1
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan kesehatan dan kesempatan sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini saya buat untuk melengkapi tugas mata kuliah
“ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN” yang sedang saya tempuh. Makalah ini dibuat dengan
berbagai sumber kajian dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu
menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena
itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan pada
makalah kali ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
penyelesain makalah ini, yang telah membimbing penyusun dalam pembuatan makalah.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya para peserta didik.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR .................................................................................................. 2
DAFTAR ISI .............................................................................................................. 3
BAB 1: PENDAHULUAN........................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 4
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 5
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 6
BAB 2 : PEMBAHASAN ............................................................................................ 7
2.1 Kelalaian medis .............................................................................................. 7
2.2 Macam macam bentuk kelalaian ..................................................................... 9
2.3 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Malpraktek Yang Dilakukan oleh
bidan ............................................................................................................. 10
2.4 Pengertian Whistleblowing System ................................................................ 12
2.5 Jenis-Jenis Whistleblowing System ................................................................ 13
2.6 Manfaat Whisteblowing system...................................................................... 15
3
BAB I
PENDAHULUAN
1
diukur dengan derajat ilmiah yang lazimnya dipraktikan pada setiap situasi dan kondisi di
dalam komunitas yang mempunyai reputasi dan keahlian rata-rata.
Ketentuan perbuatan pidana terhadap kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan dokter
yang menyebabkan kematian pada pasien terdapat dalam Pasal 359 Jis. Pasal 361 KUHP, Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHP Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum
Pidana yang mengatakan:
a. Pasal 359 mengatakan “barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan
orang lain mati diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun”.
b. Pasal 361 mengatakan “jika kejahatan diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam
menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana tambahan denga sepertiga dan
yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana
dilakukan kejahatan dan hakim memerintahkan supaya putusannya diumumkan”.
c. Pasal 55 Ayat (1) mengatakan “dipidana sebagai pelaku tindak pidana: 1. Mereka yang
melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan; 2. mereka
yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan
atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi
kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya
melakukan perbuatan”.
2
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa maksud dari kesalahan atau kelalaian
2. Mengetahui macam macam dari bentuk kelalaian
3. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya malpraktek yang dilakukan
oleh bidan
4. Mengetahui definisi dari whisteblowing
5. Mengetahui jenis-jenis whisteblowing
6. Mengetahui manfaat dari whisteblowing
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
”seharusnya mengetahui atau dapat mengetahui atau menyadari”. Jadi, kelalaian
merupakan salah satu bentuk kesalahan yang timbul karena pelakunya tidak memenuhi
standar perilaku yang telah ditentukan menurut undang-undang, kelalaian itu terjadi
dikarenakan perilaku orang itu sendiri.
Dalam pelayanan kesehatan yang menyebabkan timbulnya kelalaian adalah
”karena kurangnya pengetahuan, kurangnya kesungguhan serta kurangnya ketelitian
dokter dan atau tenaga kesehatan lainnya pada waktu melaksanakan pelayanan medis”
(Bahder Johan, 2005: 55).
Black’s Law Dictionary mendefinisikan malpraktek sebagai “professional
misconduct or unreasonable lack of skill” atau “failure of one rendering professional
services to exercise that degree of skill and learning commonly applied under all the
circumstances in the community by the average prudent reputable member of the
profession with the result of injury, loss or damage to the recipient of those services or
to those entitled to rely upon them”
Dari segi hukum, di dalam definisi di atas dapat ditarik pemahaman bahwa malpraktek
dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu,
tindakan kelalaian (negligence),ataupun suatu kekurangmahiran/ketidak kompetenan yang
tidak beralasan. Malpraktek dapat dilakukan oleh profesi apa saja, tidak hanya oleh dokter.
Profesional di bidang hukum, perbankan dan akuntansi adalah beberapa profesional lain di luar
kedokteran yang dapat ditunjuk sebagai pelaku malpraktek dalam pekerjaannya masing-
masing. J. Guwandi, S.H. mengatakan malpraktek bukan sinonim dengan kelalaian.
Menurutnya, malpraktek tidaklah sama dengan kelalaian. Kelalaian memang termasuk dalam
arti malpraktek, tetapi di dalam malpraktek tidak selalu terdapat unsur kelalaian, dapat juga
karena ada unsur kesengajaan . Malpraktek mempunyai pengertian yang lebih luas daripada
kelalaian. Karena selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktek pun mencakup tindakan-
tindakan yang dilakukan dengan sengaja (intentional, dolus, onzettelijk) dan melanggar
undang-undang. Di dalam arti kesengajaan tersirat adanya suatu motif (mens rea, guilty mind).
Sedangkan arti kelalaian lebih berintikan ketidaksengajaan (culpa), kurang teliti, kurang hati-
hati, acuh tak acuh, sembrono, tak peduli terhadap kepentingan orang lain, namun akibat yang
timbul memang bukanlah menjadi tujuannya.
5
2.2 Macam macam bentuk kelalaian
Kelalaian menurut hukum pidana terbagi dua macam (Bahder Johan, 2005: 56), yaitu:
a. Kealpaan perbuatan
Apabila hanya dengan melakukan perbuatannya sudah merupakan suatu peristiwa
pidana, maka tidak perlu melihat akibat yang timbul dari perbuatan tersebut
sebagaimana ketentuan Pasal 205 KUHP;
b. Kealpaan akibat
Merupakan suatu peristiwa pidana kalau akibat dari kealpaan itu sendiri sudah
menimbulkan akibat yang dilarang oleh hukum pidana, misalnya cacat atau matinya
orang lain sebagaimana yang diatur dalam Pasal 359, 360,361 KUHP.
Sedangkan kealpaan itu sendiri memuat tiga unsur, yaitu:
1) pelaku berbuat lain dari apa yang seharusnya diperbuat menurut hukum tertulis
maupun tidak tertulis, sehingga sebenarnya ia telah melakukan suatu perbuatan
(termasuk tidak berbuat) yang melawan hukum.
2) pelaku telah berlaku kurang hati-hati, ceroboh dan kurang berpikir panjang.
3) perbuatan pelaku itu dapat dicela, oleh karenanya pelaku harus bertanggung
jawab atas akibat dari perbuatannya tersebut.
Sedangkan menurut S.Schaffmeister (Achmad Ali, 2004: 219), skema kelalaian atau
culpa yaitu :
1. Conscious : kelalaian yang disadari, contohnya antara lain sembrono (roekeloos), lalai
(onachttzaam), tidak acuh. Dimana seseorang sadar akan risiko, tetapi berharap akibat
buruk tidak akan terjadi;
2. Unconscius : kelalaian yang tidak disadari, contohnya antara lain kurang berpikir
(onnadentkend), lengah (onoplettend), dimana seseorang seyogianya harus sadar
dengan risiko, tetapi tidak demikian.
Jadi kelalaian yang disadari terjadi apabila seseorang tidak melakukan suatu perbuatan,
namun dia sadar apabila dia tidak melakukan perbuatan tersebut, maka akan menimbulkan
akibat yang dilarang dalam hukum pidana. Sedangkan kealpaan yang tidak disadari terjadi
apabila pelaku tidak memikirkan kemungkinan adanya suatu akibat atau keadaan tertentu, dan
apabila ia telah memikirkan hal itu sebelumnya maka ia tidak akan melakukannya.
Berpedoman pada pengertian dan unsur-unsur diatas, dapat dikatakan kealpaan atau kelalaian
dalam pelayanan kesehatan mengandung pengertian normatif yang dapat dilihat, artinya
6
perbuatan atau tindakan kelalaian itu, selalu dapat diukur dengan syarat-syarat yang lebih
dahulu sudah dipenuhi oleh seorang dokter, perawat maupun bidan. Ukuran normatifnya adalah
bahwa tindakan dokter dan perawat maupun bidan tersebut setidak-tidaknya sama dengan apa
yang diharapkan dapat dilakukan teman sejawatnya dalam situasi yang sama.
9
“Pengungkapan tindakan pelanggaran atau pengungkapan perbuatan yang melawan hukum,
perbuatan tidak etis atau perbuatan tidak bermoral atau perbuatan lain yang dapat merugikan
organisasi maupun pemangku kepentingan, yang dilakukan oleh karyawan atau pimpinan
organisasi kepada pimpinan organisasi atau lembaga lain yang dapat mengambil tidakan atas
pelanggaran tersebut. Pengungkapan ini umumnya dilakukan secara rahasia (confidential).”
Maksud dari kutipan di atas bahwa whistleblowing merupakan salah satu elemen dalam
program penegakan peraturan. Pada dasarnya whistleblowing adalah tindakan
memperingatkan petinggi (manajemen) dan masyarakat tentang tindakan yang
membahayakan. Whistleblowing dapat berasal baik dari dalam ataupun dari luar.
Whistleblowing yang berasal dari dalam adalah untuk melaporkan kepada pimpinan,
sedangkan whistleblowing yang berasal dari luar adalah untuk menginformasikan kepada
media masa dan masyarakat tentang tindakan yang membahayakan.
A. Mekanisme Internal
Sistem pelaporan internal umumnya dilakukan melalui saluran komunikasi
yang sudah baku dalam perusahaan. Sistem pelaporan internal whistleblower perlu
ditegaskan kepada seluruh karyawan. Dengan demikian, karyawan dapat mengetahui
otoritas yang dapat menerima laporan. Bermacam bentuk pelanggaran yang dapat
dilaporkan seorang karyawan yang berperan sebagai whistleblower. Misalnya: perilaku
tidak jujur yang berpotensi atau mengakibatkan kerugian finansial perusahaan,
pencurian uang atau aset, perilaku yang menggangu atau merusak keselamatan kerja,
lingkungan hidup, dan kesehatan.
Aspek kerahasiaan identitas whistleblower, jaminan bahwa whistleblower dapat
perlakuan yang baik, seperti tidak diasingkan atau dipecat, perlu dipegang oleh
pimpinan eksekutif atau Dewan Komisaris. Dengan demikian, dalam sistem pelaporan
internal, peran pimpinan eksekutif atau Dewan Komisaris sangat penting. Pimpinan
eksekutif atau Dewan Komisaris juga berperan sebagai orang yang melindungi
whistleblower (protection officer).
Menurut Semendawai dkk, (2011:73), adapun infrastruktur dan mekanisme
penyampaian laporan yaitu: perusahaan harus menyediakan saluran khsuus yang
digunakan untuk menyampaikan laporan pelanggaran, baik itu berupa e-mail dengan
alamat khusus yang tidak dapat diterobos oleh bagian Information Technology (IT)
perusahaan, atau kontak pos khusus yang hanya boleh diambil oleh petugas
whsitleblowing system, ataupun saluran telepon khusus yang akan dilayani oleh
petugas khusus pula. Informasi mengenai adanya hotline ini haruslah diinformasikan
secara meluas ke seluruh karyawan. Pelaporan pelanggaran haruslah disosialisasikan
secara meluas, sehingga mudah diketahui oleh karyawan perusahaan. Dalam prosedur
penyampaian laporan pelanggaran juga harus dicantumkan dalam hal pelapor melihat
bahwa pelanggaran dilakukan oleh petugas whistleblowing system, maka laporan
pelanggaran harus dikirmkan langsung kepada direktur utama perusahaan.
B. Mekanisme Eksternal
Dalam sistem pelaporan secara eksternal diperlukan lembaga di luar perusahaan
yang memiliki kewenangan untuk menerima laporan whistleblower. Lembaga ini
11
memiliki komitmen tinggi terhadap perilaku yang mengedepankan standar legal,
beretika, dan bermoral pada perusahaan. Lembaga tersebut bertugas menerima laporan,
menelusuri atau menginvestigasi laporan, serta memberi rekomendasi kepada Dewan
Komisaris. Lembaga tersebut berdasarkan UU yang memiliki kewenangan untuk
menangani kasus-kasus whistleblowing, seperti LPSK, Komisi Pemberantasan
Korupsi, Ombudsman Republik Indonesia, Komisi Yudisial, PPATK, Komisi
Kepolisian Nasional, dan Komisi Kejaksaan.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi kelalaian yang disadari terjadi apabila seseorang tidak melakukan suatu perbuatan,
namun dia sadar apabila dia tidak melakukan perbuatan tersebut, maka akan menimbulkan
akibat yang dilarang dalam hukum pidana. Sedangkan kealpaan yang tidak disadari terjadi
apabila pelaku tidak memikirkan kemungkinan adanya suatu akibat atau keadaan tertentu, dan
apabila ia telah memikirkan hal itu sebelumnya maka ia tidak akan melakukannya.
Berpedoman pada pengertian dan unsur-unsur diatas, dapat dikatakan kealpaan atau kelalaian
dalam pelayanan kesehatan mengandung pengertian normatif yang dapat dilihat, artinya
perbuatan atau tindakan kelalaian itu, selalu dapat diukur dengan syarat-syarat yang lebih
dahulu sudah dipenuhi oleh seorang dokter, perawat maupun bidan. Ukuran normatifnya adalah
bahwa tindakan dokter dan perawat maupun bidan tersebut setidak-tidaknya sama dengan apa
yang diharapkan dapat dilakukan teman sejawatnya dalam situasi yang sama.
Sedangkan whistleblowing eksternal terjadi ketika seorang karyawan mengetahui
kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan lalu membocorkannya kepada masyarakat karena
kecurangan itu akan merugikan masyarakat sehingga dapat dikatakan sebagai tindakan
kewarganegaraan yang baik. Mekanisme whistleblower adalah suatu sistem yang dapat
dijadikan media bagi saksi pelapor untuk menyampaikan informasi mengenai tindakan
penyimpangan yang diindikasi terjadi di dalam suatu organisasi, di dalam perusahaan
umumnya terdapat dua cara sistem pelaporan agar dapat berjalan dengan efektif (Semendawai
dkk, 2011:19)
3.2 Saran
Jika kami menjadi bidan harus berhati-hati dalam melakukan segala tindakan dan harus
sesuai dengan standar profesi kebidanan. Sebagai tenaga kesehatan juga sangat perlu
komunikasi dengan klien seperti informed consesnt dan informed choice. Agar tidak terjadi hal
yang tidak diinginkan dalam asuhan kebidananyang kami berikan kepada klien. Agar klien
percaya atas tindakan yang kami berikan dan juga agar terhindar dari malpraktik dan kelalaian.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Achmad. 2004. Malpraktek, “Medical Errors” dan “Criminal Malpractice” Jurnal Ilmu
Hukum Amannagappa Vol. 12 Nomor 3, September 2004 hal: 215-222) Makassar.
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Srividyha, S and Shelly, C. Stalin. 2012. Whistleblowing Protection – a watch dog for the
organization. International Journal of Social Science & Interdisciplinary Research. Vol.
1.
Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2002
14