Anda di halaman 1dari 2

A.

Cara Kerja Nervus Glosofaringeal


Nervus Glosofaringeal adalah saraf ke-9 (F. Paulsen & J. Waschke, 2015). Nervus
glosofaringeus (N.IX) memberikan sensasi rasa dan sensasi secara umum seperti
sentuhan dan muntah pada posterior lidah dan papila sirkumvalata (Taufiqurrahman,
2014). Apabila diberikan rangsangan berupa rasa asam pada daerah pengecapan. Maka
serabut-serabut yang menyalurkan implus pengecapan ikut menyusun nervus
fasialis (kordha timpani) dan nervus glosofaringeus serta nervus vagus. Nervus-nervus
ini menghantarkan implus itu ke nukleus traktus solitarii. Juluran inti tersebut
menyalurkan implus ke Ventro Posterior Medialis di talamus. Dari situ implus
pengecapan dipancarkan ke bagian media dari operkulum dan bagian bawah lobus
parientalis (Stanley, 2006). Bersama dengan input kolateral melalui saraf vagus, refleks
glosofaringeal-vagus memperlambat denyut jantung atau menurunkan tekanan darah
(Damodaran, 2014)
B. Letak Percabangan Nervus Glosofaringeal
Letak percabangan Saraf glosofaringeal berasal dari medula bersamaan dengan
saraf kranialis X dan XI. Melalui foramen jugularis saraf glosofaringeal membentuk
dua ganglion sensoris superior and petrosal/inferior Akson Parasimpatis dari dari dari
nukleus saliva inferior menuju ganglion otis (pada kelenjar parotis) kemudian
memasuki cabang timpani. Sehingga bisa sekaligus menyalurkan serat sensoris dari
telinga. Saraf glosofaringeal selanjutnya turun ke leher dan menyarafi otot
stilofaringeus dan badan karotis. Melewati arteri karotis internal dan eksternal untuk
masuk ke faring. Di dalam faring serat sensoris dari plexus faringeal menyarafi mukosa
dari faring dan bagian posterior lidah (Stanley, 2006).
C. Fungsi Nervus Glosofaringeal
Dari sudut pandang klinis, saraf kranial ke-9 tidak memiliki peran yang cukup
penting kecuali terkait peranannya dalam gag reflex. Fungsi utama dari saraf glosofaringeal
adalah suplai persarafan sensoris dari orofaring dan bagian posterior (belakang) dari lidah.
Selain itu saraf glosofaringeal juga memiliki fungsi motorik terhadap otot stilofaringeus,

fungsi otonom parasimpatis pada kelenjar parotis, serta fungsi sensoris dari sinus karotis,
badan karotis, dan terkadang kulit dari meatus acusticus externus dan membran timpani.
(Stanley, 2006). Saraf kranial ke-9 juga memiliki fungsi sekresi dengan mengatur sekresi
saliva dari kelenjar parotis (Sarrazin, 2013).

REFERENSI
F. Paulsen & J. Waschke. 2015. Sobotta: Kepala, Leher dan Neuroanatomi ed. 23. EGC:
Jakarta
J.-L. Sarrazin, et al. Elsavier Diagnostic and Interventional Imaging: The lower cranial
nerves: IX, X, XI, XII. Vol. 94, 2013.
Omprakash Damodaran et al. Cranial nerve assessment: A concise guide to clinical
examination. Vol. 27, No. 1 January 2014
Stanley Monkhouse MA, MB, BChir, PhD. 2006. Cranial Nerve Functional Anatomy.
Cambridge University Press. ISBN-13 978-0-511-13272-8.
Taufiqurrahman dan Camelia Herdini. Jurnal Kesehatan Andalas: Metastasis Leher
Tersembunyi pada Karsinoma Lidah T1-T2. Vol. 3 No. 3 Tahun 2014.

Anda mungkin juga menyukai