Anda di halaman 1dari 50

TUGAS PENGENALAN PROFESI

BLOK 17
“INFERTILITAS PRIA PASCA INFEKSI COVID 19”
(Case Report: “The Impact of Coronavirus Disease – 2019 on Men
with Pimary Infertility”)

Pembimbing: dr. Ratih Pratiwi, Sp.OG

Kelompok 6
Nama: Lutfiah Hafidzah
NIM: 702019019

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahim..
Assalamu’alaikum wr wb.
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan Tugas Pengenalan
Profesi mengenai “INFERTILITAS PRIA PASCA INFEKSI COVID-19” (Case
Report: “The Impact of Coronavirus Disease – 2019 on Men with Pimary
Infertility”). Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
hingga akhir zaman.

Saya menyadari bahwa laporan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) ini jauh
dari sempurna oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna perbaikan di masa mendatang sangat saya harapkan. Dalam
penyelesaian tugas pengenalan profesi ini, saya banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa syukur
atas berkah dan karunia Allah SWT, tak lupa pula saya ucapkan rasa hormat dan
terima kasih kepada Pembimbing saya dr. Ratih Pratiwi, Sp.OG, serta terima kasih
kepada teman-teman seperjuangan dan semua pihak yang terkait.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung saya dan semoga laporan tugas
pengenalan profesi ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Semoga kita selalu dalam perlindungan Allah SWT. Aamiin.

Wassalamu’alaikum wr. wb..

Palembang, 25 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum ..................................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus.................................................................................... 3
1.4 Manfaat ........................................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 5
2.1 Anatomi dan Fisiologi ................................................................................ 5
2.1.1 Organ Genitalia Interna Pria............................................................. 5
2.1.2 Organ Genitalia Eksterna Pria ......................................................... 8
2.1.3 Fisiologi Genitalia Maskulina ............................................................ 9
2.1.4 Fisiologi Spermatogenesis ................................................................ 10
2.2 Tinjauan Umum Covid-19 ........................................................................ 12
2.2.1 Definisi Covid-19 ............................................................................... 12
2.2.2 Epidemiologi Covid-19 ..................................................................... 12
2.2.3 Etiologi Covid-19 ............................................................................... 13
2.2.4 Manifestasi Klinis Covid-19............................................................. 13
2.2.5 Diagnosis Covid-19 ........................................................................... 14
2.3 Infertilitas Pada Pria ................................................................................. 15
2.3.1 Definisi Infertilitas ............................................................................ 15
2.3.2 Epidemiologi Infertilitas .................................................................. 15
2.3.3 Faktor Risiko Infertilitas .................................................................. 15
2.3.4 Etiologi Infertilitas pada Pria .......................................................... 17
2.3.5 Patofisiologi Infertilitas pada Pria Pasca Infeksi Covid-19 .......... 20
2.3.6 Manifestasi Klinis Infertilitas pada Pria ......................................... 21

ii
2.3.7 Diagnosis Infertilitas pada Pria Pasca Infeksi Covid-19............... 22
2.3.8 Tatalaksana Infertilitas .................................................................... 24
2.3.9 Komplikasi Infertilitas ..................................................................... 26
2.3.10 SKDU Infertilitas ........................................................................... 26
BAB III METODELOGI PENELITIAN .......................................................... 27
3.1 Lokasi Pelaksanaan ................................................................................... 27
3.2 Waktu Pelaksanaan ................................................................................... 27
3.3 Subjek Tugas Mandiri .............................................................................. 27
3.4 Alat dan Bahan .......................................................................................... 27
3.5 Langkah Kerja ........................................................................................... 28
BAB IV LAPORAN KASUS DAN PEMBAHASAN........................................27
4.1 Laporan Kasus........................................................................................... 29
4.2 Analisis Laporan Kasus ............................................................................ 32
4.3 Pembahasan Laporan Kasus .................................................................... 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................36
5.1 Kesimpulan.................................................................................................36
5.2 Saran...........................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 38

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem reproduksi merupakan salah satu ilmu dasar praktik klinis


kedokteran yang diperlukan oleh dokter umum. Dalam ilmu kedokteran
terdapat berbagai macam cabang keilmuan yang mempelajari sistem dan
fungsional tubuh, salah satu sistem tubuh yang berperan dalam kelangsungan
hidup manusia dengan cara menghasilkan keturunan adalah sistem reproduksi.
Sistem reproduksi meliputi organ genitalia interna maupun organ genitalia
ekterna, baik pada perempuan maupun laki-laki. Meskipun bukan organ yang
menunjang homeostasis tubuh namun organ reproduksi merupakan suatu organ
yang sangat penting karena merupakan modalitas utama untuk bereproduksi.
(Sherwood, 2018).
Sistem reproduksi adalah suatu rangkaian dan interaksi organ dan zat
dalam organisme yang dipergunakan untuk berkembang biak. Sistem
reproduksi pada suatu organisme berbeda antara perempuan dan laki-laki.
Sistem reproduksi pada perempuan berpusat di ovarium sementara system
reproduksi laki-laki berpusat di testis. Reproduksi pada manusia terjadi secara
seksual, artinya terbentuknya individu baru diawali dengan bersatunya sel
kelamin laki-laki (sperma) dan sel kelamin wanita (sel telur). Sistem
reproduksi manusia dibedakan menjadi alat reproduksi laki-laki dan
perempuan. Alat reproduksi pria terdiri dari penis, skrotum, testis, saluran
kelamin, kelenjar kelamin. Sedangkan alat reproduksi wanita adalah ovarium,
uterus dan vagina (Sherwood, 2018).
Menilai pentingnya peranan sistem reproduksi untuk kelangsungan hidup
manusia maka sistem reproduksi harus dijaga kebersihan dan kesehatannya,
karena begitu banyak jenis penyakit yang dapat menyerang organ genitalia
tersebut. Penyakit yang terdapat di sistem reproduksi dapat berupa penyakit
infeksi, penyakit menular seksual, keganasan, dan gangguan hormonal.
Infertilitas yaitu salah satu keadaan dimana sepasang suami istri tidak dapat
atau belum dapat mempunyai keturunan yang diakibatkan oleh adanya
gangguan pada organ reproduksinya maupun hormone didalam tubuh.

1
Menurut World Health Organization (WHO, 2012) infertilitas adalah
ketidakmampuan untuk hamil, ketidakmampuan mempertahankan kehamilan,
ketidakmampuan untuk membawa kehamilan kepada kelahiran hidup.
Infertilitas dapat bersifat primer dimana pasangan yang gagal untuk
mendapatkan kehamilan sekurang-kurangnya dalam satu tahun berhubungan
seksual secara teratur tanpa kontrasepsi dengan angka kejadian sebanyak
62,0% dan infertilitas sekunder yaitu ketidakmampuan seseorang memiliki
anak atau mempertahankan kehamilannya dengan angka kejadian sebanyak
38,0% (Alhassan et al., 2014).
Permasalahan yang saat ini terkait dengan infertilitas yaitu gangguan
reproduksi yang dapat terjadi pada pria maupun wanita sehingga mengganggu
kesejahteraan fisik, mental dan sosial. Infertilitas yang terjadi seringkali yang
disalahkan adalah kaum wanita yang mempunyai tanggung jawab lebih dalam
kehamilan karena kodrat dan fungsinya sebagai seorang ibu yang mampu
hamil. Padahal fungsi reproduksi sebenarnya bukan hanya milik kaum wanita,
melainkan kaum laki-laki pun memiliki kontribusi yang sama (Demartoto,
2008).
Tugas Pengenalan Profesi (TPP) merupakan suatu tugas individu yang
diberikan secara mandiri pada setiap blok untuk menunjang proses
pembelajaran di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Dalam hal ini penulis akan membahas mengenai penyakit hipertensi pada anak
yang masih menjadi problematika saat ini, maka dalam Tugas Pengenalan
Profesi (TPP) ini akan membahas mengenai berbagai aspek yang berhubungan
dengan kejadian infertilitas pada pria pasca infeksi Covid-19.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, maka telah dapat
ditentukan rumusan masalahnya. Adapun rumusan masalah dari Tugas
Pengenalan Profesi (TPP) Blok 17 ini adalah bagaimana infeksi Covid-19
dapat menyebabkan infertilitas pada pria?

2
1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui dan memahami lingkup bahasan Tugas Pengenalan
Profesi (TPP) yaitu: “Patofisiologi terjadinya infertilitas pada pria yang
terinfeksi Covid-19” sebagai kompetensi tugas individu yang harus
dilakukan dalam proses pembelajaran Blok 17.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi organ
genitalia maskulina (Organ reproduksi laki-laki)

2. Untuk mengetahui tinjauan umum mengenai Covid-19


3. Untuk mengetahui dan memahami definisi Infertilitas
4. Untuk mengetahui dan memahami epidemiologi infertilitas
5. Untuk mengetahui dan memahami faktor resiko infertilitas pada pria
6. Untuk mengetahui dan memahami etiologi infertilitas pada pria
7. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi infertilitas pada pria
pasca infeksi Covid-19 (mencakup perubahan anatomi dan hasil
analisis sperma)

8. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis infertilitas pada


pria
9. Untuk mengetahui dan memahami, diagnosis, diagnosis banding, dan
pemeriksaan penunjang pada infertilitas pada pria

10. Untuk mengetahui dan memahami talaksana infertilitas pada pria


11. Untuk mengetahui dan memahami komplikasi infertilitas pada pria
12. Untuk mengetahui dan memahami SKDU infertilitas pada pria

1.4 Manfaat

a. Manfaat bagi penulis


Bagi penulis untuk meningkatkan pemahaman tentang ilmu kedokteran dan
penyakit yang berhubungan dengan infertilitas pada pria. Dalam hal ini
adalah kasus infertilitas yang disebabkan oleh infeksi Covid-19.

b. Manfaat bagi akademisi

3
Bagi akademisi untuk menambah bahan kepustakaan, ilmu pengetahuan
dibidang sistem reproduksi dan andrology khususnya mengenai infertiltas
pada pria .

c. Manfaat bagi pembaca


Bagi pembaca makalah ini diharapkan dapat digunakan untuk
meningkatkan pengetahuan tentang definisi, prevalensi, penyebab, gejala
klinis, mekanisme dan faktor resiko terjadinya infertilitas pada pria serta
penatalaksaannya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Organ Genitalia Maskulina

Anatomi

Dalam ilmu sistem reproduksi manusia, organ genitalia pria dibedakan


menjadi organ genitalia interna dan organ genitalia eksterna. Organ genitalia
interna terdiri dari testis, epididimis, duktus deferen, funiculus spermaticus,
dan kelenjar seks tambahan. Organ genitalia eksterna terdiri dari penis, uretra,
dan skrotum.

Gambar 2.1 Organ Reproduksi Pria


Sumber : (Sobotta, 2018)

2.1.1 Organ Genitalia Interna Pria


1. Testis
Testis berbentuk seperti telur yang berukuran 4x3 cm yang dikelilingi oleh
5
jaringan ikat kolagen (tunika albuginea). Masing-masing testis dilapisi
oleh kapsul yang terbentuk dari tiga lapisan yaitu tunika vaginalis (lapisan
terluar), tunika albuginea (lapisan tengah) dan lapisan vaskulosa (lapisan
dalam). Tunika vaginalis merupakan suatu dinding atau sekat yang
memisahkan testis dengan epididimis pada kantung skrotum. Di bawah
tunika vaginalis, testis dilapisi oleh tunika albuginea, dari permukaan
tunika abuginea ini akan muncul sejumlah septum fibrous yang menembus
ke dalam testis dan membagi testis menjadi sejumlah ruangan berbentuk
baji (cone-shape) yang disebut dengan lobulus testis. Setiap lobulus
mengandung 1-4 tubulus seminiferus. Tubulus seminiferus merupakan
tempat produksi sperma. Pada ujung tubulus seminiferus ini terdapat
tubulus rektus yang menghubungkan tubulus seminiferus dengan rete
testis. Rete testis terdapat dalam jaringan ikat mediastinum yang
dihubungkan oleh 10-20 duktus eferen yang ke distal menyatu pada duktus
epididimis.

2. Epididimis
Epididimis adalah saluran yang berkelok-kelok dengan panjang sekitar 4-6
meter yang terdiri dari caput, corpus, dan cauda. Di dalam epididimis,
spermatozoa akan matang sehingga menjadi mortil dan fertil. Setelah
melalui epididimis yang merupakan tempat penyimpanan sperma
sementara, sperma akan menuju duktus deferen atau vas deferens.

3. Vas Deferens dan Funiculus Spermaticus


Duktus deferen/vas deferen adalah suatu saluran lurus berdinding tebal
yang akan menuju uretra pars prostatika. Vas deferens merupakan saluran
berotot yang keluar dari ekor epididimis menuju ke uretra, tetapi sebelum
sampai di uretra, terjadi pelebaran saluran yang disebut ampula, diakhir
saluran ampula akan bersatu dengan saluran vesika seminalis membentuk
saluran kecil yang disebut duktus ejakulasi, duktus ini masuk kedalam
prostate dan bermuara pada uretra. Duktus deferen bersama pembuluh
darah dan saraf, dalam selubung jaringan ikat disebut funiculus
spermaticus yang akan melalui kanalis inguinalis.

6
Gambar 2.2 Anatomi testis, epididymis dan vas deferens
Sumber: (Sobotta, 2018)

4. Kelenjar Aksesorius
Kelenjar seks aksesorius terdiri dari sepasang vesikula seminalis, prostat,
dan sepasang kelenjar bulbouretral.
a. Kelenjar Vesikula Seminalis
Kelenjar ini menyumbang 60% total volume semen. Cairan dari vesika
seminalis mempunyai sifat kental kekuning-kuningan dan alkalis
(basa). Cairan ini mengandung mucus, gula fruktosa (sumber energi
bagi sperma), enzim pengkoagulasi, asam askrobat, dan prostaglandin
dan fibrinogen. Fruktosa memiliki fungsi sebagai sumber energi primer
untuk sperma, sedangkan prostaglandin memiliki fungsi merangsang
kontraksi otot polos sehingga memudahkan transfer sperma Saluran
dari masing-masing vesikula seminalis bergabung dengan duktus
deferens pada sisi yang sama untuk membentuk duktus ejakulatorius.
Dengan demikian, sperma dan cairan semen masuk uretra bersama
selama ejakulasi.
b. Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat terletak di bawah dasar vesika urinaria. Kelenjar
7
prostat mengeluarkan cairan basa yang menetralkan sekresi vagina yang
asam, enzim pembekuan, dan fibrinolisin. Kelenjar prostat adalah
kelenjar pensekresi semen cukup besar, mensekresikan secara langsung
melalui saluran-saluran kecil. Cairan ini mempunyai sifat encer seperti
susu dan sedikit asam, serta mengandung enzim antikoagulan
(seminin), sitrat (nutrient bagi sperma). Kelenjar ini merupakan
permasalahan bagi laki-laki yang berumur diatas 40 th keatas, karena
pada umumnya terjadi pembesaran kelenjar prostat (non kanker).
c. Kelenjar Bulbouretralis / Cowper
Kelenjar bulbouretral terletak di dalam otot perineal dan menghasilkan
cairan mukoid untuk pelumas. Kelenjar bulbouretral merupakan
sepasang kelenjar kecil, mensekresikan mukus bening sebelum
ejakulasi, gunanya untuk menetralkan setiap urin asam yang masih
tersisa dalam uretra, juga mengandung enzim spermin (bau khas).
Kadang-kadang cairan ini juga membawa sebagian sperma yang
dibebaskan sebelum terjadinya ejakulasi.

2.1.2 Organ Genitalia Eksterna Pria


1. Penis
Penis terbagi menjadi radix, corpus, dan glans penis. Penis terdiri dari 3
massa silindris yaitu dua corpora cavernosa yang dipisahkan oleh septum
dan terletak di dorsal serta satu corpus spongiosum yang mengelilingi
uretra dan terletak di ventral. Glans penis adalah ujung terminal dari
corpus spongiosum yang membesar dan menutupi ujung bebas kedua
corpora cavernosa penis. Preputium adalah lipatan kulit yang retraktil pada
glans penis yang akan dipotong dalam sirkumsisi. Setiap laki-laki normal
akan mengejakulasikan semennya sebanyak 2-5 ml, dan setiap 1 ml
mengandung sperma 50-150 juta sperma (normozoospermia : ≥ 20
juta/ml).

2. Uretra
Uretra merupakan sebuah saluran yang berfungsi sebagai saluran keluaran
urine yang tertampung dari vesika urinaria. Secara anatomis uretra dibagi
menjadi dua bagian, yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria,

8
saluran ini berfungsi juga dalam menyalurkan air mani. Uretra dilengkapi
dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan vesika urinaria
dan uretra, serta terdapat sfingter uretra eksterna yang terletak pada
perbatasan uretra posterior dan anterior. Uretra terdiri dari 4 bagian yaitu
uretra pre-prostatika, uretra prostatika, uretra membranosa, dan uretra
spongiosa.

3. Skrotum
Skrotum merupakan sebuah kantong ekstra abdomen yang berada tepat di
bawah penis. Penurunan testis kedalam skrotum (Decensus testikulorum)
terjadi semenjak didalam kandungan, Suhu testis lebih rendah 2°C dari
suhu tubuh. Dinding skrotum terdiri dari beberapa lapisan antara lain
bagian luar yaitu berupa kulit tipis relatif tanpa bulu, mengandung kelenjar
keringat, bagian tunika dartos yaitu bagian yang melekat pada kulit yaitu
berupa otot halus dan lapisan jaringan keringat serta membran serous yang
merupakan dasar dari dinding skrotum (Snell, 2012).

Gambar 2.3 Organ Genitalia Maskulina


Sumber: (Mc Graw Hill, 2015)

Fisiologi
2.1.3 Fisiologi Genitalia Maskulina
Testis merupakan sistem reproduksi pria yang memiliki dua fungsi yang
pertama yaitu fungsi reproduksi, dimana testis memproduksi spermatozoa
melalui proses spermatogenesis. Fungsi kedua adalah fungsi hormonal yaitu
dimana sel leydig yang tersebar di jaringan ikat tubulus seminiferus akan
9
dirangsang oleh LH (leutinizing hormone) menghasilkan 25 hormon
testosteron yang penting bagi pertumbuhan dan pembelahan sel – sel
germinal testis pada tahap pertama spermatogenesis dan metabolitnya yaitu
dihidrotestosteron (DHT) yang berfungsi untuk perkembangan seks sekunder
pada pria. Sel sertoli menghasilkan estrogen yang dibentuk dari testorteron
ketika sel ini dirangsang oleh FSH (folicel stimulating hormone), namun
fungsi ini belum jelas.
Fungsi reproduksi pada testis ini tidak terlepas dari pengaruh hormonal
yang diatur melalui mekanisme feed back hormonal aksis hipotalamus –
pituitari – testis. Pengaturan fungsi seksual ini diawali dengan sekresi GnRH
(gonadotropin realizing hormone) oleh hipotalamus. Hormon ini selanjutnya
akan merangsang hipofisis anterior untuk menghasilkan gonadotropin
hormone: leutinizing hormone (LH) atau yang sering disebut dengan
intersitial cell stimulating hormone (ICSH) pada pria dan folicel stimulating
hormone (FSH). Selanjutnya, LH akan merangsang sel leydig untuk
mensekresi testosteron yang berperan sebagai feed back negative terhadap
hipofisis anterior dan hipotalamus serta bertanggung jawab terhadap
perkembangan karakteristik seks sekunder pria. FSH akan merangsang
spermatogenesis. Selain itu FSH juga merangsang sel sertoli untuk
mengahasilkan inhibin sebagai feed back negative terhadap hipofisis anterior
dan hipotalamus (Guyton, 2016).

2.1.6 Fisiologi Spermatogenesis


Dalam sistem reproduksi, selain membahas mengenai fisiologi organ
reproduksi dan prosesnya dalam sistem ini juga dibahas bagaimana fisiologi
pembentukan sel sperma dan sel telur yang jika terjadi fertilisasi akan
menghasilkan zygot atau embrio. Proses pembentukan sperma mulai dari
germ cell sampai menjadi spermatozoa yang aktif dinamakan proses
spermatogenesis. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus selama masa
seksual aktif akibat stimulasi oleh hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh
hipotalamus. Selanjutnya hipofisis anterior akan terangsang dan
mengeluarkan hormon LH (Luteinizing Hormone) dan FSH (Follicle
Stimulating Hormone) yang akan berperan dalam proses spermatogenesis.
Spermatogenesis adalah proses kompleks dimana sel germinativum
10
primordial yang relatif belum berdiferensiasi diubah dan berproliferasi
menjadi spermatozoa yang sangat khusus dan mudah bergerak.
Pada tahap pertama spermatogenesis, spermatogonia bermigrasi di
antara sel-sel sertoli menuju lumen sentral tubulus seminiferus.
Spermatogonia yang berada di lapisan terluar tubulus terus menerus
bermitosis. Mitosis tersebut menghasilkan sel anak yang memiliki 46
kromosom identik dengan sel induk. Proliferasi ini menghasilkan pasokan sel
germinativum baru yang terus-menerus Sel-sel sertoli ini sangat besar,
dengan pembungkus sitoplasma yang berlebihan dan mengelilingi
spermatogonia yang sedang berkembang sampai menuju bagian tengah lumen
tubulus. Spermatogonia yang melewati lapisan pertahanan masuk ke dalam
lapisan sel sertoli dan akan dimodifikasi secara berangsur-angsur dan
membesar untuk membentuk spermatosit primer.
Setiap spermatosit primer mengandung 46 kromosom rangkap (diploid)
yang selanjutnya mengalami pembelahan meiosis pertama untuk membentuk
dua spermatosit sekunder. Masing-masing spermatosit sekunder memiliki 23
kromosom rangkap (haploid). Saat pembelahan meiosis kedua, setiap
spermatosit sekunder mengalami pembelahan dan menghasilkan dua sel anak
dengan jumlah 23 kromosom tunggal sehingga didapatkan empat spermatid
dari setiap pembelahan meiosis pada satu spermatosit primer.
Pada tahap spermiogenesis, secara struktural spermatid masih memiliki
sifat-sifat yang lazim dari sel epiteloid, tetapi spermatid tersebut segera
berdiferensiasi dan memanjang menjadi spermatozoa. Pada tahap ini akan ada
beberapa proses seperti pembentukan akrosom yang terutama dibentuk oleh
aparatus golgi. Selubung ini mengandung sejumlah enzim yang memainkan
peranan penting sehingga memungkinkan sperma memasuki ovum dan
membuahinya. Pembentukan ekor yang disebut flagellum dapat bergerak
sehingga memberi sperma motilitas untuk bergerak maju. Spermatid juga
akan mengalami pemadatan dan pemanjangan inti, serta proses kehilangan
sebagian besar sitoplasmanya. Keseluruhan proses spermatogenesis, dari
spermatogonia menjadi spermatozoa, membutuhkan waktu sekitar 74 hari.

11
Gambar 2.4 Proses Spermatogenesis
Sumber: (Sherwood, 2018)

2.2 Tinjauan Umum Covid-19

2.2.1 Definisi Covid-19


Covid-19 merupakan suatu penyakit yang di sebabkan oleh infeksi
Virus SARS-CoV-2 yang merupakan jenis Coronavirus, jenis baru yang
menyebabkan pandemi hampir diseluruh dunia, dilaporkan pertama kali virus
ini teridentifikasi di Wuhan Tiongkok pada tanggal 31 Desember 2019.
Awalnya, penyakit ini dinamakan sementara sebagai 2019 novel coronavirus
(2019-nCoV), kemudian WHO mengumumkan nama baru pada 11 Februari
2020 yaitu Coronavirus Disease (COVID-19) (WHO, 2020).

2.2.2 Epidemiologi Covid-19

Secara epidemiologi, prevalensi coronavirus disease 2019 (COVID-19)


meningkat secara cepat di seluruh dunia. World Health Organization (WHO)
menetapkan penyakit Covid-19 sebagai pandemi global. Sejak kasus pertama
di Wuhan, terjadi peningkatan kasus Covid-19 yang sangat signifikan di
China, setiap hari nya terdapat laporan adanya kasus baru yang terjadi dan
12
memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari 2020. Awalnya
laporan kasus tersebut banyak yang masuk dari daerah Hubei dan daerah di
sekitarnya, lalu terjadi penyebaran sampai ke daerah provinsi lainnya dan
menyebar hingga ke seluruh daratan China. Sebanyak 7.736 kasus
terkonfirmasi Covid-19 di China dilaporkan pada 30 Januari 2020, serta
Negara lain seperti India, Canada, Singapore, Finlandia, Prancis, Jepang,
Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Sri Lanka, Korea Selatan, Kamboja,
Nepal, Arab Saudi, Australia, Filipina, dan Jerman. Pada tanggal 2 Maret
2020 Indonesia melaporkan kejadian pertama kasus Covid-19 yaitu sejumlah
dua kasus baru (Susilo, 2020).

Menurut data yang terkumpul prevalensi usia pasien pengidap Covid-19


berkisar antara usia 30 hari sampai 89 tahun. Berdasarkan laporan 138 kasus
di Kota Wuhan, didapatkan kasus dengan rentang usia 37–78 tahun dengan
rata-rata usia 56 tahun (42-68 tahun), pada pasien di ICU usianya lebih tua
dengan rata-rata usia 66 tahun (57-78 tahun) dibandingkan rawat non-ICU
(37-62 tahun), jika dipersenkan maka didapatkan hasil 54,3% adalah laki-laki.
Laporan kasus terkonfirmasi Covid-19 di luar Wuhan dengan 13 kasus
didapatkan rata-rata usia 34 tahun (34-48 tahun) dengan 77% kasus pada laki
laki (Lu, 2020).

2.2.3 Etiologi Covid-19


Corona virus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini
masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan
pandemi Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang pernah terjadi
pada tahun 2002 hingga 2004, yaitu Sarbecovirus. Berdasarkan hal ini,
International Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-
CoV-2 (Zhu, 2020).

2.2.4 Manifestasi Klinis Covid-19


Spektrum klinis kasus Covid-19 sangat beragam, dapat berupa tanpa
gejala (asimptomatik), gejala sangat ringan, gejala berat hingga kondisi klinis
yang dikategorikan sebagai kegagalan respirasi akut yang mengharuskan
pasien memakai alat bantu nafas dan support di Intensive Care Unit (ICU).
Manifestasi klinis universal yang terjadi pada pasien Covid-19, diantaranya
13
yaitu febris, batuk kering, dyspnea, fatigue, myalgia, dan sakit kepala
(Lapostolle dkk., 2020; Lingeswaran dkk., 2020). Gejala klinis yang paling
sering terjadi pada pasien Covid-19 yaitu demam (98%), batuk (76%), dan
myalgia atau nyeri otot (44%). Gejala lain yang terdapat pada pasien, namun
tidak jarang ditemukan yaitu produksi sputum 28%, sakit kepala 8%, batuk
darah 5%, dan diare 3%. Sebanyak 55% dari pasien yang diteliti mengalami
dyspnea atau henti nafas yang membuat pasien harus segera di lakukan
tatalaksana dengan menggunakan ventilator gejala lainnya yang pernah
dilaporkan adalah peradangan pada testis (orchitis) (Huang dkk, 2020).

2.2.5 Diagnosis COVID-19


Seperti penyakit lain pada umumnya, diagnosis Covid-19 ditegakkan
dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis dilakukan dengan cara tanya jawab terhadap pasien mengenai
keluhan yang di derita, terutama gambaran riwayat perjalanan atau riwayat
kontak erat dengan kasus terkonfirmasi Covid-19 disertai gejala klinis dan
komorbid. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah Pemeriksaan
Laboratorium seperti hematologi rutin, hitung jenis, fungsi ginjal, elektrolit,
analisis gas darah, hemostasis, laktat, dan prokalsitonin dapat dikerjakan
sesuai dengan indikasi. Pemeriksaan radiologi seperti foto thoraks dan
Computed Tomography Scan (CT scan) thoraks dengan kontras (Handayani
dkk., 2020).

2.3 Infertilitas pada Pria

2.3.1 Definisi Infertilitas

Infertilitas merupakan suatu keadaan yang menyebabkan kegagalan


konsepsi pada pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun, yang tidak
menghasilkan keturunan meskipun tidak mengikuti program keluarga
berencana. Infertilitas dikatakan sebagai infertilitas primer jika sebelumnya
pasangan suami isteri belum pernah mengalami kehamilan. Sementara itu,
dikatakan sebagai infertilitas sekunder jika pasangan suami isteri gagal untuk
memperoleh kehamilan setelah satu tahun pasca persalinan atau pasca
abortus, tanpa menggunakan kontrasepsi apapun (Rahmadiani, 2021).

Infertilitas adalah tidak hamil setelah 12 bulan melakukan hubungan


14
seksual secara rutin (1-3 kali seminggu) dan bebas kontrasepsi bila
perempuan berumur kurang dari 34 tahun. Tidak hamil setelah 6 bulan dan
melakukan hubungan seksual secara rutin (1-3 kali seminggu) serta bebas
kontrasepsi bila perempuan berumur lebih dari 35 tahun.

Infertilitas dapat bersifat primer dimana pasangan yang gagal untuk


mendapat kehamilan sekurang- kurangnya dalam satu tahun berhubungan
seksual secara teratur tanpa kontrasepsi dengan angka kejadian sebanyak
62,0% dan infertilitas sekunder yaitu ketidakmampuan seseorang memiliki
anak atau mempertahankan kehamilannya dengan angka kejadian sebanyak
38,0% (Allhasan et al., 2014).

2.3.2 Epidemiologi Infertilitas

Menurut World Health Organization bahwa sekitar 50-80 juta pasangan


infertil di dunia. Di dunia sekitar 2 juta pasangan infertil meningkat setiap
tahunnya. Menurut National Survey of Family Growth bahwa pada tahun
1982 sampai tahun 1995 persentase wanita infertil mengalami peningkatan
dari 8.4% menjadi 10,2%. Diperkirakan pada tahun 2025 kejadian infertil
akan meningkat hingga 7,7 juta. Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun
2012 bahwa persentase pasangan infertil di indonesia tahun 2011 adalah 15-
25% dari pasangan yang ada dan jumlah ini akan meningkat setiap tahunnya

Prevalensi infertilitas pada wanita usia reproduksi diperkirakan satu


dari setiap tujuh pasangan di dunia barat dan satu dari setiap empat pasangan
di negara berkembang. Di beberapa wilayah di dunia, termasuk Asia Selatan,
beberapa negara di Afrika sub-Sahara, Timur Tengah dan Afrika Utara, Eropa
Tengah dan Timur, dan Asia Tengah, tingkat infertilitas dapat mencapai 30%.

Menurut penelitian yang dilakukan di Iran dengan jumlah total 430


pasien didapatkan hasil 43% laki-laki infertilitas, penyebab infertilitas adalah
faktor pria murni sebanyak 237 pasangan (23,7%) dan pria - wanita
(keduanya) sebanyak 193 pasangan atau 19,3%. Rentang usia itu antara 22-60
tahun dengan periode infertilitas kurang dari 5 tahun pada 193 pasien (%45),
5-9 tahun pada 133 pasien (31%) dan >10 tahun pada 104 pasien (24%)
(Sohrabvand, 2015).

15
2.3.3 Faktor Risiko Infertilitas

1. Usia
Usia istri sangat menentukan kehamilan. Dimana, adanya hubungan
terbalik antara bertambahnya usia istri dengan penurunan kemungkinan
untuk mengalami kehamilan. Pada laki-laki seiring bertambahnya waktu,
level testosteron darah akan semakin menurun dan risiko infertil pun
menjadi dua kali lipat pada usia lebih dari 35 tahun dibandingkan dengan
pria dengan usia di bawah 25 tahun. Risiko ini pun menjadi lima kali lipat
pada pria dengan usia di atas 45 tahun.

2. Frekuensi Hubungan Seksual


Kemungkinan terjadinya kehamilan ketika pasangan suami istri melakukan
hubungan seksual dengan frekuensi 2-3 kali dalam seminggu.

3. Pola hidup (alkohol dan merokok)


Pada perempuan, minum alkohol tidak ada hubungannya dengan
peningkatan risiko kejadian infertil tetapi pada lelaki terdapat sebuah
laporan bahwa minum alkohol dalam jumlah banyak dapat menurunkan
kualitas sperma. Dari beberapa penelitian bahwa merokok dapat
menurunkan fertilitas perempuan maupun laki-laki. Sehingga dianjurkan
untuk menghentikan kebiasaan merokok.

4. Obesitas
Indeks massa tubuh >29 kg/m2 atau tergolong obesitas terbukti mengalami
keterlambatan kehamilan pada perempuan. Disregulasi endokrin pada
orang dengan obesitas dapat meningkatkan faktor risiko infertilitas baik
pada perempuan maupun laki-laki.

5. Pekerjaan
Pekerja yang setiap harinya terpapar timbal (Pb) mempunyai faktor risiko
lebih tinggi terhadap kejadian infertilitas. Adanya korelasi yang kuat
antara kadar Pb dan Sb dengan perburukan kualitas semen dan korelasi
lemah yang ditunjukan oleh Hg dan Zn. Sedangkan Al, As, Cd, Cr, Cu,
Mn, Mo dan Tl tidak menunjukan korelasi dengan perburukan kualitas
semen. Selain itu juga pria yang terpapar pestisida memiliki kadar
estradiol yang tinggi dan pria yang terpapar pelarut pestisida memiliki
16
kadar LH yang rendah dari pada pria yang tidak terpapar. Efek tersebut
dapat memperbanyak pria dengan infertilitas primer (Olooto, 2012).

6. Obat-obatan
Faktor farmakologi juga memiliki peran dalam faktor risiko terjadinya
infertilitas pada pria, beberapa obat obatan telah teridentifikasi dapat
menyebabkan ganguan pada fertilisasi, beberapa jenis memiliki sifat
antiandrogenik diantaranya adalah: Spironolakton, spiroteron,
ketokonazol, simetidin, golongan tetrasiklin dalam diketahui dapat
menurunkan kadar hormon testosteron hingga 20%. Nitrofurantoin
menghasilkan superoksida dan kumpulan toksin lainnya yang menghambat
spermatogenesis. Sulfalasazine dapat menurunkan motilitas dan densitas
sperma, sedangkan fenitoin mempengaruhi hipofisis dalam mensintesis
FSH (Akbar, 2020).

7. Stress Oksidatif
Stress Oksidatif (OS) karena produk Reactive Oxygen Species (ROS), baik
endogen maupun eksogen melebihi tingkat antioksidan di dalam tubuh.
Molekul-molekul ROS endogen diproduksi di dalam mitokondria.
Penelitian yang difokuskan pada ROS membuktikan bahwa golongan
senyawa-senyawa tersebut dapat mengganggu spermatogenesis dan
morfologi sperma, sehingga fungsi sperma menjadi cacat dan
menyebabkan infertilitas (Utami, 2009).

2.3.4 Etiologi Infertilitas Pada Pria

Etiologi infertilitas pada pria dapat disebabkan karena kelainan


anatomis sperma, endokrinopati, masalah imunologis, kegagalan ejakulasi,
dan pajanan dari lingkungan (radiasi, kemoterapi), mutasi gen, aneuploidi,
varicocele, infeksi saluran genital, dan disfungsi erektil. Sekitar setengah dari
pasien infertilitas mempunyai penyebab yang tidak jelas dan kasus ini
didiagnosis sebagai infertilitas idiopatik. Hampir 50% kasus infertilitas laki-
laki disebabkan oleh rendahnya jumlah sperma (oligozoopermia), gangguan
motilitas sperma (astenozoospermia), morfologi sperma abnormal
(teratozoospermia) dan tidak adanya sperma (azoospermia). Berikut ini akan
dijelaskan beberapa etiologi infertilitas pada pria:
17
1. Faktor Kelainan Genetik
Beberapa kelainan genetik menjadi faktor penyebab terjadinya infertilitas
pada pria, salah satunya adalah mutase pada gen yang terdapat pada
mitokondria yang berfungsi sebagai organela yang dapat melakukan
replikasi mtDNA dan pembentukan asam amino, proses ini dikatalisis oleh
ezim yang dikode oleh gengen nDNA yaitu nuclear-encoded polymerase
gamma (PLOG) dan mitochondrial transcription factor-A (MTFA).
Keadaan ini akan menyebabkan kelainan pada spermatogenesis berupa
asthenozoospermia, oligozoospermia, dan teratozoospermia. Mutasi
iniantara lain menyebabkan berkurangnya energy dari proses
fosforilasioksidatif (OXPHOS) yang sangat diperlukan dalam proses
spermatogenesis dan motilitas sperma.

2. Varikokel
Varikokel adalah pelebaran pembuluh arteri skrotalis. Varikokel dapat
meyebabkan inflamasi pada pembuluh darah testis yang membuat suhu
testis menjadi meningkat sehingga jumlah sperma yang dihasilkan menjadi
sedikit. Disamping itu retensi darah pada varikokel juga dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi darah pada testis yang berakibat kepada
suplay nutrisi yang buruk serta tekanan parsial oksigen yang menurun
sehingga proses spermatogenesis menjadi kurang energy dan adanya
disfungsi endokrin.

3. Kelainan Urogenital
Kelainan urogenital yang dapat menurunkan fertilitas pria contohnya
adalah tidak adanya vas deferens congenital dan obstruksi vas deferens.

4. Seks Hormone Binding Globulin (SHBG)


Kadar SHBG dalam tubuh pria berkorelasi positif dengan tingkat
kesuburan pria. SHBG merupakan suatu protein transport yang dapat
membawa testosteron ke sel jaringan reproduksi dan sel germinal. SHBG
mempertahankan keseimbangan dan disosiasi pengikatan androgen antara
sistem sirkulasi dengan sel target.

18
5. Azoospermia
Azoospermia adalah tidak ditemukan adanya sel sperma dalam semen
yang diejakulasikan laki-laki. Penyebabnya bisa bermacam-macam, namun
secara umum dapat dibagi 2 (dua), yaitu adanya kerusakan pada testis
sehingga testis gagal memproduksi sperma (azoospermia non obstruktif)
dan penyumbatan pada vas deferens sehingga sperma tidak bisa keluar dan
bercampur dengan semen (azoospermia obstruktif).

6. Gangguan Kromosom
Gangguan kromosom bisa diartikan sebagai kehilangan, kelebihan, atau
pembagian materi genetik yang abnormal pada tingkat kromosom.
Gangguan ini dibagi menjadi abnormalitas numerikal dan struktural.
Gangguan kromosom yang struktural bisa muncul sebagai kelainan
kromosom yang tunggal (delesi, duplikasi dan inversi) atau multipel
(translokasi). Kerusakan seringkali muncul selama proses meiosis, dan
menjadi lebih sering ditemukan sebagai faktor penyebab infertilitas
lakilaki (15% azoospermia dan 5% oligozoospermia).

7. Sindrom Klinefelter
Sindrom Klinefelter merupakan kelainan genetik dengan gangguan
kromosom yang paling sering ditemukan, terhitung sekitar 14% dari
keseluruhan kasus. Gejalanya dikenal dengan trias klinik yaitu testis yang
kecil, azoospermia dan disertai dengan ginekomastia. Fenotipnya
bervariasi mulai dari lakilaki normal, laki-laki dengan virilisasi, sampai
pada laki-laki dengan defsiensi androgen. Gambaran histologi testis
memperlihatkan hialinisasi tubulus seminiferus dengan hiperplasia sel
Leydig.

8. Sindrom Kallman
Selain sindrom Klinefelter, sindrom ke-2 yang erat kaitannya dengan
azoospermia adalah sindrom kallman. Gejala sindrom kallmann. terdiri
atas hipogonadisme hipogonadotropin kongenital, disertai dengan
anosmia.

9. Mikrodelesi kromosom Y
Mikrodelesi kromosom Y merupakan salah satu penyebab infertilitas laki-

19
laki yang dapat diturunkan kepada anak laki-laki, oleh karena itu
pemeriksaan mikrodelesi kromosom Y telah dimasukkan bersama-sama.

10. Keganasan
Keganasan yang dapat menurunkan fertilitas adalah tumor testis, limfoma,
leukemia, dan sarcoma.

11. Infeksi
Selain dari kelainan genetik, kelainan kongenital, dan penyakit lainnya
yang menjadi etiologi infertilitas pada pria yaitu infeksi baik itu infeksi
sistemik yang menjalar ke di organ genitalia pria maupun infeksi primer
pada organ genitalia sendiri. Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan
infertile antara lain Orchitis, prostatitis, infeksi saluran kemih, hingga
penyakit menular seksual, seperti HIV, gonore, dan sifilis. Penelitian
terbaru menunjukan angka kejadian infertile ada yang dilatarbelakangi
oleh Riwayat infeksi Covid-19 (Larasati, 2017).

2.3.5 Patofisiologi Infertil pada Pria Pasca Infeksi Covid-19


Patofisiologi infertilitas pada pria secara umum dapat dilatar belakangi
oleh berbagai factor predisposisi yang mendasarinya. Faktor yang paling
berpengaruh dalam patofisiologi infertilitas pada pria adalah peningkatan
level Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat menyebabkan stress
oksidatif. Stres oksidatif merupakan suatu kondisi yang terjadi karena adanya
ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan sistem pertahanan
antioksidan di dalam tubuh yang akan menyebabkan perubahan pada
beberapa fungsi fisiologis tubuh. Pada keadaan infertilitas terjadi
abnormalitas androgen dan testosteron yang diawali dengan disfungsi
hipotalamus dan hipofisis sehingga mengakibatkan kelainan status fungsional
testis. Selain itu juga gaya hidup memberikan peran yang besar dalam
mempengaruhi infertilitas di antaranya merokok, penggunaan obat-obatan
dan zat adiktif yang berdampak pada abnormalitas sperma dan penurunan
libido. Konsumsi alkohol mempengaruhi masalah ereksi yang mengakibatkan
berkurangnya pancaran sperma. Suhu disekitar areal testis juga
mempengaruhi abnormalitas spermatogenesis. Terjadinya ejakulasi retrograt
misalnya akibat pembedahan sehingga menyebabkan sperma masuk ke vesika

20
urinaria yang mengakibatkan komposisi sperma terganggu (Fatmawati,
2019).
Secara umum saat terjadi infertilitas dapat terjadi perubahan anatomi
dan fisiologi dari organ reproduksi pria. Jika faktor predisposisinya
merupakan suatu infeksi sistemik yang dapat menyebar secara hematogen dan
limfogen ke testis akan menyebabkan peradangan pada testis (Orchitis) hal ini
jika tidak ditatalaksana dengan baik dapat menyebabkan atrofi testis yang
merupakan perubahan anatomi pada testis dari ukuran testis normal menjadi
lebih kecil dikarenakan terjadinya atrofi yang membuat sel dan jaringan tidak
berkembang. Selain itu juga karena perubahan anatomi testis yang mengecil
maka fungsi dari testis juga ikut menurun. Saat dilakukan analisis semen pada
pasien infertilitas temuan yang biasanya ditemukan adalah kelainan pada
sperma seperti aspermia, azoospermia, hypospermia, hyperspermia,
oligozoospermia, asthenozoospermia, teratozoospermia, necrozoospermia,
leucospermia, haemospermia, hal tersebut dapat terjadi karena adanya
gangguan dari proses spermatogenesis dan hormone yang mempengaruhinya
(Wirawati, 2018).
Dalam subbab ini akan dibahas mengenai patofisiologi infertilitas yang
disebabkan oleh infeksi Covid-19 yang infeksinya dapat menyebabkan
peradangan pada testis sehingga terjadi orchitis yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya infertilitas pada pria. Proses invasi SARS-CoV-2 dimulai
saat fusi sel inang virus difasilitasi oleh glikoprotein dan terjadi lonjakan
virus SARS-CoV-2, reseptor angiotensin-conventing enzyme 2 (ACE2) dan
transmembrane serine protease 2 (TMPRSS2) pada permukaan sel inang.
Protein S bertanggung jawab atas invasi SARS-CoV-2 pada manusia. Secara
khusus, TMPRSS2, yang terletak di permukaan sel inang, membelah protein
S menjadi dua subunit (subunit S1 dan S2) ketika protein S berikatan dengan
reseptornya ACE2, sehingga mendorong endositosis, translasi, dan replikasi
virus (Li, 2020). Mekanisme masuknya SARS- CoV-2 adalah melalui
pengikatan ligan virus SARS-CoV-2 Spike protein (S-protein) dan reseptor
ACE2 inang. Protein S kemudian dipecah oleh koreseptor serin protease
TMPRSS2, yang menyebabkan fusi membran antara virus dan sel
(Alexander, 2022). Kadar ACE2 pada pria lebih tinggi daripada wanita,
sehingga tingkat ACE2/TMPRSS2 yang lebih tinggi ditransmisikan dalam

21
organ tertentu pada pria yaitu organ reproduksi (Li, 2022). Testis
mengekspresikan reseptor ACE2 tingkat tinggi pada spermatogonia, tubulus
seminiferus, Sertoli, dan sel Leydig. ACE2 memiliki peran regulasi dalam
sistem reproduksi pria, yaitu dalam modulasi steroidogenesis pembentukan
hormone steroid termasuk hormone testosterone yang penting untuk
spermatogenesis. Selain itu, reseptor ACE2 dianggap berperan dalam
kesuburan karena secara tidak langsung mempengaruhi spermatogenesis
(Alexander, 2022).
Infeksi virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19 dapat
menyebabkan spermatogonia meningkatkan ekspresi dalam sel Leydig dan
Sertoli dengan reseptor angiotensin-converting enzyme 2 dan memicu
respons inflamasi autoimun. Respon inflamasi dari peradanagn Covid-19
terjadi secara sistemik di seluruh tubuh termasuk juga dapat menyebabkan
komplikasi pada organ reproduksi. Orkitis autoimun mengganggu sawar
darah testis dan mengganggu keseimbangan oksigen reaktif sehingga dapat
terjadi stress oksidatif. Stres oksidatif mengganggu morfologi sperma dan
struktur akrosom dan menyebabkan kerusakan pada asam deoksiribonukleat
(DNA) sperma. Peningkatan simultan dari potensi reduksi oksidatif (ORP),
CRP, dan indeks fragmentasi DNA sperma (SDFI) tampaknya mendukung
Orkitis Autoimun COVID-19. Pada Infeksi Covid-19 dapat terjadi
peningkatan CRP dan dapat berdampak negatif pada fungsi testis serta
aktivitas spermatogenetic (Salvarci, 2021). Demam merupakan manifestasi
klinis tertinggi yang dialami oleh penderita infeksi termasuk juga Covid-19,
jika suhu tubuh meningkat satu derajat maka pengaturan suhu di skrotum
terganggu. Dengan demikian, jumlah dan/atau motilitas sperma berkurang
saat periode febris saat inflamasi. Infertilitas permanen dapat terjadi jika
penderita orchitis tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat (Marissa,
2014).

2.3.6 Manifestasi Klinis Infertilitas pada Pria


Manifestasi klinis utama kasus infertilitas pada pria adalah
ketidakmampuan untuk menghasilkan keturunan. Selebihnya pada kasus
infertilitas tidak ada gejala yang spesifik seperti penyakit sistemik namun
terdapat gejala penyerta dan gejala berdasarkan etiologi infertilitas yang

22
diderita pasien. Dalam beberapa kasus, masalah mendasar seperti kelainan
bawaan, ketidakseimbangan hormon, pelebaran pembuluh darah di sekitar
testis atau kondisi yang menghalangi jalannya sperma menyebabkan tanda
dan gejala. Berikut ini merupakan manifestasi klinis yang dapat muncul pada
kasus infertilitas pada pria:
1. Masalah dengan fungsi seksual antara lain, kesulitan ejakulasi, ejakulasi
dini, atau volume cairan ejakulasi yang sedikit, hasrat seksual berkurang,
atau kesulitan mempertahankan ereksi (disfungsi ereksi)
2. Payudara membesar pada laki-laki (ginekomastia)
3. Nyeri, bengkak, atau benjolan di area testis biasanya terjadi pada orchitis
4. Infeksi saluran pernapasan berulang, dalam hal ini dapat berupa infeksi
Covid-19 yang menyerang saluras respirasi
5. Perubahan tanda seks sekunder seperti penurunan pertumbuhan rambut
wajah atau tubuh atau tanda-tanda lain dari kelainan kromosom atau
hormonal
6. Jumlah sperma yang lebih rendah dari normal (kurang dari 15 juta sperma
per mililiter air mani atau jumlah sperma total kurang dari 39 juta per
ejakulasi) (Mayo, 2021).

2.3.7 Diagnosis Infertilitas pada Pria


1. Cara Mendiagnosis
a. Anamnesis :
- Menanyakan riwayat reproduksi pasangan/istri, termasuk juga usia
istri karena wanita di atas 35 tahun memiliki risiko infertilitas yang
lebih tinggi daripada wanita yang lebih muda
- Menanyakan riwayat hubungan seksual (Coitus) seperti durasi dari
hubungan seksual dengan dan tanpa kontrol kelahiran, metode dari
kontrol kelahiran, teknik berhubungan seksual : potensi,
penggunaan lubrikan (beberapa merupakan spermicidal), dan
frekuensi serta waktu dari melakukan hubungan seksual
- Menanyakan riwayat gangguan fungsi seksual seperti
Hipogonadisme (testosteron rendah), ini dapat bermanifestasi
sebagai penurunan libido, hilangnya ereksi spontan di pagi hari,
penambahan berat badan, kehilangan massa otot, perkembangan

23
payudara yang tidak normal, dan penurunan rambut tubuh
- Menanyakan seputar kebiasaan dan lifestyle: merokok, alcoholic,
obat-obatan steroid anabolic dan narkoba.
- Menanyakan riwayat penyakit terdahuku dan pengobatan seperti
infeksi pada organ reproduksi dan saluran pernafasan, Infeksi
urinarius, sexually transmitted diseases, orkitis yang disebabkan
virus, penyakit ginjal, diabetes, pengobatan dengan radioterapi, dan
pembedahan
- Menanyakan pekerjaan pasien, apakah dalam pekerjaannya
terpapar bahan kimia aktif, bahan tambang seperti timbal, pestisida
yang dapat menganggu kesuburan pria.
- Menanyakan riwayat infertilitas pada keluarga.

b. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi : melihat penampilan pasien, apakah tampak feminin atau
seperti orang yang telah dikebiri (orang kasim atau eunuchoidism)
yaitu badannya tumbuh besar, pertumbuhan rambut pada ketiak,
pubis, dan badan sangat jarang, dan organ genitalia ukurannya
kecil.
- Palpasi: untuk menilai apakah ada benjolan, nyeri tekan skrotum,
atau pembengkakan, yang mungkin menunjukkan patologi testis
atau epididimis. Testis yang normal berdiameter lebih dari 4 cm
dengan konsistensi yang keras. Testis kecil dan ginekomastia
menunjukkan kemungkinan sindrom Klinefelter (kariotipe XXY).
Tidak adanya satu atau kedua testis menunjukkan kriptorkismus.
- Rectal toucher: Menilai pembesaran/nyeri pada prostat, keadaan
vesikula seminalis dan reflek bulbocavernosus (Amelia, 2019).

c. Pemeriksaan Penunjang
- USG: ultrasonografi doppler guna membantu mencari adanya
varikokel, vasografi untuk menilai patensi saluran vas
deferens/duktus ejakulatorius, dan ultrasonografi transrektal untuk
mencari keberadaan vesikula seminaalis.
- Pemeriksaan Hormon: untuk menilai fungsi sumbu hipotalamus-

24
hipofisis-gonad (FSH, LH, testosteron, dan prolaktin), uji fungsi
sperma, biopsi testis, dan beberapa pemeriksaan imunologik yang
mungkin diperlukan untuk membantu mencari penyebab
infertilitaas.
- Pemeriksaan analisis semen: dilakukan setelah 2-3 hari pasangan
suami istri menjalani abstinensi (tidak berhubungan seksual).
Contoh ejakulat ditampung di dalam tabung yang tidak
mengandung spermisidal dan paling lambat analisis dilakukan 2
jam setelah ejakulasi. Pada pemeriksaan ini dihitung beberapa
parameter, antara lain: volume ejakulat, jumlah (konsentrasi)
sperma, motilitas, dan morfologinya.

- Skrining Genetik: Kelainan genetik dapat menyebabkan infertilitas


dengan memengaruhi produksi dan/ atau transportasi sperma. Tiga
faktor genetik paling umum yang diketahui terkait dengan
infertilitas pria adalah mutasi gen fibrosis kistik yang berhubungan
dengan CBAVD, kelainan kromosom yang mengakibatkan
gangguan fungsi testis, dan mikrodelesi kromosom Y (YCMD)
yang terkait dengan gangguan spermatogenesis
- Pemeriksaan Imunologi: Antibodi antisperma terdapat pada 3-7%
pria infertil. Terbentuknya antibodi ini ada hubungannya dengan
inflamasi pada genitalia, torsio testis, pernah mengalami cedera
testis, dan setelah menjalani vasektomi (Purnomo, 2012).

2. Diagnosis Banding
• Infertilitas et causa infeksi
• Infertilitas primer
• Infertilitas sekunder
• Azoospermia
25
2.3.8 Tatalaksana
1. Terapi Hormonal
Tatalaksana hormonal khusus tersedia untuk pria yang infertilitasnya
disebabkan dari hipogonadisme hipogonadotropik, yaitu, dari kelainan
hipofisis/ hipotalamus di mana kelenjar hipofisis tidak melepaskan hormon
gonadotropik yang merangsang testis mengeluarkan sperma. Jika
hipogonadotropik hasil hipogonadisme dari hiperprolaktinemia
(peningkatan kadar prolaktin), hipogonadisme dapat di lakukan
pengobatan dan kesuburan dapat dipulihkan dengan menurunkan
konsentrasi prolaktin serum. Jika hiperprolaktinemia dihasilkan dari suatu
obat, obat itu harus dihentikan. Jika hasil hiperprolaktinemia berasal dari
tumor hipofisis setelah dilakukan pemeriksaan pencitraan resonansi
magnetik, adenoma dapat diobati dengan agonis dopamin, seperti
cabergoline atau bromocriptine
2. Penghapusan Agen Gonadotoxic
Berbagai macam zat kimia dapat memengaruhi kualitas atau kuantitas
sperma, termasuk obat-obatan. Maka dari itu harus dihentikan.
3. Terapi hCG
Pengobatan dengan Human Chorionic Gonadotropin dan Human
Menopausal Gonadotropin Pria yang memiliki hipogonadisme
hipogonadotropik karena penyakit hipotalamus dapat diobati dengan
hormon pelepas gonadotropin (GnRH). Pengobatan dimulai dengan human
chorionic gonadotropin (hCG), 1500 hingga 2000 IU tiga kali per minggu
secara subkutan atau intramuskular selama setidaknya 6 bulan.
4. Terapi infeksi
Pengobatan Infeksi Genital Pria yang tidak subur jarang mengalami gejala
atau tanda infeksi genital akut atau prostatitis, tetapi kadang-kadang
didiagnosis memiliki infeksi saluran urogenital dengan adanya
peningkatan leukosit dalam air mani. Sayangnya, mikrorganisme spesifik
jarang diidentifikasi. Tidak jelas apakah leukospermia berperan sebagai
patogen dalam infertilitas atau bukan. Terdapatnya leukosit dapat
menurunkan kapasitas fungsional sperma dengan pelepasan Reactive
Oxygen Species (ROS). Terapi kedua biasanya diberikan jika leukosit
bertahan dalam semen setelah antibiotik (Amelia, 2019).

26
5. Vasovasostomi dan Vasoepididymistomy
Ini adalah prosedur bedah mikro tingkat lanjut yang dilakukan pada pria
dengan azoospermia obstruktif karena epididimis bilateral atau obstruksi
vasal. Hal ini mungkin terlihat jelas pada pasien yang menjalani operasi
vasektomi bilateral, tetapi pada pasien lain, azoospermia obstruktif
ditandai dengan tidak ditemukannya sperma dalam air mani bersama
dengan ukuran testis normal dan kadar hormon (Leslie, dkk 2022)
6. Pengobatan Antibody Sperma
Prednison dosis tinggi terus menerus atau intermiten hingga 6 bulan telah
menunjukkan dalam placebo-control trials untuk meningkatkan kehamilan
secara signifikan (Amelia, 2019).
7. Terapi Empiris
Rekomendasi lain yang sering dibuat untuk pria infertil adalah untuk
memakai celana boxer tidak seperti joki pacuan kuda dan tidak mandi air
panas. Alasannya adalah bahwa peningkatan suhu skrotum dapat
mengganggu produksi sperma (Jungwirth, 2015).
8. Teknik Reproduksi Berbantuan (Assisted Reproductive Techniques; ART)
IUI terdiri dari mencuci spesimen semen ejakulasi untuk menghilangkan
prostaglandin, meningkatkan konsentrasi sperma dalam volume kecil pada
media kultur, dan menyuntikkan suspensi sperma langsung ke dalam
rongga rahim menggunakan kateter kecil melalui leher rahim. Inseminasi
ini dilakukan sebelum ovulasi (Gardner, 2018).

2.3.9 Komplikasi Infertilitas


Secara garis besar, pasangan yang mengalami infertilitas akan
menjalani proses panjang dari evaluasi dan pengobatan, dimana proses ini
dapat menjadi beban fisik dan psikologis bagi pasangan infertilitas. Hal ini di
dasar bahwa tekanan psikis yang dilami oleh pasangan infertile berasal dari
faktor eksternal berupa asumsi dari keluarga, teman, orang tua dan lain
sebagainya. Hal ini menyebabkan peningkatan faktor stress sehingga
berpengaruh ke psikis pasien. Untuk komplikasi lain dibidang medis infertile
tidak menyebabkan perburuka dan tidak dapat menyebabkan kematian secara
langsung (HIFERI, 2013).

27
2.3.10 SKDU Infertilitas
3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter
mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali
dari rujukan (KKI, 2019).

28
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Pelaksanaan


Tugas Pengenalan Profesi blok 17 ini dilakukan di kediaman mahasiswa
masing-masing dengan cara studi literatur dan analisis laporan kasus, dikarenakan
sedang terjadinya pandemi Covid-19 sehingga tidak memungkinkan untuk
dilakukan secara offline.

3.2 Waktu Pelaksanaan


Tugas pengenalan profesi dilaksanakan dengan estimasi waktu minggu ke-1
sampai dengan minggu ke-6, selama proses pembelajaran blok berlangsung dan
sebelum dilaksanakannya ujian blok. Dengan estimasi waktu sebagai berikut:
Tanggal : 07 Maret 2022 – 16 April 2022
Catatan : Waktu pengerjaan Tugas Pengenalan Profesi ini dapat berubah
tergantung waktu yang dibutuhkan penulis untuk menggarap dam
menyelesaikan tugas tersebut. Namun, lebih baik diselesaikan
sebelum mendekati batas akhir pengumpulan.

3.3 Subjek Tugas Mandiri


Subjek tugas mandiri pada pelaksanaan TPP Blok Sistem Reproduksi adalah
laporan kasus mengenai Infertilitas Pria Pasca Infeksi Covid-19.

3.4 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang diperlukan:
1. Jurnal Penelitian
2. Textbook
3. Laporan Kasus
4. Laptop
5. Printer
6. Alat Tulis

29
3.5 Langkah-Langkah Kerja
Langkah kerja yang dilakukan adalah:
1. Melakukan studi literatur dengan cara membaca jurnal dan textbook terkait
topic tugas pengenalan profesi.
2. Membuat laporan (Case report dan makalah) Tugas Pengenalan Profesi
3. Konsultasi kepada pembimbing tutorial Tugas Pengenalan Profesi.
4. Melakukan perbaikan (Revisi) jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam
pembuatan Tugas Pengenalan Profesi

30
BAB IV

LAPORAN KASUS & PEMBAHASAN

4.1 Laporan Kasus

Seorang pasien laki-laki 29 tahun, tanpa penyakit penyerta dan yang


menikah selama 1,5 tahun, telah dirawat di gawat darurat departemen karena
demam pada 39°C, yang telah berlangsung selama 3 hari. Hasil analisis
pemeriksaan PCR yang dilakukan pada faring sampel swab positif. Analisis
laboratorium leukopenia 3,789/mm3, hemoglobin 14,3 g/dL, normal D-dimer
0,2 mg/L, dan feritin 65/μL. Urea 24 mg/dL, kreatinin 1,08 mg/dL, natrium
138 mg/dL, kalium 4,01 mEq/L, aspartat aminotransferase dari 22 U/L, alanin
aminotransferase 15 U/L, fibrinogen 352,1 g/L, total bilirubin 0,5 mg/dL, dan
sedimentasi 2 mm/jam tingkat yang normal. Hasil pemeriksaan Protein C-
reaktif (CRP) 5,62 mg/L (normal 5-10 mg/L). Favipiravir dan natrium
enoxaparin telah diberikan pada pasien. Analisis semen dievaluasi menurut:
nilai referensi Organisasi Kesehatan Dunia 2010 (WHO, 2010). Rasa sakit
sesuai dengan skala penilaian nyeri wajah Wong-Baker. Testis diperiksa
dengan USG skrotum/Doppler. Sebelum onset Covid-19 pasien pernah di
diagnosis oligo-astheno-teratozoospermia berdasarkan hasil laboratorium
yang terlampir (Tabel 1).

Pasien datang ke klinik pada hari ke 45 setelah Covid-19. Analisis


semen dilakukan di laboratoratorium meunjukan hasil bahwa pasien
mengalami oligo-astheno-teratozoospermia yang parah yang telah
berkembang pada hari ke 22 Covid-19. Nyeri ringan dimulai pada hari ke 22
dan lebih intensif pada hari ke 49 pada kedua testis (+). Volume testis kiri
lebih rendah dibandingkan dengan volume testis kanan yang di periksa
melalui USG. Pengurangan volume di kanan dan kiri testis terjadi sebagai
16,3/mm3 (29,9/23,3 mm3, 25,41%) dan 12,5/mm3 (28.9/16,4 mm3, 43,25%),
masing-masing pada hari ke 49 (Gambar 1). Karena mengalami Orchialgia,
pasien diberikan paracetamol sebagai analgesic untuk mengurangi nyeri pada
testisnya, nyeri tersebut berlangsung selama 15 hari, yaitu pada hari 60 dan
75, tetapi tidak ada pembengkakan orkitis epididimitis khas yang diamati.
Jumlah leukosit pasien (12.600/μL) dengan limfositopenia (724/μL).

31
Penurunan volume testis tercatat di kedua testis dan terutama di testis
kiri dengan pemeriksaan Doppler dengan ekogenisitas yang tinggi. Pada
gambar 2 terdapat gambaran peningkatan aliran darah testis kiri. Hasil
analisis semen konsisten dengan level sebelum Covid-19 dari hari ke 45
hingga 108. Tidak ada perubahan yang terjadi pada nilai gonadotropik dan
prolaktin pada hari ke 46 hingga 90 sebelumnya dan setelah Covid-19.
Namun, penurunan diamati pada kadar hipogonadisme testosteron total (TT)
pada hari ke 90 sampai 108. Pasien tidak merasakan nyeri pada testis
kanannya pada hari ke 108 selama tindak lanjut, tetapi rasa sakit di testis
kirinya berlanjut. Kemudian dilakukan pemeriksaan USG Kembali pada
pasien dan di dapatkan hasil penurunan volume testis kiri dan ekogenisitas
testis kirinya masih meningkat. Pengurangan volume di testis kanan dan kiri
terjadi sebagai 15,9/mm3 (29,9/14 mm3, 53,17%) dan 16,5/mm3 (28,7/12,2
mm3, 57,78%), masing-masing dari hari ke 49 hingga 108. Kerugian
permanen yang dialami pasien adalah gangguan motilitas sperma dalam
analisis semen pada hari 108 (Tabel 1). Dalam kasus ini selain keluhan
mengenai masalah di organ reproduksi yang diperparah oleh Covid-19, pasien
juga sedang dalam program kehamilan Bersama istrinya. Injeksi sperma
intracytoplasmic (ICSI) dilakukan pada hari ke 90. Pemindahan embrio
dilakukan pada hari ke-95 dan kehamilan terdeteksi dalam darah pada hari ke-
113. Saat dilakukan USG pada istrinya kantung kehamilan dan denyut janin
diamati pada hari ke 131 setelah Covid-19. Saat ini usia kehamilannya 8
minggu.

Gambar 1. Testis dengan ekogenisitas tinggi pada hari ke 49

karena COVID-19

32
Gambar 2. Peningkatan ekogenisitas pada testis kanan/kiri dan peningkatan
aliran darah pada testis kiri pada pemeriksaan Doppler warna skrotum pada
hari ke-75 setelah COVID-19

TABEL HASIL PEMERIKSAAN

33
4.2 Analisis Laporan Kasus

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. X
Usia : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki

2. Anamnesis

a. Keluhan Utama:
Demam 3 hari yang lalu dan setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium
analisis semen terdapat hasil yang abnormal pada kesuburannya.

b. Keluhan Tambahan:
Nyeri pada testis (Orchialgia) dan terdapat penurunan volume testis serta
peningkatan tekanan darah pada testis sebelah kiri .

c. Riwayat penyakit dahulu:


Tidak ada komorbid yang memperberat gejala Covid-19, namun pasien
pernah memiliki riwayat oligo-astheno-teratozoospermia.

d. Riwayat Pengobatan Dahulu:


Tidak ada data.

e. Riwayat Pengobatan Sekarang:


Pasien diberikan Favipiravir yang berfungsi sebagai antivirus dan natrium
enoxaparin sebagai anti koagulan yang berfungsi untuk mengurangi aktivitas
protein yang bertugas membekukan darah, sehingga mencegah terbentuknya
gumpalan darah. Fapiviravir dan natrium enoxaparin diberikan sebagai
tatalaksana infeksi Covid-19. Sementara itu untuk mengatasi nyeri pada
testis (orchialgia) pada pasien diberikan paracetamol sebagai analgesic.

3. Pemeriksaan Laboratorium
Terlampir pada tabel

4. Pemeriksaan Penunjang
USG: Penurunan volume testis kanan dan kiri.

34
4.3 Pembahasan Laporan Kasus

Seorang pasien laki-laki 29 tahun, tanpa penyakit penyerta dan yang


menikah selama 1,5 tahun, telah dirawat di gawat darurat departemen karena
demam pada 39°C, yang telah berlangsung selama 3 hari. Hasil analisis
pemeriksaan PCR yang dilakukan pada faring sampel swab positif. Dalam hal
ini penyebab pasien tersebut dirawat adalah karena ia mengalami penyakit
Covid-19, hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan swab nasofaring PCR
dengan hasil positif dimana pemeriksaan tersebut merupakan gold standar
untuk menegakkan diagnosis Covid-19. Demam merupakan salah satu
manifestasi klinis dari infeksi Covid, hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Lapostolle yaitu manifestasi klinis universal yang terjadi pada
pasien Covid-19, diantaranya adalah demam (febris), batuk kering, dyspnea,
fatigue, myalgia, dan sakit kepala (Lapostolle dkk., 2020).
Sebelum onset Covid-19 pasien pernah di diagnosis oligo-astheno-
teratozoospermia dan setelah terinfeksi kemudian menjadi penyintas Covid-
19, pasien tersebut pengalami perburukan pada kualitas spermanya. Kualitas
sperma pasien tercatat dalam tabel hasil laboratorium yang didapatkan dari
pemeriksaan analisis semen. Selain itu juga pasien mengalami orchialgia
yang menyebabkan nyeri pada testis dan atrofi testis sehingga testis pasien
tersebut mengalami penurunan volume dan ukurannya. Hal tersebut terjadi
pada kedua testisnya namun penurunan volume testis tersebut lebih parah
pada testis sebelah kiri. Keluhan yang dialami pada sistem reproduksi pasien
merupakan keluhan penyerta dari infeksi Covid-19 yang menyebabkan
respons inflamasi.
Penelitian menunjukan bahwa virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19
menyebabkan spermatogonia meningkatkan ekspresi dalam sel Leydig dan
Sertoli dengan reseptor enzim pengubah Angiotensin-2 dan memicu autoimun
respon inflamasi. Prediksi ini didasarkan pada proteomic analisis sel-sel yang
menunjukkan bahwa virus Covid-19 memiliki reseptor yang diperlukan untuk
mendukung respons angiotensin, termasuk ACE2 yang menjadi pintu masuk
seluler untuk infeksi virus corona. Karena sistem angiotensin diketahui
memainkan peran penting dalam pemeliharaan viabilitas dan fungsi sperma,
telah dibuktikan bahwa kontak dengan virus akan memiliki konsekuensi
reproduksi yang merugikan untuk laki-laki yang terinfeksi (Eisenberg, 2020).
35
Respons inflamasi pada infeksi akan menyebabkan serangkaian
perubahan yang merugikan pada system reproduksi pria yang terkait dengan
penciptaan stres oksidatif yang signifikan. Perubahan tersebut meliputi
generasi spesies oksigen reaktif (ROS) oleh mitokondria sperma karena sel-
sel ini terlibat dalam jalur apoptosis intrinsic, peningkatan pembentukan ROS
lokal sebagai akibat dari fagositosis sperma oleh leukosit yang menanggapi
peningkatan kadar angiotensin II dan stres oksidatif yang diciptakan oleh
badai sitokin proinflamasi yang menyertai infeksi Covid-19. Stres oksidatif
yang terjadi dapat mempengaruhi morfologi sperma, struktur akrosom dan
menyebabkan kerusakan pada asam deoksiribonukleat (DNA) sperma
sehingga materi genetic pada sperma tidak sempurna (Aitken, 2021).
Gangguan pada system reproduksi ini juga mempengaruhi bagian lain
selain testis seperti tubulus seminiferous. Kerusakan tubulus seminiferus pada
pasien Covid-19 ini mungkin diinduksi oleh respons autoimun sekunder
terhadap infeksi virus yang serupa dengan orkitis autoimun yang sebelumnya
telah ada dengan pasien yang terinfeksi SARS-CoV. Selain itu, infiltrasi
leukosit dapat berdampak negatif berdampak pada fungsi sel leydig merusak
produksi tes tosteron, merusak sawar darah-testis, dan menginduksi
kehancuran pada epitel seminiferous. Defek tersebut Bersama dengan
teraktivasinya sitokin inflamasi dapat mengaktifkan respon autoimun disertai
dengan deposit IgG di dalam tubulus (Li, 2020)
Covid-19 dapat menyebabkan berbagai dampak negatif antara lain
penurunan hormone testosterone, nyeri skrotum yang parah, peningkatan
ekogenisitas testis, pengurangan volume, dan hipogonadisme. Hasil observasi
pada hari ke 90 sampai 108 pada pasien dalam kasus dan ditindaklanjut dalam
waktu kurang lebih 3 bulan dan menunjukan adanya perbaikan. Meskipun
menyebabkan gangguan kesuburan atau infertile pada pria, peningkatan CRP
dan ORP, demam tinggi, dan peningkatan kadar SDFI pada pasien Covid-19
ini bersifat sementara dan tidak permanen. Minimal waktu yang diperlukan
untuk membuat seluruh parameter kesuburan pria pada analisis semen
menjadi normal adalah 3 bulan. Oleh karena itu, pendekatan reproduksi
berbantuan direkomendasikan harus ditunda setidaknya selama 3 bulan
kemudian pasca infeksi pada pria yang memiliki Covid-19 dengan demam
(Salvarci, 2021).

36
Kesimpulannya, secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan bahwa
sistem reproduksi laki-laki lebih rentan terhadap Covid-19, seperti yang
ditunjukkan oleh disfungsi spermatogenik dengan penurunan yang signifikan
dalam jumlah sperma pada pasien Covid-19, bersama dengan respons imun di
testis dan epididimis. Hal ini menyiratkan untuk mementingkan penerapan
perawatan lebih lanjut dalam kesehatan reproduksi pada pria yang terinfeksi
Covid-19.

37
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Organ genitalia pria dibedakan menjadi organ genitalia interna dan organ
genitalia eksterna. Organ genitalia interna terdiri dari testis, epididimis,
duktus deferen, funiculus spermaticus, dan kelenjar seks tambahan. Organ
genitalia eksterna terdiri dari penis, uretra, dan skrotum.
2. Covid-19 merupakan suatu penyakit yang di sebabkan oleh infeksi Virus
SARS-CoV-2 yang merupakan jenis Coronavirus, jenis baru yang
menyebabkan pandemi hampir diseluruh dunia. Gejala klinis yang paling
sering terjadi pada pasien Covid-19 yaitu demam, batuk, myalgia atau nyeri
otot, produksi sputum, sakit kepala, batuk darah, diare dan dyspnea atau
henti nafas.
3. Definisi dari Infertilitas merupakan suatu keadaan yang menyebabkan
kegagalan konsepsi pada pasangan yang telah menikah lebih dari satu
tahun, yang tidak menghasilkan keturunan meskipun tidak mengikuti
program keluarga berencana.
4. Epidemiologi infertilitas menurut World Health Organization bahwa
sekitar 50-80 juta pasangan infertil di dunia. Di dunia sekitar 2 juta
pasangan infertil meningkat setiap tahunnya. Diperkirakan pada tahun 2025
prevalensi infertile dapat mencapai 7,7 juta.
5. Faktor Risiko Infertilitas antara lain usia, frekuensi Hubungan Seksual,
pola hidup (alkohol dan merokok), obesitas, pekerjaan yang terpapar bahan
kimia, obat-obatan, dan stress Oksidatif.
6. Etiologi infertilitas pada pria dapat disebabkan karena kelainan anatomis
sperma, endokrinopati, masalah imunologis, kegagalan ejakulasi, dan
pajanan dari lingkungan (radiasi, kemoterapi), mutasi gen, aneuploidi,
varicocele, infeksi saluran genital, dan disfungsi erektil. Sekitar setengah
dari pasien infertilitas mempunyai penyebab yang tidak jelas dan kasus ini
didiagnosis sebagai infertilitas idiopatik
7. Patofisiologi nya adalah Covid-19 dapat menyebabkan spermatogonia
meningkatkan ekspresi dalam sel leydig dan sertoli dengan reseptor enzim

38
pengubah Angiotensin-2 dan memicu autoimun respon inflamasi. Prediksi
ini didasarkan pada proteomic analisis sel-sel yang menunjukkan bahwa
virus Covid-19 memiliki reseptor yang diperlukan untuk mendukung
respons angiotensin, termasuk ACE2 yang menjadi pintu masuk seluler
untuk infeksi virus corona. Karena sistem angiotensin diketahui
memainkan peran penting dalam pemeliharaan viabilitas dan fungsi
sperma, baik itu mengganggu proses spermatogenesis, kualitas sperma dan
jumlah sperma itu sendiri.
8. Cara mendiagnosis infertile et causa Covid-19 dengan cara anamnesis
gejala klinis yang dialami pasien, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang seperti analisis semen, USG, biopsi testis, pemeriksaan hormon,
skrining genetic dan pemeriksaan imunology .
9. Tatalaksana infertilitas pada pria dapat digunakan terapi hormonal,
penghapusan agen gonadotoxic, terapi hcg, terapi infeksi diberikan
antibiotik, vasovasostomi dan vasoepididymistomy, pengobatan antibody
sperma, terapi empiris, dan teknik reproduksi berbantuan (assisted
reproductive techniques; ART)
10. Komplikasi dari kasus infertile dapat berupa gangguang psikologis karena
tekanan dari lingkungan social.
11. SKDU pada kasus infertilitas adalah level kompetensi 3A.

5.2 Saran

1. Setelah disusunnya tugas pengenalan profesi ini mahasiswa memberikan


saran kepada pembaca agar dapat memahami definisi, gejala dan
tatalaksana kasus infertilitas untuk mendeteksi secara dini agar tidak terjadi
progresifitas penyakit.

2. Karena masih sedikitnya studi kasus dan penelitian mengenai infertilitas


yang disebabkan oleh infeksi Covid-19 khususnya di Indonesia diharapkan
untuk mengambil penelitian menenai hal tersebut sebagai bahan menambah
kepustakaan

39
DAFTAR PUSTAKA

Aitken, R. J. 2021. COVID‐19 and male infertility: An update. Andrology.

Akbar, A. 2020. Gambaran Faktor Penyebab Infertilitas Pria Di Indonesia: Meta


Analisis. JURNAL PANDU HUSADA, 1(2), 66-74

Amelia, L., & Rahmanisa, S. 2019. Evaluasi Dan Manajemen Infertilitas Pria. JIMKI:
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia, 7(2), 105-114.

Eisenberg ML. 2020. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) and men’s reproductive
health. Fertil Steril (In press)

Gardner D, Shoham Z. 2018. The Boston IVF Handbook of Infertility. Boca Raton: CRC
Press; 115–29 p.

Hall JE. 2016. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 13th ed. Philadelphia
(PA): Elsevier, Inc.

Handayani D, Hadi D.R, Isbaniah F, Burhan E, Agustin H. 2020. Penyakit Virus Corona
2019. Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jurnal Respirologi Indo, Vol. 40 No. 2

Jungwirth A, Diemer T, Dohle GR, Giwercman A, Kopa Z, Krausz C, et al. 2015.


Guidelines on Male Infertility. United Kingdom: European Association of
Urology; 1–4

Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). 2019. Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter
Indonesia.

Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. 2017. Buku Ajar Patofisiologi (Professional
Guide to Pathophysiology. Jakarta: EGC.

Larasati, M. D., & Lestari, S. W. 2017. Azoospermia: Suatu Tinjauan Genomik. eJournal
Kedokteran Indonesia, 5(2).

Li, H., Xiao, X., Zhang, J., Zafar, M. I., Wu, C., Long, Y., ... & Xiong, C. 2020. Impaired
spermatogenesis in COVID-19 patients. EClinicalMedicine, 28, 100604.
40
Lu R, Zhao X, Li J, Niu P, Yang B, Wu H, et al. 2020. Genomic characterisation and
epidemiology of 2019 novel coronavirus: implications for virus origins and
receptor binding. Lancet.

Olooto, W. E. 2012. Infertility in male; risk factors, causes and management-A review. J
Microbiol Biotechnol Res, 2(4), 641-645.

Paulsen, F dan Waschake J. 2018. Sobotta: Atlas Aantomi Manusia, Anatomi Umum dan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Pudjiadi, M. T. S., & Hadinegoro, S. R. S. 2016. Orkitis pada Infeksi Parotitis


Epidemika: laporan kasus. Sari Pediatri, 11(1), 47-51.

Purnomo, Basuki B. 2012. Dasar-dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Seto

Rahmadiani, D. 2021. Ekstrak Pollen Kurma (Phoenix dactylifera L) Sebagai Terapi


Infertilitas Pada Pria. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(1), 31-40.

Reproduksi, H. E., Indonesia, F., Indonesia, P. F. I. V., Indonesia, I. A. U., Obstetri, P., &
Indonesia, G. 2013. Konsensus Penanganan Infertilitas. Edited by A. Hestiantoro
et al.

Sa’adah N, Purnomo W. 2016. Karakteristik dan perilaku beresiko pasangan infertile di


klinik fertilitas dan bayi tabung tiara cita rumah sakit Putri Surabaya. Jurnal
Biometrika dan Kependudukan. 2016 Juli;5(1):61-9

Salvarci, A., Gurbuz, A. S., & Ali, F. (2021). The Impact of Coronavirus Disease-2019
on Men with Primary Infertility: Case Report. Journal of Urological
Surgery, 8(4), 306-309.

Sherwood L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Sohrabvand, F., Jafari, M., Shariat, M., Haghollahi, F., & Lotfi, M. 2015. Frequency and
epidemiologic aspects of male infertility. SID Original Article

Snell, R. S. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih bahasakan oleh Sugarto L.
Jakarta:EGC.

41
Susilo, A., et al. 2020. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia, Vol. 7, No. 1

Utami, S. 2009. Etiologi infertilitas pada pria akibat dari mutasi DNA mitokondria
(mtDNA). Maranatha Journal of Medicine and Health, 9(1), 150489.

World Health Organization (WHO). 2020. Naming the coronavirus disease (COVID-19)
and the virus that causes it.

42
CASE REPORT
Andrology Doi: 10.4274/jus.galenos.2021.2021.0034
Journal of Urological Surgery, 2021;8(4):306-309

The Impact of Coronavirus Disease-2019 on Men with Primary


Infertility: Case Report
Ahmet Salvarci1, Ali Sami Gurbuz2, Fuat Ali3
1Novafertile and Medicana Hospital IVF Centers, Medicana Hospital Affiliated with KTO Medical Faculty, Department of Urology, Konya, Turkiye
2Novafertile and Medicana Hospital IVF Centers, Medicana Hospital Affiliated with KTO Medical Faculty, Department fo Obstetrics and
Gynecology, Konya, Turkiye
3Novafertile IVF Centers, Department of Obstetrics and Gynecology, Konya, Turkiye

Abstract
At present, the world is faced with the coronavirus disease-2019 (COVID-19) threat caused by another novel coronavirus, the severe acute respiratory
syndrome coronavirus 2. A 29-year-old patient diagnosed with primary infertility had COVID-19. Temporary severe oligo-astheno-teratozoospermia
was observed in the long term; however, permanent losses occurred in rapid progressive sperms. His total testosterone level and total motile
sperm count were permanently reduced. Permanent reductions occurred in his testicular volumes. But semen analysis values before COVID-19 was
observed again. Pregnancy with intra cytoplasmic sperm injection was achieved with a high fertilization rate.
Keywords: COVID-19, infertility, pregnancy

Introduction dL, creatinine of 1.08 mg/dL, sodium of 138 mg/dL, potassium


of 4.01 mEq/L, aspartate aminotransferase of 22 U/L, alanine
Men are observed to be more affected by the highly contagious aminotransferase of 15 U/L, fibrinogen of 352.1 g/L, total
coronavirus disease-2019 (COVID-19) caused by severe acute bilirubin of 0.5 mg/dL, and sedimentation of 2 mm/h were at
respiratory syndrome-coronavirus-2 (SARS-CoV-2) compared a normal level. The C-reactive protein (CRP) was 5.62 mg/L
to women (male/ratio rate is 2.7:1) (1). In addition, a negative (normal 5-10 mg/L). Favipiravir and enoxaparin sodium were
impact occurs in spermatogenesis and testes (2). The virus is administered. The semen analyses were evaluated according to
not necessarily directly present to cause harm to the male the World Health Organization 2010 reference values. The pain
reproductive system (3). This case provides a chronological was assessed according to the Wong-Baker face pain rating scale.
presentation of COVID-19 following the diagnosis of primary The testes were examined with scrotal ultrasound/Doppler. The
infertility. patient had oligo-astheno-teratozoospermia before the onset
of COVID-19 (Table 1). The patient came to our clinic on day 45
Case Report after COVID-19. The semen analysis performed in an external
center revealed a severe oligo-astheno-teratozoospermia
A 29-year-old male patient, with no co-morbidities and who that has developed on day 22 of COVID-19. Mild pain began
was married for 1.5 years, had been admitted to the emergency on day 22 and intensified on day 49 in both testicles (+). Left
department due to a fever at 39 °C, which had persisted for testicular volume was lower compared to that of the right
3 days. The result of the quantitative reverse transcriptase- testis under ultrasound. The volume reduction in right and left
polymerase chain reaction analysis performed on a pharyngeal testes occurred as 16.3/mm3 (29.9/23.3 mm3, 25.41%) and 12.5/
swab sample was positive. Laboratory analyses resulted in mild mm3 (28.9/16.4 mm3, 43.25%), respectively, on day 49 (Figure
leukopenia of 3.789/mm3, hemoglobin of 14.3 g/dL, normal 1). Orchialgia, which woke up the patient and was suppressed
D-dimer of 0.2 mg/L, and ferritin of 65/μL. A urea of 24 mg/ with paracetamol, developed on days 60 and 75, but no typical

Correspondence: Ahmet Salvarci MD, Novafertile and Medicana Hospital IVF Centers, Medicana Hospital Affiliated with KTO Medical Faculty, Department of
Urology, Konya, Turkiye
Phone: +90 332 321 51 51 E-mail: drsalvarci@hotmail.com ORCID-ID: orcid.org/0000-0002-5231-2415
Received: 03.03.2021 Accepted: 14.05.2021

Cite this article as: Salvarci A, Gurbuz AS, Ali F. The Impact of Coronavirus Disease-2019 on Men with Primary Infertility: Case Report.
J Urol Surg 2021;8(4):306-316.
©Copyright 2021 by the Association of Urological Surgery / Journal of Urological Surgery published by Galenos Publishing House.

306
Journal of Urological Surgery,
2021;8(4):306-316 Salvarci et al. COVID-19 and Infertility

Table 1. Chronological list evaluating the results before and after COVID-19
2020-2021 22.01 23.01 01.06 19.09 11.10 14.10.2020 3.11 4.11 7.11 18.11/3.12 18.12 19- 4.1.2021 17.1.2021
year 23/2021
  Before Before Before Days Day 22 Day 25 Day 45 Day 46 Day 49 Days Day 90 Day Day 108 Day 113
1,10,18 60,75 91-95
FSH mIU/L   2.42           2.6     2.98   2.7  
LH mIU/L   5.46           4.04     3.74   3.93  
PRL mIU/L   15.77           8.53     14.22   9.66  
E2 pg/mL               48.2         33.49  
TT ng/dL   303.57           395.26     216.44   173.89  
Volume/mL 5   4   3.5   4       5.2   3.6  
Number/mL 2.7x106   7x106   0.6x106   4x106       8x106   9x106  
Total count 13.5x106   28x106   2.1x106   16x106       41x106   32.4x106  
Rapidly 24   32   0   0       0   0  
progressive
%
Slowly 0   12   0   0       13   33  
progressive
%
In situ 10   56   4   7       0   0  
motile %
Immotile % 66   44   96   93       87   67  
Kruger 1   1   0   1       1   1  
normal %
TMSC 2.7x106   15.7x106   0.084x106   1.12x106       5.33x106   3.85x106  
Rigth testis/   29.9,     29.9, echo       23.3, 21.3,     14, echo  
mm3 echo N N echo↑, echo↑, N,
volume volume↓ volume↓

Left testis/   28.9,     28.9, echo       16.4, 15.7,     12.2,  
mm3 echo N N echo↑, echo↑, still high
volume↓ blood echo,
flow↑, volume↓
volume↓
Varicocele   2 mm,     2 mm         2 mm        
reflux reflux (+) reflux (+)
(+)
Rigth W-B 0 0 0 0 2 or 4 2 or 4 2 or 4 2 or 4 2 or 4 8 0   Absent  
Left W-B 0 0 0 0 4 4 4 4 4 10 0   2  
qRT-PCR for       Positive   Negative       Negative        
COVID-19
CRP mg/L    
    5.62     9.77   37.9 2.9   0.1  
ORP/mV/106    
0.98   3.76   2.45       1.89   1.1  
sperm/mL
SDFI 8       22   26       11   8  
(TUNEL)
ICSI    
     
     
    ICSI day Embryo    

transfer
Time-    
     
     
     
42.9±27.88   Pregnant
lapse/h,
division
Complete        
N      
N N    
N  
urine
SPSS 27.0
program
COVID-19: Coronavirus disease-2019, FSH: Follicle-stimulating hormone, LH: Luteinizing hormone, TT: Total testosterone, PRL: Prolactin, E2: Estradiol, LT: Liquefaction time, ICSI: Intracytoplasmic sperm injection,
TMSC: Total motile sperm count, Wong-Baker (W-B) Face pain rating scale; 0 no hurt, 2 hurts little bit, 4 hurts little more, 6 hurts even more, 8 hurts whole lot, 10 hurts worst, qRT-PCR: Quantitative reverse
transcriptase-polymerase chain reaction, CRP C-reactive protein, SDFI: Sperm DNA fragmentation, Time-lapse the system for monitoring early embryo morphokinetics development, ß HCG shows pregnancy value in
blood. The embryo is checked on the 12th day following the transfer. It indicates pregnancy between 5-50 mIU/mL in the first three weeks. TUNEL: The terminal deoxynucleotidyl transferase-mediated deoxyuridine
triphosphate-nick end labeling (TUNEL) assay, ORB: Oxidation-reduction potential (An ORB cut-off value of <1.42 mV/106 sperm/mL was regarded normal), N normal↓ decreased, ↑increased

307
Journal of Urological Surgery,
2021;8(4):306-316 Salvarci et al. COVID-19 and Infertility

currently preserved. All chronological follow-up is presented in


Table 1.

Discussion
It was claimed that SARS-CoV-2 causes spermatogonia and
increases expression in Leydig and Sertoli cells with angiotensin-
converting enzyme 2 receptors and triggers an autoimmune
inflammatory response (4). Autoimmune orchitis disrupts
the testicular-blood barrier (3,4). This disrupts the balance of
reactive oxygen species. The oxidative stress disrupts sperm
morphology and acrosome structure and leads to damage in
sperm deoxyribonucleic acid (DNA). Simultaneous elevation
Figure 1. Testicles with elevated echogenicity on day 49 due to COVID-19 of oxidative reduction potential (ORP), CRP, and sperm DNA
COVID-19: Coronavirus disease-2019 fragmentation index (SDFI) seemed to support COVID-19
autoimmune orchitis. Interestingly, normalization was observed
in all three values towards day 108. We saw high-quality
sperms with acrosome and high motility and cytoplasmic
integrity, in which we detected the nuclei in intracytoplasmic
morphologically selected sperm injection (IMSI). We observed
embryo formations of 2PN (pronucleus) quality in our
morphokinetic follow-ups in time-lapse on day 5. CRP elevations
may negatively impact testicular functions and spermatogenetic
activity (4). CRP elevation, severe orchialgia, and increase in
testicular echogenicity were observed on days 66 to 75, whereas
Figure 2. Elevated echogenicity in the right/left testes and elevated blood
a volume reduction was noted in the testes compared to day
flow in the left testis under scrotal color Doppler on day 75 after COVID-19
49 (Figure 1, 2). Even if the body temperature increases by one
COVID-19: Coronavirus disease-2019
degree, the regulation of the scrotal temperature is disrupted.
epididymitis orchitis swelling was observed. The patient’s white Thus, sperm count and/or motility is/are reduced (5). This leads
blood cell count was (12.600/μL) with lymphocytopenia (724/μL). to a modification in the sperm DNA integrity (5). A minimum of
A reduction in testicular volumes was noted in both testes and 3 months may be required to normalize these parameters (6).
particularly in the left testis under Doppler. The echogenicity was
Therefore, assisted reproductive approaches are recommended
elevated. The left testicular blood flow was observed to increase
to be postponed for at least 3 months in men who have
(Figure 2). The semen values were consistent with the levels
COVID-19 with fever (6). COVID-19 was reported to promote
before COVID-19 from days 45 to 108. No changes occurred in
the negative impact of testosterone (7). Severe scrotal pain,
the gonadotropic and prolactin values on days 46 to 90 before
elevation in testicular echogenicity, reduction in their volume,
and after COVID-19; however, a decrease was observed in the
and a TT reduction signaling hypogonadism on days 90 through
total testosterone (TT) hypogonadism level on days 90 to 108.
108 were observed in our 3-month follow-up.
The patient had no pain in his right testis on day 108 during his
follow-up, but the pain in his left testis persisted. A decrease Despite being temporary, an elevation in CRP and ORP, high
was observed in the testicular volumes under ultrasound. His left fever, and transiently rising SDFI levels were observed in the male
testicular echogenicity was still elevated. The volume reduction patient with COVID-19. A severe reduction occurred in transient
in the right and left testes occurred as 15.9/mm3 (29.9/14 mm3, total sperm count, whereas a permanent reduction was noted in
53.17%) and 16.5/mm3 (28.7/12.2 mm3, 57.78%), respectively total motile sperm count levels. Testicular pain that developed
from days 49 to 108. Permanent losses were noted in rapidly after COVID-19 persisted for a long time. Most importantly, a
progressive and in situ motile sperms in the semen analyses on permanent reduction occurred in testicular volumes. High-
day 108 (Table 1). An intracytoplasmic sperm injection (ICSI) quality sperms were detected in IMSI. A high fertilization rate
was performed on day 90. Embryo transfer was carried out on was achieved. Embryo morphokinetics was normal at time-
day 95 and pregnancy was detected in the blood on day 113. lapse. Despite debated changes associated with COVID-19 in a
Ultrasonographic gestational sac and fetal pulses were observed male patient with primary infertility, ICSI that was performed 3
on day 131 after COVID-19. A healthy pregnancy of 8 weeks is months after the disease resulted in pregnancy.

308
Journal of Urological Surgery,
2021;8(4):306-316 Salvarci et al. COVID-19 and Infertility

Ethics 2. Xu J, Qi L, Chi X, Yang J, Wei X, Gong E, Peh S, Gu J. Orchitis: a complication


of severe acute respiratory syndrome (SARS). Biol Reprod 2006;74:410-416.
Informed Consent: Consent was obtained from the patient to 3. Li N, Wang T, Han D. Structural, cellular and molecular aspects of immune
use the data. privilege in the testis. Front Immunol 2012;3:152.
4. Feng Pan, Xingyuan Xiao, Jingtao Guo, Yarong Song, Honggang Li, Darshan
Peer-review: Externally peer-reviewed.
P Patel, et al. Effect of SARS-CoV-2 infection upon male gonadal function:
a single center-based study. MedRxiv 2020.03.21.20037267.
Authorship Contributions
5. Sergerie M, Mieusset R, Croute F, Daudin M, Bujan L. High risk of temporary
Concept: A.S., A.S.G., F.A., Design: A.S., Data Collection or alteration of semen parameters after recent acute febrile illness. Fertil Steril
Processing: A.S., F.A., Analysis or Interpretation: A.S., Literature 2007;88:970.e1-7.

Search: A.S., A.S.G., F.A., Writing: A.S. 6. Carlsen E, Andersson AM, Petersen JH, Skakkebaek NE. History of febrile
illness and variation in semen quality. Hum Reprod 2003;18:2089-2092.
Conflict of Interest: No conflict of interest was declared by the 7. Pozzilli P, Lenzi A. Commentary: Testosterone, a key hormone in the
authors. context of COVID-19 pandemic. Metabolism: Clinical and Experimental
2020;108:154252.
Financial Disclosure: The authors declared that this study
received no financial support.

References
1. Xu J, Zhao S, Teng T, Abdalla AE, Zhu W, Xie L, Wang Y, Guo X. Systematic
Comparison of Two Animal-to-Human Transmitted Human Coronaviruses:
SARS-CoV-2 and SARS-CoV. Viruses 2020;12:244.

309

Anda mungkin juga menyukai