BLOK 17
“INFERTILITAS PRIA PASCA INFEKSI COVID 19”
(Case Report: “The Impact of Coronavirus Disease – 2019 on Men
with Pimary Infertility”)
Kelompok 6
Nama: Lutfiah Hafidzah
NIM: 702019019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Bissmillahirrahmanirrahim..
Assalamu’alaikum wr wb.
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan Tugas Pengenalan
Profesi mengenai “INFERTILITAS PRIA PASCA INFEKSI COVID-19” (Case
Report: “The Impact of Coronavirus Disease – 2019 on Men with Pimary
Infertility”). Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
hingga akhir zaman.
Saya menyadari bahwa laporan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) ini jauh
dari sempurna oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna perbaikan di masa mendatang sangat saya harapkan. Dalam
penyelesaian tugas pengenalan profesi ini, saya banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa syukur
atas berkah dan karunia Allah SWT, tak lupa pula saya ucapkan rasa hormat dan
terima kasih kepada Pembimbing saya dr. Ratih Pratiwi, Sp.OG, serta terima kasih
kepada teman-teman seperjuangan dan semua pihak yang terkait.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung saya dan semoga laporan tugas
pengenalan profesi ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Semoga kita selalu dalam perlindungan Allah SWT. Aamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
2.3.7 Diagnosis Infertilitas pada Pria Pasca Infeksi Covid-19............... 22
2.3.8 Tatalaksana Infertilitas .................................................................... 24
2.3.9 Komplikasi Infertilitas ..................................................................... 26
2.3.10 SKDU Infertilitas ........................................................................... 26
BAB III METODELOGI PENELITIAN .......................................................... 27
3.1 Lokasi Pelaksanaan ................................................................................... 27
3.2 Waktu Pelaksanaan ................................................................................... 27
3.3 Subjek Tugas Mandiri .............................................................................. 27
3.4 Alat dan Bahan .......................................................................................... 27
3.5 Langkah Kerja ........................................................................................... 28
BAB IV LAPORAN KASUS DAN PEMBAHASAN........................................27
4.1 Laporan Kasus........................................................................................... 29
4.2 Analisis Laporan Kasus ............................................................................ 32
4.3 Pembahasan Laporan Kasus .................................................................... 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................36
5.1 Kesimpulan.................................................................................................36
5.2 Saran...........................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 38
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Menurut World Health Organization (WHO, 2012) infertilitas adalah
ketidakmampuan untuk hamil, ketidakmampuan mempertahankan kehamilan,
ketidakmampuan untuk membawa kehamilan kepada kelahiran hidup.
Infertilitas dapat bersifat primer dimana pasangan yang gagal untuk
mendapatkan kehamilan sekurang-kurangnya dalam satu tahun berhubungan
seksual secara teratur tanpa kontrasepsi dengan angka kejadian sebanyak
62,0% dan infertilitas sekunder yaitu ketidakmampuan seseorang memiliki
anak atau mempertahankan kehamilannya dengan angka kejadian sebanyak
38,0% (Alhassan et al., 2014).
Permasalahan yang saat ini terkait dengan infertilitas yaitu gangguan
reproduksi yang dapat terjadi pada pria maupun wanita sehingga mengganggu
kesejahteraan fisik, mental dan sosial. Infertilitas yang terjadi seringkali yang
disalahkan adalah kaum wanita yang mempunyai tanggung jawab lebih dalam
kehamilan karena kodrat dan fungsinya sebagai seorang ibu yang mampu
hamil. Padahal fungsi reproduksi sebenarnya bukan hanya milik kaum wanita,
melainkan kaum laki-laki pun memiliki kontribusi yang sama (Demartoto,
2008).
Tugas Pengenalan Profesi (TPP) merupakan suatu tugas individu yang
diberikan secara mandiri pada setiap blok untuk menunjang proses
pembelajaran di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Dalam hal ini penulis akan membahas mengenai penyakit hipertensi pada anak
yang masih menjadi problematika saat ini, maka dalam Tugas Pengenalan
Profesi (TPP) ini akan membahas mengenai berbagai aspek yang berhubungan
dengan kejadian infertilitas pada pria pasca infeksi Covid-19.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, maka telah dapat
ditentukan rumusan masalahnya. Adapun rumusan masalah dari Tugas
Pengenalan Profesi (TPP) Blok 17 ini adalah bagaimana infeksi Covid-19
dapat menyebabkan infertilitas pada pria?
2
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
3
Bagi akademisi untuk menambah bahan kepustakaan, ilmu pengetahuan
dibidang sistem reproduksi dan andrology khususnya mengenai infertiltas
pada pria .
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi
2. Epididimis
Epididimis adalah saluran yang berkelok-kelok dengan panjang sekitar 4-6
meter yang terdiri dari caput, corpus, dan cauda. Di dalam epididimis,
spermatozoa akan matang sehingga menjadi mortil dan fertil. Setelah
melalui epididimis yang merupakan tempat penyimpanan sperma
sementara, sperma akan menuju duktus deferen atau vas deferens.
6
Gambar 2.2 Anatomi testis, epididymis dan vas deferens
Sumber: (Sobotta, 2018)
4. Kelenjar Aksesorius
Kelenjar seks aksesorius terdiri dari sepasang vesikula seminalis, prostat,
dan sepasang kelenjar bulbouretral.
a. Kelenjar Vesikula Seminalis
Kelenjar ini menyumbang 60% total volume semen. Cairan dari vesika
seminalis mempunyai sifat kental kekuning-kuningan dan alkalis
(basa). Cairan ini mengandung mucus, gula fruktosa (sumber energi
bagi sperma), enzim pengkoagulasi, asam askrobat, dan prostaglandin
dan fibrinogen. Fruktosa memiliki fungsi sebagai sumber energi primer
untuk sperma, sedangkan prostaglandin memiliki fungsi merangsang
kontraksi otot polos sehingga memudahkan transfer sperma Saluran
dari masing-masing vesikula seminalis bergabung dengan duktus
deferens pada sisi yang sama untuk membentuk duktus ejakulatorius.
Dengan demikian, sperma dan cairan semen masuk uretra bersama
selama ejakulasi.
b. Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat terletak di bawah dasar vesika urinaria. Kelenjar
7
prostat mengeluarkan cairan basa yang menetralkan sekresi vagina yang
asam, enzim pembekuan, dan fibrinolisin. Kelenjar prostat adalah
kelenjar pensekresi semen cukup besar, mensekresikan secara langsung
melalui saluran-saluran kecil. Cairan ini mempunyai sifat encer seperti
susu dan sedikit asam, serta mengandung enzim antikoagulan
(seminin), sitrat (nutrient bagi sperma). Kelenjar ini merupakan
permasalahan bagi laki-laki yang berumur diatas 40 th keatas, karena
pada umumnya terjadi pembesaran kelenjar prostat (non kanker).
c. Kelenjar Bulbouretralis / Cowper
Kelenjar bulbouretral terletak di dalam otot perineal dan menghasilkan
cairan mukoid untuk pelumas. Kelenjar bulbouretral merupakan
sepasang kelenjar kecil, mensekresikan mukus bening sebelum
ejakulasi, gunanya untuk menetralkan setiap urin asam yang masih
tersisa dalam uretra, juga mengandung enzim spermin (bau khas).
Kadang-kadang cairan ini juga membawa sebagian sperma yang
dibebaskan sebelum terjadinya ejakulasi.
2. Uretra
Uretra merupakan sebuah saluran yang berfungsi sebagai saluran keluaran
urine yang tertampung dari vesika urinaria. Secara anatomis uretra dibagi
menjadi dua bagian, yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria,
8
saluran ini berfungsi juga dalam menyalurkan air mani. Uretra dilengkapi
dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan vesika urinaria
dan uretra, serta terdapat sfingter uretra eksterna yang terletak pada
perbatasan uretra posterior dan anterior. Uretra terdiri dari 4 bagian yaitu
uretra pre-prostatika, uretra prostatika, uretra membranosa, dan uretra
spongiosa.
3. Skrotum
Skrotum merupakan sebuah kantong ekstra abdomen yang berada tepat di
bawah penis. Penurunan testis kedalam skrotum (Decensus testikulorum)
terjadi semenjak didalam kandungan, Suhu testis lebih rendah 2°C dari
suhu tubuh. Dinding skrotum terdiri dari beberapa lapisan antara lain
bagian luar yaitu berupa kulit tipis relatif tanpa bulu, mengandung kelenjar
keringat, bagian tunika dartos yaitu bagian yang melekat pada kulit yaitu
berupa otot halus dan lapisan jaringan keringat serta membran serous yang
merupakan dasar dari dinding skrotum (Snell, 2012).
Fisiologi
2.1.3 Fisiologi Genitalia Maskulina
Testis merupakan sistem reproduksi pria yang memiliki dua fungsi yang
pertama yaitu fungsi reproduksi, dimana testis memproduksi spermatozoa
melalui proses spermatogenesis. Fungsi kedua adalah fungsi hormonal yaitu
dimana sel leydig yang tersebar di jaringan ikat tubulus seminiferus akan
9
dirangsang oleh LH (leutinizing hormone) menghasilkan 25 hormon
testosteron yang penting bagi pertumbuhan dan pembelahan sel – sel
germinal testis pada tahap pertama spermatogenesis dan metabolitnya yaitu
dihidrotestosteron (DHT) yang berfungsi untuk perkembangan seks sekunder
pada pria. Sel sertoli menghasilkan estrogen yang dibentuk dari testorteron
ketika sel ini dirangsang oleh FSH (folicel stimulating hormone), namun
fungsi ini belum jelas.
Fungsi reproduksi pada testis ini tidak terlepas dari pengaruh hormonal
yang diatur melalui mekanisme feed back hormonal aksis hipotalamus –
pituitari – testis. Pengaturan fungsi seksual ini diawali dengan sekresi GnRH
(gonadotropin realizing hormone) oleh hipotalamus. Hormon ini selanjutnya
akan merangsang hipofisis anterior untuk menghasilkan gonadotropin
hormone: leutinizing hormone (LH) atau yang sering disebut dengan
intersitial cell stimulating hormone (ICSH) pada pria dan folicel stimulating
hormone (FSH). Selanjutnya, LH akan merangsang sel leydig untuk
mensekresi testosteron yang berperan sebagai feed back negative terhadap
hipofisis anterior dan hipotalamus serta bertanggung jawab terhadap
perkembangan karakteristik seks sekunder pria. FSH akan merangsang
spermatogenesis. Selain itu FSH juga merangsang sel sertoli untuk
mengahasilkan inhibin sebagai feed back negative terhadap hipofisis anterior
dan hipotalamus (Guyton, 2016).
11
Gambar 2.4 Proses Spermatogenesis
Sumber: (Sherwood, 2018)
15
2.3.3 Faktor Risiko Infertilitas
1. Usia
Usia istri sangat menentukan kehamilan. Dimana, adanya hubungan
terbalik antara bertambahnya usia istri dengan penurunan kemungkinan
untuk mengalami kehamilan. Pada laki-laki seiring bertambahnya waktu,
level testosteron darah akan semakin menurun dan risiko infertil pun
menjadi dua kali lipat pada usia lebih dari 35 tahun dibandingkan dengan
pria dengan usia di bawah 25 tahun. Risiko ini pun menjadi lima kali lipat
pada pria dengan usia di atas 45 tahun.
4. Obesitas
Indeks massa tubuh >29 kg/m2 atau tergolong obesitas terbukti mengalami
keterlambatan kehamilan pada perempuan. Disregulasi endokrin pada
orang dengan obesitas dapat meningkatkan faktor risiko infertilitas baik
pada perempuan maupun laki-laki.
5. Pekerjaan
Pekerja yang setiap harinya terpapar timbal (Pb) mempunyai faktor risiko
lebih tinggi terhadap kejadian infertilitas. Adanya korelasi yang kuat
antara kadar Pb dan Sb dengan perburukan kualitas semen dan korelasi
lemah yang ditunjukan oleh Hg dan Zn. Sedangkan Al, As, Cd, Cr, Cu,
Mn, Mo dan Tl tidak menunjukan korelasi dengan perburukan kualitas
semen. Selain itu juga pria yang terpapar pestisida memiliki kadar
estradiol yang tinggi dan pria yang terpapar pelarut pestisida memiliki
16
kadar LH yang rendah dari pada pria yang tidak terpapar. Efek tersebut
dapat memperbanyak pria dengan infertilitas primer (Olooto, 2012).
6. Obat-obatan
Faktor farmakologi juga memiliki peran dalam faktor risiko terjadinya
infertilitas pada pria, beberapa obat obatan telah teridentifikasi dapat
menyebabkan ganguan pada fertilisasi, beberapa jenis memiliki sifat
antiandrogenik diantaranya adalah: Spironolakton, spiroteron,
ketokonazol, simetidin, golongan tetrasiklin dalam diketahui dapat
menurunkan kadar hormon testosteron hingga 20%. Nitrofurantoin
menghasilkan superoksida dan kumpulan toksin lainnya yang menghambat
spermatogenesis. Sulfalasazine dapat menurunkan motilitas dan densitas
sperma, sedangkan fenitoin mempengaruhi hipofisis dalam mensintesis
FSH (Akbar, 2020).
7. Stress Oksidatif
Stress Oksidatif (OS) karena produk Reactive Oxygen Species (ROS), baik
endogen maupun eksogen melebihi tingkat antioksidan di dalam tubuh.
Molekul-molekul ROS endogen diproduksi di dalam mitokondria.
Penelitian yang difokuskan pada ROS membuktikan bahwa golongan
senyawa-senyawa tersebut dapat mengganggu spermatogenesis dan
morfologi sperma, sehingga fungsi sperma menjadi cacat dan
menyebabkan infertilitas (Utami, 2009).
2. Varikokel
Varikokel adalah pelebaran pembuluh arteri skrotalis. Varikokel dapat
meyebabkan inflamasi pada pembuluh darah testis yang membuat suhu
testis menjadi meningkat sehingga jumlah sperma yang dihasilkan menjadi
sedikit. Disamping itu retensi darah pada varikokel juga dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi darah pada testis yang berakibat kepada
suplay nutrisi yang buruk serta tekanan parsial oksigen yang menurun
sehingga proses spermatogenesis menjadi kurang energy dan adanya
disfungsi endokrin.
3. Kelainan Urogenital
Kelainan urogenital yang dapat menurunkan fertilitas pria contohnya
adalah tidak adanya vas deferens congenital dan obstruksi vas deferens.
18
5. Azoospermia
Azoospermia adalah tidak ditemukan adanya sel sperma dalam semen
yang diejakulasikan laki-laki. Penyebabnya bisa bermacam-macam, namun
secara umum dapat dibagi 2 (dua), yaitu adanya kerusakan pada testis
sehingga testis gagal memproduksi sperma (azoospermia non obstruktif)
dan penyumbatan pada vas deferens sehingga sperma tidak bisa keluar dan
bercampur dengan semen (azoospermia obstruktif).
6. Gangguan Kromosom
Gangguan kromosom bisa diartikan sebagai kehilangan, kelebihan, atau
pembagian materi genetik yang abnormal pada tingkat kromosom.
Gangguan ini dibagi menjadi abnormalitas numerikal dan struktural.
Gangguan kromosom yang struktural bisa muncul sebagai kelainan
kromosom yang tunggal (delesi, duplikasi dan inversi) atau multipel
(translokasi). Kerusakan seringkali muncul selama proses meiosis, dan
menjadi lebih sering ditemukan sebagai faktor penyebab infertilitas
lakilaki (15% azoospermia dan 5% oligozoospermia).
7. Sindrom Klinefelter
Sindrom Klinefelter merupakan kelainan genetik dengan gangguan
kromosom yang paling sering ditemukan, terhitung sekitar 14% dari
keseluruhan kasus. Gejalanya dikenal dengan trias klinik yaitu testis yang
kecil, azoospermia dan disertai dengan ginekomastia. Fenotipnya
bervariasi mulai dari lakilaki normal, laki-laki dengan virilisasi, sampai
pada laki-laki dengan defsiensi androgen. Gambaran histologi testis
memperlihatkan hialinisasi tubulus seminiferus dengan hiperplasia sel
Leydig.
8. Sindrom Kallman
Selain sindrom Klinefelter, sindrom ke-2 yang erat kaitannya dengan
azoospermia adalah sindrom kallman. Gejala sindrom kallmann. terdiri
atas hipogonadisme hipogonadotropin kongenital, disertai dengan
anosmia.
9. Mikrodelesi kromosom Y
Mikrodelesi kromosom Y merupakan salah satu penyebab infertilitas laki-
19
laki yang dapat diturunkan kepada anak laki-laki, oleh karena itu
pemeriksaan mikrodelesi kromosom Y telah dimasukkan bersama-sama.
10. Keganasan
Keganasan yang dapat menurunkan fertilitas adalah tumor testis, limfoma,
leukemia, dan sarcoma.
11. Infeksi
Selain dari kelainan genetik, kelainan kongenital, dan penyakit lainnya
yang menjadi etiologi infertilitas pada pria yaitu infeksi baik itu infeksi
sistemik yang menjalar ke di organ genitalia pria maupun infeksi primer
pada organ genitalia sendiri. Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan
infertile antara lain Orchitis, prostatitis, infeksi saluran kemih, hingga
penyakit menular seksual, seperti HIV, gonore, dan sifilis. Penelitian
terbaru menunjukan angka kejadian infertile ada yang dilatarbelakangi
oleh Riwayat infeksi Covid-19 (Larasati, 2017).
20
urinaria yang mengakibatkan komposisi sperma terganggu (Fatmawati,
2019).
Secara umum saat terjadi infertilitas dapat terjadi perubahan anatomi
dan fisiologi dari organ reproduksi pria. Jika faktor predisposisinya
merupakan suatu infeksi sistemik yang dapat menyebar secara hematogen dan
limfogen ke testis akan menyebabkan peradangan pada testis (Orchitis) hal ini
jika tidak ditatalaksana dengan baik dapat menyebabkan atrofi testis yang
merupakan perubahan anatomi pada testis dari ukuran testis normal menjadi
lebih kecil dikarenakan terjadinya atrofi yang membuat sel dan jaringan tidak
berkembang. Selain itu juga karena perubahan anatomi testis yang mengecil
maka fungsi dari testis juga ikut menurun. Saat dilakukan analisis semen pada
pasien infertilitas temuan yang biasanya ditemukan adalah kelainan pada
sperma seperti aspermia, azoospermia, hypospermia, hyperspermia,
oligozoospermia, asthenozoospermia, teratozoospermia, necrozoospermia,
leucospermia, haemospermia, hal tersebut dapat terjadi karena adanya
gangguan dari proses spermatogenesis dan hormone yang mempengaruhinya
(Wirawati, 2018).
Dalam subbab ini akan dibahas mengenai patofisiologi infertilitas yang
disebabkan oleh infeksi Covid-19 yang infeksinya dapat menyebabkan
peradangan pada testis sehingga terjadi orchitis yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya infertilitas pada pria. Proses invasi SARS-CoV-2 dimulai
saat fusi sel inang virus difasilitasi oleh glikoprotein dan terjadi lonjakan
virus SARS-CoV-2, reseptor angiotensin-conventing enzyme 2 (ACE2) dan
transmembrane serine protease 2 (TMPRSS2) pada permukaan sel inang.
Protein S bertanggung jawab atas invasi SARS-CoV-2 pada manusia. Secara
khusus, TMPRSS2, yang terletak di permukaan sel inang, membelah protein
S menjadi dua subunit (subunit S1 dan S2) ketika protein S berikatan dengan
reseptornya ACE2, sehingga mendorong endositosis, translasi, dan replikasi
virus (Li, 2020). Mekanisme masuknya SARS- CoV-2 adalah melalui
pengikatan ligan virus SARS-CoV-2 Spike protein (S-protein) dan reseptor
ACE2 inang. Protein S kemudian dipecah oleh koreseptor serin protease
TMPRSS2, yang menyebabkan fusi membran antara virus dan sel
(Alexander, 2022). Kadar ACE2 pada pria lebih tinggi daripada wanita,
sehingga tingkat ACE2/TMPRSS2 yang lebih tinggi ditransmisikan dalam
21
organ tertentu pada pria yaitu organ reproduksi (Li, 2022). Testis
mengekspresikan reseptor ACE2 tingkat tinggi pada spermatogonia, tubulus
seminiferus, Sertoli, dan sel Leydig. ACE2 memiliki peran regulasi dalam
sistem reproduksi pria, yaitu dalam modulasi steroidogenesis pembentukan
hormone steroid termasuk hormone testosterone yang penting untuk
spermatogenesis. Selain itu, reseptor ACE2 dianggap berperan dalam
kesuburan karena secara tidak langsung mempengaruhi spermatogenesis
(Alexander, 2022).
Infeksi virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19 dapat
menyebabkan spermatogonia meningkatkan ekspresi dalam sel Leydig dan
Sertoli dengan reseptor angiotensin-converting enzyme 2 dan memicu
respons inflamasi autoimun. Respon inflamasi dari peradanagn Covid-19
terjadi secara sistemik di seluruh tubuh termasuk juga dapat menyebabkan
komplikasi pada organ reproduksi. Orkitis autoimun mengganggu sawar
darah testis dan mengganggu keseimbangan oksigen reaktif sehingga dapat
terjadi stress oksidatif. Stres oksidatif mengganggu morfologi sperma dan
struktur akrosom dan menyebabkan kerusakan pada asam deoksiribonukleat
(DNA) sperma. Peningkatan simultan dari potensi reduksi oksidatif (ORP),
CRP, dan indeks fragmentasi DNA sperma (SDFI) tampaknya mendukung
Orkitis Autoimun COVID-19. Pada Infeksi Covid-19 dapat terjadi
peningkatan CRP dan dapat berdampak negatif pada fungsi testis serta
aktivitas spermatogenetic (Salvarci, 2021). Demam merupakan manifestasi
klinis tertinggi yang dialami oleh penderita infeksi termasuk juga Covid-19,
jika suhu tubuh meningkat satu derajat maka pengaturan suhu di skrotum
terganggu. Dengan demikian, jumlah dan/atau motilitas sperma berkurang
saat periode febris saat inflamasi. Infertilitas permanen dapat terjadi jika
penderita orchitis tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat (Marissa,
2014).
22
diderita pasien. Dalam beberapa kasus, masalah mendasar seperti kelainan
bawaan, ketidakseimbangan hormon, pelebaran pembuluh darah di sekitar
testis atau kondisi yang menghalangi jalannya sperma menyebabkan tanda
dan gejala. Berikut ini merupakan manifestasi klinis yang dapat muncul pada
kasus infertilitas pada pria:
1. Masalah dengan fungsi seksual antara lain, kesulitan ejakulasi, ejakulasi
dini, atau volume cairan ejakulasi yang sedikit, hasrat seksual berkurang,
atau kesulitan mempertahankan ereksi (disfungsi ereksi)
2. Payudara membesar pada laki-laki (ginekomastia)
3. Nyeri, bengkak, atau benjolan di area testis biasanya terjadi pada orchitis
4. Infeksi saluran pernapasan berulang, dalam hal ini dapat berupa infeksi
Covid-19 yang menyerang saluras respirasi
5. Perubahan tanda seks sekunder seperti penurunan pertumbuhan rambut
wajah atau tubuh atau tanda-tanda lain dari kelainan kromosom atau
hormonal
6. Jumlah sperma yang lebih rendah dari normal (kurang dari 15 juta sperma
per mililiter air mani atau jumlah sperma total kurang dari 39 juta per
ejakulasi) (Mayo, 2021).
23
payudara yang tidak normal, dan penurunan rambut tubuh
- Menanyakan seputar kebiasaan dan lifestyle: merokok, alcoholic,
obat-obatan steroid anabolic dan narkoba.
- Menanyakan riwayat penyakit terdahuku dan pengobatan seperti
infeksi pada organ reproduksi dan saluran pernafasan, Infeksi
urinarius, sexually transmitted diseases, orkitis yang disebabkan
virus, penyakit ginjal, diabetes, pengobatan dengan radioterapi, dan
pembedahan
- Menanyakan pekerjaan pasien, apakah dalam pekerjaannya
terpapar bahan kimia aktif, bahan tambang seperti timbal, pestisida
yang dapat menganggu kesuburan pria.
- Menanyakan riwayat infertilitas pada keluarga.
b. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi : melihat penampilan pasien, apakah tampak feminin atau
seperti orang yang telah dikebiri (orang kasim atau eunuchoidism)
yaitu badannya tumbuh besar, pertumbuhan rambut pada ketiak,
pubis, dan badan sangat jarang, dan organ genitalia ukurannya
kecil.
- Palpasi: untuk menilai apakah ada benjolan, nyeri tekan skrotum,
atau pembengkakan, yang mungkin menunjukkan patologi testis
atau epididimis. Testis yang normal berdiameter lebih dari 4 cm
dengan konsistensi yang keras. Testis kecil dan ginekomastia
menunjukkan kemungkinan sindrom Klinefelter (kariotipe XXY).
Tidak adanya satu atau kedua testis menunjukkan kriptorkismus.
- Rectal toucher: Menilai pembesaran/nyeri pada prostat, keadaan
vesikula seminalis dan reflek bulbocavernosus (Amelia, 2019).
c. Pemeriksaan Penunjang
- USG: ultrasonografi doppler guna membantu mencari adanya
varikokel, vasografi untuk menilai patensi saluran vas
deferens/duktus ejakulatorius, dan ultrasonografi transrektal untuk
mencari keberadaan vesikula seminaalis.
- Pemeriksaan Hormon: untuk menilai fungsi sumbu hipotalamus-
24
hipofisis-gonad (FSH, LH, testosteron, dan prolaktin), uji fungsi
sperma, biopsi testis, dan beberapa pemeriksaan imunologik yang
mungkin diperlukan untuk membantu mencari penyebab
infertilitaas.
- Pemeriksaan analisis semen: dilakukan setelah 2-3 hari pasangan
suami istri menjalani abstinensi (tidak berhubungan seksual).
Contoh ejakulat ditampung di dalam tabung yang tidak
mengandung spermisidal dan paling lambat analisis dilakukan 2
jam setelah ejakulasi. Pada pemeriksaan ini dihitung beberapa
parameter, antara lain: volume ejakulat, jumlah (konsentrasi)
sperma, motilitas, dan morfologinya.
2. Diagnosis Banding
• Infertilitas et causa infeksi
• Infertilitas primer
• Infertilitas sekunder
• Azoospermia
25
2.3.8 Tatalaksana
1. Terapi Hormonal
Tatalaksana hormonal khusus tersedia untuk pria yang infertilitasnya
disebabkan dari hipogonadisme hipogonadotropik, yaitu, dari kelainan
hipofisis/ hipotalamus di mana kelenjar hipofisis tidak melepaskan hormon
gonadotropik yang merangsang testis mengeluarkan sperma. Jika
hipogonadotropik hasil hipogonadisme dari hiperprolaktinemia
(peningkatan kadar prolaktin), hipogonadisme dapat di lakukan
pengobatan dan kesuburan dapat dipulihkan dengan menurunkan
konsentrasi prolaktin serum. Jika hiperprolaktinemia dihasilkan dari suatu
obat, obat itu harus dihentikan. Jika hasil hiperprolaktinemia berasal dari
tumor hipofisis setelah dilakukan pemeriksaan pencitraan resonansi
magnetik, adenoma dapat diobati dengan agonis dopamin, seperti
cabergoline atau bromocriptine
2. Penghapusan Agen Gonadotoxic
Berbagai macam zat kimia dapat memengaruhi kualitas atau kuantitas
sperma, termasuk obat-obatan. Maka dari itu harus dihentikan.
3. Terapi hCG
Pengobatan dengan Human Chorionic Gonadotropin dan Human
Menopausal Gonadotropin Pria yang memiliki hipogonadisme
hipogonadotropik karena penyakit hipotalamus dapat diobati dengan
hormon pelepas gonadotropin (GnRH). Pengobatan dimulai dengan human
chorionic gonadotropin (hCG), 1500 hingga 2000 IU tiga kali per minggu
secara subkutan atau intramuskular selama setidaknya 6 bulan.
4. Terapi infeksi
Pengobatan Infeksi Genital Pria yang tidak subur jarang mengalami gejala
atau tanda infeksi genital akut atau prostatitis, tetapi kadang-kadang
didiagnosis memiliki infeksi saluran urogenital dengan adanya
peningkatan leukosit dalam air mani. Sayangnya, mikrorganisme spesifik
jarang diidentifikasi. Tidak jelas apakah leukospermia berperan sebagai
patogen dalam infertilitas atau bukan. Terdapatnya leukosit dapat
menurunkan kapasitas fungsional sperma dengan pelepasan Reactive
Oxygen Species (ROS). Terapi kedua biasanya diberikan jika leukosit
bertahan dalam semen setelah antibiotik (Amelia, 2019).
26
5. Vasovasostomi dan Vasoepididymistomy
Ini adalah prosedur bedah mikro tingkat lanjut yang dilakukan pada pria
dengan azoospermia obstruktif karena epididimis bilateral atau obstruksi
vasal. Hal ini mungkin terlihat jelas pada pasien yang menjalani operasi
vasektomi bilateral, tetapi pada pasien lain, azoospermia obstruktif
ditandai dengan tidak ditemukannya sperma dalam air mani bersama
dengan ukuran testis normal dan kadar hormon (Leslie, dkk 2022)
6. Pengobatan Antibody Sperma
Prednison dosis tinggi terus menerus atau intermiten hingga 6 bulan telah
menunjukkan dalam placebo-control trials untuk meningkatkan kehamilan
secara signifikan (Amelia, 2019).
7. Terapi Empiris
Rekomendasi lain yang sering dibuat untuk pria infertil adalah untuk
memakai celana boxer tidak seperti joki pacuan kuda dan tidak mandi air
panas. Alasannya adalah bahwa peningkatan suhu skrotum dapat
mengganggu produksi sperma (Jungwirth, 2015).
8. Teknik Reproduksi Berbantuan (Assisted Reproductive Techniques; ART)
IUI terdiri dari mencuci spesimen semen ejakulasi untuk menghilangkan
prostaglandin, meningkatkan konsentrasi sperma dalam volume kecil pada
media kultur, dan menyuntikkan suspensi sperma langsung ke dalam
rongga rahim menggunakan kateter kecil melalui leher rahim. Inseminasi
ini dilakukan sebelum ovulasi (Gardner, 2018).
27
2.3.10 SKDU Infertilitas
3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter
mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali
dari rujukan (KKI, 2019).
28
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
29
3.5 Langkah-Langkah Kerja
Langkah kerja yang dilakukan adalah:
1. Melakukan studi literatur dengan cara membaca jurnal dan textbook terkait
topic tugas pengenalan profesi.
2. Membuat laporan (Case report dan makalah) Tugas Pengenalan Profesi
3. Konsultasi kepada pembimbing tutorial Tugas Pengenalan Profesi.
4. Melakukan perbaikan (Revisi) jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam
pembuatan Tugas Pengenalan Profesi
30
BAB IV
31
Penurunan volume testis tercatat di kedua testis dan terutama di testis
kiri dengan pemeriksaan Doppler dengan ekogenisitas yang tinggi. Pada
gambar 2 terdapat gambaran peningkatan aliran darah testis kiri. Hasil
analisis semen konsisten dengan level sebelum Covid-19 dari hari ke 45
hingga 108. Tidak ada perubahan yang terjadi pada nilai gonadotropik dan
prolaktin pada hari ke 46 hingga 90 sebelumnya dan setelah Covid-19.
Namun, penurunan diamati pada kadar hipogonadisme testosteron total (TT)
pada hari ke 90 sampai 108. Pasien tidak merasakan nyeri pada testis
kanannya pada hari ke 108 selama tindak lanjut, tetapi rasa sakit di testis
kirinya berlanjut. Kemudian dilakukan pemeriksaan USG Kembali pada
pasien dan di dapatkan hasil penurunan volume testis kiri dan ekogenisitas
testis kirinya masih meningkat. Pengurangan volume di testis kanan dan kiri
terjadi sebagai 15,9/mm3 (29,9/14 mm3, 53,17%) dan 16,5/mm3 (28,7/12,2
mm3, 57,78%), masing-masing dari hari ke 49 hingga 108. Kerugian
permanen yang dialami pasien adalah gangguan motilitas sperma dalam
analisis semen pada hari 108 (Tabel 1). Dalam kasus ini selain keluhan
mengenai masalah di organ reproduksi yang diperparah oleh Covid-19, pasien
juga sedang dalam program kehamilan Bersama istrinya. Injeksi sperma
intracytoplasmic (ICSI) dilakukan pada hari ke 90. Pemindahan embrio
dilakukan pada hari ke-95 dan kehamilan terdeteksi dalam darah pada hari ke-
113. Saat dilakukan USG pada istrinya kantung kehamilan dan denyut janin
diamati pada hari ke 131 setelah Covid-19. Saat ini usia kehamilannya 8
minggu.
karena COVID-19
32
Gambar 2. Peningkatan ekogenisitas pada testis kanan/kiri dan peningkatan
aliran darah pada testis kiri pada pemeriksaan Doppler warna skrotum pada
hari ke-75 setelah COVID-19
33
4.2 Analisis Laporan Kasus
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. X
Usia : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
2. Anamnesis
a. Keluhan Utama:
Demam 3 hari yang lalu dan setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium
analisis semen terdapat hasil yang abnormal pada kesuburannya.
b. Keluhan Tambahan:
Nyeri pada testis (Orchialgia) dan terdapat penurunan volume testis serta
peningkatan tekanan darah pada testis sebelah kiri .
3. Pemeriksaan Laboratorium
Terlampir pada tabel
4. Pemeriksaan Penunjang
USG: Penurunan volume testis kanan dan kiri.
34
4.3 Pembahasan Laporan Kasus
36
Kesimpulannya, secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan bahwa
sistem reproduksi laki-laki lebih rentan terhadap Covid-19, seperti yang
ditunjukkan oleh disfungsi spermatogenik dengan penurunan yang signifikan
dalam jumlah sperma pada pasien Covid-19, bersama dengan respons imun di
testis dan epididimis. Hal ini menyiratkan untuk mementingkan penerapan
perawatan lebih lanjut dalam kesehatan reproduksi pada pria yang terinfeksi
Covid-19.
37
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Organ genitalia pria dibedakan menjadi organ genitalia interna dan organ
genitalia eksterna. Organ genitalia interna terdiri dari testis, epididimis,
duktus deferen, funiculus spermaticus, dan kelenjar seks tambahan. Organ
genitalia eksterna terdiri dari penis, uretra, dan skrotum.
2. Covid-19 merupakan suatu penyakit yang di sebabkan oleh infeksi Virus
SARS-CoV-2 yang merupakan jenis Coronavirus, jenis baru yang
menyebabkan pandemi hampir diseluruh dunia. Gejala klinis yang paling
sering terjadi pada pasien Covid-19 yaitu demam, batuk, myalgia atau nyeri
otot, produksi sputum, sakit kepala, batuk darah, diare dan dyspnea atau
henti nafas.
3. Definisi dari Infertilitas merupakan suatu keadaan yang menyebabkan
kegagalan konsepsi pada pasangan yang telah menikah lebih dari satu
tahun, yang tidak menghasilkan keturunan meskipun tidak mengikuti
program keluarga berencana.
4. Epidemiologi infertilitas menurut World Health Organization bahwa
sekitar 50-80 juta pasangan infertil di dunia. Di dunia sekitar 2 juta
pasangan infertil meningkat setiap tahunnya. Diperkirakan pada tahun 2025
prevalensi infertile dapat mencapai 7,7 juta.
5. Faktor Risiko Infertilitas antara lain usia, frekuensi Hubungan Seksual,
pola hidup (alkohol dan merokok), obesitas, pekerjaan yang terpapar bahan
kimia, obat-obatan, dan stress Oksidatif.
6. Etiologi infertilitas pada pria dapat disebabkan karena kelainan anatomis
sperma, endokrinopati, masalah imunologis, kegagalan ejakulasi, dan
pajanan dari lingkungan (radiasi, kemoterapi), mutasi gen, aneuploidi,
varicocele, infeksi saluran genital, dan disfungsi erektil. Sekitar setengah
dari pasien infertilitas mempunyai penyebab yang tidak jelas dan kasus ini
didiagnosis sebagai infertilitas idiopatik
7. Patofisiologi nya adalah Covid-19 dapat menyebabkan spermatogonia
meningkatkan ekspresi dalam sel leydig dan sertoli dengan reseptor enzim
38
pengubah Angiotensin-2 dan memicu autoimun respon inflamasi. Prediksi
ini didasarkan pada proteomic analisis sel-sel yang menunjukkan bahwa
virus Covid-19 memiliki reseptor yang diperlukan untuk mendukung
respons angiotensin, termasuk ACE2 yang menjadi pintu masuk seluler
untuk infeksi virus corona. Karena sistem angiotensin diketahui
memainkan peran penting dalam pemeliharaan viabilitas dan fungsi
sperma, baik itu mengganggu proses spermatogenesis, kualitas sperma dan
jumlah sperma itu sendiri.
8. Cara mendiagnosis infertile et causa Covid-19 dengan cara anamnesis
gejala klinis yang dialami pasien, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang seperti analisis semen, USG, biopsi testis, pemeriksaan hormon,
skrining genetic dan pemeriksaan imunology .
9. Tatalaksana infertilitas pada pria dapat digunakan terapi hormonal,
penghapusan agen gonadotoxic, terapi hcg, terapi infeksi diberikan
antibiotik, vasovasostomi dan vasoepididymistomy, pengobatan antibody
sperma, terapi empiris, dan teknik reproduksi berbantuan (assisted
reproductive techniques; ART)
10. Komplikasi dari kasus infertile dapat berupa gangguang psikologis karena
tekanan dari lingkungan social.
11. SKDU pada kasus infertilitas adalah level kompetensi 3A.
5.2 Saran
39
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, L., & Rahmanisa, S. 2019. Evaluasi Dan Manajemen Infertilitas Pria. JIMKI:
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia, 7(2), 105-114.
Eisenberg ML. 2020. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) and men’s reproductive
health. Fertil Steril (In press)
Gardner D, Shoham Z. 2018. The Boston IVF Handbook of Infertility. Boca Raton: CRC
Press; 115–29 p.
Hall JE. 2016. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 13th ed. Philadelphia
(PA): Elsevier, Inc.
Handayani D, Hadi D.R, Isbaniah F, Burhan E, Agustin H. 2020. Penyakit Virus Corona
2019. Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jurnal Respirologi Indo, Vol. 40 No. 2
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). 2019. Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter
Indonesia.
Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. 2017. Buku Ajar Patofisiologi (Professional
Guide to Pathophysiology. Jakarta: EGC.
Larasati, M. D., & Lestari, S. W. 2017. Azoospermia: Suatu Tinjauan Genomik. eJournal
Kedokteran Indonesia, 5(2).
Li, H., Xiao, X., Zhang, J., Zafar, M. I., Wu, C., Long, Y., ... & Xiong, C. 2020. Impaired
spermatogenesis in COVID-19 patients. EClinicalMedicine, 28, 100604.
40
Lu R, Zhao X, Li J, Niu P, Yang B, Wu H, et al. 2020. Genomic characterisation and
epidemiology of 2019 novel coronavirus: implications for virus origins and
receptor binding. Lancet.
Olooto, W. E. 2012. Infertility in male; risk factors, causes and management-A review. J
Microbiol Biotechnol Res, 2(4), 641-645.
Paulsen, F dan Waschake J. 2018. Sobotta: Atlas Aantomi Manusia, Anatomi Umum dan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Purnomo, Basuki B. 2012. Dasar-dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Seto
Reproduksi, H. E., Indonesia, F., Indonesia, P. F. I. V., Indonesia, I. A. U., Obstetri, P., &
Indonesia, G. 2013. Konsensus Penanganan Infertilitas. Edited by A. Hestiantoro
et al.
Salvarci, A., Gurbuz, A. S., & Ali, F. (2021). The Impact of Coronavirus Disease-2019
on Men with Primary Infertility: Case Report. Journal of Urological
Surgery, 8(4), 306-309.
Sherwood L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Sohrabvand, F., Jafari, M., Shariat, M., Haghollahi, F., & Lotfi, M. 2015. Frequency and
epidemiologic aspects of male infertility. SID Original Article
Snell, R. S. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih bahasakan oleh Sugarto L.
Jakarta:EGC.
41
Susilo, A., et al. 2020. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia, Vol. 7, No. 1
Utami, S. 2009. Etiologi infertilitas pada pria akibat dari mutasi DNA mitokondria
(mtDNA). Maranatha Journal of Medicine and Health, 9(1), 150489.
World Health Organization (WHO). 2020. Naming the coronavirus disease (COVID-19)
and the virus that causes it.
42
CASE REPORT
Andrology Doi: 10.4274/jus.galenos.2021.2021.0034
Journal of Urological Surgery, 2021;8(4):306-309
Abstract
At present, the world is faced with the coronavirus disease-2019 (COVID-19) threat caused by another novel coronavirus, the severe acute respiratory
syndrome coronavirus 2. A 29-year-old patient diagnosed with primary infertility had COVID-19. Temporary severe oligo-astheno-teratozoospermia
was observed in the long term; however, permanent losses occurred in rapid progressive sperms. His total testosterone level and total motile
sperm count were permanently reduced. Permanent reductions occurred in his testicular volumes. But semen analysis values before COVID-19 was
observed again. Pregnancy with intra cytoplasmic sperm injection was achieved with a high fertilization rate.
Keywords: COVID-19, infertility, pregnancy
Correspondence: Ahmet Salvarci MD, Novafertile and Medicana Hospital IVF Centers, Medicana Hospital Affiliated with KTO Medical Faculty, Department of
Urology, Konya, Turkiye
Phone: +90 332 321 51 51 E-mail: drsalvarci@hotmail.com ORCID-ID: orcid.org/0000-0002-5231-2415
Received: 03.03.2021 Accepted: 14.05.2021
Cite this article as: Salvarci A, Gurbuz AS, Ali F. The Impact of Coronavirus Disease-2019 on Men with Primary Infertility: Case Report.
J Urol Surg 2021;8(4):306-316.
©Copyright 2021 by the Association of Urological Surgery / Journal of Urological Surgery published by Galenos Publishing House.
306
Journal of Urological Surgery,
2021;8(4):306-316 Salvarci et al. COVID-19 and Infertility
Table 1. Chronological list evaluating the results before and after COVID-19
2020-2021 22.01 23.01 01.06 19.09 11.10 14.10.2020 3.11 4.11 7.11 18.11/3.12 18.12 19- 4.1.2021 17.1.2021
year 23/2021
Before Before Before Days Day 22 Day 25 Day 45 Day 46 Day 49 Days Day 90 Day Day 108 Day 113
1,10,18 60,75 91-95
FSH mIU/L 2.42 2.6 2.98 2.7
LH mIU/L 5.46 4.04 3.74 3.93
PRL mIU/L 15.77 8.53 14.22 9.66
E2 pg/mL 48.2 33.49
TT ng/dL 303.57 395.26 216.44 173.89
Volume/mL 5 4 3.5 4 5.2 3.6
Number/mL 2.7x106 7x106 0.6x106 4x106 8x106 9x106
Total count 13.5x106 28x106 2.1x106 16x106 41x106 32.4x106
Rapidly 24 32 0 0 0 0
progressive
%
Slowly 0 12 0 0 13 33
progressive
%
In situ 10 56 4 7 0 0
motile %
Immotile % 66 44 96 93 87 67
Kruger 1 1 0 1 1 1
normal %
TMSC 2.7x106 15.7x106 0.084x106 1.12x106 5.33x106 3.85x106
Rigth testis/ 29.9, 29.9, echo 23.3, 21.3, 14, echo
mm3 echo N N echo↑, echo↑, N,
volume volume↓ volume↓
↓
Left testis/ 28.9, 28.9, echo 16.4, 15.7, 12.2,
mm3 echo N N echo↑, echo↑, still high
volume↓ blood echo,
flow↑, volume↓
volume↓
Varicocele 2 mm, 2 mm 2 mm
reflux reflux (+) reflux (+)
(+)
Rigth W-B 0 0 0 0 2 or 4 2 or 4 2 or 4 2 or 4 2 or 4 8 0 Absent
Left W-B 0 0 0 0 4 4 4 4 4 10 0 2
qRT-PCR for Positive Negative Negative
COVID-19
CRP mg/L
5.62 9.77 37.9 2.9 0.1
ORP/mV/106
0.98 3.76 2.45 1.89 1.1
sperm/mL
SDFI 8 22 26 11 8
(TUNEL)
ICSI
ICSI day Embryo
transfer
Time-
42.9±27.88 Pregnant
lapse/h,
division
Complete
N
N N
N
urine
SPSS 27.0
program
COVID-19: Coronavirus disease-2019, FSH: Follicle-stimulating hormone, LH: Luteinizing hormone, TT: Total testosterone, PRL: Prolactin, E2: Estradiol, LT: Liquefaction time, ICSI: Intracytoplasmic sperm injection,
TMSC: Total motile sperm count, Wong-Baker (W-B) Face pain rating scale; 0 no hurt, 2 hurts little bit, 4 hurts little more, 6 hurts even more, 8 hurts whole lot, 10 hurts worst, qRT-PCR: Quantitative reverse
transcriptase-polymerase chain reaction, CRP C-reactive protein, SDFI: Sperm DNA fragmentation, Time-lapse the system for monitoring early embryo morphokinetics development, ß HCG shows pregnancy value in
blood. The embryo is checked on the 12th day following the transfer. It indicates pregnancy between 5-50 mIU/mL in the first three weeks. TUNEL: The terminal deoxynucleotidyl transferase-mediated deoxyuridine
triphosphate-nick end labeling (TUNEL) assay, ORB: Oxidation-reduction potential (An ORB cut-off value of <1.42 mV/106 sperm/mL was regarded normal), N normal↓ decreased, ↑increased
307
Journal of Urological Surgery,
2021;8(4):306-316 Salvarci et al. COVID-19 and Infertility
Discussion
It was claimed that SARS-CoV-2 causes spermatogonia and
increases expression in Leydig and Sertoli cells with angiotensin-
converting enzyme 2 receptors and triggers an autoimmune
inflammatory response (4). Autoimmune orchitis disrupts
the testicular-blood barrier (3,4). This disrupts the balance of
reactive oxygen species. The oxidative stress disrupts sperm
morphology and acrosome structure and leads to damage in
sperm deoxyribonucleic acid (DNA). Simultaneous elevation
Figure 1. Testicles with elevated echogenicity on day 49 due to COVID-19 of oxidative reduction potential (ORP), CRP, and sperm DNA
COVID-19: Coronavirus disease-2019 fragmentation index (SDFI) seemed to support COVID-19
autoimmune orchitis. Interestingly, normalization was observed
in all three values towards day 108. We saw high-quality
sperms with acrosome and high motility and cytoplasmic
integrity, in which we detected the nuclei in intracytoplasmic
morphologically selected sperm injection (IMSI). We observed
embryo formations of 2PN (pronucleus) quality in our
morphokinetic follow-ups in time-lapse on day 5. CRP elevations
may negatively impact testicular functions and spermatogenetic
activity (4). CRP elevation, severe orchialgia, and increase in
testicular echogenicity were observed on days 66 to 75, whereas
Figure 2. Elevated echogenicity in the right/left testes and elevated blood
a volume reduction was noted in the testes compared to day
flow in the left testis under scrotal color Doppler on day 75 after COVID-19
49 (Figure 1, 2). Even if the body temperature increases by one
COVID-19: Coronavirus disease-2019
degree, the regulation of the scrotal temperature is disrupted.
epididymitis orchitis swelling was observed. The patient’s white Thus, sperm count and/or motility is/are reduced (5). This leads
blood cell count was (12.600/μL) with lymphocytopenia (724/μL). to a modification in the sperm DNA integrity (5). A minimum of
A reduction in testicular volumes was noted in both testes and 3 months may be required to normalize these parameters (6).
particularly in the left testis under Doppler. The echogenicity was
Therefore, assisted reproductive approaches are recommended
elevated. The left testicular blood flow was observed to increase
to be postponed for at least 3 months in men who have
(Figure 2). The semen values were consistent with the levels
COVID-19 with fever (6). COVID-19 was reported to promote
before COVID-19 from days 45 to 108. No changes occurred in
the negative impact of testosterone (7). Severe scrotal pain,
the gonadotropic and prolactin values on days 46 to 90 before
elevation in testicular echogenicity, reduction in their volume,
and after COVID-19; however, a decrease was observed in the
and a TT reduction signaling hypogonadism on days 90 through
total testosterone (TT) hypogonadism level on days 90 to 108.
108 were observed in our 3-month follow-up.
The patient had no pain in his right testis on day 108 during his
follow-up, but the pain in his left testis persisted. A decrease Despite being temporary, an elevation in CRP and ORP, high
was observed in the testicular volumes under ultrasound. His left fever, and transiently rising SDFI levels were observed in the male
testicular echogenicity was still elevated. The volume reduction patient with COVID-19. A severe reduction occurred in transient
in the right and left testes occurred as 15.9/mm3 (29.9/14 mm3, total sperm count, whereas a permanent reduction was noted in
53.17%) and 16.5/mm3 (28.7/12.2 mm3, 57.78%), respectively total motile sperm count levels. Testicular pain that developed
from days 49 to 108. Permanent losses were noted in rapidly after COVID-19 persisted for a long time. Most importantly, a
progressive and in situ motile sperms in the semen analyses on permanent reduction occurred in testicular volumes. High-
day 108 (Table 1). An intracytoplasmic sperm injection (ICSI) quality sperms were detected in IMSI. A high fertilization rate
was performed on day 90. Embryo transfer was carried out on was achieved. Embryo morphokinetics was normal at time-
day 95 and pregnancy was detected in the blood on day 113. lapse. Despite debated changes associated with COVID-19 in a
Ultrasonographic gestational sac and fetal pulses were observed male patient with primary infertility, ICSI that was performed 3
on day 131 after COVID-19. A healthy pregnancy of 8 weeks is months after the disease resulted in pregnancy.
308
Journal of Urological Surgery,
2021;8(4):306-316 Salvarci et al. COVID-19 and Infertility
Search: A.S., A.S.G., F.A., Writing: A.S. 6. Carlsen E, Andersson AM, Petersen JH, Skakkebaek NE. History of febrile
illness and variation in semen quality. Hum Reprod 2003;18:2089-2092.
Conflict of Interest: No conflict of interest was declared by the 7. Pozzilli P, Lenzi A. Commentary: Testosterone, a key hormone in the
authors. context of COVID-19 pandemic. Metabolism: Clinical and Experimental
2020;108:154252.
Financial Disclosure: The authors declared that this study
received no financial support.
References
1. Xu J, Zhao S, Teng T, Abdalla AE, Zhu W, Xie L, Wang Y, Guo X. Systematic
Comparison of Two Animal-to-Human Transmitted Human Coronaviruses:
SARS-CoV-2 and SARS-CoV. Viruses 2020;12:244.
309