PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Anestesi merupakan suatu fase dimana terjadi hilang kesadaran dan memori, tidak
adanya sensasi nyeri, dan peregangan otot-otot, yang diinduksi oleh obat-obatan
tertentu sebelum melakukan suatu tindakan pembedahan atau operasi yang bersifat
sementara.
Anestesi dibagi menjadi dua, yakni anestesi umum dan anestesi lokal, pada kasuskasus pembedahan gigi, biasanya digunakan anestesi lokal. Anestesi lokal sendiri
dibagi menjadi dua yakni dengan teknik blok atau infiltrasi. Anestesi infiltrasi adalah
anestesi yang bertujuan untuk menimbulkan rasa anestesi atau mati rasa pada ujung
saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga
mengakibatkan hilangnya rasa dikulit dan jaringan yang terletak lebih dalam misalnya
mukosa atau gingiva (pencabutan gigi bagian anterior). Sedangkan teknik blok
merupakan anestesi dimana daerah yang dianestesi perlu cukup luas, seperti pada
waktu pencabutan gigi posterior rahang bawah atau pencabutan beberapa gigi pada
satu kuadran. Anestesi blok didefinisikan sebagai kehilangan sensasi pada area tertentu
yang dipersarafi oleh nervus tertentu pada tubuh akibat depresi eksitasi pada serabut
saraf maupun akibat inhibisi pada proses konduksi nervus perifer. Anestesi lokal
timbul melalui penghambatan eksitasi ujung-ujung saraf atau melalui pemblokiran
konduksi saraf-saraf perifer.
Meskipun diperlukan dalam prosedur operasi, anestesi sendiri jika tidak dilakukan
dengan teliti dan hati-hati dapat menimbulkan beberapa komplikasi, misalnya adalah
cedera saraf, hematoma, infeksi, paralisis berkepanjangan dan lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi
2.1.1 Anatomi dan persarafan mandibula
Memahami anatomi saraf mandibula sangat penting dalam keberhasilan untuk
memblok saraf ini. Persarafan mandibula terdiri dari saraf sensorik yang lebih banyak
dijumpai daripada motorik. Saraf motorik terdiri dari saraf pterigoid eksterna, maseter dan
temporalis. Nervus trigeminus muncul dipertengahan bagian lateral pons sebagai akar
sensoris dan akar motorik.
b. Proprioseptif
Nukleus sensoris pertama terletak dalam nukleus mesensepalon nervus
trigeminus. Menerima rangsang melalui cabang-cabang N. V dan juga dari N. III,
IV, VI, dan VII. Serabut-serabut eferen dari nucleus mesensepalikus berhubungan
dengan cerebellum dan juga dengan nukleus motorik N. V untuk refleks mengunyah.
2. Brakio motoris
Nukleus mastikatorius atau nukleus motoris N. V terdapat dibagian rostral pons,
medial terhadap nukleus sensibilia pontis N. V. Aksonnya muncul dipermukaan pons
sebagai akar motorik dan kemudian bersama N. mandibularis melalui foramen ovale di
basis kranii menuju ke otot-otot pengunyah.
Bersama dengan saraf motorik, saraf sensorik bukal bercabang untuk menginervasi
kulit dan membran mukosa pipi, mukosa dan gingiva pada daerah bukal molar dan
mukosa pada daerah trigonum retromolar. Saraf bukal yang panjang melintasi ramus
anterior kira-kira pada level dataran oklusal gigi molar. Sampai pada level tersebut saraf
ini kemudian menurun ke arah anterior dan lateral di antara otot-otot pterigoid eksternal
dan bergerak di bawah tepi anterior otot maseter menyilang ke posisi lateral ke tepi
anterior ramus, syaraf ini menjadi aksesibel untuk blok intra oral.
Persarafan mandibula, memiliki kelompok percabangan yang mensarafi divisi
posterior yaitu saraf aurikulotemporal dan saraf lingual. Saraf aurikulotemporal adalah
saraf sensorik dan memiliki ujung cabang yang menginervasi kelenjar parotis, sendi
temporomandibula, bagian anterior telinga, meatus auditorius eksternus, membran
timpani dan kulit kepala pada daerah temporal.
Teknik blok intraoral tidak dapat menganestesi saraf ini dan hanya dapat dicapai
dengan blok ekstraoral. Sebaliknya, cabang saraf lingual pada umumnya dianestesi
dengan jalur intraoral. Saraf lingual berjalan ke bawah medial menuju otot pterigoid
eksternal dan lateral menuju otot pterigoid internal tetapi diantara kduanya dan ramus
mandibula ada suatu daerah yang dinamakan ruang pterigomandibular. Hal ini berarti
daerah
tersebut
paling
aksesibel
untuk
blok
anestesi
lokal.
Dari
ruang
pterigomandibular, saraf bergerak lebih dalam ke posisi di samping dasar lidah (di
bawah dan belakang molar ketiga), dimana saraf melintas di anterior dan medial.
Distribusinya adalah sensorik pada 2/3 anterior lidah, mukosa dasar mulut serta mukosa
dan gingiva permukaan lingual mandibula.
Selanjutnya saraf mandibula bergerak dalam arah menurun, mencapai ruang
pterigomandibular dimana saraf ini terletak di antara ligamen spenomandibular dan
permukaan medial ramus. Pada titik ini, saraf memasuki foramen mandibula ke kanalis
mandibula, dan saraf ini menjadi nervus alveolaris inferior. Sebelum memasuki saluran
ini, saraf melepaskan cabang motorik yang menginervasi otot milohioid.
Saraf mandibula merupakan cabang terbesar dari N. trigeminal, saraf ini berjalan
dari kepala keluar melalui foramen ovale dan menginervasi regio mandibula, faring, 2/3
anterior lidah dan regio posterior aurikula. Nervus mandibularis terbagi atas cabang
yang kecil anterior dan cabang yang besar posterior. Cabang anterior adalah saraf
motoris utama. Kedalamnya hampir seluruh bagian yang asli yaitu N. maseterikus, N.
temporalis profundi, dan N. pterigoideus eksternus, yang mengandung hanya beberapa
serabut yang tidak motoris, yaitu saraf sensori sejati N. bukinatorius.
b. N. Temporalis profundi, biasanya 3 buah yaitu posterior, intermedius dan anterior yang
kadang-kadang timbul bersama dengan N. maseterikus. Nervus ini mula-mula berjalan
horizontal lateral seperti N. masentrikus dan kemudian membelok vertikal keatas dan
akhirnya terpencar beranastomose dengan yang lain dalam m. temporalis.
c. N. Bukinatorius berjalan kebawah, ke depan dan ke lateral. Nervus ini berada diantara
kedua kepala M. pterigoideus atau diantara kedua mm. pterigoideus tiba diatas
permukaan lateral m. bukinator dan disana ia beranastomose dengan cabang bukalis
N. fasialis. nervus ini memberikan cabang-cabangnya melalui m. bukinator kepada
membrana mukosa daripada pipi, kekulit sudut mulut dan kulit yang menutupi m.
bukinator. Ini adalah saraf sensoris yang asli.
2. N. Lingualis berjalan pada sisi medial dari M. pterigoideus eksternus dan arteri
maksilaris interna, kemudian diantara M. pterigoideus internus dan ramus
mandibularis, sedikit membelok, ke bawah dan ke depan melalui bagian bawah M.
miloparingeus dan di bawah membrana mukosa dasar mulut, berjalan ke depan diatas
Jari
telunjuk
belakang
gigi
diletakkan
molar
di
ketiga
oblique
interna
trigonum retromolar.
melalui
Punggung jari harus menyentuh bucooklusal gigi yang terakhir, lalu jarum
dimasukkan kira- kira pada pertengahan lengkung kuku dari sisi rahang yang tidak
dianestesi yaitu region premolar sampai terasa kontak dengan tulang.
Syringe kemudian digeser ke arah sisi yang akan dianestesi, harus sejajar dataran
oklusal, jarum ditusukkan lebih lanjut sedalam 6mm lalu lakukan aspirasi. Bila
aspirasi negatif, larutan anestesi lokal dikeluarkan cc untuk menganestesi N.
Lingualis.
Syringe digeser lagi ke arah posisi pertama namun tidak peuh, sampai region
caninus, kemudian jarum ditusukkan lebih dalam menyusuri tulang kurang lebih 1015 mm sampai terasa konta jarum dengan tulang terlepas. Lakukan kembali aspirasi,
bila negatif, larutan anestetikum dikeluarkan 1cc untuk menganestesi N. Alveolarius
inferior.
2. Blok nervus buccalis jaringan lunak buccal pada regio molar buccal
Blok N. Buccinatorius ditujukan untuk menganestesi daerah pipi dan membrane
mukosa bukal pada region gigi molar.
Saraf yang teranestesi pada blok ini adalah N. Buccal yang merupakan cabang dari
N. V3 yang mempersarafi jaringan lunak dan periosteum buccal sampai gigi molar
mandibular.
Anestesi blok N. Buccinatorius diindikasikan untuk prosedur dental pada region gigi
molar rahang bawah. Namun blok ini merupakan kontraindikasi untuk infeksi atau
terdapat inflamasi akut pada area injeksi.
of the mouth), skin over zygoma posterior aspect of cheek, and regio temporalis
pada area injeksi.
resiko trauma minimal pada nervus inferior alveolar, arteri, vena, dan muskulus
pterygoid
Kontra indikasi :
5. Blok nervus mentalis jaringan lunak buccal pada anterior foramen mentalis, bibir
bawah, dagu.
Indikasi : prosedur yang memerlukan manipulasi pada jaringan buccal lunak anterior
hingga ke foramen mentalis. Kontraindikasi : inflamasi atau infeksi pada area injeksi.
6. Blok nervus insisivus premolar, caninus dan insisivus, bibir bawah, kulit dagu,
jaringan lunak buccal sisi anterior foramen mentalis. Teknik ini sangat berguna pada
prosedur terbatas hanya pada aspek anterior mandibula dan tidak memerlukan
anesthesia kuadran total.
Teknik ini hampir sama persis dengan blok nervus mentalis dengan satu langkah
tambahan. Nervus mentalis dan insisivus dianestesi menggunakan teknik ini.
Adapun kontra indikasi penggunaan teknik anestesi ini yaitu adanya inflamasi pada
daerah suntikan dan pada pasien yang tidak kooperatif.
Gejala bahwa anestesi berhasil adalah bibir (N. alveolaris inferior) dan lidah
sampai ujung (N. lingualis) pada area penyuntikan terasa kebas. Bila N. alveolaris
inferior dan N. lingulis telah lumpuh, maka pencabutan gigi pada setengah rahang
bawah dapat dilakukan tanpa rasa sakit. Namun adakalanya pada ginggiva regio molar
masih terasa sakit karena adanya N. buksinatorius yang menginervasi pipi sampai
dengan mukosa regio molar satu dan terkadang sampai molar dua atau molar tiga.
Untuk menghilangkan rasa sakit ini biasanya cukup dengan infiltrasi anestesi mukosa
bagian bukal dari gigi yang akan dicabut.
b. Rasa sakit
Rasa sakit saat administrasi anestesi lokal disebabkan oleh penggunaan jarum yang
tumpul, pengeluaran anestetikum dengan terlalu cepat, serta tidak menguasai teknik
anestesi lokal. Hal ini dapat dicegah dengan menggunakan anestesi topikal sebelum
insersi jarum dan mengeluarkan anestetikum secara perlahan, serta anestetikum yang
digunakan lebih baik jika suhunya sama dengan suhu tubuh.
d. Paralisis Fasial
Paralisis fasial disebabkan oleh insersi jarum yang terlalu dalam saat blok N.
Alveolaris Inferior sehingga masuk ke kelenjar parotis dan mengenai cabang saraf
wajah, biasanya N. Orbicularis oculi. Penanggulangan hal tersebut dilakukan dengan
memberitahu pasien bahwa hal tersebut akan berlangsung selama beberapa jam dan
mata pasien harus dilindungi selama refleks berkedip belum kembali.
e. Trismus
Trismus merupakan salah satu komplikasi pemberian anestesi akibat adanya trauma
pada M. Mastikatorius atau pembuluh darah pada intra temporal fossa. Trismus dapat
pula disebabkan oleh anestesi lokal yang bercampur alkohol dan berdifusi ke jaringan
sehingga mengiritasi M. Mastikatorius. Penangulangan trismus dilakukan dengan cara
pemberian analgetik, kompes air panas selama 20 menit, latihan buka tutup mulut
selama 5 menit setiap 3-4 jam, dapat pula diberikan permen karet untuk melatih
gerakan lateral. Bila trismus berlanjut lebih dari 7 hari, maka konsulkan pada spesialis
bedah mulut.
f. Hematom
Hematom sering terjadi pada komplikasi blok N. Alveolaris Inferior, N. Alveolaris
Superior Posterior, dan N. Mentalis/ Insisif. Pencegahan hematom dapat dilakukan
dengan mengetahui anatomi sehingga tidak terjadi penyebaran darah ke ronga
ekstravaskuler. Penggunaan jarum pendek pada anestesi N. Alveolaris superior
posterior
juga
dapat
dilakukan
sebagai
upaya
meminimalisasi
hematom.
g. Infeksi
Infeksi terjadi akibat kontaminasi jarum dan dapat menyebabkan trismus. Bila
infeksi berlanjut sampai lebih dari hari ketiga, maka antibiotik diindikasikan untuk
pasien tersebut.
h. Edema
Edema disebabkan oleh trauma selama anestesi lokal, infeksi, alergi, perdarahan,
dan penyuntikan anestetikum yang terkontaminasi alkohol. Penanggulangan edema
dilakukan dengan observasi bila edema disebabkan oleh trauma injeksi atau iritasi
larutan, biasanya akan hilang 1- 3 hari tanpa terapi. Sedangkan bila lebih dari 3 hari dan
disertai rasa sakit atau disfungsi mandibula, antibiotik sebaiknya diberikan untuk pasien
tersebut.
b. Reaksi toksik
Reaksi toksik pada administrasi anestesi lokal jarang terjadi bila penyuntikan
dilakukan sesuai dengan prosedurnya. Apabila aspirasi tidak dilakukan sebelum
penyuntikan, maka anestetikum akan masuk ke dalam intravaskuler sehingga
menyebabkan overdosis. Tanda- tanda reaksi toksik adalah terjadi konvulsi, gangguan
pernafasan, dan syok.
c. Reaksi alergi
Riwayat alergi pasien harus ditanyakan praanestetikum sehingga meminimalisasi
terjadinya reaksi alergi. Reaksi alergi yang terjadi berbeda- beda dengan tingkat
keparahan yang juga berbeda. Tingkat reaksi alergi yang paling ringan adalah localized
skin reaction dengan gejala lokal eritema, edema, dan pruritus. Untuk tingkatan lesi
yang lebih parah yaitu reaksi pada kulit yang tergeneralisasi, antihistamin perlu
diberikan. Pada kasus alergi yang melibatkan traktus respiratorius, diberikan epinefrin
secara intramuscular kemudian melakukan prosedur emergensi. Tingkat reaksi alergi
yang paling parah adalah syok anafilaktik yag perlu ditangani dengan segera dengan
pemberian epinefrin IM atau IV, serta penaganan emergensi syok.
d. Interaksi obat
Interaksi obat dapat terjadi pada pasien yang mendapat obat sistemik. Secara
umum, interaksi obat dengan anestesi lokal sangat jarang. Namun, obat anestesi yang
mengandung adrenaline tidak dianjurkan pada pasien yang mengonsumsi trisiklik
antidepresan karena dapat menyebabkan hipertensi.
BAB III
PENANGANAN
BAB IV
KESIMPULAN
Anestesi merupakan suatu fase dimana terjadi hilangnya sensasi nyeri, kesadaran
dan memori, yang diinduksi oleh obat-obatan tertentu sebelum melakukan suatu tindakan
pembedahan atau operasi yang bersifat sementara.
Anestesi dibagi menjadi dua, yakni anestesi umum dan anestesi lokal, pada kasuskasus pembedahan gigi, biasanya digunakan anestesi lokal. Anestesi lokal sendiri dibagi
menjadi dua yakni dengan teknik blok atau infiltrasi. Anestesi blok pada mandibula adalah
teknik anestesi yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi untuk
melumpuhkan n. alveolaris inferior, n. lingualis, n. mentalis, dan n. insisivus. Anestesi ini
sering digunakan dokter gigi untuk pencabutan gigi posterior dan untuk pencabutan lebih
dari satu gigi di regio mandibula serta daerah anestesi yang dihasilkan cukup luas meliputi
satu kuadran. Akan tetapi, anestesi ini juga memiliki beberapa komplikasi walaupun dalam
melakukannya telah mengikuti petunjuk yang benar. Adapun komplikasi tersebut antara
lain adalah parestesi berkepanjangan, kolaps, infeksi, efek toksik obat, trismus, hematoma
dan lainnya.
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan antara lain adalah tidak memakai
jarum anestesi lokal yang telah diberikan larutan disinfektan, penetrasi jarum seminimal
mungkin (tidak seluruhnya masuk), memakai anestetik lokal yang memiliki pH 5,
memakai jarum yang tajam dan hindari penyuntikan berulang.