Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PRAKTIKUM V

PENGUKURAN KAPASITAS PARU


PRAKTIKUM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Nama : Alifia Nurul Hikmah Mannan


Stambuk : 14120170079
Kelas : C6
Kelompok : VII (Tujuh)

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
LEMBAR PENGESAHAN

PENGUKURAN KAPASITAS PARU

PRAKTIKUM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Nama : Alifia Nurul Hikmah Mannan

Stambuk : 14120170079

Kelas : C6

Kelompok : VII (Tujuh)

Makassar, 15 Juni 2020

ii
Asisten Laboratorium

Hasri
KATA PENGANTAR

‫هللا الرَّ حْ َم ِن الرَّ ِحي ِْم‬


ِ ‫ِبسْ ِم‬

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi

Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-

Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada

kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tentang Laporan

Praktikum V tentang “Pengukuran Kapasitas Paru”

Adapun laporan tentang Laporan Praktikum V tentang

“Pengukuran Kapasitas Paru” ini telah kami usahakan semaksimal

mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat

memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu kami tidak lupa

menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu

kami dalam pembuatan laporan ini.

Demikian laporan ini penulisan susun sebagai bahan masukan

dan peningkatan derajat kesehatan. Semoga laporan yang telah dibuat ini

dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kita semua, Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

iii
Makassar, 15 Juni 2020

Praktikan

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................ii

KATA PENGANTAR..................................................................................iii

DAFTAR ISI................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR....................................................................................vi

DAFTAR TABEL.......................................................................................vii

DAFTAR SINGKATAN.............................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................1

B. Tujuan.............................................................................................5

C.Prinsip Kerja.....................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................6

A. Tinjauan Pustaka tentang Pengukuran Kapasitas Paru.................6

1. Pengertian Kapasitas Paru.......................................................6

2. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Paru......7

iv
3. Volume Paru...........................................................................13

4. Parameter Kapasitas Paru......................................................14

5. Gangguan Fungsi Paru...........................................................16

6. Mekanisme Penimbunan Debu dalam Paru...........................18

7. Penyakit Paru yang Berhubungan dengan Pekerjaan...........20

8. Alat Ukur Kapasitas Paru........................................................20

B. Peraturan yang Mengatur Kapasitas Paru...................................22

BAB III METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan.............................................................................28

B. Waktu dan Tempat........................................................................28

C. Prosedur Kerja..............................................................................29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil..............................................................................................31

B. Pembahasan.................................................................................32

C. Contoh Kasus...............................................................................34

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................37

B. Saran.............................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA

v
DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

2.1 Spirometer............................................................... 14

vi
DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman


4.1 Hasil Pengukuran Kapasitas Paru Fakultas 24

Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim

Indonesia Makassar Tahun 2019.............................

vii
DAFTAR SINGKATAN

WHO : Who Health Organization

PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik

PAK : Penyakit Akibat Kerja

ILO : Internasional Labour Organization

NIOSH : National Institute for Organization Safety and Health

CDC : Center of Disease Control and Prevention

GOLD : Global Initiative for Chornic Obtructive Lung Disease

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

PPI : Penumobile Project Indonesia

NAB : Nilai Ambang Batas

KVP : Kapasitas Vital Paru

VT : Tidal Volume

VCI : Insipratory Reserve Volume

VCE : Expiratory Reserve Volume

viii
VR : Residual Volume

VC : Vital Capacity

FEV1 : Forced Expiratory Volume in 1 Second

PEFR : Peak Expiratory Flow Rate

FVC : Forced Vital Capacity

KV : Kapasitas Paru

KRF : Kapasitas Residu Fungsional

KPT : Kapasitas Paru Total

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar

Belakang

Dalam era-globalisasi dengan pesatnya kemajuan di bidang

teknologi, sangat banyak mendorong pertumbuhan industri di negara

maju maupun negara berkembang. Di Indonesia, pembangunan dalam

bidang industri meningkat setiap tahun sehingga dapat membuka

kesempatan kerja bagi masyarakat. Namun, disisi lain terdapat juga

efek negatif dari proses industri. Komponen lingkungan industri yang

tidak sehat akan memiliki potensi bahaya penyakit bagi pekerja. Salah

satu dampak negatif adalah terhadap paru para pekerja industri dan

masyarakat (Ferry Abidin, 2015).

Paru adalah satu-satunya organ tubuh yang berhubungan

dengan lingkungan diluar tubuh, yaitu melalui sistem pernafasan.

Fungsi paru utama untuk respirasi, yaitu pengambilan O 2 dari luar

masuk ke dalam saluran napas yang diteruskan ke dalam darah.

Oksigen digunakan untuk proses metabolisme CO 2 yang terbentuk

pada proses tersebut dikeluarkan dalam darah ke udara luar. Proses

respirasi dibagi atas tiga tahap utama yaitu ventilasi, difusi, dan perfusi

(Nisa, 2015).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015,

menunjukkan 56 juta orang di dunia meninggal di tahun 2012, 68% (38

1
2

juta) meninggal karena penyakit tidak menular. 28 juta kematian

berasal dari negara berkembang dengan 48% kematian terjadi di

bawah umur 70 tahun. Data kematian akibat penyakit tidak menular

meliputi penyakit kardiovaskular 46% (17,5 juta), kanker 22% (8,2 juta),

penyakit saluran pernafasan 10,5% (4 juta) dan diabetes 3,9 % (1,5

juta). Angka kematian akibat penyakit saluran pernafasan per 100.000

populasi di Indonesia berdasarkan data WHO tahun 2012 menunjukkan

angka sebesar 34,2 pada perempuan dan 85,4 pada laki-laki (Isnaeni,

2016).

Data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa

pada negara berkembang setidaknya 400 sampai 500 juta orang

terserang penyakit pernapasan dari akut sampai kronis. Jenis penyakit

flu dan bronkhitis merupakan penyakit terbanyak dengan persentase 30

sampai 40 persen yang menimpa tenaga kerja (Sholihah, 2015).

Menurut WHO diperkirakan 64-210 juta orang di seluruh dunia

hidup dengan diagnosis mengidap Penyakit Paru Obstruktif Kronik

(PPOK). Diperkirakan populasi substansial yang terkena PPOK akan

meningkat. Di India, prevalensi kejadian PPOK 2-22% untuk pria dan

1,2-19% untuk wanita. Riskesdas (2013) melaporkan prevalensi PPOK

di Indonesia sebesar 3,7% (Fatimah, 2018).

Menurut WHO tahun 2000–2012 gangguan fungsi paru

merupakan penyakit paling mematikan nomor 3 selama satu dekade


3

terakhir. Pada tahun 2012 sekitar 3,1 juta meninggal karena gangguan

fungsi paru Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) (Pinugroho, 2017).

Data Internasional Labour Organization (ILO) tahun 2005

menyatakan bahwa terdapat 250 juta kasus penyakit akibat hubungan

kerja yang mampu menyebabkan terjadinya 300.000 kematian di

seluruh dunia dengan insiden rata-rata penyakit paru akibat kerja

sebesar 1:1000 pekerja dalam setahun. Kasus Penyakit Akibat Kerja

(PAK) tingkat dunia mencatat lebih dari 30% PAK merupakan penyakit

paru (Ardam, 2015).

Data Internasional Labour Organization (ILO) tahun 2010

menghasilkan kesimpulan, diantara semua penyakit akibat kerja, 10%

sampai 30% adalah penyakit paru. Dideteksi bahwa 40.000 kasus

pneumoconiasis terjadi di seluruh dunia setiap tahun (Windari, 2016).

National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH)

di Amerika Serikat menyatakan bahwa penyakit saluran pernapasan

merupakan penyakit urutan pertama dari sepuluh besar penyakit akibat

kerja yang diperkirakan bahwa angka kematian terkait penyakit paru

akibat kerja (PAK Paru) sekitar 70% dari total kematian akibat kerja.

Menurut Center of Desease Control and Prevention (CDC), 30% dari

penderita penyakit paru obstrukti kronik (PPOK) dan penderita asma

dewasa disebabkan oleh pajanan di tempat kerja (Mutmainnah, 2019).

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD), Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sendiri adalah


4

penyakit yang dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang

tidak sepenuhnya reversible. Keterbatasan saluran napas tersebut

biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi

dikarenakan bahan yang merugikan atau gas (Astuti, 2018).

Data Riskesdas menunjukkan prevalensi penyakit paru

obstruktif kronik (PPOK) di Indonesia 3,7% dan prevalensi PPOK Jawa

tengah 3,4%. PPOK lebih tinggi pada laki-laki (4,2 %) dibanding

perempuan (3,3 %) dan prevalensi PPOK lebih tinggi di pedesaan (4,5

%) dibanding perkotaan (3,0 %). PPOK cenderung meningkat pada

usia kerja dan berbanding lurus dengan bertambahnya umur dan

prevalensi terbesar pada status pekerjaan buruh yaitu 4,7%

(Riskesdas, 2013). Berdasarkan data Puskesmas Cepogo tahun 2015

jumlah kasus PPOK sebanyak 4 orang di wilayah kerjanya (Isnaeni,

2016).

Di Sulawesi–selatan sendiri kasus tuberkulosis paru masih

tinggi. Bedasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi–Selatan

pada tahun 2011 penderita penyakit menular ini mencapai 8.939 kasus.

Angka ini meningkat signifikan di banding tahun sebelumnya yang

hanya 7.783 kasus (Sudiono, 2018).

Berdasarakan data yang diambil dari RSUD Labuang Baji

Makassar jumlah penyakit menular tuberkulosis paru mengalami

peningkatan di setiap tahunnya. Jumlah yang terdaftar pada tahun

2012, sebanyak 391 orang yang terdiri dari 237 laki-laki dan 154
5

perempuan. Pada tahun 2013 berjumlah 471 orang yang terdiri dari

laki-laki 267 dan perempuan 204. Pada tahun 2014 berjumlah 515

orang yang terdiri dari laki-laki 289 dan perempuan 226 (Sudiono,

2018).

Berdasarkan latar belakang diatas maka praktikan tertarik

untuk membahas lebih dalam tentang pengukuran kapasitas paru.

B. Tujuan

Adapun tujuan umum dan tujuan khusus praktikum V tentang

pengukuran kapasitas paru, sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui cara kerja alat untuk mengukur kapasitas

paru.

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengukuran kapasitas paru.

b. Dapat menganalisis pengukuran kapasitas paru.

C. Prinsip Kerja

Spirometri adalah alat yang digunakan untuk mengukur

kapasitas udara di paru-paru. Standar dan acuan yang dipakai adalah

nilai normal faal orang indonesia (penumobile project indonesia/PPI

1992). Pada penyakit-penyakit resriktif, spirometri biasanya

memperlihatkan penurunan kapasitas vital dan kecepatan aliran yang


6

normal, walaupun kadang-kadang kecepatan aliran akan berkurang

secara secara proporsional terhadap berkurangnya kapasitas vital.

FEV1 mungkin berkurang pada kelainan restriktif, sebaliknya FEV 1/VC

umumnya normal pada kasus-kasus tersebut (Hardi dkk, 2020) .


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka tentang Pengukuran Kapasitas Paru

Adapun tinjauan umum mengenai pengukuran kapasitas paru,

sebagai berikut:

1. Pengertian Kapasitas Paru

Kapasitas vital paru adalah volume cadangan inspirasi

ditambah volume alun napas dan volume cadangan ekspirasi; ini

merupakan jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan

seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara

maksimum dan dikeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4.600 ml)

(Tambunan, 2016).

Kapasitas vital paru adalah volume cadangan inspirasi

ditambah dengan volume tidal dan volume cadangan ekspirasi yang

dalam hal ini merupakan jumlah udara maksimum yang dapat

dikeluarkan seseorang dari paru setelah terlebih dahulu mengisi paru

secara maksimum dan kemudian mengeluarkannya sebanyak-

banyaknya (±4600 mL) (Bakara dkk, 2016).

Kapasitas paru merupakan jumlah oksigen yang dapat

dimasukkan kedalam tubuh atau paru-paru seseorang secara

maksimal. Gangguan fungsi pernafasan akan menurunkan fungsi

paru dan diketahui dengan pengukuran volume paru (Kusuma,

2016).

7
8

Kapasitas paru adalah suatu kombinasi peristiwa-peristiwa

sirkulasi paru atau menyatakan dua atau lebih volume paru yaitu

alun nafas, volume cadangan ekspirasi dan volume residu.

Gangguan saluran pernapasan akan menyebabkan penurunan

fungsi paru. Untuk mengetahui fungsi paru seseorang bekerja secara

normal atau tidak, dapat diketahui dari pengukuran volume paru

dengan melakukan pemeriksaan spirometri (Musniatun, 2016).

2. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Paru

Berdasarkan penelitian dari Isnaeni tahun (2016) adapun

faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas paru, sebagai

berikut:

a. Umur

Pada usia lanjut akan terjdi perubahan struktur muskula

skeletal dada yang ada hubungannya dengan paru-paru. Secara

faali pada orang usia lanjut terjadi peningkatan volume udara

residual di dalam saluran udara paling perifer akibat dari disfungsi

sarabut elastik alveolus dan bronchiplus terminal, karena

kapasitas paru total sifatnya konstan, maka meningkat volume

udara residual akan berakibat menurunnya udara melalui respirasi

maksimal, sehingga mengakibatkan kapasitas vital tidak optimal

Dalam keadaan normal usia juga mempengaruhi frekuensi

pernafasan dan kapasitas paru. Frekuensi pernafasan pada orang

dewasa 16-18 kali permenit, pada anak-anak 24 kali permenit dan


9

pada bayi 30 kali permenit. Walaupun frekuensi pernafasan orang

dewasa lebih sedikit dibandingkan dengan anak-anak dan bayi,

akan tetapi kapsitas vital paru orang dewasa lebih besar. Dalam

kondisi tersebut akan berubah misalnya akibat dari suatu penyakit,

pernafasan bisa bertambah cepat atau sebaliknya

b. Jenis Kelamin

Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira

20% sampai 25% lebih kecil dari pada pria untuk kerja fisik laki-

laki mempunyai volume oksigen 15-30% lebih besar dari pada

wanita. Lebih besarnya oksigen di dalam paru-paru

mempengaruhi daya elastisitas paru sehingga paru-paru lebih

dapat mengembang dan menjadikan kapsitas vital paru pada laki-

laki lebih tinggi dari pada wanita.

Kapasitas vital paru pada laki-laki yaitu 4,8 liter sedangkan

perempuan yaitu 3,1 liter. Kapasitas vital rata-rata remaja laki-laki

kira-kira 4,6 liter sedangkan pada remaja perempuan yaitu 3,1

liter. Volume paru laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan

yaitu kapasitas paru total (kapasitas inspirasi dan kapasitas

residu) laki-laki adalah 6 liters sedangkan pada wanita adalah 4,2

liter (Agustina, 2018).

c. Status Gizi

Status gizi seseorang dapat mempengaruhi dapat

mempengaruhi kapasitas vital paru. Orang yang kurus tinggi


10

biasanya memiliki kapasitas vital paru yang lebih besar dari pada

orang yang gemuk pendek dengan adanya timbunan lemak dapat

menurunkan compliance dinding dada dan paru sehingga ventilasi

paru akan terganggu akibatnya kapasitas vital paru akan menurun

dan orang yang memiliki status gizi normal memiliki kecukupan

gizi untuk metabolisme tubuh dan akan dapat cepat memperbaiki

sel-sel paru.

Status gizi normal dengan indeks massa tubuh 18,5-25,0

dan untuk status gizi tidak normal adalah status gizi dengan

keadaan kurus dan gemuk keadaan tersebut potensial terhadap

masalah kesehatan terkait asupan gizi atupun metabolisme tubuh.

Keadaan kurus dapat meliputi kurang berat badan tingkat ringan

dan kurang berat badan tingkat berat, untuk keadan gemuk

meliputi kelebihan berat badan tingkat ringan dan kelebihan berat

badan tingkat berat.

d. Masa Kerja

Masa kerja adalah jangka waktu orang yang sudah

bekerja dari peertama mulai masuk hingga sekarang masih

bekerja. Masa kerja dapat diartikan sepenggalan waktu yang agak

lama dimana seseorang tenaga kerja masuk dalam suatu wilayah

usaha sampai batas waktu tertentu. Masa kerja > 5 tahun

potensial mendapatkan gangguan kapasitas vital paru sebesar 8

kali lebih besar dibandingkan masa kerja < 5 tahun.


11

Semakin lama seseorang dalam bekerja akan semakin

banyak terpapar faktor bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan

kerja tersebut. Dalam Khumaidah (2009), pada pekerja yang

berada di lingkungan dengan kadar debu tinggi dalam waktu lama

memiliki resiko tinggi terkena penyakit paru obstruktif. Masa kerja

mempunyai kecenderungan sebagai faktor resiko terjadinya

obstruksi pada pekerja industri yang berdebu lebih dari 5 tahun.

e. Lama Kerja

Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar faktor-faktor

lingkungan kerja yang dianjurkan ditempat kerja agar tenaga kerja

masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan penyakit

gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu

tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Kegunaan NAB

sebagai rekomendasi pada praktek higiene perusahaan dalam

melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya

untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan.

Lingkungan kerja yang banyak menghasilkan debu, uap,

gas dan lainnya yang dalam jangka waktu yang lama akan dapat

menimbulkan gangguan pernapasan atau fungsi paru bagi tenaga

kerja (Suma’mur, 2009:238). Paparan debu yang lama akan

mengakibatkan kerusakan paru dan fibrosis yang berakibat

berkurangnya elastisitas otot paru untuk menampung volume

udara sehingga kemampuan mengikat oksigen menurun


12

f. Riwayat Penyakit Paru

Riwayat penyakit meliputi antara lain awal mula timbulnya

gejala serta tanda sakit, gejala atau tanda sakit pada tingkat dini

penyakit dan terutama penting hubungan antara gejala serta

tanda sakit paru dengan pekerjaan atau lingkungan kerja.

Penyakit yang dapat mempengaruhi kapasitas paru seperti

emfisema paru kronik, pneumonia, atelaktasi, asma serta

tuberkolusis.

Penyebab penurunan kapasitas difusi paru adalah

kelainan pada ventilasi-perfusi. Beberapa alveolus terlalu sedikit

untuk jumlah darah yang mengalir sehingga darah tidak

teroksigenisasi sempurna atau jumlah aliran darah yang sedikit

dengan ventilasi yang adekuat. Pada penderita asma terjadi

peningkatan kapasitas sisa fungsional paru dengan mekanisme

diameter bronkhiolus menyempit dan terjadi hambatan pada

ekspirasi daripada inspirasi..

g. Debu Logam

Pada tempat kerja yang bedebu, udara yang mengandung

debu masuk ke dalam paru. Debu yang berukuran antara 5-10

mikron akan ditahan pada saluran pernafasan atas, sedangkan

yang berukuran 3-5 mikron akan ditahan pada saluran pernafasan

tengah dan partikel- partikel yang berukuran antara 1-3 miron

akan di tempatkan langsung pada permukaan alveoli paru. Debu


13

yang berukuran 0,1 mikron yang bermassa sangat kecil akan

bergerak bebas keluar masuk alveoli dengan gerak brown.

Zat asam yang dapat merusak saluran pernafasan

diantaranya: HNO3, H2SO4, dan HCl. Oksida nitrogen seperti NO

dan NO2 berbahaya bagi manusia. NO2 bersifat racun, terutama

menyerang paru atau saluran pernafasan bawah, yaitu

mengakibatkan kesulitan bernafas pada penderita asma, dan

berbagai gangguan sistem pernafasan, serta menurunkan

visibilitas. SO2 mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak

mudah terbakar di udara, sedangkan SO3 adalah gas yang tidak

reaktif. Pencemaran SOx menyebabkan iritasi sistem pernafasan

dan iritasi mata, serta berbahaya terhadap kesehatan manula dan

penderita penyakit sistem pernafasan kardiovaskular kronis.

h. Kebiasaan Merokok

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan

fungsi saluran pernafasan dan jaringan paru. Pada saluran nafas

besar sel mukosa membesar dan kelenjar mukus bertambah

banyak. Pada saluran nafas kecil terjadi radang ringan hingga

terjadi penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan

lendir.

Pada jaringan paru terjadi peningkatan jumlah sel radang

dan kerusakan alveoli. Akibat perubahan anatomi saluran nafas,

timbul perubahan fungsi paru dan segala macam perubahann


14

klinisnya. Kebiasaan merukok akan mempercepat penurunan faal

paru. Penurunan volume ekspirasi paksa pertahun adalah 28,7 ml

untuk non perokok, 38,4 ml untuk bekas perokok, dan 41,7 ml

untuk perokok aktif.

i. Kebiasaan Olahraga

Kapasitas vital dapat di pengaruhi oleh kebiasaan

seseorang melakukan olahraga. Berolahraga dapat meningkatkan

aliran darah melalui paru-paru sehingga banyak menyebabkan

semua kapiler paru mendapatkan perfusi maksimum. Hal ini

menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru

dengan volume yang lebih besar atau maksimum. Kapasitas vital

pada seorang atletis lebih besar daripada orang yang tidak pernah

berolahraga.

Kebiasaan olahraga akan meningkatkan kapasitas paru

dan akan meningkat 30-40%. Kebiasaan berolahraga

meningkatkan ventilasi paru untuk menjamin oksigenisasi arteri

darah dan eliminasi karbondioksida. Terjadinya peningkatan

volume tidal dan frekuensi pernafasan akan meminimalkan

perubahan komposisi darah dengan keadaan yang mantap dari

PO2, PCO2 dan pH.

3. Volume Paru

Selama pernapasan berlangsung, volume selalu berubah-

ubah. Dimana mengembang sewaktu inspirasi dan mengempis


15

sekwaktu ekspirasi. Pernapasan terjadi secara pasif dan

berlangsung hampir tanpa disadari dalam keadaan normal (Agustina,

2018).

Menurut penelitian dari Kusuma tahun 2016 volume paru

terbagi menjadi empat, yaitu:

a. Volume Tidal (Tidal Volume)

Volume Tidal adalah volume udara paru yang masuk dan

keluar paru pada pernapasan biasa. Besarnya TV pada orang

dewasa sekitar 500 ml.

b. Volume Cadangan Inspirasi (Inspiratory Reserve Volume)

Volume cadangan inspirasi adalah udara yang masih

dapat dihirup kedalam paru sesudah inspirasi biasa, besarnya IRV

pada orang dewasa adalah sekitar 3100 ml.

c. Volume Cadangan Ekspirasi (Expiratory Reserve Volume)

Volume cadangan ekspirasi adalah volume udara yang

masih dapat dikeluarkan dari paru sesudah ekspirasi biasa,

besarnya ERV pada orang dewasa sekitar 1000-1200 ml.

d. Volume Residu (Residual Volume)

Volume residu adalah udara yang masih tersisa didalam

paru sesudah ekspirasi maksimal sekitar 1100 ml.

4. Parameter Kapasitas Paru


16

Menurut penelitian dari Agustina tahun 2018 adapun

parameter kapasitas paru-paru, sebagai berikut:

a. Vital Capacity (VC)

Vital capacity adalah volume udara maksimal yang dapat

dihembuskan setelah inspirasi maksimal. ada dua pengukuran

VC, yaitu Vital Capacity (VC) tidak perlu melakukan aktivitas

pernapasan dengan kekuatan penuh, Forced Vital Capacity

(FVC) pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan maksimal. VC

inspirasi hanya diukur pada fase inspirasi dan VC ekspirasi hanya

diukur pada fase ekspirasi.

Orang normal tidak ada perubahan antara FVC dan VC,

sedangkan pada keadaan kelainan obstruksi terdapat perbedaan

anatara VC dan FVC. Vital Capacity (VC) merupakan refleksi dari

kemampuan elastisitas atau jaringan paru atau kekakuan

pergerakan dinding toraks. Vital Capacity (VC) yang menurun

merupakan kekuatan jaringan paru atau dinding toraks, sehingga

dapat dikatakan pemenuhan (compliance) paru atau dinding

toraks mempunyai kolerasi dengan penurunan VC.

b. Forced Expiratory Volume in 1 Second (FEV1)

Forced Expiratory Volume in 1 Second (FEV1) aadalah

besarnya volume udara yang dikeluarkan dalam satu detik

pertama. Lama ekspirasi orang normal berkisar 4-5 detik dan pada

detik pertama orang normal dapat mengeluarkan udara sebesar


17

80% dari nilai VC. Fase detik pertama ini dikatakan lebih penting

dari fase-fase selanjutnya.

Adanya obstruksi pernapasan didasarkan atas besarnya

volume pada detik pertama tersebut. Interpretasi tidak didasarkan

pada nilai absolutnya tetapi pada perbandingannya dengan FVC.

Bila FEV1/FVC kurang dari 75% berarti normal. Penyakit obstruktif

seperti bronchitis kronik atau emfisema terjadi pengurangan FEV1

lebih besar dibandingkan kapasitas vital (kapasitas vital mungkin

normal) sehingga rasio FEV1/FVC kurang 80%.

c. Peak Expiratory Flow Rate (PEFR)

Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) adalah flow atau

aliran udara maksimal yang dihasilkan oleh sejumlah volume

tertentu. PEFR dapat menggambarkan keadaan saluran

pernafasan, apabila PEFR menurun berarti ada hambatan aliran

udara pada saluran pernafasan. Pengukuran dapat dilakukan

dengan mini peek Flow Metet atau Pneumotachograf.

Melalui pemeriksaan spirometri dapat diketahui semua

volume paru kecuali volume residu, semua kapasitas paru kecuali

kapasitas paru yang mengandung komponen volume residu.

5. Gangguan Fungsi Paru

Gangguan fungsi paru adalah gangguan paru berupa

ketidakmampuan pengembangan (elastisitas) parunya maupun

gangguan saluran napas baik struktural (anatomis) maupun


18

fungsional yang menyebabkan perlambatan aliran udara respirasi

(Yuliawati, 2015).

Berdasarkan penelitian menurut Ichsani tahun 2015 adapun

gangguan fungsi paru, sebagai berikut:

a. Restriksi

Restriktif (sindrom pembatasan) adalah gangguan

pengembangan paru. Dikatakan restriktif adalah jika Kapasitas

Vital Paksa (FVC) < 80% nilai prediksi (Kusuma dkk, 2016).

Restriksi adalah gangguan pengembangan paru oleh

sebab apapun. Paru menjadi kaku, daya tarik ke dalam lebih kuat

sehingga dinding dada mengecil, iga menyempit dan volume paru

mengecil. Volume statis paru mengecil yaitu KV (kapasitas vital),

KPT (Kapasitas Paru Total), VR (Volume Residu), VCE (Volume

Cadangan Ekspirasi, KRF (Kapasitas Residu Fungsional). Retriksi

adalah keterbataasan ekpansi paru, baik karena perubahan pada

perenkim paru maupun karena penyakit pada pleura, dinding dada

atau neuromuscular. Tanda-tandanya adalah penurunan

kapasitas vital dan volume paru istirahat yang kecil, jalan napas

menurun.

b. Obstruksi
19

Obstruktif adalah setiap keadaan hambatan aliran udara

karena adanya sumbatan atau penyempitan saluran napas.

Biasanya ditandai dengan terjadi penurunan FEV 1 yang lebih

besar dibandingkan dengan FVC sehingga rasio FEV 1/FVC

kurang dari 80% (Kusuma dkk, 2016).

Obstruksi adalah gangguan paru yang ditandai oleh

hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif

nonreversibel atau reversibel parsial. Obstruksi terdiri atas

bronkitis kronis dan emfisema atau gabungan keduanya.

Obstruksi saluran napas bersifat ireversibel dan terjadi karena

perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu inflamasi,

fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab

utama obstruksi jalan napas.

6. Mekanisme Penimbunan Debu dalam Paru

Berdasarkan penelitian dari Agustina tahun 2018 adapun

mekanisme penimbunan debu dalam paru, sebagai berikut:

a. Inertia

Inertia terjadi pada waktu udara membelok ketika melalui

jalan pernafasan yang tidak lurus, maka partikel-partikel debu

yang bermassa cukup besar tidak dapat membelok mengikuti

aliran udara, melainkan terus dan akhirnya menumbuk selaput

lendir dan mengendap disana.


20

Partikel yang tidak dapat larut yang menimbun pada

saluran udara bersilia umumnya membersihkan dari saluran

pernafasan oleh aktivitas mukosiliar 24-48 jam. Cleancare pada

paru dapat terjadi melalui aksi makrofag alveolar atau mekanisme

alternatif. Makrofag alveolar merupakan sel fagositik dan dapat

berimigrasi. Partikel debu akan dibawa oleh makrofag ke

pembuluh limfa atau bronkiolus dan akhirnya dikeluarkan oleh

eskalator mukosiliaris

b. Sedimentasi

Sedimentasi merupakan penimbunan debu yang terjadi di

bronkhi dan bronkhioli, sebab di tempat itu kecepatan udara

sangat kurang kira-kira 1cm/detik sehingga gaya tarik dapat

bekerja terhadap partikel-partikel debu dan mengendapkannya.

Di antara karakteristik partikel yang mempengaruhi adalah

ukuran, bentuk, kepadatan dan higroskopisitas. Ukuran paru-paru,

pola cabang saluran napas, panjang frekuensi, kedalaman dan

laju aliran juga mempengaruhi pengendapan partikel.

c. Gerakan Brown

Gerakan Brown merupakan penimbunan bagi partikel-

partikel yang berukuran sekitar atau kurang 0,1 mikron. Partikel-

partikel yang kecil ini digerakkan oleh gerakan Brown sehingga

ada kemungkinan membentur permukaan alveoli dan hinggap di

sana.
21

Penyerapan penimbunan partikel makrofag dapat

berlangsung cepat, tetapi untuk menghilangkan makrofag dari

paru-paru membutuhkan waktu beberapa minggu. Secara

keseluruhan, partikel yang mengendap di paru dapat dibersihkan

namun dalam jangka waktu yang berbeda-beda, baik dalam

hitungan minggu, bulan dan tahun.

7. Penyakit Paru yang Berhubungan dengan Pekerjaan.

Adapun penyakit paru yang berhubungan dengan pekerjaan,

sebagai berikut:

a. Paparan terhadap debu tersebut menyebabkan iritasi di saluran

pernafasan, iritasi ini selanjutnya mengakibatkan fibrosis paru

sehingga pada akhirnya terjadi gangguan fungsi paru. Gangguan

paru restriksi ditandai dengan paru menjadi kaku, daya tarik ke

dalam lebih kuat sehingga dinding dada mengecil, iga menyempit

dan volume paru mengecil. Obstruksi ditandai dengan masalah

pada saluran nafas yang menyebabkan perlambatan aliran udara

respirasi (Yuliawati, 2015).

b. Asap pengelasan yang terbentuk saat proses pengelasan terdiri

dari berbagai campuran logam seperti besi (Fe), mangan (Mn),

Kromium (Cr) dan nikel (Ni). Dalam konsentrasi yang besar,

partikulat dari asap pengelasan dapat menimbulkan paparan pada

pekerja secara intensif. Efek pernapasan pada pekerja


22

pengelasan yang diantaranya adalah bronchitis, iritasi saluran

napas, demam asap logam dan perubahan fungsi paru

(Nurkhaleda dkk, 2016).

8. Alat Ukur Kapasitas Paru

Alat pengukur volume paru-paru berdasarkan aplikasi pipa

venturi menggunakan sensor tekanan gas MPX5700DP. Proses

pengolah data menggunakan modul Arduino Uno yang akan

ditampilkan pada Microsoft Excel dengan bantuan program data

akuisisi. Sensor yang digunakan memiliki tingkat sensitivitas yang

lebih tinggi dibandingkan dengan sensor MPX5100 dan proses

penghitungan volume total dilakukan langsung pada microsoft excel

(Maharani & Muid, 2019).

Spirometri merupakan tes fungsi paru yang umum digunakan

seta berguna untuk mengetahui volume paru, kapasitas paru dan

kecepatan alira udara. Spirometri digunakan untuk menetukan fungsi

paru, mendeteksi penyakit paru, mengevaluasi gangguan pernafasan

dan melalukak pengawasan terhadap penyakit paru terkait pekerjaan

(Ichsani, 2015).
23

Layar
Printer
Panel

Tombol
Stop Mouthpiece

Tombol Tombol
Start On/Off

Tombol Tombol
Menu Enter
Gambar 2.1
Spirometer
Sumber: (Data Sekunder, 2020)

Adapun bagian-bagian dari alat ukur kapasitas paru,

sebagai berikut:

a. Layar panel berfungsi sebagai monitor pada alat.

b. Mouthpiece berfungsi sebagai corong tempat dikeluarkannya

nafas dari paru-paru.

c. Tombol On/oOff berfungsi untuk menyalakan dan mematikan

alat.

d. Tombol entry berfungsi untuk menginput pilihan yang telah dipilih

pada menu.

e. Printer befungsi untuk mencetak hasil pengukuran kapasitas

paru.

f. Tombol stop berfungsi untuk menghentikan perhitungan alat.

g. Tombol start sebagai tombol untuk memulai perhitungan alat.

h. Tombol menu berfungsi untuk menampilkan pilihan yang harus

diisi sebelum pengukuran dimulai.


24

B. Peraturan yang Mengatur Kapasitas Paru

1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1405/MENKES/SK/2002

Adapun peraturan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/2002 tentang persyaaratan

kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri, sebagai

berikut:

a. Udara Ruangan

1) Persyaratan

Kandungan debu maksimal didalam udara ruangan

dalam pengukuran rata-rata 8 jam adalah sebagai berikut

jenisdebu total konsentrasi maksimal sebesar 0,15 mg/m 3

sedangkan jenis debu asbes bebas konsentrasi maksimal 5

serat/ml udara dengan panjang 5 mikron.

2) Tata cara

Agar kandungan debu di dalam udara ruang kerja perkantoran

memenuhi persyaratan kesehatan maka perlu dilakukan upaya-

upaya seperti kegiatan membersihkan ruang kerja perkantoran

dilakukan pada pagi dan sore hari dengan menggunakan kain

pel basah atau pompa hampa (vacum pump), pembersihan


25

dinding dilakukan secara periodik 2 kali/tahun dan dicat ulang 1

kali setahun dan sistem ventilasi yang memenuhi syarat.

2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia Nomor PER.25/MEN/XII/2008

Adapun Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Republik Indonesia Nomor PER.25/MEN/XII/2008 tentang pedoman

diagnosis dan penilaian cacat karena kecelakaan akibat kerja,

sebagai berikut:

a. Bidang Penyakit paru

Penyakit paru akibat kerja adalah penyakit atau kelainan

paru yang disebabkan oleh pajanan faktor-faktor risiko di tempat

kerja antara lain berupa: debu, gas dan uap. Kelainan yang terjadi

dapat berupa:

1) Kelainan akut

a) Trauma inhalasi akut akibat gas iritan, fosgen, asap;

termasuk reactive airways

b) Dysfunction Syndrome (RADS)

c) Toxic pneumonitis

d) Edema paru akut, misalnya akibat asap, nitrogen, SO 2,

fosgen

e) Bronkitis akut

f) Hipersensitiviti pneumonitis

2) Kelainan kronik
26

a) Pneumokoniosis Misalnya akibat debu asbes (asbestosis),

batubara (pneumoconiosis batubara), silica (silicosis),

beryllium (beriliosis) dan lain lain

b) Penyakit pleura (efusi pleura, mesotelioma, plak pleura)

Misalnya akibat pajanan debu asbes

c) Bronkitis kronik Misalnya akibat pajanan debu tambang,

tepung, talk, asap, gas

d) Asma kerja misalnya Isosianat ; Heksametilen Diisosianat

(HDI), Toluene Diisosianat (TDI), Tepung gandum, Kolofoni

pada proses solder elektronik, Enzim, seperti alkalase,

makstalase, lipase dan amilase, Lateks, Bulu binatang

tertentu dll.

3) Bisinosis timbul akibat pajanan debu kapas

4) Hipersensitiviti pneumonitis timbul akibat respons hiperimun

terhadap antigen inhalasi antara lain berasal dari

mikroorganisme, binatang, tumbuhan dan zat kimia

5) Kanker paru pajanan di tempat kerja dapat disebabkan antara

lain oleh arsen, asbes, krom, uranium, metal eter, nikel,

cadmium.

6) Penyakit infeksi seperti antraks, Coccodiodomycosis,

Echinococcosis, Psitacosis, Tuberkulosis.

3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1077/MENKES/PER/V/2011
27

Adapun Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011 tentang pedoman penyehatan

udara dalam ruang rumah, sebagai berikut:

a. Partikel debu diameter 2,5μ (PM2,5) dan Partikel debu diameter

10μ (PM10)

1) Dampak

PM2,5 dan PM10 dapat menyebabkan pneumonia,

gangguan sistem pernapasan, iritasi mata, alergi, bronchitis

khronis. PM2,5 dapat masuk kedalam paru yang berakibat

timbulnya emfisema paru, asma bronchial, dan kanker paru-

paru serta gangguan kardiovaskular atau cardiovascular (KVS).

2) Faktor Risiko

Secara umum PM2,5 dan PM10 timbul dari pengaruh

udara luar (kegiatan manusia akibat pembakaran dan aktifitas

industri). Sumber dari dalam rumah antara lain dapat berasal

dari perilaku merokok, penggunaan energi masak dari bahan

bakar biomasa, dan penggunaan obat nyamuk bakar.

3) Upaya penyehatan

Upaya penyehatan yang dapat dilakukan untuk

mengendalikan konsentrasi PM2,5 seperti Rumah dibersihkan

dari debu setiap hari dengan kain pel basah atau alat penyedot

debu, Memasang penangkap debu (electro precipitator) pada

ventilasi rumah dan dibersihkan secara berkala, Menanam


28

tanaman di sekeliling rumah untuk mengurangi masuknya debu

ke dalam rumah, Ventilasi dapur mempunyai bukaan sekurang-

kurangnya 40% dari luas lantai.

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 40 Tahun

2013

Adapun Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 40 Tahun 2013 tentang peta jalan pengendalian dampak

konsumsi rokok bagi kesehatan, sebagai berikut:

a. Pasal 1 yang berbunyi bahwa penyusunan peta jalan

pengendalian dampak konsumsi rokok bagi kesehatan bertujuan

untuk mewujudkan penyelenggaraan upaya pengendalian dampak

konsumsi rokok yang terintegrasi, efektif, dan efisien.

b. Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi bahwa peta jalan pengendalian

dampak konsumsi rokok bagi kesehatan digunakan sebagai acuan

bagi pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam

pengambilan kebijakan dan strategi berbagai program dan

kegiatan di bidang kesehatan yang terkait dengan pengendalian

dampak konsumsi rokok di Indonesia.

c. Pasal 2 ayat (2) berbunyi bahwa peta jalan pengendalian dampak

konsumsi rokok bagi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


29

d. Pasal 3 berbunyi bahwa masyarakat berperan positif secara

perorangan maupun organisasi dalam pelaksanaan peta jalan

pengendalian dampak konsumsi rokok bagi kesehatan.


BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada saat praktikum,

sebagai berikut:

1. Spirometer

2. Penjepit hidung

3. Printer

4. Meteran gulungan

5. Mikrotoice/pengukur tinggi badan

6. Kertas struk printer

7. Mounpase

8. Kamera

9. Timbangan/BB

B. Waktu dan Tempat

Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum V tentan

pengukuran kapasitas paru, sebagai berikut:

1. Waktu

Pelaksanaan praktikum V tentang pengukuran kapasitas

paru dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 11 Mei 2020, pukul

10:30 WITA.

30
31

2. Tempat

Pelaksanaan praktikum V tentang pengukuran kapasitas

paru dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Kesehatan Masyarakat

Universitas Muslim Indonesia.

C. Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja praktikum V tentang pengukuran

kapasitas paru, sebagai berikut:

1. Mengecek kelengkapan alat

2. Merangkai alat dengan kelengkapan

3. Memasang Mouthpiece

4. Menghidupkan dengan menekan tombol ON

5. Masuk pada menu kemudian pilih select patient

6. Pilih new dan isi biodata

7. Tekan tombol ID: ketik nomor urut

8. Tekan tombol ENTRY

9. Ketik : umur

10. Tekan tombol ENTRY

11. Ketik : Berat Badan (BB=Kg)

12. Tekan tombol ENTRY

13. Ketik : Tinggi Badan

14. Hidung ditutup dengan penutup hidung (penjepit hidung) supaya

udara tidak melewati hidung dan pastikan tidak bocor.


32

15. Sebelum dimulai pengukuran, responden latihan bernapas terlebih

dahulu, bernapas, melalui mulut sebanyak 3-4 kali kemudian tarik

napas sampai penus dan hembuskan sekuat tenaga, dulang

sebanyak 3 kali.

16. Tekan tombol start dan mulai lakukan pengukuran, setelah selesai

tekan tombol siap.

17. Muncul gambar grafik

18. Printer di hidupkan (ON)

19. Tekan tombol PRINT

20. Untuk mengeluarkan kertas tekan tombol FEED

21. Matikan alat dengan menekan tombol OFF


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Adapun hasil pengukuran kapasitas paru yang dilakukan di

Ruangan Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Muslim Indonesia, sebagai berikut:

Tabel 4.1
Hasil Pengukuran Kapasitas Paru di Ruang Laboratorium
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muslim Indonesia
Makassar Tahun 2019

Hasil Pengukuran Kriteria

No
Nama %Pre
Param Best Pred
d

FVC 1,24 3,52 35,08


Khairunniswah Very
1.
Rahmat Severe
FEV 0,64 3,08 20,81

FVC 0,41 4,02 10,11


Very
2. Hasri
Severe
FEV 0,22 3,55 6,14
Sumber: Data Sekunder, 2020

Berdasarkan tabel 4.1 diatas di dapat hasil pengukuran

kapasitas paru, hasil pengukuran pertama pada Khairunniswah Rahmat

dapat diberikan hasil pengukuran pada parameter FVC diperoleh hasil

best sebesar 1,24, pred 3,52, % pred sebesar 35,08 sedangkan

parameter FEV1 diperoleh hasil best sebesar 0,64, pred 3,08 % pred

33
34

sebesar 20,81 dari hasil pengukuran Khairunniswah Rahmat termasuk

dalam kriteria Very Severe.

Hasil pengukuran kedua pada Hasri dapat diberikan hasil pada

parameter FVC diperoleh hasil best sebesar 0,41, pred 4,02, % pred

sebesar 10,11 sedangkan parameter FEV diperoleh hasil best sebesar

0,22, pred 3,55 % pred sebesar 6,16 dari hasil pengukuran Hasri

termasuk dalam kriteria Very Severe.

B. Pembahasan

Adapun jurnal pembanding yang akan dibandingkan dengan

data sekunder hasil pengukuran kapasitas paru, sebagai berikut:

1. Hasil pengukuran kapasitas paru Khairunniswah Rahmat

Pada pengukuran kapasitas paru Khairunniswah Rahmat

dapat diberikan hasil pada parameter FVC didapatkan hasil best

sebesar 1,24, pred 3,52, % pred sebesar 35,08 sedangkan

parameter FEV didapatkan hasil best sebesar 0,64, pred 3,08 %

pred sebesar 20,81% dan termasuk dalam kriteria Very Severe.

Faktor yang mempengaruhi kapasitas paru pada

Khairunniswan Rahmat yaitu faktor umur adapun jurnal pembanding

berdasarkan penelitian Musniatun tahun 2016, menunjukkan bahwa

dari hasil uji korelasi Spearman, diperoleh nilai signivicancy 0,550

(p<α=0,005) yang menunjukkan bahwa korelasi antara variabel

masa kerja dan kapasitas paru tidak bermakna. Nilai korelasi

spearman sebesar -0,118 menunjukkan bahwa arah korelasi negatif.


35

Dengan tidak bermaknanya antara variabel masa kerja dengan

kapasitas paru maka tidak ada hubungan antara masa kerja dengan

kapasitas vital paru.

Adapun jurnal pembanding berdasarkan penelitian Februar

tahun 2016 mengatakan bahwa dalam keadaan normal, usia juga

mempengaruhi frekuensi pernapasan dan kapasitas paru. Frekuensi

pernapasan pada orang dewasa antara 16–18 kali permenit, pada

anak-anak sekitar 24 kali permenit sedangkan pada bayi sekitar 30

kali permenit. Walaupun pada orang dewasa pernapasan frekuensi

pernapasan lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak dan bayi,

akan tetapi Kapasitas Vital Paru (KVP) pada orang dewasa lebih

besar dibanding anak-anak dan bayi. Dalam kondisi tertentu hal

tersebutakan berubah misalnya akibat dari suatu penyakit,

pernapasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya

2. Hasil Pengukuran Kapasitas Paru Hasri

Pada pengukuran kapasitas paru pada Hasri dapat diberikan

hasil pada parameter FVC diperoleh hasil best sebesar 0,41, pred

sebesar 4,02, % pred sebesar 10,11 sedangkan parameter FEV

diperoleh hasil best sebesar 0,22, pred sebesar 3,55 % pred sebesar

6,16% dan termasuk dalam kriteria Very Severe.

Faktor yang mempengaruhi kapasitas paru pada Hasri yaitu

perilaku merokok, adapun jurnal pembanding berdarkan penelitian

Nurkhaleda tahun 2016 Berdasarkan hasil analisis univariat dapat


36

disimpulkan bahwa sebagian besar pekerja pengelasan memiliki

kebiasaan merokok ringan dengan indeks brinkman kurang dari 200

batang. Responden yang memiliki kebiasaan merokok rata rata

mampu mengkonsumsi 12 batang rokok perhari. Dampak yang

ditimbulkan akibat kebiasaan merokok dapat menyebabkan

perubahan dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru.

Adapun jurnal pembanding dari penelitian Sukbar dkk tahun

2016 mengatakan bahwa Merokok dapat menyebabkan perubahan

struktur dan fungsi saluran pernapasan dan jaringan paru. Kebiasaan

merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Penurunan

volume ekspirasi paksa pertahun adalah 28,7 mL untuk non perokok,

38,4 mL untuk bekas perokok dan 41,7 mL untuk perokok aktif.

Pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari pada pengaruh narkosis

akibat kondisi penyelaman yang hanya sekitar sepertiga dari

pengaruh buruk rokok.

Adapun jurnal pembanding dari penelitian Anes dkk tahun

2015 mengatakan bahwa bahwa hasil analisis memperoleh nilai

signifikasi sebesar 0,005 dengan demikian probabilitas (signifikasi)

kurang dari 0,05 (0,005 < 0,05) maka Ha di terima atau terdapat

hubungan antara konsusmi rokok dengan gangguan fungsi paru

pekerja. Jika dilihat dari nilai PR menunjukkan bahwa responden

yang mengkonsumsi rokok dan terpapar dengan debu semen

mempunyai risiko 10,688 kali untuk terjadi gangguan fungsi paru


37

dibandingkan dengan responden yang tidak mengkonsumsi rokok

dan tidak terpapar dengan debu semen.

C. Contoh Kasus

Adapun contoh kasus pengukuran kapasitas paru, sebagai

berikut:

1. Berdadarkan penelitian dari Bakara, 2016 didapatkan perbandingan

kapasitas vital paru pada perokok dan bukan perokok sebelum

aktivitas fisik dengan menggunakan uji T Independent didapatkan

nilai p = 0,274 (p > 0,05), dimana disimpulkan bahwa tidak ada

perbedaan kapasitas vital paru yang bermakna, sedangkan hasil dari

perbandingan setelah aktivitas fisik didapatkan nilai p = 0,000 (p

<0,05), dimana disimpulkan terdapat perbedaan kapasitas vital paru

yang bermakna pada perokok dan bukan perokok setelah aktivitas

fisik.

2. Berdasarkan hasil penelitian dari Wulandari tahun 2015 didapat

hasil bahwa responden dengan masa kerja baru (< 10 tahun)

memiliki proporsi lebih besar yaitu sebanyak 22 orang (57,9%)

dibandingkan responden dengan masa kerja lama (> 10 tahun)

sebanyak 16 orang (42,1%). Analisis bivariat untuk mengetahui

hubungan masa kerja terhadap gangguan fungsi paru, uji statistik

menunjukkan p value sebesar 0,034 < 0,05 yang berarti ada

hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan gangguan

fungsi paru pada petugas penyapu jalan di protokol 3, 4 dan 6 Kota


38

Semarang. Dari 38 responden didapatkan bahwa, responden yang

memiliki masa kerja lama (> 10 tahun) dan terdapat gangguan fungsi

paru sebesar 9 orang (43,8%), sedangkan responden yang memiliki

masa kerja baru (<10 tahun) dan terdapat gangguan fungsi paru

sebesar 5 orang (22,7%).

3. Berdasarkan hasil penelitian dari Putri tahun 2017 didapat hasil

bahwa Hasil pengukuran paparan debu terhirup sebanyak 19

responden (63,3%) dengan paparan debu terhirup diatas NAB, rata-

rata paparan debu terhirup sebanyak 2,506 mg/m3 dan jumlah kadar

debu terendah dan tertinggi yaitu 0,775 dan 5,426 mg/m3

pengukuran fungsi paru ada sebanyak 17 responden (56,7%)

dengan gangguan fungsi paru. Ada hubungan antara paparan debu

terhirup dengan gangguan fungsi paru pada pekerja di CV. Citra

Jepara Furniture Kabupaten Semarang dengan p value sebesar

0,023 (p < 0,05).


39
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari hasil praktikum V tentang pengukuran

kapasitas paru, sebagai berikut:

1. Pengecekan pengukuran kapasitas paru yaitu mengecek

kelengkapan alat, merangkai alat dan kelengkapan, memasang

Mouthpiece, menghidupkan dengan menekan tombol on, masuk

pada menu kemuadian pilih select patient, pilih new dan isi biodata,

tekan tombol ID: ketik nomor urut, tekan tombol entry, ketik umur,

tekan tombol entry, ketik: berat badan (BB=Kg), tekan tombol entry,

ketik: Tinggi Badan (TB), Hidung ditutup dengan penutup hidung

(penjepit hidung) supaya udara tidak melewati hidung dan pastikan

tidak bocor, Sebelum dimulai pengukuran, responden latihan

bernapas terlebih dahulu, bernapas, melalui mulut sebanyak 3-4 kali

kemudian tarik napas sampai penus dan hembuskan sekuat tenaga,

dulang sebanyak 3 kali, Tekan tombol start dan mulai lakukan

pengukuran, setelah selesai tekan tombol siap, muncul gambar

grafik, printer dihidupkan (on), tekan tombol print, untuk

mengeluarkan kertas tekan feed, matikan alat dengan menekan

tombol off.

2. Hasil pengukuran pertama pada Khairunniswah Rahmat dapat

diberikan hasil pada parameter FVC diperoleh hasil best sebesar

40
41

1,24, pred 3,52, %pred sebesar 35,08 sedangkan parameter FEV

diperoleh hasil best sebesar 0,64, pred 3,08 % pred sebesar 20,81

dari hasil pengukuran Khairunniswah Rahmat termasuk dalam

kriteria Very Severe. Hasil pengukuran kedua pada Hasri dapat

diberikan hasil pada parameter FVC diperoleh hasil best sebesar

0,41, pred 4,02, % pred sebesar 10,11 sedangkan parameter FEV

diperoleh hasil best sebesar 0,22, pred 3,55 % pred sebesar 6,16

dari hasil pengukuran Hasri termasuk dalam kriteria Very Severe.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dari hasil praktikum V

tentang pengukuran kapasitas paru, sebagai berikut:

1. Universitas Muslim Indonesia

Sebaiknya kampus menerapkan kawasan area bebas rokok

di semua fakultas agar mahasiswa yang merokok agar asap rokok

tidak dihirup oleh orang-orang sekitar.

2. Fakultas Kesehatan Masyarakat

Sebaiknya fakultas membuatkan kawasan bebas rokok bagi

mahasiswanya yang merokok dan fakultas menyediakan alat-alat

yang dibutuhkan laboratorium agar praktikum terlaksana dengan

baik.

3. Laboratorium
42

Sebaiknya laboratorium memperhatikan dan mempersiapkan

alat-alat yang dibutuhkan pada saat praktikum agar praktikum dapat

terlaksana dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Shinta Umi. 2018. Analisis Paparan Kadar Debu Dengan


Kapasitas Vital Paru Pada Pekerja Mebel Informal (Studi Di Desa
Rambigundam Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember).
Skripsi. Universitas Jember.

Anes, Novalinda. I., Umboh, J. M. L., & Kawatu, P. A. T. 2015. Faktor-


Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada
Pekerja Di PT . Tonasa Line Kota Bitung. Jikmu, Volume 5. Nomor
3. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi.
Manado

Ardam, Kiki Aunillah Yolanda. 2015. Hubungan Paparan Debu Dan Lama
Paparan Dengan Gangguan Faal Paru Pekerja Overhaul Power
Plant. The Indonesian Journal Of Occupational Safety And Health,
Volume 4. Nomor 2. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Airlangga

Astuti, Monalisa Fajar. Utomo, Budi dan Suparmin. 2018. Beberapa Faktor
Risiko Yang Berhubungan Dengan Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (Ppok) Petugas Kebersihan Di Kota Purwokerto Tahun
2017. Buletin Keslingmas, Volume 37. Nomor 4. Fakultas
Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Semarang.
Purwokerto

Bakara, Pleters. MT. Moningka, Maya dan Lintong, Fransisca. 2016.


Analisis Kapasitas Vital Paru Pada Perokok Dan Bukan Perokok
Sebelum Dan Setelah Melakukan Aktivitas Fisik. Jurnal
Kedokteran Klinik (JKK). Volume 1. Nomor 1. Universitas Sam
Ratulangi

Fatimah, Choirul Luluk, Yusniar Hanani Darundiati, Tri Joko. 2018.


Hubungan Kadar Debu Total Dan Masa Kerja Dengan Gangguan
Fungsi Paru Pada Pedagang Kaki Lima Di Jalan Brigjen Sudiarto
Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal),
Volume 6. Nomor 6. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Diponegoro

Februar, Bayu Aji. Yulianto. Anwar Choiroel M. 2016. Dengan Kapasitas


Paru Tenaga Kerja Kabupaten Banyumas Tahun 2015.
Keslingmas, Volume 35. Politeknik Kesehatan Semarang.
Purwokerto

Ferry, Abidin. Suwondo Ari. Suroto 2015. Hubungan Paparan Debu Asbes
Terhadap Kapasitas Vital Paru Pada Pekerja Pembuat Asbes Di

43
44

Area Finishing Line Pt. X Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan


Masyarakat (E-Journal), Volume 3. Nomor 1. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Diponegoro. Semarang

Hardi, Ikhram S. Abd Gafur. Ummi Kalsum 2020. Modul Penentuan


Praktikum. Universitas Muslim Indonesia. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Makassar.

Ichsani, Nabila Dewi. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kapasitas Vital Paru Pada Pekerja Pengolahan Batu Split Pt.
Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015. Skripsi. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Isnaeni, Durotul. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kapasitas Vital Paru Pada Pengrajin Tembaga Di Cepogo
Kabupaten Boyolali. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1405/MENKES/SK/2002 tentang Persyaaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri

Kusuma, Wahyu Teja. Pramukantoro, Eko Sakti dan Djajalaksana,


Susantyhy. 2016. Rancang Bangun Aplikasi Pengukur Kesehatan
Fungsi Paru Manusia Memanfaatkan Microphone Pada
Smartphone. Jurnal Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer.
Volume 3. Nomor 2.

Maharani, Afrisa. Muid. Nurhasanah. 2019. Rancang Bangun Alat


Pengukur Volume Paru-Paru Berbasis Sensor Tekanan Gas
MPX5700DP Dan Arduino Uno. Prisma Fisika, Volume 7. Nomor
3. Universitas Tanjungpura

Musniatun, Wa Ode 2016. Hubungan Masa Kerja , Penggunaan Masker ,


Dan Kebiasaan Merokok Dengan Kapasitas Vital Paru ( KVP )
Pada Polisi Lalu Lintas Di Kota Kendari Tahun 2016. Universitas
Halu Oleo

Mutmainnah, Rizki Nurul 2019. Perbedaan Fungsi Paru Pada Pekerja


Berdasarkan Unit Kerja Di Industri Tepung Tapioka Kecamatan
Margoyoso Kabupaten Pati. Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-
Journal). Volume 7 Nomor 1. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Univrsitas Diponegoro

Nisa, Khairun. Sidharti, Liana. dan Adityo, Muhammad Farid. 2015.


Pengaruh Kebiasaan Merokok Terhadap Fungsi Paru Pada
Pegawai Pria Di Gedung Rektorat Universitas Lampung. Volume
5. Nomor 9. Fakultas Kedokteran. Universitas Lampung
45

Nurkhaleda, Bintang. Jayanti, Siswi dan Suroto. 2016. Faktor - Faktor


Yang Berhubungan Dengan Kapasitas Fungsi Paru Pada Pekerja
Pengelasan Di Pt. X Kota Semarang Tahun 2016. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (E-Journal), Volume 4 Nomor 3. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2013


tentang Peta Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok Bagi
Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1077/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara
Dalam Ruang Rumah

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia


Nomor PER.25/MEN/XII/2008 tentang Pedoman Diagnosis Dan
Penilaian Cacat Karena Kecelakaan Akibat Kerja.

Pinugroho, Bintang Setyo. 2017. Hubungan Usia, Lama Paparan Debu,


Penggunaan APD, Kebiasaan Merokok Dengan Gangguan Fungsi
Paru Tenaga Kerja Mebel Di Kec. Kalijambe Sragen. Jurnal
Kesehatan. Volume 10 Nomor 2. Fakultas Ilmu Kesehatan.
Universitas Muhammadiyah. Surakarta.

Putri, Risa Kartika. Yusniar Hanani Darundiati. Nieke Astorina Yunita.


2017. Hubungan Paparan Debu Kayu Terhirup Dengan Gangguan
Fungsi Paru Pada Pekerja Di Industri Mebel Cv. Citra Jepara
Furniture Kabupaten Semarang. Journal Of Chemical Information
And Modeling, Volume 5. Nomor 5. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Diponegoro.

Sholihah, Mardliyatus dan Tualeka, Abdul Rohim 2015. Studi Faal Paru
Dan Kebiasaan Merokok Pada Pekerja Yang Terpapar Debu
Pada Perusahaan Konstruksi Di Surabaya. The Indonesian
Journal Of Occupational Safety And Health, Volume 4(1), 1.

Sudiono, Farida Ardiani. dan Suarnianti. 2018. Pengetahuan Dan Sikap


Keluarga Terhadap Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru Di
RSUD Labuang Baji Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis. Volume 13. Nomor 1. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Nani Hasanuddin. Makassar

Sukbar, Dupai La dan Munandar, Sabril. 2016. Hubungan Aktivitas


Penyelam Dengan Kapasitas Vital Paru Pada Pekerja Nelatan Di
Desa Torobulu Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan
Tahun 2016. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu
Oleo
46

Tambunan, Rainbow. D. Danes, Venetia R. dan Lintong, Fransisca. 2016.


Perbandingan Kapasitas Vital Paru Pada Pelajar Di Dataran
Tinggi Tomohon Dengan Pelajar Di Dataran Rendah Manado.
Jurnal E-Biomedik, Volume 4. Nomor 1.

Windari, Diah. Karimuna, Siti Rabbani, Teguh, Ririn. 2016. Faktor-Faktor


Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja
Bagian Refinery Di PT.Antam TBK UBPN Sultra Tahun 2016.
Fakultas Kesehatan Mayarakat. Universitas Halu Oleo.

Wulandari, Riska. Setiani, Onny dan Dewanti, Nieke Astorina. 2015.


Hubungan Masa Kerja Terhadap Gangguan Fungsi Paru Pada
Petugas Penyapu Jalan Di Protokol 3, 4 Dan 6 Kota Semarang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal), Volume 3. Nomor 3,
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro.

Yuliawati, Ratna. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Pembuat Kasur (Studi
Kasus Di Desa Banjarkerta Karanganyar Purbalingga). Jurnal
Ilmiah Manuntung, Volume 1. Nomor 2. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan. Samarinda

Anda mungkin juga menyukai