Anda di halaman 1dari 32

ILMU PERILAKU KESEHATAN

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat
yang dibina oleh Ibu Nurnaningsih Herya Ulfa, S.KM, M. Kes

oleh:

Heppy Kharisma Cahyanti (150612602010)


Inung Setyorini (150612601733)
Khadijah Yazdiyah Revi Mony (150612607623)
Zainur Ridho Wahyu Ismail (150612607928)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
Oktober 2015
i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Tuhan YME karena atas limpahan hidayah dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ilmu Perilaku
Kesehatan” dengan baik.

Adapun makalah Ilmu Perilaku Kesehatan ini telah kami usahakan


semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Kemudian makalah yang kita buat ini juga bertujuan untuk memberikan
suatu modul ataupun pembahasan yang berhubungan dengan Ilmu Perilaku
Kesehatan untuk mahasiswa baru jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat agar mereka
dapat memahami Ilmu Perilaku Kesehatan.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami sadar bahwa ada kekurangan baik
dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang
dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin
memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah
ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil


hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Malang, 15 Oktober 2015

Penyusun
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 1
1.3 Tujuan............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3


2.1 Pengertian Perilaku Kesehatan ...................................................... 3
2.1.1 Pengertian Perilaku Menurut para Ahli ............................... 3
2.1.2 Pengertian Kesehatan Menurut para Ahli ............................ 3
2.1.3 Pengertian Perilaku Kesehatan ............................................ 4
2.2 Konsep Perilaku Kesehatan ........................................................... 4
2.2.1 Konsep Perilaku Kesehatan ................................................. 4
2.2.2 Prosedur Pembentukan Perilaku .......................................... 6
2.2.3 Bentuk Prilaku ..................................................................... 7
2.2.4 Perilaku Kesehatan .............................................................. 8
2.3 Domain Perilaku Kesehatan .......................................................... 11
2.3.1 Domain Kognitif (Pengetahuan Seseorang/Knowledge) ..... 12
2.3.2 Domain Afektif (Sikap/Attitude) ......................................... 13
2.3.3 Domain Afektif (Praktik/Practice) ....................................... 14
2.4 Teori Perubahan Perilaku .............................................................. 15
2.4.1 Teori Stimulus-Organisme-Respons (S.O.R) ....................... 15
2.4.2 Teori Disonan (Dissonance) Festinger ................................. 17
2.4.3 Teori Fungsi (Katz) .............................................................. 17
2.4.4 Teori Keseimbangan (Kurt Lewin) ...................................... 18
2.5 Bentuk-bentuk Perubahan Perilaku ............................................... 19
2.5.1 Perubahan Alamiah (Natural Change) ................................. 20
2.5.2 Perubahan Rencana (Planned Change) ................................ 20
2.5.3 Kesediaan untuk Berubah (Readiness to Change) ............... 20
2.6 Upaya Perubahan Perilaku Lingkungan ......................................... 20
iii

2.6.1 Menggunakan Kekuatan/Kekuasaan .................................... 20


2.6.2 Pemberian Informasi ............................................................ 20
2.6.3 Diskusi dan Partisipan .......................................................... 21
2.7 Hubungan Kesehatan dan Perilaku ................................................ 21
2.7.1 Pencegahan, Tujuan, dan Dampak Hidup Sehat .................. 21
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 24
3.1 Kesimpulan.................................................................................... 24
3.2 Saran .............................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 26
LEMBAR DISKUSI ........................................................................................ 27
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,
2007). Berdasarkan sifatnya perilaku terbagi menjadi dua, yaitu perilaku-perilaku
baik dan buruk. Tolak ukur perilaku yang baik dan buruk ini dinilai dari norma-
norma yang berlaku di masyarakat. Baik itu norma agama, hukum, kesopanan,
kesusialaan, dan norma-norma lainnya.

Perilaku sangat erat sekali hubungannnya dengan kesehatan. Banyak hal yang
tanpa kita sadari dari perilaku yang kecil dapat menimbulkan efek kesehatan yang
besar bagi seseorang. Salah satu contohnya berupa pesan kesehatan yang sedang
maraknya digerakkan oleh promotor kesehatan tentang gosok gigi sebelum tidur.
Kita semua tahu jika gosok gigi adalah hal yang sederhana, tapi dari hal kecil
tersebut kita bisa melakukan revolusi kesehatan kearah yang lebih baik. Efek
perilaku tersebut memiliki dampak yang besar bagi kesehatan, begitu pula dengan
kesehatan yang baik akan tercermin apabila seseorang tersebut melakukan perilaku
yang baik.

Maka dari itu dalam makalah ini, penulis membahas tentang pengertian perilaku
kesehatan, konsep-konsep perilaku, bentuk-bentuk perilaku kesehatan, hubungan
kesehatan dengan perilaku.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian ilmu perilaku kesehatan?
2. Apa sajakah konsep ilmu perilaku kesehatan?
3. Bagaimana domain perilaku kesehatan?
4. Bagaimana teori ilmu perilaku kesehatan?
5. Apa saja bentuk-bentuk ilmu perilaku kesehatan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian ilmu perilaku kesehatan
2. Mengetahui dan menerapkan konsep ilmu perilaku kesehatan

1
3. Mengetahui domain perilaku kesehatan
4. Mengetahui teori-teori ilmu perilaku kesehatan
5. Mengetahui bentuk-bentuk ilmu perilaku kesehatan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perilaku Kesehatan

2.1.1 Pengertian Perilaku Menurut para Ahli


Di bawah ini merupakan beberapa pengertian perilaku menurut pendapat para
ahli, diantaranya:
1. Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku merupakan
hasil hubungan antara perangsang (stimulus), tanggapan, dan respons.
2. Menurut Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi
organisme terhadap lingkungannya.
3. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau
perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.
4. Menurut Soekidjo Notoatmojo perilaku adalah reaksi atau respon seseorang
yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.

Dari uraian pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah
tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang
sangat luas.

2.1.2 Pengertian Kesehatan Menurut para Ahli

1. Who (1947) sehat adalah suatu keadaan sempurna baik fisik, mental maupun
sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.

2. President’s Communision On Health Need Of Nation Stated (1953) sehat bukan


merupakan suatu kondisi, tetapi merupakan penyesuaian, bukan merupakan
suatu keadaan tapi merupakan suatu proses.

3. Pender (1982) Sehat adalah aktualisasi (perwujudan) yang diperoleh individu


melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain, perilaku yang sesuai
dengan tujuan, perawatan diri yang kompeten. Sedangkan penyesuaian
diperlukan untuk mempertahankan stabilitas dan integritas sosial.

3
4. UU No 23/1992 Tentang Kesehatan. Dari beberapa pendapat para ahli dapat
dikatakan bahwa sehat adalah dimana badan ataupun tubuh kita tidak merasakan
keluhan sama sekali. Baik keluhan secara fisik, mental, maupun sosial. Kita
dapat merasakan tubuh kita bugar dan segar tanpa merasakan beberapa gejala-
gejala yang asing ataupun tidak biasanya kita rasakan.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan Sehat adalah keadaan sempurna baik
fisik, mental, maupun sosial dimana badan tidak mengalami keluhan sama sekali.
Jadi, dapat dikatakan sehat adalah kondisi maksimal atau kondisi sempurna tanpa
ada gangguan dalam tubuh kita masing-masing serta kita akan dapat melakukan
aktivitas dengan baik dan lancar.

2.1.3 Pengertian Perilaku Kesehatan


1. Perilaku kesehatan menurut Notoadmojo (2007) dalam kesehatan masyarakat
ilmu dan seni dijelaskan bahwa bagian dari stimulus, dimana stimulus tersebut
terdiri dari sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan
2. Menurut Skinner perilaku kesehatan (healthy behavior) diartikan sebagai
respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-
sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan seperti
lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan

Dapat disimpulkan bahwa Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau


kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati, yang
berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

2.2 Konsep Perilaku Kesehatan


2.2.1 Batasan Perilaku

Sebelum kita bicarakan tentang perilaku kesehatan, terlebih dahulu akan dibuat
suatu batasan terlebih dahulu tentang perilaku itu sendiri. Perilaku dari pandangan
biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan.
Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu
sendiri. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme
dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum

4
dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan itu merupakan penentu dari
perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau faktor
keturunan adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk
hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah kondisi atau lahan untuk
perkembangan perilaku tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor
dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning process).

Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku


merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus), tanggapan, dan respons.
Ia membedakan adanya dua respons, yakni:

1. Responden respons atau reflexive response, ialah respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan-perangsangan yang semacam ini
disebut eliciting stimulasi, karena menimbulkan respons-respons yang relatif
tetap. Misalnya makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat
akan menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Pada umumnya
perangsangan-perangsangan yang demikian ini mendahului respons yang
ditimbulkan. Responden respons (respondent behavior) ini mencakup juga
emosi respons atau emotional behavior. Emotional response ini timbul karena
hal yang kurang mengenakkan organisme yang bersangkutan, misalnya
menangis karena sedih atau sakit, muka merah (tekanan darah meningkat karena
marah). Sebaliknya hal-hal yang mengenakkan pun dapat menimbulkan perilaku
emosional misalnya tertawa, berjingkat-jingkat karena senang, dan sebagainya.
2. Instrumental respons atau operant response adalah respons yang timbul dan
berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang seperti ini disebut
reinforcing stimulus atau reinforcer, karena perangsangan-perangsangan
tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh sebab
itu, perangsang yang demikian itu mengikuti atau memperkuat respons yang
telah dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu perangsang yang demikian itu
mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan.
Apabila seorang anak belajar atau telah melakukan suatu perbuatan, kemudian
memperoleh hadiah, maka ia akan lebih giat belajar atau akan lebih baik lagi

5
melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain responnya akan lebih intensif
lagi atau lebih kuat lagi.

Di dalam kehidupan sehari-hari respons jenis pertama (respondent response


atau respondent behavior) sangat terbatas keberadaannya pada manusia. Hal ini
disebabkan hubungan yang pasti antara stimulus dan respons kemungkinan untuk
memodifikasinya adalah sangat kecil. Sebaliknya operant response atau
instrumental behavior merupakan bagian terbesar dari prilaku manusia, dan
kemungkinan untuk memodifikasi sangat besar, bahkan dapat dikatakan tidak
terbatas. Fokus teori Skinner ini adalah pada respons atau jenis perilaku yang kedua
ini.

2.2.2 Prosedur Pembentukan Perilaku


Seperti telah disebutkan di atas sebagian perilaku manusia adalah operant
response. Untuk itu, membentuk jenis respons atau perilaku ini perlu diciptakan
adanya suatu kondisi tertentu, yang disebut operant conditioning. Prosedur
pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini menurut Skinner adalah
sebagai berikut:
1. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau
reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan
dibentuk
2. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang
membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen
tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya
perilaku yang dimaksud.
3. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan-
tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-
masing komponen tersebut.
4. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yag
telah tersusun. Apabila komponen pertama telah dilakukan, maka hadiahnya
diberikan, hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku tersebut
cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah tebentuk, kemudian
dilakukan komponen perilaku yang kedua yang diberi hadiah, demikian

6
berulang-ulang, sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan
dengan komponen ketiga keempat dan selanjutnya sampai seluruh perilaku
yang diharapkan terbentuk.

Sebagai ilustrasi, misalnya dikehendaki agar anak mempunyi kebiasaan


menggosok gigi sebelum tidur. Agar berperilaku seperti ini maka anak harus
(Notoatmodjo, 2010):

1. Pergi ke kamar mandi sebelum tidur.


2. Mengambil sikat dan pasta gigi.
3. Mengambil air dan berkumur.
4. Melaksanakan gosok gigi.
5. Menyimpan sikat gigi dan pasta gigi.
6. Pergi ke kamar tidur.

2.2.3 Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme


atau seseorang terhadap rangsangan dari luar objek tersebut. Respons ini berbentuk
dua macam, yakni (Notoatmodjo, 2012):

1. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia
dan tidak secara langsung terlihat oleh orang lain. Misalnya berpikir, tanggapan
atau sikap batin, dan pengetahuan. Contohnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi
itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu, tetapi ibu itu tidak membawa
anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi. Contoh lain, seorang yang
menganjurkan orang lain untuk mengikuti keluarga berencana meskipun ia
sendiri tidak ikut keluarga berencana. Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa
si ibu telah tahu guna imunisasi dan contoh kedua orang tersebut telah
mempunyai sikap yang positif untuk mendukung keluarga berencana, meskipun
mereka sendiri belum melakukan secara konkret terhadap kedua hal tersebut.
Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih terselubung (covert behavior) atau
perilaku tertutup.

7
2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.
Misalnya pada kedua contoh tersebut, si ibu sudah membawa anaknya ke
puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi, dan pada kasus kedua
sudah ikut keluarga berencana dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh
karena perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka
disebut (overt behavior) atau perilaku terbuka.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap merupakan
respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat
terselubung (covert behavior). Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai
respons seseorang terhadap stimulus (practice) adalah (overt behavior).

2.2.4 Perilaku Kesehatan

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian


mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkan dia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang
diketahui atau disikapinya (dinilai baik), inilah yang disebut praktek atau perilaku
kesesahatan.

Perilaku kesehatan menurut Notoadmojo (2007) dalam kesehatan masyarakat


ilmu dan seni dijelaskan bahwa bagian dari stimulus, dimana stimulus tersebut
terdiri dari sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Untuk
lebih jelasnya akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Perilaku Seseorang terhadap Penyakit dan Sakit


Perilaku dipengaruhi oleh pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang tentang
merespon. Baik secara aktif maupun pasif. Dalam hal ini akan dijelaskan tentang
perilaku sakit dan penyakit, ialah adapun sebagi berikut (Notoatmodjo, 2011):
a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (Health
Promotin Behavior)
b. Perilaku pencegahan penyakit (Health Prevention Behavior)
c. Perilaku kesehatan yang berhubungan dengan pencarian kesehatan (Health
Seeking Behavior)

8
d. Perilaku yang berhubungan dengan pemulihan kesehatan (Health Rehabilitation
Behavior)

2. Perilaku terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan


Respon seseorang terhadap pelayanan, baik pelayanan modern maupun
pelayanan yang bersifat tradisional. Dalam hal ini petugas kesehatan sebagai
seorang yang menyediakan jasa pelayanan memiliki peranan penting dikarenakan
tergantung dari tingkat pengetahuan tentang obat-obatan, cara memulihkan orang
sakit, wawasan tentang kesehatan dan pengalaman petugas kesehatan. Item lain
yang berpengaruh pada perilaku sistem pelayanan kesehatan disini adalah fasilitas
pelayanan.
3. Perilaku terhadap Makanan
Yaitu respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan yang sangat vital
untuk hidup. Dalam hal ini berkaitan dengan pengetahuan, persepsi, tindakan
seseorng terhadap makanan yang dimakannya, bagaimana cara mengelola
memasak, dan makanan yang sehat dan bergizi seperti apa. Contohnya pengetahuan
seseorang tentang makanan empat sehat lima sempurna, setelah dia tahu maka
seseorang tersebut langsung membeli dan memasaknya sehingga akan siap untuk
dihidangkan dan disantap
4. Perilaku terhadap Lingkungan Kesehatan
Menurut H.L Blum derajat kesehatan seseorang dipengaruhi oleh empat item.
Yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan herediter (keturunan). Di
Indonesia faktor yang sangat kuat mempengaruhinya adalah lingkungan.
Perilaku lingkungan adalah respon seseorang yang terkait denagn determinan
kesehatan manusia. Perilaku ini menurut Notoadmojo (2007) dalam kesehatan
masyarakat ilmu dan seni adalah sebagai berikut:
a. Perilaku sehubungan dengan air bersih
b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air dan kotoran
c. Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair
d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang berperilaku hidup bersih dan sehat
(ventilasi, pencahayaan, kelembapan, lantai, dan sebagainya)
e. Perilaku yang terkait dengan pembersihan sarang nyamuk.

9
Sementara Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan
dengan kesehatan adalah sebagai berikut:

a. Perilaku kesehatan (Health Behavior)


Yaitu terkait dengan perilaku dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan.
Contoh: memilih makan yang bersih, hygiene perseorangan (mandi, menggosok
gigi, cuci tangan dengan sabun), dan tidak merokok.
b. Perilaku sakit (Sick Behavior)
Yaitu tindakan individe yang merasa sakit. Contohnya adalah seseorang
memiliki pengetahuan tentang bagaimana mengidentifikasikan penyakit,
penyebab penyakit, serta usaha-usaha preventif atau mencegah agar tidak terjadi
sakit.
c. Perilaku peran sakit (The Sick Behavior)
Yakni segala tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk
memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap
kesehatan dan kesakitannya sendiri juga berpengaruh terhadap orang lain.
Terutama kepada anak-anak yang bekum mempunyai kesadaran dan tanggung
jawab terhadap kesehatannya.

Saparinah Sadli (1982) menggambarkan individu dengan lingkungan sosial yang


saling berpengaruh dalam suatu diagram. Seperti terlihat di bawah ini:

Lingkungan umum

Lingkungan terbatas

Lingkungan keluarga

Individu

10
Keterangan:
1. Perilaku kesehatan individu: sikap dan kebiasaan individu yang erat kaitannya
dengan lingkungan
2. Lingkungan keluarga: kebiasaan-kebiasaan tiap anggota keluarga mengenai
kesehatan
3. Lingkungan terbatas: tradisi, adat istiadat, dan kepercayaan masyarakat
sehubungan dengan kesehatan
4. Lingkungan umum: kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang kesehatan.
Undang-undang kesehatan, program-program kesehatan, dan sebagainya.

Setiap individu sejak lahir terkait dengan suatu kelompok, terutama kelompok
keluarga. Dalam keterkaitannya dengan kelompok ini membuka kemungkinan
utnuk dipengaruhi dan mempengaruhi anggota-anggota kelompok lain. Oleh karena
pada setiap kelompok senantiasa berlaku aturan-aturan dan norma-norma sosial
tertentu, maka perilaku tiap individu anggota kelompok berlangsung dalam suatu
jaringan normatif. Demikian pula perilaku individu tersebut terhadap masalah-
masalah kesehatan.

2.3 Domain Perilaku Kesehatan

Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang
sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi
perilaku itu kedalam tiga domain (ranah/kawasan) untuk kepentingan tujuan
pendidikan. Yang tediri dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk
pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari (Notoatmodjo, 2011):
1. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
(knowledge)
2. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
(attitude)

11
3. Praktis (praksis) atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan
dengan materi pendidikan yang diberikan (prectice).

2.3.1 Domain Kognitif (Pengetahuan Seseorang / Knowledge)


Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseoramg melakukan
pengindraan terhadap sutu objek tertentu. Penelitian Rogers (1974)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang
tersebut tarjadi proses yang berurutan, yang disebut AIETA, yakni:
1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek. Disini sikap subjek sudah
mulai timbul
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
4. Trial dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa


perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut.

Apabila penerimaan perilaku baru melalui proses seperti ini, dimana


didasari dengan pengetahuan dan sikap yang positif maka perilaku
tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak
didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.
Satu contoh dapat dikemukakan disini, ibu-ibu peserta KB yang
diperintahkan oleh lurah atau ketua RT, tanpa ibu-ibu tersebut mengetahui
makna dan tujuan KB mereka akan segera keluar dari peserta KB setelah
beberapa saat perintah tersebut diterima.

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat,


yakni (Notoatmodjo, 2012):

12
1. Tahu (know): Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
2. Memahami (comprehension): diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan
materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (application): diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4. Analisis (analysis): suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen.
5. Sintesis (synthesis): suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation): kemampuan untuk melakukan jastifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi.

2.3.2 Domain Afektif (Sikap / Attitude)

Sikap merupakan reaksi tau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus ataau objek. Newcomb salah seorang psikolog sosial menyatakan
bahwa sikap itu merupakan kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksana motof tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih
merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka. Berikut ini merupakan
diagram yang dapat menjelaskan uraian tersebut.

Reaksi
Stimulus
organisme Tingkah laku
rangsang
(terbuka)

Reaksi

(reaksi tertutup)

13
Dalam bagian lain Allort (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga
komponen pokok, yakni:
1. Kepercayaan, ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan,
dan emosi memegang peranan penting. Satu contoh misalnya, seorang ibu telah
mendengarkan tentang penyakit polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya,
dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa si ibu untuk berpikir dan
berusaha suapaya anaknya tidak terkena polio. Dalam berpikir ini komponen emosi
dan keyakinan ikut bekerja sehingga si ibu tersebut berniat akan mengimunisasikan
anaknya untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena polio. Sehingga si ibu ini
mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit polio itu.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan,
yakni (Notoatmodjo, 2007): Menerima, Merespon, Menghargai, dan Bertanggung
jawab
2.3.3 Domain Psikomotor (Praktik / Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan diantaranya adalah fasilitas.
Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak
lain. Tingkat-tingkat praktik yaitu (Notoatmodjo, 2012):

1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tidakan yang akan
diambil merupakan praksis tingkat pertama. Misalnya, seorang ibu dapat
memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.
2. Respons terpimpin (guided response)

14
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh
adalah indikator praksis tingkat dua. Misalnya, seorang ibu dapat memasak sayur
dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong-motongnya, lamanya
memasak, menutup pancinya, dan sebagainya.

3. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praksis tingkat
tiga. Misalnya, seorang ibu yang sudah biasa mengimunisasikan bayi pada umur-
umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.
4. Adaptasi (adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi
kebenaran tindakannya tersebut. Misalnya, ibu dapat memulih dan memasak
makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan
sederhana.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan


wawancara tehadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau
bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni
dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.4 Teori Perubahan Perilaku

Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan
perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan
atau promosi kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan yang
lainnya. Banyak teori tentang perubahan perilaku ini, antara lain yaitu:

2.4.1 Teori Stimulus-Organisme-Respons (S-O-R)

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku


tergantung pada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan
organisme. Artinya, kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya,

15
kredibilitas kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan
perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.

Hosland, et al. (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada


hakikatnya dalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut
menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:

1. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak.
Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak
efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Akan tetapi bila
stimulus itu diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan
stimulus tersebut efektif.
2. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia
mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.
3. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan
untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
4. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka
stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan
perilaku)

Teori ini menekankan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus
(rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Dalam
meyakinkan organisme faktor reinforcement memegang peranan penting.Proses
perubahan perilaku berdasarkan Teori S-O-R ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Organisme
1. Perhatian
2. Pengertian
Stimulus
3. Penerimaan

Respons:

Reaksi tertutup
(perubahan sikap)

Reaksi Terbuka
(perubahan praktik)
16
2.4.2 Teori Disonan (Dissonance) Festinger

Teori Festinger (1957) telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial. Teori
ini sebenarnya sama dengan konsep ‘imbalance’ (tidak seimbang).

Dissonance (ketidakseimbangan) terjadi karena dalam diri individu terdapat dua


elemen kognitif yang saling bertentangan. Festinger merumuskan dissonance itu
sebagai berikut:

Pentingnya stimulus x jumlah kognitif dissonance

Dissonance =

Pentingnya stimulus x jumlah kognitif consonance

Rumus ini menjelaskan bahwa ketidakseimbangan dalam diri seseorang yang


akan menyebabkan perubahan perilaku terjadi disebabkan karena adanya perbedaan
jumlah elemen kognitif yang seimbang dengan jumlah elemen kognitif yang tidak
seimbang serta sama-sama pentingnya. Hal ini akan menimbulkan konflik pada diri
individu tersebut.
Contoh: Seorang ibu rumah tangga yang bekerja di kantor. Di satu pihak, dengan
bekerja ia dapat tambahan pendapatan sehingga dapat menyediakan kebutuhan
makanan yang bergizi bagi keluarganya. Namun di pihak lain, apabila ia bekerja, ia
khawatir terhadap perawatan anaknya. Kedua elemen ini sama-sama pentingya,
yakni rasa tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga yang baik.
Titik berat dari penyelesaian konflik ini adalah penyesuaian secara kognitif.
Dengan penyesuaian ini maka akan terjadi keseimbangan kembali.

2.4.3 Teori Fungsi (Katz)

Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu


tergantung kepada keutuhan. Menurut Katz (1960), perilaku dilatarbelakangi oleh
kebutuhan individu yang bersangkutan. Ketz berasumsi bahwa:

1. Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan


memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Misalnya, orang mau membuat
jamban apabila jamban tersebut benar-benar sudah menjadi kebutuhannya.

17
2. Perilaku dapat berfungsi sebagai ‘defence mecanism’ atau sebagai pertahanan
diri dalam menghadapi lingkungannya. Misalnya, orang dapat menghindari
penyakit demam berdarah, karena penyakit tersebut merupakan ancaman bagi
dirinya.
3. Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam
peranannya itu seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungan
melalui tindakannya. Misalnya, jika seseorang merasa sakit kepala maka
mengatasi rasa sakit tersebut dengan membeli obat di warung dan meminumnya,
atau melakukan tindakan-tindakan lain.
4. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab
suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan
merupakan pencerminan dari hati sanubari. Misalnya, orang yang sedang marah,
senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat dari perilakunya.

Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu mempunyai fungsi untuk menghadapi
dunia luar individu, dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya
menurut kebutuhannya. Oleh sebab itu, di dalam kehidupan manusia, perilaku itu
tampak terus-menerus dan berubah secara relatif.

2.4.4 Teori Keseimbangan (Kurt Lewin)

Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia itu adalah suatu
keadaan yang seimbang antara kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan
penahan (restrining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi
ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang.

Sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri


seseorang, yakni (Notoatmodjo, 2011):

1. Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya


stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan perilaku.
Stimulus ini berupa penyuluhan atau informasi sehubungan dengan perilaku
yang bersangkutan.

18
Kekuatan-kekuatan pendorong Meningkat

Perilaku Semula

Kekuatan penahan

Perilaku Baru

2. Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi karena adanya


stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut.
Pendorong
Perilaku semula

Penahan Menurun

Perilaku Baru
3. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan pendorong menurun. Dengan
keadaan semacam ini jelas juga akan terjadi perubahan perilaku.
Pendorong Pendorong

Perilaku Semula

Penahan Menurun

Perilaku Baru

2.5 Bentuk-bentuk Perubahan Perilaku

Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang


digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Bentuk-bentuk
perilaku dibagi menjadi 3 yakni:

19
2.5.1 Perubahan Alamiah (Natural Change)
Perilaku manusia selalu berubah, dimana sebagian perubahan itu disebabkan
karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan
lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota
masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.
2.5.2 Perubahan Rencana (Planned Change)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh


subjek.

2.5.3 Kesediaan untuk Berubah (readiness to change)


Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam
masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk
menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya). Tetapi sebagian
orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini
disebabkan karena pada setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah
(readiness to change) yang berbeda-beda.
2.6 Upaya Perubahan Perilaku Kesehatan

Dalam program-program kesehatan, agar diperoleh perubahan perilaku yang


sesuai dengan norma-norma kesehatan, sangat diperlukan usaha-usaha konkret dan
positif. Beberapa srategi untuk memperoleh perubahan perilaku tersebut
dikelompokkan menjadi tiga, yakni : (WHO, 1984)

2.6.1 Menggunakan Kekuatan / Kekuasaan


Dalam hal ini perubaha perilaku dipaksakan pada sasaran atau masyarakat
sehingga ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini dapat
ditempuh, misalnya dengan adanya peraturan-peraturan atau perundang-undangan
atau intimidasi yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Cara ini akan dapat
menghasilkan perubahan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan tersebut belum
tentu akan berlangsung lama, karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau
belum berdasarkan kesadaran sendiri.
2.6.2 Pemberian Informasi
Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup
sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara-cara menghindari penyakit, dan

20
sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut.
Selanjutnya dengan pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka, dan
akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya itu. Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini akan memekan waktu
yang lama, tetapi perubahan yang dicaapai akan bersifat langgeng karena didasari
pada kesadaran mereka sendiri (bukan karena paksaan).
2.6.3 Diskusi dan Partisipasi
Cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua. Dimana dalam
memberikan informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja, tetapi dua arah.
Hal ini berarti bahwa masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga
harus aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang
diterimanya. Dengan demikian maka pengetahuan-pengetahuan kesehatan sebagai
dasar perilaku mereka diperoleh secara mantap dan lebih mendalam, dan akhirnya
perilaku yang mereka peroleh akan menjadi lebih mantap pula, bahkan menjadi
referensi perilakuorang lain. Sudah barang tentu cara ini akan memakan waktu yang
lebih lama dari cara yang kedua, dan jauh lebih baik dengan cara yang pertama.
Diskusi partisipasi adalah salah satu cara yang baik dalam rangka memberikan
informasi-informasi dan pesan-pesan kesehatan.

2.7 Hubungan Kesehatan dan Perilaku


Hubungan kesehatan dengan perilaku sangatlah erat dan saling
berkesinambungan. Individu yang sehat akan tercermin dari perilaku yang sehat
pula. Sebaliknya juga begitu, perilaku yang sehat akan mencerminkan individu
dengan kualitas hidup baik.
Manfaat dari hidup sehat yang paling penting adalah meningkatkan
produktivitas kita dengan segala kemampuan dan potensi diri kita. Untuk itu konsep
hidup sehat seperti tingkatkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) harus
dipupuk dari tiap individu untuk dapat meningkatkan kualitas hidup yang sehat.

2.7.1 Pencegahan, Tujuan, dan Dampak Hidup Sehat


1. Pencegahan

Perilaku pencegahan penyakit (health prevention) adalah respon untuk


melakukan pencegahan penyakit dan upaya mepertahankan dan meningkatkan

21
kesehatannya atau segala tindakan secara medis direkomendasikan, dilakukan
secara sukarela oleh seseorang yang percaya dirinya sehat dan bermaksud untuk
mencegah penyakit atau ketidakmampuan atau untuk mendeteksi penyakit yang
tidak tampak nyata (asimptomatik). Pada proses pencegahan dapat dilakukan dalam
dua bentuk medis dan non medis.

Contoh pencegahan secara medis: imunisasi, makan makanan bergizi yang


mengandung kebutuhan tubuh.

Contoh pencegahan non-medis: olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum


minuman keras dan alkohol, istirahat yang cukup. Selain itu perilaku dan gaya
hidup yang positif bagi kesehatan (misalnya, tidak gonta ganti pasangan, adaptasi
dengan lingkungan).

2. Tujuan

Tujuan dari perilaku sehat dan perubahan perilaku sehat adalah agar terjadinya
suatu pola hidup sehat yang menunjukan kepada kebiasaan.

3. Akibat
a. Reinforcement (Peningkatan), merupakan sesuatu yang dilakukan yang dapat
membawa kesenangan dan kepuasan. Contoh:
1) Anak kecil yang mau cuci tangan sebelum makan bila di berikan mainan
(Positive Reinforcement).
2) Seseorang minum milanta agar sakit maag hilang (Negative reinforcement).
b. Extincion (Peniadaan), merupakan perilaku sehat yang apabila konsekuensinya
di hilangkan maka akan melemah responnya jika tidak ada stimuli/reinforcer lain
yang mempertahankan perilaku sehat. Contoh: anak kecil yang mau cuci tangan
sebelum makan bila di berikan mainan tetap melakukan perilaku sehatnya karena
pujian orang tua atau kepuasan karena tangannya bersih dari kuman.

22
c. Punishment (Hukuman)
merupakan perilaku yang apabila dilakukan dan membawa konsekuensi yang tidak
menyenangkan cenderung ditekan. Contoh: anak kecil yang bermain dengan benda
tajam seperti pisau dimarahi oleh ibunya, akan tidak mengulanginya lagi.

23
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1. perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas.
2. Sehat adalah keadaan sempurna baik fisik, mental, maupun sosial dimana
badan tidak mengalami keluhan sama sekali. Jadi, dapat dikatakan sehat adalah
kondisi maksimal atau kondisi sempurna tanpa ada gangguan dalam tubuh kita
masing-masing serta kita akan dapat melakukan aktivitas dengan baik dan
lancar.
3. Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang
dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati, yang berkaitan dengan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
4. Setiap individu sejak lahir terkait dengan suatu kelompok, terutama kelompok
keluarga. Dalam keterkaitannya dengan kelompok ini membuka kemungkinan
utnuk dipengaruhi dan mempengaruhi anggota-anggota kelompok lain. Oleh
karena pada setiap kelompok senantiasa berlaku aturan-aturan dan norma-
norma sosial tertentu, maka perilaku tiap individu anggota kelompok
berlangsung dalam suatu jaringan normatif. Demikian pula perilaku individu
tersebut terhadap masalah-masalah kesehatan.
5. Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang
sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan
membagi perilaku itu kedalam tiga domain (ranah/kawasan) untuk kepentingan
tujuan pendidikan. Yang tediri dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
6. Terdapat beberapa teori tentang perubahan perilaku , antara lain yaitu: Teori
Stimulus-Organisme-Respons (S-O-R), Teori Disonan (Dissonance) Festinger,
Teori Fungsi (Katz), Teori Keseimbangan (Kurt Lewin)
7. Bentuk-bentuk perilaku dibagi menjadi 3 yakni: Perubahan Alamiah (Natural
Change), Perubahan Rencana (Planned Change), Kesediaan untuk Berubah
(readiness to change)

24
8. Beberapa srategi untuk memperoleh perubahan perilaku tersebut
dikelompokkan menjadi tiga, yakni (WHO, 1984) : Menggunakan Kekuatan /
Kekuasaan, Pemberian Informasi, Diskusi dan Partisipasi.
3.2 Saran
Hubungan kesehatan dengan perilaku sangatlah erat dan saling
berkesinambungan, individu yang sehat akan tercermin dari perilaku yang sehat
pula. Sebaliknya juga begitu perilaku yang sehat akan mencerminkan individu
dengan kualitas hidup baik.

Manfaat dari hidup sehat yang paling penting adalah meningkatkan


produktivitas kita dengan segala kemampuan dan potensi diri kita. Untuk itu konsep
hidup sehat seperti tingkatkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) harus
dipupuk dari tiap individu untuk dapat meningkatkan kualitas hidup yang sehat.

25
Daftar Pustaka
- Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi.Jakarta :
Rineka Cipta

- Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :


Rineka Cipta

- Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta :


Rineka Cipta

- Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.


Jakarta: Rineka Cipta

- Muzaham,Fauzi.1995.Sosiologi Kesehatan.Jakarta: Penerbit Universitas


Indonesia.

- Ircham Machfoedz dan Eko Suryani. 2008. Pendidikan Kesehatan dan Promosi
Kesehatan. Yogyakarta :Fitramaya.

- http://www.ilunifk83.com/t149-uu-ri-no-23-tahun-1992-tentang-kesehatan

26
LEMBAR DISKUSI

Pertanyaan:
1. Apa yang dimaksud dengan stimulus dan fungsinya? Berikan contoh tentang
teori dissonance! (Anis)
2. Apa yang dimaksud kekuatan/kekuasaan dalam konteks bentuk-bentuk
perubahan perilaku? Apakah upaya-upaya perubahan perilaku kesehatan saling
berhubungan? (Lintang)
3. Apa yang dimaksud dengan reaksi terbuka? (Chaterina)
4. Apa yang dimaksud dengan teori SOR?

Jawaban Hasil Diskusi:

1. Stimulus merupakan segala sesuatu yang dapat mempengaruhi


seseorang untuk merubah sikap atau perilakunya. Fungsi dari stimulus
itu yakni diharapkan dapat merubah perilaku seseorang untuk menjadi
lebih baik dalam segi kesehatan maupun yang lainnya. Dissonance
(ketidakseimbangan) terjadi karena adanya elemen yang saling
bertentangan dalam diri individu. Misalnya seorang duda yang harus
bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.
Sebagai seorang ayah, dia berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi keluarga terutama untuk pemenuhan gizi, kesehatan dan
pendidikan bagi anak-anaknya. Namun di sisi lain dia juga merangkap
posisi sebagai Ibu yang juga memikirkan bagaimana kondisi anak yang
membutuhkan kasih sayang dan perhatian lebih serta pendampingan
dalam berbagai aktivitas di rumah. Karena kedua elemen ini sama-
sama penting maka untuk menyelesaikan masalah tersebut yaitu
dengan cara penyesuaian kognitif untuk mencapai keseimbangan
kembali tanpa harus meninggalkan salah satu elemen yang ada.

2. Dalam upaya perubahan perilaku dibutuhkan adanya kekuatan/


kekuasaan untuk membentuk suatu program maupun aturan-aturan
yang diharapkan untuk dapat merubah perilaku-perilaku masyarakat.
Kekuatan/kekuasaan ini lebih bersifat memaksa kepada masyarakat

27
sehingga mau untuk mematuhi peraturan dan mengubah perilakunya.
Upaya-upaya perubahan perilaku tidak berhubungan satu sama lainnya.
Dari berbagai upaya yang telah disebutkan kita dapat menggunakan
salah satu cara atau lebih untuk dijadikan sebagai usaha untuk merubah
perilaku sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.

3. Reaksi terbuka merupakan respons dari masyarakat yang sudah mau


menerima stimulus yang diberikan, yang sudah mencapai tahap
perubahan prilaku yang telah dianjurkan oleh sang pemberi stimulus.

4. Teori S-O-R (Stimulus-Organisme-Respons) meupakan teori yang menitik


beratkan bahwasannya perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus
(rangsang) yang diberikan telah benar-benar melebihi dari stimulus semula.

28

Anda mungkin juga menyukai