TRAUMA
OROMAKSILOFASIAL
DAN PENANGANAN
KEGAWATDARURATAN
TRAUMA
OROMAKSILOFASIAL
TRAUMA OROMAKSILOFASIAL
Trauma oromaksilofasial adalah trauma yang menyebabkan cedera pada jaringan lunak serta jaringan
keras di daerah wajah, mulut dan dentoalveolar.
FRAKTUR dapat didefinisikan sebagai kerusakan mendadak pada kontinuitas tulang dan dapat bersifat
complete atau incomplete.
Cedera dentoalveolar dapat berupa fraktur tulang alveolar serta fraktur pada gigi geligi yang dapat
disertai dengan kegoyangan gigi, pergeseran letak gigi dan avulsi.
Kecelakaan berkendara dan kekerasan merupakan penyebab utama dari fraktur
maksilofasial di seluruh dunia.
Penyebab utama lain dari fraktur ini adalah jatuh yang berkaitan dengan pekerjaan,
luka saat olahraga, dan trauma industri.
- Kecelakaan berkendara
- Kekerasan
- Penyebab yang berkaitan dengan pekerjaan
- Jatuh
- Kecelakaan dalam olahraga
- Penyebab lainnya
Penyebab Fraktur Maksilofasial
Penyebab Ekstrinsik:
1.Kekerasan langsung (fraktur pada lokasi dampak) 4.Gaya torsi
2.Kekerasan tidak langsung (fraktur yang disebabkan oleh transmisi dampak) 5.Gaya tekan
3.Gaya bengkok 6.Gaya geser
Pemeriksaan Ekstraoral
Sebelum pemeriksaan, wajah pasien harus dengan lembut dicuci dengan saline hangat atau air
dan usapan cotton woll harus digunakan untuk membersihkan bekuan darah yang kering atau
keropeng. Rongga mulut harus diirigasi secara menyeluruh dan dibersihkan dengan cotton swab.
Obat kumur juga dapat digunakan. Evaluasi area fasial harus dilakukan dalam prosedur yang
teratur dan berurutan.
INSPEKSI
A. Inspeksi
Inspeksi akan mengungkapkan keberadaan edema, ecchymosis dan deformitas. Luka jaringan
lunak yang berkaitan harus dicatat. Panjang, luas, dan kedalaman luka jaringan lunak harus
diukur dan dicatat. Periksa hidung dan telinga untuk keberadaan perdarahan atau kebocoran
cairan serebrospinal. Edema periorbital, ecchymosis, perdarahan subkonjungtiva dapat dilihat
(memar di belakang telinga atau tanda pertarungan, menunjukkan fraktur tengkorak).
Pemeriksaan neurologis harus mencakup evaluasi akan semua saraf kranial. Penglihatan,
tingkat okuler, pergerakan ekstraokuler, reaksi pupil terhadap cahaya harus dengan hati-hati
dievaluasi
PALPASI
B. PALPASI
Palpasi area ekstraoral harus dimulai dengan kedua tangan, secara bersamaan pada setiap
setengah wajah eksternal, dengan tekanan yang lembut namun tegas. Usaha ini akan membantu
mendeteksi abnormalitas dan seseorang dapat membandingkan sisi yang normal dengan bagian
yang tidak normal.
Palpasi dengan lembut harus dimulai dari belakang kepala, dan kranium harus dieksplorasi untuk
luka dan kerusakan tulang. Lalu jari-jari harus berherak ke dahi untuk palpasi ada atau tidaknya
depresi. Jari palpasi harus tetap di garis tengah dan berpindah ke sisi di atas supraorbital rim dan
infraorbital rim, tulang dan lengkung zygoma. Area yang keras, deformitas step, atau gerakan
abnormal harus dicatat. Palpasi nasal bridge harus dimulai dari atas hingga ujung hidung di
tengah dan kemudian ke sisi. Jika terasa adanya kertak, harus dicatat. Tekanan digital yang
tegas pada area ini, digunakan untuk mengevaluasi kontur tulang dan mungkin akan sulit ketika
area ini sangat edema. Setelah pembersihan intranasal, perdarahan segar atau kebocoran CSF
harus dipastikan.
Setelah tahap awal untuk menolong nyawa dilakukan dengan baik dan pasien telah stabil, lalu
pemeriksaan lengkap untuk pasien dilakukan untuk mendeteksi keberadaan luka penting yang
berkaitan.
Luka kepala : untuk memeriksan tingkatan kesadaran ‘Glasgow coma scale’ digunakan. Skala ini
menghubungkan pengamatan respon motorik, respon verbal, dan pemeriksaan mata dengan respon-
repsonnya.
Pemeriksaan tengkorak atau kranium harus dilakukan untuk laserasi atau fraktur penting apapun. Tingkat
kesadaran juga harus diperiksa:
i. Sadar penuh.
ii. Pasien pusing dengan disorientasi, tetapi merespon secara rasional terhadap pertanyaan yang
diajukan,
iii. Pasien semi-sadar, merespon secara tidak rasional terhadap pertanyaan yang diajukan,
iv. Pasien tidak sadar, tetapi merespon nyeri yang sangat menyakitkan (semi koma).
v. Tidak sadar tanpa respon terhadap rangsangan sakit (koma). Derajat dan durasi kehilangan kesadaran
merupakan indikasi penting untuk keparahan kerusakan otak.
AMNESIA
Amnesia Retrograde
Merupakan ketidakmampuan untuk mengingat kejadian yang menyebabkan kecelakaan.
Amnesia Anterograde
Merupakan kegagalan untuk mengingat kejadian segera setelah kecelakaan. Kapanpun, pasien yang
mengalami keadaan tidak sadar dengan luka maksilofasial, mungkin bukan disebabkan oleh luka kepala.
NEUROLOGIS
C. Pemeriksaan Neurologis
Saraf-saraf berikut ini diperiksa sebelum injeksi anestesi lokal dan induksi anestesi umum.
Nervus Fasialis
fungsi dari saraf ini dapat dengan mudah dievaluasi pada pasien yang sadar dengan
memintanya menggunakan otot untuk ekspresi wajah. Jika pasien tidak sadar perangsang
saraf dapat digunakan.
Nervus Infraorbital
dalam kasus fraktur kompleks zygomatico-maksila atau fraktur Le Fort II, nervus infraorbital
rusak.
Nervus Olfaktori
Luka pada saraf ini dapat disebabkan oleh fraktur bagian tengah wajah yang melibatkan plat
cribiform dari ethmoid.
Nervus Okulomotor
Keberadaan dilatasi pupil menunjukkan kerusakan nervus okulomotor yang biasanya
disebabkan oleh kompresi saraf intrakranial oleh karena meningkatnya tekanan intrakranial.
Nervus Abdusen
luka pada nervus abdusen menyebabkan disfungsi otot rectus lateral. Hal ini paling sering
diamati pada pasien yang menderita tipe luka diselerasi.
Nervus Optikus
Luka pada nervus ini disebabkan oleh fraktur di sekitar foramen optikus yang dapat
disebabkan oleh kompresi tulang.
Saraf yang biasanya terluka pada saat trauma maksilofasial adalah nervus alveolaris inferior:
luka pada saraf alveolaris inferior menyebabkan anestesia pada sisi yang terlibat.
Nervus Lingualis
Saraf ini lebih jarang terluka. Luka pada nervus lingualis menyebabkan anestesia atau
parastesia pada dua pertiga anterior lidah. Selain itu, karena saraf korda timpani dibawa oleh
nervus lingualis, luka pada struktur ini juga menyebabkan perubahan pengecap.
PEMERIKSAAN SKELETAL
D. Pemeriksaan Skeletal
Zygoma dan maksila diperiksa. Titik perdarahan pada buccal fold maksila dan maloklusi kelas III
menunjukkan fraktur maksila. Gangguan oklusal
PEMERIKSAAN INTRAORAL
Pemeriksaan Intraoral
a) Pemeriksaan Gigi
Kuantitas, kualitas, dan hubungan oklusal dievaluasi yang merupakan bantuan yang besar dalam membuat diagnosis
dan juga dalam rencana perawatan. geligi harus dievaluasi untuk:
- Fraktur, baik horizontal maupun vertikal
- Kegoyangan, baik karena fraktur akar maupun masalah periodontal
- Perdarahan dari sulkus gingiva baik karena trauma ataupun penyakit periodontal
- Kehilangan gigi.
Pembengkakan jaringan lunak atau
ecchymosis harus diidentifikasi
karena mereka sering mencerminkan
kerusakan tulang di bawahnya.
Laserasi anteroposterior palatum
keras biasanya berkaitan dengan
fraktur paramedian dari palatum.
Fraktur vertikal dari gingiva alveolar
berkaitan dengan fraktur lengkung
alveolar (Gambar 3).
INSPEKSI INTRAORAL
c) Palpasi Intraoral
Sulkus bukal dan lingual harus dipalpasi untuk keberadaan area yang keras, perubahan kontur, krepitasi,
kegoyangan gigi, dan sebagainya. Mandibula harus dipalpasi secara bimanual dan kegoyangan yang
abnormal harus ditemukan. Untuk memeriksa kegoyangan maksila, kepala pasien harus distabilkan
menggunakan tekanan pada dahi dengan satu tangan, dan dengan jempol dan telunjuk dari tangan yang lain,
maksila dipegang, tekanan yang tegas harus digunakan untuk memperlihatkan kegoyangan maksila. Goncang
segmen alveolar maksila untuk mendeteksi fraktur alveolus atau belahan pada palatum.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS LUKA
MAKSILOFASIAL
Secara umum, urutan umum untuk penanganan saluran nafas pada pasien yang mengalami trauma
adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan awal : kenali obstruksi saluran pernafasan
2. Lakukan manuver saluran pernafasan, bersihkan saluran pernafasan, dan reposisi pasien
TERIMA KASIH