

melalui medium tertentu, bunyi terjadi karena adanya getaran

sehingga tercipta sebuah sistem suara yang pada akhirnya bunyi

tersebut bisa terdengar oleh indera pendengaran manusia.

pengertian bunyi menurut kamus besar bahasa Indonesia yaitu

sesuatu yang terdengar (didengar) atau ditangkap oleh telinga

(Kustaman, 2018).

Bunyi adalah suatu gelombang berupa getaran dari molekul

– molekul zat yang saling beradu satu dengan yang lainnya secara

terkoordinasi sehingga menimbulkan gelombang dan meneruskan

energy serta sebagian dipantulkan kembali. Media yang dilalui

5
6

mempunyai massa yang elastic sehingga dapat mengantarkan bunyi

tersebut (Carolina, 2016).

Bunyi atau suara yang ditimbulkan oleh getaran akan

didengar sebagai rangsangan sel saraf pendengar. Bunyi atau suara

tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya.

Ketika bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki karena

mengganggu orang yang bersangkutan maka bunyi-bunyian atau

suara dinyatakan sebagai kebisingan (Imas, 2015).

2. Sumber Bunyi

Terdapat dua karakteristik utama yang menentukan kualitas

suatu bunyi atau suara yaitu, frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi

dinyatakan dalam jumlah getaran per detik dengan satuan Herz (Hz).

Yaitu jumlah gelombang bunyi yang sampai ditelinga di setiap telinga

setiap detiknya. Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya

dinyatakan dalam suatu satuan logaritmis yang disebut decibel (dB)

(Sitanggang, 2015).

Berdarkan penelitian dari Suryani tahun (2015) sumber

bunyi, sebagai berikut:

a. Lalu Lintas Jalan

Berasal dari aktivitas lalu lintas alat transportasi,

kebisingan yang bersumber dari lalu lintas jalan raya ini

memberikan proforsi frekuensi kebisingan yang paling

mengganggu.
7

b. Industri

Kebisingan industri berasal dari suara mesin yang

digunakan dalam proses produksi. Intensitas kebisingan ini akan

meningkat sejalan dengan kekuatan mesin dan jumlah produksi

dari indstri.

c. Pesawat Terbang

Kebisingan dari pesawat terbang terjadi saat pesawat

akan lepas landas ataupun mendarat di bandara. Kebisingan

akibat pesawat pada umumnya berpengaruh pada awak pesawat,

penumpang, petugas lapangan, dan masyarakat yang bekerja

atau tinggal disekitar bandara

d. Kereta Api

Berasal dari aktivitas pengoperasian kereta api, lokomotif,

bunyi sinyal di perlintasan kereta api, stasiun, dan penjagaan serta

pemeliharaan konstruksi rel.

Berdasarkan penelitian dari Nur’aini tahun 2015, sumber

bunyi, sebagai berikut:

a. Suara Mesin

Jenis mesin penghasil suara di tempat kerja sangat

bervariasi, demikian pula karakteristik suara yang dihasilkan.

Contohnya mesin pembangkit tenaga listrik seperti genset, mesin

diasel, dan sebagainya. Di tempat kerja mesin pembangkit tenaga


8

listrik umumnya menjadi sumber kebisingan berfrekuensi rendah

(<400Hz).

b. Benturan antara Alat Kerja dan Benda Kerja

Proses menggerinda permukaan metal dan umumnya

penghalusan permukaan benda kerja, penyemprotan, penguasan

cat, penggilingan, memalu dan pemotongan seperti menggeragaji

kayu dan metal cutting, merupakan sebagai contoh bentuk

benturan antara alat kerja dan benda kerja yang menimbulkan

kebisingan. Penggunaan gergaji bundar dapat menimbulkan

tingkat kebisingan antara 80 dBA-120dBA.

c. Aliran Material

Aliran gas, air atau material-material cair dalam pipa

distribusi material di tempat kerja yang berkaitan dengan proses

penambahan tekanan (high pressure procces) dan pencampuran,

sedikit banyak akan menimbulkan kebisingan di tempat kerja.

Demikian pula dengan proses transportasi material padat seperti

batu, kerikil, potongan-potongan metsl, yang melalui proses

pencuraha.

d. Manusia

Dibandingkan dengan sumber suara lainnya, tingkat

kebisingan suara manusia memang jauh lebih kecil. Namun, suara

manusia tetap diperhitungkan sebagai sumber suara di tempat

kerja.
9

3. Tingkat dan sumber bunyi pada skala kebisingan

Berdasarkan penelitian Andriyani tahun 2015, tingkat

kebisingan besar kecil frekuensi, sebagai berikut:

Rentang mendengar biasanya menggambarkan rentang

frekuensi yang dapat didengar oleh manusia berbagai tingkat.

a. Infrasionik

Bila suara dengan gelombang antara 0-20 Hz. Infrasonik

tidak dapat didengar oleh telinga manusia karena kepekaan syaraf

pendengaran manusia tidak dapat menjangkaunya. Jika

seseorang meneliti peristiwa bunyi infra selalu diperlukan

penelitian freukuensi bunyi. Contohnya adalah getaran gunung api

atau getaran seismik.

b. Audiosonik

Bila gelombang suara yang memiliki frekuensi antara 20-

20.000 Hz. Audosonik merupakan frekuensi yang dapat ditangkap

oleh indra pendengaran manusia. Contohnya seperti suara

manusia berbicara.

c. Ultrasonik

Bila gelombang lebih dari 20.000Hz. jika ingin

mendengarkan bunyi ultrasonik, diperlukan pelemahan frekuensi

bunyi itu harus diketahui nilai pelemahannya. Contohnya radar

pencari ikan atau benda bawah laut.


10

Tabel 2.1
Skala Intensitas Kebisingan
Intensitas dB Batas dengar Tertinggi

120 Halilintar
Menulikkan 110 Meriam
100 Mesin uap

Jalan hiruk pikuk


100
Perusahaan sangat
Sangat hiruk 90
gaduh
80
Pluit polisi

80 Kantor gaduh
Kuat 70 Jalan pada umumnya
60 Radio perusahaan

60 Rumah gaduh
Sedang 50 Kantor umumnya
40 Auditorium percakapan

20 Suara daun-daun
Sedang tenang 10 Berbisik
0 Batas dengar terendah

Sumber: Syarifuddin & Muzir 2015

4. Pengertian Noise Induced Hearing Lose (NIHL)

Gangguan pendengaran akibat bising, atau gangguan

pendengaran akibat kerja (occupational deafness/noise induced

hearing loss) adalah hilangnya sebagian atau seluruh pendengaran


11

seseorang yang bersifat permanen, mengenai satu atau kedua

telinga yang disebabkan oleh bising terus menerus di lingkungan

tempat kerja (Mayasari & Khairunnisa, 2017).

Noise Induced Hearing Lose (NIHL) yaitu hilangnya

pendengaran secara perlahan karena kerusakan sensorineural

akibat dari pemaparan kebisingan yang lama dengan intensitas yang

tinggi. Sifat dari ketulian tersebut irreversible dan tidak dapat sembuh

kembali. Penurunan berlangsung secara perlahan-lahan dan

membutuhkan waktu yang lama (Purnawan dkk, 2019).

American College Of Occupational Medicine (ACOM)

mendefinisikan Noise Induced Hearing Lose (NIHL) karena

pekerjaan sebagai ketulian yang berambah secara perlahan-lahan

setelah waktu yang lama sebagai akibat terpajan bising dengan

intensitas tinggi yang terus menerus atau terputus-putus

(Sitanggang, 2015).

Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced

Hearing Loss) ialah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat

terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang

cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja.

Sifat ketuliannya adalah tuli sensorineural koklea dan umumnya

terjadi pada kedua telinga (Rahmawati, 2015).

Gangguan pendengaran akibat bising atau Noise Induced

Hearing Loss (NIHL) adalah gangguan pendengaran tipe


12

sensorineural yang disebabkan oleh pajanan bising yang cukup

keras dalam jangka waktu yang lama, biasanya akibat bising

lingkungan kerja (Eryani, 2015).

5. Faktor Risiko Noise Induced Hearing Lose (NIHL)

Adapun faktor risiko gangguan pendengaran, sebagai

berikut:

Intensitas paparan bising dapat menyebabkan gangguan

pendengaran tipe tuli konduktif maupun tuli sensorineural. Paparan

intensitas bising dalam jangka waktu yang lama dan melebihi NAB

dapat menyebabkan kerusakan organ corti yang akan berakibat tuli

sensorineural (Marisdayana dkk, 2016).

Frekuensi kebisingan makin tinggi frekuensi makin tinggi

kontribusinya terhadap penurunan pendengaran. Akan

menyebabkan penurunan fungsi alat pendengaran. Pekerja

disarankan untuk memakai alat pelindung telinga (ear muff dan ear

plug) pada saat bekerja di industri yang memilik intensitas kebisingan

yang tinggi (Nensi, 2019)

Lama paparan menyebabkan peningkatan Noise Induce

Permanen Treshold Shift (NIPTS). Gangguan pendengaran yang

terjadi pada frekuensi percakapan 500, 1000, 2000, dan 3000 Hz

(berdasarkan AMA hearing handicap scale) tergantung dari lama

paparan bising maupun tingkatan/besar paparan bising. Semakin

lama dan semakin tinggi tingkatan/besar paparan bising akan


13

menimbulkan peningkatan gangguan pendengaran akibat bising tipe

sensorineural (Eryani dkk, 2017).

Alat pelindung diri merupakan alternatif dalam mengurangi

gangguan pendengaran akibat bising yang mungkin, namun pada

penelitian di Semarang, tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara penggunaan alat pelindung diri dengan gangguan

pendengaran akibat bising (Eryani dkk, 2017).

6. Pencegahan Noise Induced Hearing Lose (NIHL)

Pencegahan noise induced hearing lose yang dapat

dilakukan adalah untuk mencegah perburukan penurunan

pendengaran dengan Hearing Conservation Program (HCP) yaitu

dengan cara pengukuran kebisingan (monitoring), mengurangi faktor

resiko kebisingan, pengukuran audiometri secara berkala,

pengendalian kebisingan, pendidikan pekerja dan pencatatan untuk

menghindari terjadinya Noise Induced Hearing Lose (NIHL)

(Mayasari & Khairunnisa, 2017).

Berdasarkan penelitian dari Imas tahun 2015, pencegahan

kebisingan, sebagai berikut:

a. Pengukuran Kebisingan Pada Sumbernya

Menempatkan peredam pada sumber getaran, tetapi

umumnya hal itu dilakukan dengan melakukan riset dan membuat

perencanaan mesin atau alat kerja yang baru. Membuat desain

dan memproduksi mesin baru dengan standar intensitas


14

kebisingan yang lebih baik sangat tergantung pada permintan

para usahawan sebagai pengguna mesin di pabrik sebagai

produsennya.

b. Penempatan Penghalang Pada Jalan Transmisi

Isolasi tenaga kerja, mesin, atau unit operasi merupakan

upaya mengurangi kebisingan. Untuk itu perencanaan harus

matang dan material yang dipakai untuk isolasi harus menyerap

suara. Penutup atau pintu ke ruang isolasi harus mempunyai

bobot yang cukup berat, menutup lobang yang ditutupnya dan

lapisan dalamnya terbuat dari bahan yang menyerap suara agar

tidak terjadi getaran yang lebih hebat.

c. Proteksi dengan Sumbat atau Tutup Telinga

Tutup telinga (ear muff) biasanya lebih efektif daripada

sumbat telinga (ear plug) dan dapat lebih besar menurunkan

intensitas kebisingan yang sampai ke saraf pendengar. Alat

tersebut harus diseleksi sehingga dipilih yang tepat ukuranmya

bagi pemakainya. Alat pelindung telinga adapat mengurangi

intensitas kebisingan 10-25 dB.

Berdasarkan penelitian dari Ritonga tahun 2018,

pencegahan gangguan pendengaran, sebagai berikut:

a. Monitoring paparan bising

b. Kontrol engineering dan administratif


15

c. Evaluasi auiometer

d. Pendidikan dan motivasi

e. Evaluasi program

f. Audit program

7. Tuli Akibat Kerja

Adapun tuli akibat pekerjaan, sebagai berikut:

a. Ketulian Sementara (Temporary Threshold Shift atau TTS)

Ketulian Sementara (Temporary Threshold Shift atau TTS)

yaitu gangguan pendengaran yang dialami seseorang yang

sifatnya sementara. Daya dengarnya sedikit demi sedikit pulih

kembali, waktu untuk pemulihan kembali adalah berkisar dari

beberapa menit sampai dengan beberapa hari (3-7 hari), namun

yang paling lama tidak lebih dari 10 hari (Irawan, 2015).

b. Ketulian Permanen (Permanent Threshold Shift atau PTS)

Ketulian Permanen (Permanent Threshold Shift atau PTS)

apabila seorang pekerja mengalami TTS dan kemudian terpajan

bising kembali sebelum pemulihan secara lengkap terjadi, maka

akan terjadi akumulasi sisa ketulian dan jika hal ini berlangsung

secara berulang dan menahun, sifat ketuliannya akan berubah

menjadi menetap (permanent). PTS juga disebut Noise Induced

Hearing Loss (NIHL) dan umumnya terjadi setelah pajanan

selama satu tahun atau lebih (Irawan, 2015).

c. Tuli Konduktif
16

Ketika suara tidak diteruskan dengan mudah melalui

saluran telinga luar ke membran timpani dan ke tulang

pendengaran dibagian telinga tengah.Tuli konduktif membuat

suara terdengar lebih halus dan sulit didengar.Tipe tuli ini

dapatdikoreksi dengan obat-obatan atau operasi. Beberapa

penyebab yang mungkin dapat menyebabkan tuli konduktif antara

lain: cairan di telinga tengah, infeksi telinga (otitis media), fungsi

tuba yang menurun, lubang di membran timpani, terlalu banyak

serumen, benda asing di saluran telinga dan malformasi dari

telinga bagian luar ataupun tengah.

8. Faktor yang Mempengaruhi Pendengaran Pekerja

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arianto tahun

2017, faktor yang mempengaruhi pendengaran, sebagai berikut:

a. Masa Kerja

Masa kerja merupakan salah satu faktor yang

menentukan derajat penurunan pendengaran. Penurunan

pendengaran terutama terjadi selama lima sampai sepuluh tahun

pertama bekerja dalam lingkungan bising. Pekerja yang bekerja

dengan masa kerja lebih dari 10 tahun memiliki risiko lima kali

lebih besar dibandingkan dengan pekerja yang memiliki masa

kerja kurang dari 10 tahun.

b. Lingkungan Kerja
17

Kebisingan dengan intensitas yang tinggi memberikan

efek merugikan pada indera pendengaran pekerja. Gangguan

pendengaran akibat pemaparan bising terjadi secara perlahan-

lahan dalam waktu lama dan tanpa disadari oleh pekerja.

Intensitas kebisingan yang tinggi dapat menyebabkan gangguan

pendengaran tipe sensorineural yaitu berupa trauma bising yang

terjadi akibat kerusakan organ sensorineural telinga dalam yang

menetap yang disebabkan oleh dampak akumulasi pengaruh bisih

dalam jangka waktu yang lama, faktor yang menimbulkan

gangguan pendengaran harus dikurangi (Nensi, 2019).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gangguan

pendengaran akibat bising antara lain intensitas kebisingan,

frekuensi kebisingan, lamanya waktu pemaparan bising,

kerentanan individu, jenis kelamin, usia, kelainan di telinga

tengah, area tempat kerja, lamanya bekerja dan penggunaan Alat

Pelindung Diri (APD) (Eryani dkk, 2017)

9. Pengertian Kebisingan

Kebisingan (noise) adalah bunyi atau suara yang tidak

dikehendaki atau mengganggu. Gangguan bunyi hingga tingkat

tertentu dapat diadaptasi oleh fisik, namun syaraf dapat terganggu.

Ambang bunyi (threshold of audibility) adalah intensitas bunyi sangat

lemah yang masih dapat didengar telinga manusia, berenergi 10-12


18

W/m2. Ambang bunyi ini disepakati mempunyai tingkat bunyi 0 dB

(Sahab, 2017).

Kebisingan sebagai suara yang tidak diinginkan aatau

dikehendaki. Semua bunyi yang mengalihkan perhatian,

mengganggu, atau berbahaya bagi kesehatan sehari-hari (kerja,

istrahat, hiburan atau belajar) dianggap sebagai bising karena

menghasilkan bunyi atau suara (Kamilaturrohmah, 2017).

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha

atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan

lingkungan (Setyawan dkk, 2015). Kebisingan adalah bunyi yang

tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

dan kenyamanan lingkungan tempat kerja pada tingkat dan waktu

tertentu (Eryani dkk, 2017).

Kebisingan adalah semua bunyi atau suara yang tidak

dikehendaki yang dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan.

Bising yang kehadirannya tidak dikehendaki dan dianggap

mengganggu pendengaran. Suara menjadi tidak diinginkan ketika itu

baik mengganggu aktivitas normal seperti tidur, percakapan dan

mengganggu kualitas hidup seseorang (Andriyani, 2015).

Kebisingan merupakan suatu suara atau bunyi yang tidak

dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses dan atau alat-alat

kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan


19

pendengaran. Kebisingan adalah bunyi yang ditimbulkan oleh

gelombang suara dengan intensitas dan frekuensi yang tidak

menentu. Di sektor industri, kebisingan dapat diartikan sebagai bunyi

yang sangat mengganggu dan sangat menjengkelkan serta sangat

membuang energi (Fanny, 2015).

10. Klasifikasi Kebisingan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malau tahun

2017, klasifikasi kebisingan, sebagai berikut:

a. Kebisingan yang Tetap (Steady Noise) dibagi menjadi dua jenis,

yaitu:

1) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete

frequencynoise). Kebisingan ini merupakan nada-nada murni

padafrekuensi yang beragam. Contohnya suara mesin, suara

kipas dan sebagainya.

2) Kebisingan tetap (Brod band noise), kebisingan dengan

frekuensi terputus dan Brod band noise sama-sama

digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise).

Perbedaannya adalah broad band noise terjadi pada frekuensi

yang lebih bervariasi.

b. Kebisingan Tidak Tetap (Unsteady Noise) dibagi lagi menjadi tiga

jenis, yaitu :
20

1) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu

berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.

2) Intermitent noise, kebisingan yang terputus-putus dan

besarnyadapat berubah-ubah, Contoh kebisingan lalu lintas.

3) Kebisingan impulsif (impulsive noise), kebisingan ini dihasilkan

oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga)

dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata dan

alat-alat sejenisnya.

Berdasarkan penelitian dari Imas tahun 2015, adapun

klasifikasi kebisingan, sebagai berikut:

a. Kebisingan Tetap (Steady Noise)

Kebisingan tetap (steady noise) dibedakan menjadi dua,

yaitu:

1) Kebisangan dengan frekuensi terputus-putus (discrete

frequency noise), yaitu kebisingan berupa “nada-nada” murni

pada frekuensi yang beragam, contohnya suara mesin, suara

kipas dan sebagainya.

2) Bord band noise, yaitu kebisingan dengan frekuensi terputus

dan digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise).

Perbedaanya adalah Bord band noise terjadi pada frekuensi

yang lebih bervariasi (bukan “nada” murni).

b. Kebisingan Tidak Tetap (Unsteady Noise)


21

Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibedakan

menjadi tiga, yaitu:

1) fluctuating noise (kebisingan fluktiatif), yaitu kebisingan yang

selau berubah selama rentang waktu tertentu.

2) Intermitten noise (kebisingan terputus-putus dan berubah),

yaitu kebisingan yang besaran dan bentuknya berubah,

contohnya kebisingan lalu lintas.

3) Impulsive noise (kebisingan impulsif), yaitu kebisingan yang

dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakan

telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan

senjata api dan alat-alatnya.

Berdasarkan penelitian dari Nur’aini tahun 2015, klasifikasi

kebisingan, sebagai berikut:

a. Kebisingan Tetap (Steady Noise)

Kebisingan tetap (steady noise) dibedakan menjadi dua,

yaitu:

1) Kebisangan dengan frekuensi terputus-putus (discrete

frequency noise), yaitu kebisingan berupa “nada-nada” murni

pada frekuensi yang beragam, contohnya suara mesin, suara

kipas dan sebagainya.

2) Bord band noise, yaitu kebisingan dengan frekuensi terputus

dan digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise).


22

Perbedaanya adalah bord band noise terjadi pada frekuensi

yang lebih bervariasi (bukan “nada” murni).

b. Kebisingan Tidak Tetap (Unsteady Noise)

Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibedakan

menjadi tiga, yaitu:

1) fluctuating noise (kebisingan fluktiatif), yaitu kebisingan yang

selau berubah selama rentang waktu tertentu.

2) Intermitten noise (kebisingan terputus-putus dan berubah),

yaitu kebisingan yang besaran dan bentuknya berubah,

contohnya kebisingan lalu lintas.

3) Impulsive noise (kebisingan impulsif), yaitu kebisingan yang

dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakan

telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan

senjata api dan alat-alatnya.

11. Sifat-sifat Kebisingan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sahab tahun

2019, sifat-sifat kebisingan, sebagai berikut:

a. Bising yang Kontinyu dengan Spektrum Frekuensi yang Luas

(Steady State Wide Band Noise), bising ini relatif tetap dalam

batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut,

seperti: mesin, kipas angin, dapur pijar.

b. Bising yang Kontinyu dengan Spektrum Sempit (Steady State

Narrow Band Noise), bising ini juga relatif tetap, akan tetapi ia
23

hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500,

1000, dan 4000 Hz), seperti: gergaji sirkuler.

c. Bising Terputus-Putus (Intermittent Noise), bising jenis ini tidak

terjadi secara terus-menerus, melainkan ada periode relatif

tenang, seperti: lalu lintas, kapal terbang.

d. Bising Impulsif (Impact Or Impulsive Noise), bising jenis ini

memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu

sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya, seperti:

tembakan, ledakan, pukulan.

e. Bising impulsif berulang, sama dengan bising impulsif, hanya saja

di sini terjadi secara berulangulang, seperti: mesin tempa di

perusahaan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Kamilaturrohmah tahun 2017, sifat bising, sebagai berikut:

a. Bising kontinyu yaitu tingkat tekanan bunyi dihasilkan relative

sama selama terjadinya bising. Contohnya penyebab bising ini

adalah mesin industri, mesin diesel dan lain-lain.

b. Bising tidak kontinu yaitu tingkat tekanan bunyi yang dihasilkan

berbeda-beda selama bising berlangsung. Contohnya suara


24

pesawat terbang, suara kendaraan bermotor yang sedang

melintas.

c. Bising tiba-tiba yaitu bising yang dihasilkan dari kejadian secara

tiba-tiba. Contohnya sumber bising ini adalah suara ledakan,

suara meriam dan lain-lain.

12. Sumber Kebisingan

Sumber kebisingan dapat di identifikasi jenis dan bentuknya.

Kebisingan yang berasal dari peralatan memiliki tingkat kebisingan

yang berbeda-beda. Proses pemotongan seperti penggergajian kayu

merupakan salah satu contoh bentuk benturan alat kerja dan benda

kerja yang menimbulkan kebisingan. Penggunaan gergaji bundar

dapat menimbulkan tingkat kebisingan 80-120dB (Imas, 2015).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kamilaturrohmah

tahun 2017, sumber kebisingan, sebagai berikut:

a. Kebisingan dari lingkungan pabrik, kebisingan ini muncul dari

sumber berupa mesin-mesin pemotong, mesin produksi dan lain

sebagainya.

b. Kebisingan dari alat konstruksi, bersumber dari alat-alat konstruksi

yang digunakan untuk meringankan kerja dan meningkatkan

produktivitas kerja seperti mixer, generator dan vibrator.

c. Kebisingan yang berasal dari lalul lintas, kebisingan ini dihasilkan

oleh transportasi, baik transportasi darat, laut dan udara.


25

d. Kebisingan alat rumah tangga, kebisingan ini berasal dari suara

pompa air, televisi, radio, mesin jahit dan musik

e. Kebisingan pada tempat rekreasi, kebisingan dapat bersumber

dari hewan, manusia dan peralatan yang digunakan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irawan tahun

2015 adapun sumber kebisingan, sebagai berikut:

a. Bising industri, industri besar termasuk di dalamnya pabrik,

bengkel dan sejenisnya.

b. Bising rumah tangga, umumnya disebabkan oleh peralatan rumah

tangga dan tingkat kebisingannya tidak terlalu tinggi.

c. Bising spesifik, bising yang disebabkan oleh kegiatan khusus,

misalnya pemasangan tiang pancang tol atau bangunan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eryani tahun

2015 sumber bising, sebagai berikut:

a. Bising dalam yaitu bising yang bersumber berasal dari manusia,

bengkel mesin dan alat-alat rumah tangga.

b. Bising luar yaitu bising bising luar yaitu sumber bising yang

berasal dari lalu lintas, industri, tempat pembangunan gedung dan

lain sebagainya.

c. Sumber bergerak seperti kendaraan bermotor yang sedang

bergerak, kereta api yang sedang melaju, pesawat terbang jenis

jet maupun jenis baling- baling.


26

d. Sumber bising yang tidak bergerak adalah perkantoran, diskotik,

pabrik tenun, gula pembangkit listrik tenaga diesel dan

perusahaan kayu.

Menurut Occupational Safety and Health Administration

(OSHA), nilai kebisingan 90 dBA (low) untuk 8 jam kerja. Sumber

penyebabnya adalah dari gangguan stres dari pekerjaan itu sendiri,

dapat juga disebabkan stressor fisik, emosional, psikiologi dan

mental (Budiawan dkk, 2016).

13. Jenis-jenis Kebisingan

Berdasarkan penelitian dari Nur’aini tahun 2015 adapun

jenis-jenis kebisingan, sebagai berikut:

a. Kebisingan Menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan

spektrum frekuensi yang lebar (steady state, wide band noise),

misalnya bising mesin, kipas angin dan dapur jipar.

b. Kebisingan menetepa berkelanjutan dengan spektrum frekuensi

tipis (steady state, narrow band noise), misalnya bising gegaji

sirkuler dan katup gas.

c. Kebisingan terputus-putus (intemittent) yaitu kebisingan yang

berlangsung tidak terus-menerus, misalnya bising lalu lintas dan

suara kapal terbang dilapangan udara.

d. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise) yaitu kebisngan

dengan intensitas yang sedikit cepat berubah, misalnya bising

pukulan, tembakan bendil atau meriam dan ledakan.


27

e. Kebisingan impulsif berulang yaitu bising impulsif tetap terjadi

berulang-ulang, misalnya bising mesin tempa di perusahaan atau

tempaan tiang pancang bangunan.

Berdasarkan penelitian dari Eryani tahun 2015 jenis-jenis

kebisingan, sebagai berikut:

a. Kebisingan yang kontinu dengan spektrum luas misalnya mesin-

mesin, kipas angin dan lain-lain.

b. Kebisingan yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang sempit

misalnya gergaji sirkuler, katup gas dan lain-lain.

c. Kebisingan terputus-putus misalnya lalu lintas, suara kapal

terbang di lapangan udara.

d. Kebisingan impulsif seperti tembakan bedil atau meriam dan

ledakan.

e. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempat di

perusahaan.

Berdasarkan penelitian dari Kamilaturrohmah tahun 2017

jenis kebisingan, sebagai berikut:

a. Bising kontinyu yaitu tingkat tekanan bunyi yang dihasilkan relative

sama selama terjadinya bising. Contoh mesin industri, mesin

diesel dan lain-lain.

b. Bising tidak kontinyu yaitu tingkat tekanan bunyi yang dihasilkan

berbeda-beda selama bising berlangsung. Contohnya suara


28

pesawat terbang yang sedang lewat, suara kendaraan bermotor

yang sedang melintas dan lain-lain.

c. Bising tiba-tiba yaitu bising yang dihasilkan dari kejadian singkat

dan tiba-tiba. Contohnya suara ledakan, suara meriam dan lain-

lain.

d. Bising berulang yaitu bising yang sama seperti bising tiba-tiba,

hanya saja bising ini terjadi berulang-ulang misalnya mesin tempa.

14. Jenis Kebisingan ditempat Kerja

Berdarkan penelitian Setyawan dkk (2015) jenis kebisingan

ditempat kerja, sebagai berikut:

a. Struktur-Borne Noise yaitu kebisingan yang dihasilkan oleh

perambatan getaran struktur komponen dari suatu sistem struktur

atau bagian yang bergetar tersebutakan meradiasikan atau

merambatkan energi akustik dalam bentuk gelombang

longitudinal. Sumber energi tersebut diperoleh dari adanya

kerusakan atau tidak seimbangnya bagian serta gerakan bolak-

balik dari suatu sistem.

b. Liquid-Borne Noise, yaitu kebisingan yang ditimbulkan oleh

adanya perambatan fluktuasi tekanan fluida, sehingga terjadi

getaran kolom fluida, pusaran fluida, bunyi aliran dan kavitasi.

c. Air-borne Noise, yaitu kebisingan yang merambat melalui fluktuasi

tekanan yang timbul di udara perambatan kebisingan melalui dua

media seperti ini akan saling berkaitan. Dimana jika terjadi suatu
29

perambatan bunyi yang bersumber dari struktur, maka getaran

struktur akan dapat menggetarkanudara disekelilingnya. Pada

saat yang sama udara yang bergetar tersebut akan menggetarkan

struktur kembali.

15. Pengaruh Kebisingan terhadap Kelelahan

Kelelahan adalah keadaan yang disertai penurunan efisiensi

dan ketahanan dalam bekerja. Kata kelelahan menunjukkan keadaan

yang berbeda-beda, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan

kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Jadi efek pajanan bising pada

tenaga kerja adalah pengaruhnya terhadap kesehatan dan

kinerjanya. Beberapa diantaranya adalah gangguan pendengaran,

komunikasi, kelelahan, respon fisiologis dan psikologis. Kelelahan

berakibat kepada pengurangan ketahanan tubuh (Trisna, 2017).

Kebisingan merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja. Bising adalah bunyi yang

tidak disukai, suara yang mengganggu. Berkurangnya pendengaran

akibat bising berlangsung secara perlahan-lahan dalam jangka waktu

yang lama. Kecepatan penurunan pendengaran tergantung pada

tingkat kebisingan, lamanya pemaparan dan kepekaan individu.

Kebisingan bisa menyebabkan gangguan langsung pada telinga

(auditory effect) juga bisa mempengaruhi bukan pada indera

pendengaran (non auditory effect). Risiko yang dapat ditimbulkan

akibat kelelahan diantaranya penurunan motivasi kerja, performansi


30

rendah, rendahnya kualitas kerja, banyak terjadi kesalahan dalam

bekerja, rendahnya produktivitas kerja, menyebabkan stres kerja,

penyakit akibat kerja, cedera, dan terjadi kecelakaan akibat kerja

(Andriani, 2017).

16. Pengaruh Kebisingan terhadap Tekanan Darah

Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap

peningkatan tekanan darah dan denyut nadi adalah paparan

kebisingan di tempat kerja. Saraf simpatis yang mendapat stimulasi

akan mempengaruhi pembuluh darah arteriol dan vena sehingga

menyebabkan vasokontriksi. Vasokontriksi yang terjadi pada arteriol

akan menyebabkan peningkatan resistensi perifer total (total

peripheral resistance) sehingga tekanan darah meningkat. Ketika

vena juga mengalami vasokontriksi, maka terjadi peningkatan aliran

balik vena, sehingga isi sekuncup (stroke volume) dan cardiac output

meningkat. Dengan meningkatnya cardiac output, mengakibatkan

tekanan darah pekerja meningkat (Ikhwan dkk 2018).

Paparan kebisingan dalam jangka waktu panjang dapat

menyebabkan gangguan kesehatan salah satunya adalah gangguan

sistem kardiovaskular. Indikator yang dapat digunakan dalam

memeriksa kesehatan sistem kardiovaskular adalah tekanan darah

dan denyut nadi. Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh

darah terhadap dinding pembuluh yang digambarkan sebagai

tekanan sistolik per tekanan diastolik. Bila tekanan darah turun


31

terlalu rendah (hipotensi), kekuatan pendorong aliran darah tak

mampu melawan gaya gravitasi sehingga aliran darah dan pasokan

oksigen ke jaringan otak terganggu dan terjadi rasa pusing bahkan

dapat menyebabkan pingsan. Namun bila tekanan darah meningkat

(hipertensi), tekanan darah yang tinggi pada dinding pembuluh darah

dapat menyebabkan area pembuluh darah pecah dan darah masuk

ke dalam jaringan (Dwiyanti & Fanani, 2018).

17. Pengaruh Sofspa terhadap Kebisingan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arzani tahun

(2018) pengaruh sofspa terhadap kebisingan, sebagai berikut:

a. Ada pengaruh formulasi Sofspa terhadap intensitas kebisingan

mesin penggiling kompos.

b. Pemasangan formulasi Sofspa A dapat menurunkan intensitas

kebisingan sebesar 10,01 %.

c. Pemasangan formulasi Sofspa B dapat menurunkan intensitas

kebisingan sebesar 12,90 %.

d. Pemasangan formulasi Sofspa C dapat menurunkan intensitas

kebisingan sebesar 15,03 %.

e. Formulasi Sofspa yang paling efektif untuk menurunkan intensitas

kebisingan pada mesin penggiling kompos adalah formulasi C.

18. Dampak Kebisingan terhadap Kesehatan


32

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andriani & Thaib

Hasan tahun (2017) dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh

kebisingan, sebagai berikut:

a. Gangguan Fisiologis

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat

mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya

tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (±

10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer

terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat

dan gangguan sensoris.

b. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman,

kurang konsentrasi, susah tidur, cepat marah. Bila kebisingan

diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit

psikosomatik berupa gastritis, stres, kelelahan dan lain-lain.

c. Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking

effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau

gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus

dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan bisa menyebabkan

ter-ganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya

kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya;


33

gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan

keselamatan tenaga kerja.

d. Gangguan Keseimbangan

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan

berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat

menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo)

atau mual-mual.

e. Efek pada Pendengaran

Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius

karena dapat menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat progresif.

Pada awalnya bersifat sementara dan akan segera pulih kembali

bila menghindar dari sumber bising, namun bila terus menerus

bekerja di tempat bising, daya dengar akan hilang secara menetap

dan tidak akan pulih kembali.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Imas tahun 2015

dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh bising, sebagai berikut:

a. Gangguan Fisiologis

Gangguan yang mula-mula timbul akibat kebisingan.

Contoh gangguan fisiologis seperti naiknya tekanan darah, nadi

menjadi cepat, emosi meningkat, vasokontriksi pembuluh darah,

otot menjadi tegang dan metabolisme tubuh meningkat.

Kebisingan mempengaruhi keseimbangan bekerjanya saraaf

simpatis dan parampitis.


34

b. Gangguan Psikologis

Dalam kegiatan sehari-hari kebisingan dapat mengganggu

konsentrasi dan menyebabkan pengalihan perhatian sehingga

tidak fokus terhadap masalah yang dihadapi. Kebisingan dapat

menyebabkan rasa terganggu yang merupakan reaksi psikologis

seseorang.

c. Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi akibat kebisingan sering terjadi

apabila komunakasi pembicaraan dalam pekerjaan harus

dijalankan dengan suara yang kekuatannya tinggi dan lebih nyata

lagi apabila dilakukan dengan cara berteriak.

d. Gangguan Pendengaran

Pengaruh utama kebisingan terhadap kesehatan adalah

kerusakan pada indera pendengar, yang menyebabkan ketulian

progresif. Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran bersifat

sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah dihentikan

kerja di tempat kerja bising.

19. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan

Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar faktor bahaya di

tempat kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu

(time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa

mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan


35

sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari 40 jam seminggu

(Kamilaturrohmah, 2017).

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Nomor Per.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang

Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, NAB

kebisingan ditetapkan sebesar 85 desibel A (dB). Hal ini berarti

bahwa pada tingkat intensitas bising tersebut sebagian besar tenaga

kerja masih berada dalam batas aman untuk bekerja selama 8 jam

per hari atau 40 jam per minggu. NAB Kebisingan untuk batas waktu

pemaparan per hari

Tabel 2.2
Nilai Ambang Batas Kebisingan (NAB)
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia
Waktu Pemaparan Per Hari Intensitas Kebisingan Dalam dBA
8 Jam 85
4 88
2 91
1 94
30 Menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
28,12 Detik 115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Sumber: PERMENAKERTRANS Nomor Per.13/MEN/X/2011

20. Nilai Ambang Batas Kebisingan Ditempat Kerja


36

Menurut Menteri Tenaga dan Transmigrasi (2011) tentang

NAB di tempat kerja, ditetapkan NAB kebisingan sebesar 85 dBA

sebagai intensitas tertinggi dan merupakan nilai yang masih dapat

diterima oleh pekerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan

pendengaran kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu

tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Laziardy, 2017).

National Institute for Occupational Safety and Health

(NIOSH) dan Indonesia menetapkan nilai ambang batas (NAB)

bising di tempat kerja sebesar 85 dBA (NIOSH, 1998). Bila NAB ini

dilampaui terus menerus dalam waktu lama maka akan menimbulkan

noise induced hearing loss (Sasmita, 2017).

21. Pengendalian Kebisingan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sitanggang

tahun (2015) adapun pengendalian kebisingan, sebagai berikut:

a. Eliminasi

Eliminasi merupakan suatu pengendalian risiko yang

bersifat permanen dan harus dicoba untuk diterapkan sebagai

prioritas utama. Pengendalian eliminasi harus dilakukan untuk

dapat mengurangi kebisingan serendah mungkin untuk mencegah

atau meminimalisasi seluruh risiko baik kesehatan maupun

keselamatan yang timbul akibat pajanan kebisingan.

b. Subtitusi (Subtitution)
37

Pengendalian ini untuk mengganti bahan-bahan dan

peralatan yang lebih berbahaya dengan bahan-bahan dan

peralatan yang kurang berbahaya atau lebih aman, sehingga

pemaparannya selalu dalam batas yang masih dapat diterima.

Adapun mesin-mesin yang sudah lama beroperasi pada

perusahaan semestinya dapat diganti dengan mesin yang baru

dengan tingkat kebisingan msin yang lebih rendah dari pada

mesin yang lama.

c. Rekayasa Teknik (Engineering Control)

Pengurangan kebisingan pada sumber dapat dilakukan

misalnya dengan menempatkan peredam, tetapi umumnya hal itu

dapat dilakukan dengan melakukan riset dan membuat

perencanaan mesin atau peralatan kerja baru. Membuat desain

dan memproduksi mesin baru dengan standar intensitas

kebisingan yang lebih baik dengan memintakan persyaratan

kebisingan terhadap mesin serupa yang telah digunakan.

d. Isolasi (Isolation)

Isolasi tenaga kerja atau mesin atau unit operasi adalah

upaya segera dan baik dalam upaya mengurangi kebisingan.

Untuk itu perencanaan harus matang dan material yang dipakai

untuk isolasi harus mampu menyerap suara. Penutup atau pintu


38

ruang isolasi harus mempunyai bobot yang cukup berat, menutup

lubang yang ditutupnya dan lapisan terbuat dari bahan yang

menyerap suaara agar tidak terjadi getaran yang lebih hebat

sehingga merupakan sumber kebisingan

e. Pengendalian Administrasi (Administratif Control)

Pengendalian ini dilakukan dengan meyediakan suatu

sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang

terpajan potensi bahaya. Pengendalian administrasi di tempat

kerja seperti rotasi kerja untuk perubahan tugas atau pekerjaan

yang dilakukan pekerja agar mengurangi risiko terpajan tingkat

kebisingan tinggi dan pemeliharaan peralatan untuk menurunkan

tingkat kebisingan pada mesin hingga 10 dB dapat dicapai

dengan cara pemeliharaan peralatan atau mesin.

f. Alat Pelindung Telinga (Hear Protective Equipment)

Alat pelindung diri tutup telinga atau sumbat telinga harus

diseleksi, sehingga di pilih yang tepat ukurannya bagi

pemakainya. Alat ini dapat mengurangi intensitas kebisingan 10-

25 dB, dengan memakai tutup atau sumbat telinga perbaikan cara

komunikasi harus diperbaiki sebagai akibat peredam intensitas

suara pembicaraan yang masuk ke dalam telinga.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nur’aini tahun

2015 pengendalian kebisingan, sebagai berikut:

a. Pengendalian Administratif
39

1) Menetapkan peraturan tentang rotasi pekerjaan.

2) Menetapkan peraturan bagi pekerja tentang keharusan untuk

beristrahat dan makan.

3) Melakukan pemasangan tulisan bahaya.

4) Menetapkan peraturan tentang sanksi.

b. Pengendalian Teknik

1) Mengurangi intensitas sumber bising seperti: memilih mesin

dengan teknologi maju, memodifikasi teknologi sumber bising,

pemeliharaan mesin, subtitusi, mengurangi intensitas bunyi dari

komponen peralatan yang bergetar.

2) Menghambat transmisi bising seperti: mengisolasi sumber

bising, peralatan yang dapat mengatur distribusi suara,

mengisolasi operator pada ruangan yang kedap suara.

c. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Alternatif terakhir bila pengendalian yang lain telah

dilakukan. Tenaga keja harus dilengkapi sumbat telinga (ear muff)

dan tutup telinga (ear plug) disesuaikan dengan jenis pekerjaan,

kondisi dan penurunan intensitas kebisingan yang diharapkan.

Bedasarkan penelitian yang dilakukan oleh Imas tahun 2015

pengendalian kebisingan, sebagai berikut:

a. Pengurangan Kebisingan pada Sumbernya

Pengurangan kebisingan pada sumbernya dilakukan

dengan menempatkan peredam pada sumber bising, tetapi


40

umumnya hal ini dilakukan dengan melakukan riset dan membuat

perencanaan mesin atau alat kerja yang baru.

b. Penempatan Penghalang pada Jalan Transmisi

Isolasi tenaga kerja, mesin atau unit operasi merupakan

upaya mengurangi kebisingan. Untuk itu perencanaan harus

matang dan material yang dipakai untuk isolasi harus mampu

menyerap suara.

c. Proteksi dengan Sumbat atau Tutup Telinga

Tutup telinga (ear muff) biasanya lebih efektif daripada

sumbat telinga (ear plug) dan dapat lebih besar menurunkan

intensitas kebisingan yang sampai ke saraf pendengar.

d. Pelaksanaan Waktu Paparan bagi Intensitas di atas NAB

Untuk intensitas kebisingan yang melebihi NAB telah ada

standar waktu paparan yang diperkenankan sesuai

Kep.51/Men/1999. Palaksanaan waktu kerja harus sesuai dengan

ketentuan tersebut.

22. Pencegahan Kebisingan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mayasari &

Khairunnisa tahun (2017) Pencegahan Kebisingan, sebagai berikut:

a. Pengukuran Kebisingan (Monitoring)

Tujuannya untuk menilai keadaan maksimum, rata-rata,

minimum, fluktuasi jenis intermiten dan steadiness bising.10 Untuk


41

pengukuran bising dipakai alat Sound Level Meter dan Octave

Band Analyzer

b. Pengendalian Kebisingan

Pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan cara

pengurangan jumlah bising di sumber bising seperti pengurangan

bising di tahap perencanaan mesin dan bangunan (engineering

control program), pemasangan peredam, penyekat mesin dan

bahan-bahan penyerap suara.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ritonga tahun

2018 pengendalian kebisingan, sebagai berikut:

a. Monitoring paparan bising

b. Kontrol engineering dan administratif

c. Evaluasi audiometer

d. Penggunaan alat pelindung diri

e. Pendidikan dan motivasi

f. Audit program

23. Alat Ukur Kebisingan

Pengukuran kebisingan dilakukan untuk mengidentifikasi

bahaya kebisingan ditempat kerja sehingga dapat dijadikan dasar

acuan perlunya pengendalian kebisingan. Pengukuran kebisingan

dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan hasil pengukuran

Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan (Zuhra, 2019).


42

Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan

adalah Sound Level Meter (SLM) dan Noise Dosimeter. Alat ini

berukuran kecil seperti alat genggam dengan sumber daya listrik

berupa baterai. Berdasarkan Keputusan Mentri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Republik Indonesia No. Per. 13/MEN/X/2011 tentang

baku tingkat kebisingan, Metode pengukuran tingkat kebisingan

dapat dilakukan dengan cara sederhana dan cara langsung. Cara

sederhana dilakukan menggunakan sound level meter dengan

mengukur tingkat tekanan bunyi dB (A) selama 10 menit untuk tiap

pengukuran dan pembacaan dilakukan setiap 5 detik (Ritonga,

2018).

Sound level meter merupakan sebuah alat yang digunakan

untuk pengukuran intensitas suara antara 30-130 dB dalam satuan

dB dari frekuensi antara 20-20.000 Hz. Sound level meter terdiri dari

mikrofon, penguat dan instrumen keluaran (output) yang mengukur

angka tekanan bunyi efektif dalam decibel (Kamilaturrohmah, 2017).

Adapun alat ukur kebisingan beserta bagian-bagiannya,

sebagai berikut:
43

Layar Display Microphone

Tombol
Weighting
Tombol Power
Tombol Call

Satuan Tombol
Decibel Gambar 2.1 Respon
Sound Level Meter
Sumber: Data Sekunder, 2019

Adapun fungsi dari bagian-bagian alat ukur sound level

meter, sebagai berikut:

a. Layar display : untuk menampilkan hasil pengukuran.

b. Tombol power : untuk menyalakan atau mematikan alat.

c. Satuan decibel : untuk mengubah menjadi satuan dB.

d. Microphone : untuk menangkap sumber suara.

e. Tombol weighting : untuk mengubah signal.

f. Tombol call : untuk mengkalibrasi sound.

g. Tombol respon : untuk menentukan jenis kebisingan.

Cara penggunaan alat sound level meter yaitu

menentukan area pengukuran, menempatkan function dial pada

posisi off dan level control dial pada posisi call, nyalakan sound

level meter, periksa kondisi baterai dan pastikan bahwa kondisi

power dalam keadaan baik, menyesuaikan pembobotan waktu

respon alat ukur dengan karakteristik sumber bunyi yang diukur (S


44

untuk sumber bunyi yang relatif konstan atau F untuk sumber

bunyi kejut), sound level meter dikalibrasi dahulu dengan cara

memutar function dial ke posisi call, lakukan pembacaan 5 detik

selama 10 menit untuk tiap pengukuran (Suryani, 2015).

24. Nilai Ambang Batas Kebisingan dan Baku Mutu Kebisingan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Imas tahun (2015)

Nilai Ambang Batas Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor

Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja

Tabel 2.3
Baku Mutu Kebisingan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Peruntukan Kawasan/
Tingkat Kebisingan dB (A)
Lingkungan Kegiatan
a. Peruntukan Kawasan
1) Perumahan dan pemukiman 55
2) Perdagangan dan jasa 70
3) Perkantoran dan perdagangan 65
4) Ruang terbuka hijau 50
5) Industri 70
6) Pemerintahan dan fasilitaas
umum 60
7) Rekreasi 70
8) Khusus :
a) Bandara udara
b) Stasiun kereta api
c) Pelabuhan laut 70
d) Cagar budaya
b. Lingkungan Kegiatan
1) Rumah sakit atau sejenisnya 55
2) Sekolah atau sejenisnya 55
3) Tempat ibadah atau
55
sejenisnya
Sumber: Suryani (2015)

Tabel 2.4
45

Zona Tingkat Kebisingan


Peraturan Menteri Kessehatan RI No.718 Tahun 1987
Zona Intensitas Tempat
A 35-45 Tempat penelitian, rumah sakit,
tempat perawatan dan sejenisnya
B 45-55 Perumahan, tempat pendidikan,
tempat rekreasi dan sejenisnya
C 50-60 Pasar, perkantoran, pertokoan dan
sejenisnya
D 60-70 Lingkungan industri, pabrik, stasiun
kereta api dan sejenisnya
Sumber: Suryani 2015
25. Pengukuran Peta Kontur Kebisingan

Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfat

dalam mengukur kebisingan, karena peta tersebut dapat

menentukan gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan

area, pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet

pada kertas berskala yang sesuai dengan pengukuran yang dibuat.

Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk menggambarkan keadaan

kebisingan, warna hijau untuk kebisingan dengan intensitas dibawah

80 dBA, warna kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 80-

84 dBA, warna merah untuk tingkat kebisingan yang tinggi ≤ 85 dBA

(Nensi, 2019).

Peta kontur adalah peta kontur adalah peta yang

menggambarkan sebagian bentuk-bentuk permukaan bumi yang

bersifat alami dengan menggunakan garis-garis kontur. Pengukuran

dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam mengukur

kebisingan, karena peta tersebut dapat menentukan gambar tentang

kondisi kebisingan dalam cakupan area. Kode pewarnaan untuk


46

menggambarkan keadaan kebisingan, warna hijau untuk kebisingan

dengan intensitas dibawah 85 dBA warna orange untuk tingkat

kebisingan yang tinggi diatas 90 dBA, warna kuning untuk kebisingan

dengan intensitas antara 85–90 dBA (Ahmad dkk, 2018).

26. Hubungan Kebisingan terhadap Stres Kerja

Kebisingan berpengaruh terhadap kesehatan pekerja.

Beberapa pekerja yang rentan terhadap paparan kebisingan

berdampak pada gangguan kesehatan baik fisik maupun psikologis

pekerja, sebagai contoh yaitu stress kerja. Stres kerja dapat diartikan

sebagai sumber kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa

reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Terdapat beberapa

indikator yang menggambarkan terjadi stress dalam sebuah

organisasi atau perusahaan, diantaranya produktivitas menurun,

banyaknya pekerja yang keluar atau turnover, dan tingginya kejadian

pekerja mangkir atau absen saat bekerja. Kebisingan adalah salah

satu faktor fisik di lingkungan kerja sebagai penyebab timbulnya

stress pada pekerja jika melebihi nilai ambang batas (Apladika dkk,

2016).

Paparan kebisingan di tempat kerja dapat menstimulasi

pengeluaran “hormon stres” seperti katekolamin dan kortisol.

Pengeluaran hormon-hormon tersebut dapat mengaktifkan

mekanisme stress dan dapat menyebabkan gangguan mood jika

terdapat rangsangan fisiologis lain. Paparan kebisingan yang


47

mendadak, tidak terprediksi, dan tidak dikenali sebelumnya dapat

menimbulkan respon tubuh berupa reaksi fight or flight, respon

orientasi, dan refleks terkejut. Respon-respon tersebut merupakan

respon perlindungan diri terhadap adanya ancaman yang berupa

kebisingan (Kenwa, 2019).

B. Peraturan yang Mengatur tentang Intensitas Kebisingan

Adapun peraturan yang mengatur tentang intensitas

kebisingan, sebagai berikut:

1. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.

KEP.48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, sebagai

berikut:

a. Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa Kebisingan adalah bunyi

yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan

waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

manusia dan kenyamanan lingkungan.

b. Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa tingkat kebisingan adalah

ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan Desibel

disingkat dB.

c. Pasal 1 ayat (3) menyebutkan bahwa baku tingkat kebisingan

adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan

dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak


48

menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan

lingkungan.

d. Pasal 2 menyebutkan bahwa Baku Tingkat Kebisingan, metoda

pengukuran, perhitungan dan evaluasi tingkat kebisingan adalah

sebagaimana tersebut dalam Lampiran I dan Lampiran II

Keputusan ini.

2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan

Faktor Kimia Di Tempat Kerja, sebagai berikut:

a. Pasal 1 ayat (19) menyebutkan bahwa Kebisingan adalah semua

suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses

produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat

menimbulkan gangguan pendengaran.

b. Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa Nilai Ambang Batas (NAB)

kebisingan ditetapkan sebesar 85 decibel A (dBA).

c. Pasal 5 ayat (2) menyebutkan bahwa Kebisingan yang melampaui

NAB, waktu pemaparan ditetapkan sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I nomor 2 Peraturan Menteri ini.

3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 70 Tahun 2016

tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

Industri, sebagai berikut:

a. Pasal 1 menyebutkan bahwa Pengaturan standar dan persyaratan

kesehatan lingkungan kerja industri bertujuan untuk mewujudkan


49

kualitas lingkungan kerja industri yang sehat dalam rangka

menciptakan pekerja yang sehat dan produktif, mencegah

timbulnya gangguan kesehatan, penyakit akibat kerja, dan

kecelakaan kerja dan mencegah timbulnya pencemaran

lingkungan akibat kegiatan industri.

b. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa Setiap industri wajib

memenuhi standar dan menerapkan persyaratan kesehatan

lingkungan kerja industri.

c. Pasal 2 ayat (2) Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi industri dengan usaha besar, industri dengan usaha

menengah, industri dengan usaha kecil dan industri dengan

usaha mikro.

d. Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa Untuk memenuhi standar

dan persyaratan kesehatan lingkungan kerja industri sesuai

dengan Peraturan Menteri ini, setiap industri harus melakukan

pemantauan secara berkala.

e. Pasal 5 ayat (3) menyebutkan bahwa Pemantauan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara pengamatan,

pengukuran, dan surveilans faktor fisik, kimia, biologi, dan

penanganan beban manual, serta indikator pajanan biologi sesuai

potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja dan pemeriksaan,

pengamatan, pengukuran, surveilans, dan analisis risiko pada

media lingkungan
50

f. Pasal 9 ayat (1) menyebutkan bahwa Industri harus melakukan

upaya pengendalian bahaya, upaya kesehatan lingkungan,

dan/atau surveilans kesehatan kerja apabila tidak memenuhi

standar dan persyaratan kesehatan lingkungan kerja industri

berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5.

g. Pasal 9 ayat (2) menyebutkan bahwa Upaya pengendalian

bahaya sebagaimana pada ayat (1) meliputi eliminasi, subtitusi,

pengendalian teknis, pengendalian administrasi dan pemakaian

alat pelindung diri.

4. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 5 Tahun

2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja,

sebagai berikut:

a. Pasal 1 ayat (11) menyebutkan bahwa Faktor Fisika adalah faktor

yang dapat mempengaruhi aktivitas Tenaga Kerja yang bersifat

fisika, disebabkan oleh penggunaan mesin, peralatan, bahan dan

kondisi lingkungan di sekitar Tempat Kerja yang dapat

menyebabkan gangguan dan penyakit akibat kerja pada Tenaga

Kerja, meliputi Iklim Kerja, Kebisingan, Getaran, radiasi

gelombang mikro, Radiasi Ultra Ungu (Ultra Violet), radiasi Medan

Magnet Statis, tekanan udara dan Pencahayaan.

b. Pasal 1 ayat (22) menyebutkan bahwa Kebisingan adalah semua

suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses


51

produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat

menimbulkan gangguan pendengaran.

c. Pasal 2 menyebutkan bahwa Pengusaha dan/atau Pengurus wajib

melaksanakan syarat-syarat K3 Lingkungan Kerja.

d. Pasal 8 ayat (1) menyebutkan bahwa Pengukuran dan

pengendalian Faktor Fisika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

ayat (2) huruf a meliputi iklim kerja, kebisingan, getaran,

gelombang radio atau gelombang mikro, sinar ultra ungu (ultra

violet), medan magnet statis, tekanan udara dan pencahayaan

e. Pasal 10 ayat (1) menyebutkan bahwa Pengukuran dan

pengendalian Kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

ayat (1) huruf b harus dilakukan pada Tempat Kerja yang memiliki

sumber bahaya Kebisingan dari operasi peralatan kerja.

f. Pasal 10 ayat (2) menyebutkan bahwa Tempat Kerja yang

memiliki sumber bahaya Kebisingan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) merupakan Tempat Kerja yang terdapat sumber

Kebisingan terus menerus, terputus-putus, impulsif, dan impulsif

berulang.

g. Pasal 10 ayat (3) menyebutkan bahwa Jika hasil pengukuran

Tempat Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melebihi dari

NAB harus dilakukan pengendalian.

h. Pasal 10 ayat (4) menyebutkan bahwa Pengendalian

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan


52

melaksanakan program pencegahan penurunan pendengaran

dengan menghilangkan sumber Kebisingan dari Tempat Kerja,

mengganti alat, bahan, dan proses kerja yang menimbulkan

sumber Kebisingan, memasang pembatas, peredam suara,

penutupan sebagian atau seluruh alat, mengatur atau membatasi

pajanan Kebisingan atau pengaturan waktu kerja dan

menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dan melakukan

pengendalian lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.


BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan pada saat praktikum intensitas

kebisingan, sebagai berikut:

1. Sound Level Meter

2. Stopwatch

3. Kamera

4. Alat Tulis

5. Kalkulator Ilmiah

B. Waktu dan Tempat

Adapun waktu dan tempat dilaksanakan praktikum intensitas

kebisingan, sebagai berikut:

1. Waktu

Pelaksanaan praktikum VII tentang Pengukuran Intensitas

Kebisingan dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 18 Mei 2020,

pukul 10:50 WITA.

2. Tempat

Adapun pelaksanaan praktikum VII tentang Pengukuran

Intensitas Kebisingan di WC Lantai 2 (indoor) Fakultas Kesehatan

Masyarakat di depan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia

(outdoor).

53
54

C. Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada saat praktikum VII

Pengukuran Intensitas Kebisingan (Hardi dkk, 2020), sebagai berikut:

1. Tentukan lokasi pengukuran kebisingan

2. Persiapkan alat pengukuran kebisingan Sound Level Meter

3. Tentukan titik sampling yang baik dengan jarak yang sesuai

4. Pegang Sound Level Meter pada ketinggian 1-1,2 meter atau

setinggi telinga

5. Arahkan mikrofon ke sumber suara

6. Hidupkan Sound Level Meter dengan menggeser switch on/off

7. Respon F (Fast) dan liter A pada intensitas yang continue atau slow

pada intensitas impulsive

8. Geser range suara

9. Catat angka yang muncul pada layar display setiap 5 detik pada

formulir yang telah dibuat.

10. Hitung tingkat kebisingan


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Adapun hasil pengukuran intensitas kebisingan yang

didapatkan setelah dilakukan praktikum VII, sebagai berikut:

1. Pengukuran Intensitas Kebisingan di dalam Ruangan (Indoor)

Adapun hasil pengukuran intensitas kebisingan di indoor,

sebagai berikut:

Tabel 4.1
Intensitas Kebisingan di WC atau Toilet Lantai IV
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muslim Indonesia
Makassar Tahun 2019
61,0 65,5 64,3 63,1 62,2 63,8 62,7 69,0 63,2 64,2
63,3 62,3 60,0 60,0 69,8 62,9 61,3 69,4 64,4 57,3
58,6 56,4 59,6 58,3 73,7 57,2 56,9 59,8 56,0 58,8
62,5 61,8 61,4 58,9 59,9 59,2 56,0 58,6 58,3 58,9
58,9 58,1 61,2 58,7 57,3 61,2 56,3 58,2 57,3 68,0
58,2 56,2 64,2 58,6 60,5 71,1 59,2 61,0 71,4 65,9
65,0 61,3 60,5 61,7 64,1 77,6 65,0 65,5 64,7 63,9
63,8 67,6 60,4 62,3 66,5 60,5 69,9 66,1 70,7 72,0
65,6 70,5 69,3 70,4 69,9 67,6 68,9 69,2 71,0 70,7
69,0 68,0 73,6 67,3 71,1 79,9 74,3 67,1 69,6 69,1
68,4 71,5 70,1 66,1 68,1 66,2 68,4 72,3 69,1 65,6
68,9 70,4 83,2 74,2 73,3 68,3 69,2 65,8 65,6 65,0
62,6 69,2 61,1 66,9 69,0 65,2 65,3 68,9 63,4 73,3
64,6 65,6 63,8 64,5 67,4 62,0 69,6 64,1 61,9 62,8
63,3 60,9 67,0 60,9 60,9 66,6 65,0 61,8 72,3 68,4
63,8 64,8 58,9 62,4 61,5 57,5 67,5 53,6 53,3 69,2
65,4 63,1 69,9 61,6 63,1 67,2 63,9 67,1 70,7 64,5
67,2 63,7 70,2 68,5 62,7 63,3 64,9 68,2 60,2 63,0
Sumber: Data Sekunder, 2019
Jumlah Data = 180

Nilai Tertinggi = 83,2

Nilai Terendah = 53,3

55
56

Range = Nilai tertinggi-nilai terendah

= 83,2 + 53,3

= 29,9 dibulatkan menjadi (30)

Jumlah Kelas = 1 + 3,3 Log Jumlah Data (N)

= 1 + 3,3 Log 180

= 8,4 dibulatkan menjadi (8)

R
Interval Kelas (L) =
Jumlah Kelas
30
=
8
= 3,75 dibulatkan menjadi 3,8

Tabel 4.2
Pengukuran Kebisingan (Indoor) di WC atau Toilet Lantai IV
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muslim Indonesia
Makassar Tahun 2019
%
Sampel % Sampel
No Interval Sampel
(n) sampel Kumulatif
Kumulatif
1 53,3 – 57,1 8 4,44 8 4,44
2 57,2 – 61,0 36 20,0 44 24,44
3 61,1 – 64,9 51 28,33 95 52,74
4 65,0 – 68,8 40 22,22 135 74,99
5 68,9 – 72,7 36 20,0 171 94,99
6 72,8 – 76,6 6 3,33 177 98,32
7 76,7 – 80,5 2 1,11 179 99,43
8 80,6 – 84,4 1 0,56 180 99,99
Total 180 100%
Sumber: Data Sekunder, 2019

Diketahui:

57,1+53,3
L1 = = 55,2
2
57

61,0+57,2
L2 = = 59,1
2

64,9+61,1
L3 = = 63
2

68,8+65,0
L4 = = 66,9
2

72,7+68,9
L5 = = 70,8
2

76,6+72,8
L6 = = 74,7
2

80,5+76,7
L7 = = 78,6
2

84,4+80,6
L8 = = 82,5
2

L1 L2 L8
1
Rumus Kebisingan: Leq=10 log
N (∑ ) (∑ )
1
1010
+
2
1010
+ ⋯⋯⋯⋯ + (∑ )
8
10 10

Penyelesaian:

55,2 59,1 63,0


Leg =10 log
1
180
( )(
4,44 ×10 10 + 20,0×1010 ) + (28,33 × 10 ) +10

66,9 70,8 74,7


( 22,22× 10 ) + (20,0 ×10 ) + ( 3,33 ×10 ) +
10 10 10

78,6 82,5
(1,11 × 10 ) + ( 0,56× 10 )
10 10
58

1
Leg = 10 log (4,44x105,52) + (20,0x105,91) + (28,33x106,30) + (22,22x
180

106,69) + (20,0x107,08) + (3,33x107,86 ) + (1,11x108,25) + (0,56x108,99)

1
Leg=10 log ( 1470222,1793827 ) + ( 16256610,323282 ) +
180

(56525781,3830683) + (108828853,663669) +

(240452886,923483) + (241237174,704972) +

(197389014,51432) + (547252843,735254)

1
Leg=10 log ( 1409413387,427431)
180

Leg=10 log 0,005 (1409413387,427431)

Leg=10 log (7047066,93713716)

Leg = 68,4800839669824 dB

Leg = 68 dB

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan yang

dilakukan di WC atau Toilet Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Muslim Indonesia diperoleh hasil sebesar 68 dB.

2. Pengukuran Intensitas Kebisingan diluar Ruangan (Outdoor)

Adapun hasil pengukuran intensitas kebisingan di outdoor,

sebagai berikut:
59

Tabel 4.3
Intensitas Kebisingan di Depan Fakultas Hukum
Belakang Masjid Umar Bin Khattab
Universitas Muslim Indonesia
Makassar tahun 2019
70,0 72,3 76,1 72,9 62,8 65,1 65,3 67,7 68,3 67,2
67,3 62,9 69,1 68,6 67,7 66,4 66,4 65,3 62,7 66,0
69,3 61,3 71,9 63,7 79,5 68,0 69,0 66,3 64,8 73,6
66,4 71,5 72,3 66,6 66,6 73,2 82,3 76,7 69,1 67,6
64,9 66,4 66,8 63,6 72,1 65,6 77,7 68,0 65,2 63,8
67,5 79,6 62,1 63,1 67,6 64,8 65,3 62,6 66,4 71,9
64,1 64,5 64,4 67,2 77,0 85,4 72,0 73,1 86,0 68,0
61,3 69,4 68,6 67,7 68,2 63,7 63,8 63,7 63,2 65,0
63,5 62,8 63,6 70,0 66,3 65,6 70,1 64,0 68,8 67,4
65,0 66,0 70,7 72,9 60,8 62,5 70,4 63,9 66,1 70,6
69,6 69,0 68,3 68,7 76,9 69,8 69,7 62,3 63,7 64,2
71,6 65,9 70,7 64,2 63,1 63,0 66,7 62,3 72,3 66,7
61,3 61,9 68,0 64,0 67,5 61,2 61,0 60,7 61,4 69,3
79,0 62,3 76,2 81,9 79,3 62,3 80,3 77,7 65,7 64,2
79,6 75,8 66,6 68,0 63,4 75,8 62,7 64,9 81,3 83,7
75,0 80,8 78,6 74,8 75,2 79,3 78,3 65,3 79,3 80,5
72,0 75,7 80,7 78,5 73,6 71,4 65,3 69,7 62,0 63,8
64,9 61,5 64,4 71,3 68,1 66,2 67,3 72,4 90,6 73,1
Sumber: Data Sekunder, 2019

Diketahui:

Jumlah Data = 180

Nilai Tertinggi = 90,6

Nilai Terendah = 60,8

Range = nilai tertinggi-nilai terendah

= 90,6 – 60,8

= 29,8

Jumlah Kelas = 1 + 3,3 log N

= 1 + 3,3 log 180

= 1 + 3,3 (2,25)

= 1 + 7,425 (dibulatkan 8)
60

Range
Interval Kelas =
Jumlah Kelas

29,9
=
8

= 3,7
Tabel 4.4
Intensitas Kebisingan (outdoor) di Depan Fakultas Hukum
Belakang Masjid Umar Bin Khattab
Universitas Muslim Indonesia
Makassar tahun 2019
%
Sampel % Sampel
No Interval Sampel
(n) sampel Kumulatif
Kumulatif
1 60,7 – 64,5 48 26,67 48 26,67
2 64,6 – 68,4 56 31,11 104 57,78
3 68,5 – 72,3 34 18,89 138 76,67
4 72,4 – 76,2 16 8,89 154 85,56
5 76,3 – 80,1 15 8,33 169 93,89
6 80,2 – 84,0 8 4,44 177 98,33
7 84,1 – 87,9 2 1,11 179 99,44
8 88,0 – 91,8 1 0,56 180 100
Total 180 100%
Sumber: Data Sekunder, 2019

Diketahui:

64,5 + 60,7
L1 = = 62,6
2

68,4+64,6
L2 = = 66,5
2

72,3+68,5
L3 = = 70,4
2

76,2+72,4
L4 = = 74,3
2
61

80,1+76,3
L5 = = 78,2
2

84,0+80,2
L6 = = 82,1
2

87,9+84,1
L7 = = 86
2

91,8+88,0
L8 = = 89,9
2

L1 L2 L8
1
Rumus Kebisingan: Leq=10 log
N ( ∑ 1010 +
1
)( )
∑ 1010 + ⋯⋯⋯⋯ +
2
( ∑ 10 10
8
)
Penyelesaian:

62,6 66,5 70,4


Leg =10 log
1
180
( )(
26,67 × 1010 + 31,11× 1010 + 18,89 ×10 10 +) ( )
74,3 78,2 8 2 ,1
( 8,89× 10 ) + (8,33 × 10 ) + ( 4,44 ×10 ) +
10 10 10

86,0 89,9
(1,11 × 10 ) + ( 0,56× 10 )
10 10

1
Leg = 10 log (26,67x106,26 ) + (31,11x106,65) + (18,89x107,04 ) +
180

(8,89x107,43) + (8,33x107,82) + (4,44x108,21) + (1,11x108,60 ) +

(0,56x108,99)

1
Leg=10 log ( 48531421,8991282 )+(13896326 5,518165)+
180

(207124731,251448) + (239277444,069103) +
62

(550357642,190328) + (720083683,227366) +

(441898959,314382) + (547252843,735254)

1
Leg=10 log ( 2893489991,205174 )
180

Leg=10 log 0,005 (2893489991,205174)

Leg=10 log (14467449,95602587)

Leg = 71,6039198878161 dB

Leg = 72 dB

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan yang

dilakukan di depan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia

diperoleh hasil sebesar 74 dB.

B. Pembahasan

Adapun hasil pengukuran intensitas kebisingan yang

dibandingkan dengan jurnal pembanding, sebagai berikut:

1. Pengukuran Indoor

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan yang

dilakukan di WC atau Toilet Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Muslim Indonesia diperoleh hasil sebesar 68 dB. Hal ini

menunjukkan bahwa kebisingan yang ada di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Muslim Indonesia melebihi nilai ambang

batas baku mutu yang telah ditetapkan Peraturan Menteri

Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 5 Tahun 2018.


63

Adapun jurnal pembanding berdasarkan penelitian dari

Fanny tahun 2015 Dari hasil perhitungan diperoleh rata-rata

intensitas kebisingan di bagian proses PT. Iskandar Indah Printing

Textile Surakarta sebesar 94.83 dB(A). Jadi batas waktu pemaparan

per hari kerja yang bisa diterima oleh tenaga kerja adalah selama 1

jam. Namun pada kenyataannya tenaga kerja di bagian proses

menerima paparan bising dengan intensitas tinggi selama 8 jam

tanpa menggunakan alat pelindung telinga yang sesuai dengan

standar (hanya menggunakan kapas sebagai tutup telinga). Hal ini

menunjukkan bahwa tenaga kerja mendapat paparan kebisingan

melebihi nilai ambang batas yang telah ditentukan oleh Menteri

Tenaga Kerja Nomor: Kep 51/Men 1999 tentang faktor fisik ditempat

kerja yaitu 85 dB(A) untuk 8 jam kerja.

2. Pengukuran Outdoor

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan yang

dilakukan di depan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia

diperoleh hasil sebesar 74 dB. Hal ini menunjukkan bahwa

kebisingan yang ada di Fakultas Hukum Universitas Muslim

Indonesia melebihi nilai ambang batas baku mutu lingkungan yang

telah ditetapkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup

No.48/MENLH/1996.

Adapun jurnal pembanding berdasarkan penelitian dari

Nurasrin dkk tahun 2017 Berdasarkan pemetaan sebaran tingkat


64

kebisingan di kawasan SD Bawakaraeng Makassar, warna yang

dominan yang muncul adalah warna kuning yang berarti rata-rata

tingkat kebisingan pada kawasan tersebut berada di antara 70–80

dBA, dan pada peta sebaran tingkat kebisingan warna dominan itu

berada di lapangan sekolah SD.Bawakaraeng Makassar.

C. Contoh Kasus

Adapun contoh kasus pengukuran intensitas kebisingan,

sebagai berikut:

1. Pengukuran Indoor

Hasil pengukuran intensitas kebisingan di Zone 2000 Plaza

Andalas pada lima titik pengukuran, didapatkan intensitas kebisingan

rerata sebesar 91,584 dB. Hasil yang lebih tinggi didapatkan dari

pengukuran intensitas kebisingan di Fun Station Basko Grand Mall di

5 titik pengukuran dengan intensitas kebisingan rerata sebesar

91,673 dB. Hasil yang lebih rendah didapatkan dari pengukuran

intensitas kebisingan di Trans Studio Mini Transmart di 5 titik

pengukuran dengan intensitas kebisingan rerata sebesar 91,594 dB.

Intensitas kebisingan tertinggi di Zone 2000 Plaza Andalas dan di

Trans Studio Mini Transmart ditemukan pada mesin permainan

hockey, sedangkan di Fun Station Basko Grand Mall adalah mesin

Go Go Doggy. Hasil yang sama ditemukan pada penelitian yang

dilakukan di 11 wahana bermain indoor di Indonesia oleh Komite

Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian


65

(2011) didapatkan intensitas kebisingan melebihi 90 dB hingga 100

dB (Alfathika dkk, 2018).

2. Pengukuran Outdoor

Diperoleh kesimpulan bahwa tingkat kebisisngan di Flyover

Pasar Rebo adalah 62,25 dB. Dengan rata –rata tingkat kebisingan

tertinggi yaitu 69 dB yang terjadi siang hari pada pukul 11.30-12.00

WIB dan pukul 12.00-12.30 WIB. Sedangkan tingkat kebisingan di

Bundaran HI adalah 61,50 dB. Dengan rata–rata tingkat kebisingan

tertinggi yaitu 65 dB yang terjadi pagi hari pada pukul 07.30-08.00

WIB. Dari data terlihat bahwa tingkat kebisingan di Flyover Pasar

Rebo lebih tinggi daripada tingkat kebisingan di Bundaran HI. Hal ini

disebabkan oleh jumlah kendaraan yang berlalu lintas di jalan raya

Flyover Pasar Rebo lebih banyak dari Bundaran HI (Malau dkk,

2017).
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan diperoleh dua

hasil pengukuran yaitu pengukuran intensitas yang dilakukan di WC

atau toilet dan pengukuran intensitas kebisingan di depan Fakultas

Hukum. Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan diperoleh

hasil pengukuran intensitas kebisingan yang dilakukan di WC atau

Toilet Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia

diperoleh hasil sebesar 68 dB sedangkan hasil pengukuran

intensitas kebisingan yang dilakukan di depan Fakultas Hukum

Universitas Muslim Indonesia diperoleh hasil sebesar 74 dB.

2. Cara mengoperasikan Sound Level Meter dengan benar Pegang

Sound Level Meter pada ketinggian 1-1,2 meter atau setinggi telinga.

Arahkan mikrofon ke sumber suara. Hidupkan Sound Level Meter

dengan menggeser switch on/off. Respon F (Fast) dan liter A pada

intensitas yang continue atau slow pada intensitas impulsive. Geser

range suara. Catat angka yang muncul pada layar display setiap 5

detik pada formulir yang telah dibuat.. Hitung tingkat kebisingan.

66
67

B. Saran

1. Saran untuk Universitas

Sebaiknya pimpinan kampus lebih memperhatikan bahaya-

bahaya atau menjauhkan sumber bahaya yang ada di sekitar

kampus dan dapat mengganggu kenyamanan mahasiswa(i) di dalam

kampus, seperti kebisingan jalan raya dan lain-lain sebagainya agar

merasa nyaman dan aman.

2. Saran untuk Fakultas

Sebaiknya pimpinan fakultas menyiapkan atau menyediakan

alat atau bahan yang diperlukan di laboratorium agar lebih

memudahkan praktikum pada saat praktik. Fakultas juga sebaiknya

melakukan pengukuran agar mengetahui apakah kebisingan sesuai

dengan nilai ambang batas yang telah ditentukan atau tidak.

3. Saran untuk Laboratorium

Sebaiknya asisten laboratorium menyiapkan atau

melengkapi alat-alat pengukuran intensitas kebisingan sebelum

praktikum di mulai dan memperkenalkan alat yang digunakan saat

praktikum agar memudahkan praktikan pada saat magang.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, F., Dwi Handayani, I., & Margiantono, A. 2018. Analisis Tingkat
Kebisingan Di Universitas Semarang Dengan Peta Kontur
Menggunakan Software Golden 14. Elektrika, 10(2), 22.
Semarang
Alfathika, D., Irfandy, D., & Asyari, A. 2018. Gambaran Intensitas
Kebisingan di Wahana Bermain Indoor di kota Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 7(2), 267.
Andriani, K. W. 2017. Hubungan Umur, Kebisingan Dan Temperatur
Udara Dengan Kelelahan Subjektif Individu Di PT X Jakarta. The
Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 5(2), 112.
Andriani, M., & Thaib Hasan, M. 2017. Analisa Pengaruh Kebisingan
Terhadap Fisiologi Operator Dalam Mengurangi Stres Kerja. Junal
Ilmiah Teknik Industri Prima), 1(1).
Andriyani, S. R. F. 2015. Pengukuran Tingkat Kebisingan Rata-Rata
Harian Di Ruang Tunggu Instalasi Rawat Jalan RSD Dr. Soebandi
Jember. (Skripsi). Universitas Jember
Apladika, A., Denny, H., & Wahyuni, I. 2016. Hubungan Paparan
Kebisingan Terhadap Stres Kerja Pada Porter Ground Handling Di
Kokapura Ahmad Yani Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro, 4(4), 630–635.
Arianto, M. E. 2017. Gangguan Fungsi Pendengaran Pada Pekerja Di
Bagian Komponen Logam PT. Mega Andalan Kalasan (Mak)
Kabupaten Sleman. Jurnal Forum Ilmiah Kesmas Respati, 2(2), 9–
15.
Arzani. 2018. Pengaruh Formulasi Sofspa Terhadap Intensitas Kebisingan
Mesin Penggiling Kompos. (Skripsi). Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta.
Budiawan, W., Ulfa, E. A., & Andarani, P. 2016. Analisis Hubungan
Kebisingan Mesin Dengan Stres Kerja (Studi Kasus : Mesin Two
For One Twister (TFO) PT. XYZ). Jurnal Presipitasi, 13(1), 1–7.
Carolina, M. C. 2016. Analisis Potensi Bahaya Kebisingan Di Area
Produksi Pt.Semen Bosowa Maros. Analisis Potensi Bahaya
Kebisingan Di Area Produksi PT.Semen Bosowa Maros. (Skripsi).
Universitas Hasanuddin
Dwiyanti, E., & Fanani, E. 2018. Pengaruh Intensitas Kebisingan
Terhadap Tekanan Darah Dan Denyut Nadi Pada Mahasiswa
Peserta Praktikum Pengelasan Ii Di Universitas Negeri Malang.
The Indonesian Journal Of Public Health, 3(1).

68
69

Eryani, Y. M. 2015. Hubungan Intensitas Kebisingan, Durasi Papara, dan


Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Gangguan Pendengaran
Akibat Bising Pada Karyawan PT. Bukit Asam (Persero) Tbk
Bandar lampung. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampng
Eryani, Y. M., Wibowo, C. A., & Saftarina, F. 2017. Faktor Risiko
Terjadinya Gangguan Pendengaran Akibat. Medula, 7(November),
112–117.
Fanny, N. 2015. Analisis Pengaruh Kebisingan Terhadap Tingkat
Konsentrasi Kerja Pada Tenaga Kerja di Bagian Proses PT
Iskandar Indah Printing Textile Surakarta. Jurnal Ilmiah Rekam
Medis Dan Informatika Kesehatan, 5(1), 52–61.

Hardi, dkk. 2020. Modul Penentuan Praktikum. Universitas Muslim


Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Makassar.

Hidayat, K. P. 2019. Faktor Risiko Gangguan Pendengaran Pada Pekerja


di Bagian Produksi PT.Semen Tonasa KAB. Pangkep. Jurnal
Sulolipu, 19(2), 187–197.
Ikhwan, W., Mukhlish, N., Sudarmanto, Y., & Hasan, M. 2018. Pengaruh
Kebisingan Terhadap Tekanan Darah dan Nadi pada Pekerja
Pabrik Kayu PT . Muroco Jember. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia, 17(2), 112–118.
Imas, M. R. R. 2015. Hubungan Antara Gaya Hidup Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Usia Dewasa Muda Di Desa Pondok. (Skripsi).
Universitas Jember
Irawan, P. 2015. Studi Deskriptif Kebisingan Dan Stres Kerja Pada
Pekerja Penggilingan Padi Di Kecamatan Sawangan, Kabupaten
Magelang Jawa Tengah. (Skripsi). Universitas Negeri Semarang
Istiantara, D. T. 2017. Analisis Tingkat Kebisingan Stasiun Kereta Api
(Studi Kasus di Stasiun Madiun dan Yogyakarta). Perkeretaapian
Indonesia, I(November), 89–95.
Kamilaturrohmah. 2017. Analisis Kebisingan Penggiling Padi Keliling Di
Desa Tempurejo Kabupaten Jember. (Skripsi). Universitas Jember
Kartika, D. 2017. Hubungan Usia, Jam Terbang Dan Masa Kerja Dengan
Ambang Dengar Penerbang (Studi Di Puspenerbad Semarang
Tahun 2016). (Skripsi). Universitas Muhammadiyah Semarang
Keman, P. B. S. dan S. 2017. Pengaruh Penggunaan Pelindung Telinga
Dan Earphone Terhadap Noise Induced Hearing Loss Dan Tinitus
Pada Pekerja Bengkel. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 9(1), 21–
30.
Kenwa, M. M. L. 2019 Hubungan Intensitas Kebisingan Dengan Tingkat
70

Stres Kerja Pada Pekerja Bengkel Motor Dan Dealer Dwijati Motor
Denpasar. Jurnal Medika, 8(5), 2597–8012.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
KEP.48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan
Kustaman, R.2018. Bunyi Dan Manusia. ProTVF, 1(2), 117.
Laziardy, M. 2017. Kebisingan Terhadap Kelelahan Kerja Pada Pekerja
Logam Bagian Produksi. Higeia Journal of Public Health Research
and Development, 1(2), 84–94.
Malau, N. D., Manao, G. R. S., & Kewa, A. 2017. Analisa Tingkat
Kebisingan Lalulintas di Jalan Raya. Jurnal Pendidikan,
Matematika Dan Sains,
Marisdayana, R., Suhartono, & Nurjazuli. 2016. The Relationship Between
Noise Exposure and Work Period with Hearing Disorder on
Workers of “Industry X.” Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia ,
15(1), 22–27.
Mayasari, D., & Khairunnisa, R. 2017. Pencegahan Noise Induced
Hearing Loss pada Pekerja Akibat Kebisingan Prevention of Noise
Induced Hearing Loss on Workers Due to Noise Expossure. J
Agromed Unila, 4(2), 354–360.
Nensi, N. A. 2019. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas
Pendengaran Pada Pekerja Di Pltu Bosowa Kab. Jeneponto
Tahun 2019. (Skripsi). Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar
Nur’aini, F. 2015. Hubungan Intensitas Kebisingan Beban Kerja Fisik Dan
Karakteristik Responden Dengan Kelelahan Kerja Umum Pada
Pekerja Mebel Informal (Studi Di Industri Mebel Kayu Kelurahan
Bukir Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan). (Skripsi).
Universitas Jember
Nurasrin, N. R., Hustim, M., Irmawati, R., Lingkungan, D. T., Teknik, F.,
Hasanuddin, U., Poros, J., Gowa, M., Bontomarannu, K. M., &
Selatan, S. 2017. Analisis Tingkat Kebisingan Pada Kawasan
Sekolah Dasar di Makassar. Jurnal Purifikasi, 17(2), 59–66.
Purnawan, F. D., Imanto, M., Anggraini, D. I., Kedokteran, F., Lampung,
U., Ilmu, B., Hidung, T., Kedokteran, F., Lampung, U., Ilmu, B.,
Kedokteran, F., & Lampung, U. 2019. Dampak Kebisingan Pada
Pekerja Pabrik Perkebunan Effect of Noise on Plantation Plant
Workers. Majority, 8(1), 66–70.
Rahmawati, D. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan
Pendengaran Pada Pekerja di Departemen Metal Forming dan
Heat Treatment PT. Dirgantara Indonesia (Persero). (Skripsi).
71

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah


Ritonga, F. S. 2018. Analisis Bahaya Kebisingan Terhadap Pekerja Di
Unit Area Booster Pump Pdam Tirtanadi Medan. (Skripsi).
Universitas Medan Area.
Sahab, M. F. 2017. Analisa Tingkat Kebisingan Terhadap Karyawan Di
Lingkungan Kerja Kantor PT. Surveyor Indonesia Cabang Medan.
(Skripsi). Universitas Medan Area.
Sahab, M. F. 2019. Analisa Tingkat Kebisingan terhadap Karyawan di
Lingkungan Kerja Kantor PT. Surveyor Indonesia Cabang Medan.
Journal of Industrial and Manufacture Engineering, 1(2), 64.
Sasmita, A. 2017. Evaluasi Tingkat Kebisingan Sebagai Upaya
Pengelolaan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Di Unit
PLTD/G Teluk Lembu PT PLN Pekanbaru Dengan Metode Niosh
Aryo. Jurnal Sains Dan Teknologi, 15(August), 2.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika
dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 70 Tahun 2016
tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Industri
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 5 Tahun 2018
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja
Sayidah, P., Sekarwati, N., & Indriyani, D. W. (2016). Pengaruh
Kebisingan Dengan Gangguan Pendengaran Di Dusun Jagalan
Tegaltirto Berbah Sleman. MIKKI (Majalah Ilmu Keperawatan Dan
Kesehatan Indonesia), 4(1), 198–204.
Septiana, N. R. (2017). Gangguan Pendengaran Akibat Bising. 1(1), 73–
82.
Setyawan, O., Zakki, A. F., & Iqbal, M. 2015. Analisa Estimasi Tingkat
Kebisingan di Kamar Mesin dan Ruang Akomodasi pada Kapal
Riset dengan Penggerak Motor Listrik. Jurnal Teknik Perkapalan,
3, No. 1(1), 63–72.
Sitanggang, D. A. 2015. Gambaran Pelaksanaan Pengendalian Bising
Pada Pt Pindad (Persero) Bandung Tahun 2014. (Skripsi).
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Suryani, N. D. I. (2015). Analisis Pengaruh Tingkat Kebisingan Dan
Getaran kereta api terhadap tekanan darah ibu rumah tangga di
pemukiman pinggiran rel kereta api jalan ambengan surabaya.
(Skripsi). Universitas Iklim Kerja
72

Syarifuddin, & Muzir. (2015). Analisis Penentuan Pola Kebisingan


Berdasarkan Nilai Ambang Batas. Malikussaleh Industrial
Engineering Journal, 4(1), 36–41.
Trisna. 2017. Pemetaan Dan Pengaruh Kebisingan Terhadap Kelelahan
Kerja Karyawan Pada Bagian Fiberline Di Industri Pembuatan
Bubur Kertas. Jurnal Sitem Teknik Industri, 3(1), 87.
Zuhra, F. (2019). Pengaruh Kebisingan Terhadap Status Pendengaran
Pekerja Di PT. Kia Keramik Mas (Skripsi). Uniersitas Airlangga

Anda mungkin juga menyukai