Anda di halaman 1dari 8

TORUS PALATINUS

A. Pengertian Eksostosis
Eksostosis adalah pertumbuhan tulang ke arah luar dari korteks luar
mandibula dan maksila yang tidak menimbulkan gejala. Tipe khusus
mencakup torus mandibularis, torus palatinus, dan eksostosis
subpontin reaktif. Semuanya mempunyai selubung tulang kortikal
dengan jumlah tulang spongiosa (cancellous) bagian dalam yang
bervariasi. Eksostosis terjadi pada tulang alveolar bukal atau lingual
sebagai nodula tulang yang bulat. Eksostosis tampak berupa radiopasitas
bundar dan padat, sehingga terlihat tipis pada radiograf (Langlais dkk., 2016).

B. Gambaran Umum Torus Palatinus


Torus palatinus adalah massa tulang yang keras yang umumnya
muncul dari garis tengah palatum keras. Eksostosis perkembangan dan
biasanya herediter ini muncul pada 15% populasi, lebih sering
ditemukan pada wanita. Sebagian besar muncul sebagai tonjolan
berbentuk kubah di garis tengah, tetapi juga dapat tampak varian yang
gepeng, nodular, berbentuk seperti kumparan, dan lobular. Lesi terdiri
atas tulang kortikal padat yang berlapis-lapis, yang membesar
perlahan-lahan. Biasanya, torus ini tidak menimbulkan rasa sakit kecuali
jika mukosa tipis yang menutupinya mengalami trauma (Langlais dkk.,
2016). Torus palatinus mempunyai ukuran dan bentuk sangat bervariasi, bisa
berupa tonjol kecil tunggal/ berupa tonjol multilobuler yang luas (Pedersen,
1996).

C. Etiologi Torus Palatinus


Penyebab utama adanya torus palatinus saat ini belum diketahui dengan
pasti. Teori yang saat ini paling diterima secara luas adalah berhubungan
dengan genetik. Di bawah ini adalah kemungkinan etiologi dari torus yang
ditemukan oleh para peneliti:
1. Peneliti menyebutkan bahwa torus diturunkan secara autosomal dominan.
Dimana pada anak perempuan, ibu dan nenek memiliki autosomal
dominan torus palatinus ditemukan terdapat pada semua wanita tersebut.
2. Adanya injury superficial atau kejadian tersebut merupakan respon
fungsional individual.
3. Kebiasaan makan. Peneliti menghubungkan konsumsi ikan dengan
adanya torus karena ikan berisi asam lemak tak jenuh dan vitamin D
yang dapat mendorong pertumbuhan tulang.
Selain itu, adannya penggunaan jangka panjang dari phenitoin merupakan
faktor yang dapat meningkatkan ukuran torus karena phenitoin akan
mempengaruhi peningkatan hemostasis kalsium, berfungsi sebagai agen
osteogenik. Namun faktor ini bukan merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya torus (Garcia, 2000).

D. Gambaran Histologi Torus Palatinus

Periosteum

Osteosit

Kanal Haversian
Lamellar Bone

Gambar 1. Gambaran histologi torus palatinus


Sumber: Consolario dan Cansalaro, 2015

E. Gambaran Radiografi Torus Palatinus


Pada gambaran radiografi, torus tampak berupa radiopasitas yang
padat, fokal dan homogeny, di regio palatal anterior atau posterior rahang
atas pada radiograf periapikal dan panoramik (Langlais dkk., 2016).
Gambar 2. Tampak radiopasitas yang bundar, besar, dan homogen di
regio palatal posterior maksila pada radiografi periapikal.
Sumber: Langlais dkk., 2016

F. Terapi
Tidak ada menajemen aktif yang wajib dilakukan, menenangkan pasien
bahwa keadaanya merupakan bukan suatu keganasan. Bila mukosa yang
melapisinya tipis dan cenderung trauma, pasien mungkin membutuhkan
antiseptik pencuci mulut jika terdapat ulcus. Bila tidak ada keluhan, torus
palatinus tidak memerlukan perawatan. Namun pada pasien yang
menggunakan gigi tiruan, torus palatinus ini dapat mengganjal basis gigi
tiruan sehingga harus dihilangkan dengan tindakan torus removal (Gorlin,
1970).
Indikasi torus removal adalah bagi orang yang memakai gigi tiruan dan
alat orho lepasan, terdapat ulserasi yang berulang (kambuhan), dan kesultan
dalam makan dan berbicara (Laskaris, 1985). Sedangkan menurut Fragiskos
(2007) torus removal perlu dilakuakan jika torus tersebut membesar dan
pasien merasa terganngu dengan danya torus tersebut, sehingga dapat
menghambat fungsi dari rongga mulut itu sendiri. Menurut Ardan (2007)
indikasi torus removal adalah sebagai apabila mengganggu stabilitas gigi
tiruan lepasan, apabila ukurannya terlalu besar, dan apabila tidak dilakukan
relief pada landasan gigi tiruan.
Karena torus removal merupakan tindakan bedah minor, sehingga kontra
inidikasinya sama dengan kontra indikasi bedah minor yaitu: kelainan darah,
purpura hemoragik, lekemia, penyakit ginjal, penyakit kelenjar endokrin,
diabetes Melitus, kehamilan, penyakit kardiovaskuler, hipertensi, jaundice,
AIDS, sifilis, dan hipersensitivitas.

G. Prosedur Bedah Torus Removal


Pembedahan untuk menghilangkan torus ini pada dasarnya sama tanpa
memperhatikan bentuknya. Berikut ini merupakan cara pengambilan torus
palatinus menurut Fragiskos (2007):
1. Palatum sebelum penghilangan torus palatinus

2. Setelah dilakukan anastesi, Dilakukan insisi di sepanjang midline


palatum dengan dua insisi serong pada anterior dan posteriornya

3. Flap yang terbentuk lalu ditarik dengan benang jahit atau jahitan traction.

4. Lesi kermudian dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan


fissure bur
5. Kemudian dilakukan penghilangan fragmen eksostosis dengan
monobevel chisel

6. Lalu dilakukan penghalusan permukaan tulang dengan bur tulang

7. Apabila ada jaringan lunak yang berlebihan maka dilakukan pemotongan


seperlunya
8. Dilakukan penutupan flap dimulai dari posterior dan dengan beberapa
jahitan matres horizontal terputus.
9. Hematom yang terjadi di bawah flap palatal merupakan hal biasa yang
terjadi. Kejadian ini bisa dihindari atau diperkecil dengan pengikatan
sponge pada palatum sehingga membantu menekan flap kea rah palatum.

10. Palatum setelah penghilangan torus


H. Medikasi Pasca Bedah
Medikasi pasca bedah torus palatinus adalah:
1. Pengobatan rasa sakit
2. Achetaminophen 500 mg setiap 4 -6 jam seperlunya.
3. Antibiotik, untuk mencegah infeksi.
4. Roburantia, untuk mempercepat penyembuhan
5. Vitamin C 500mg sampai 2 kali sehari.
6. Zinc 50-200 mg per hari
7. Obat kumur, resepkan Chlorhexidine glukonat
8. Setelah 5-7 hari jahitan dibuka

I. Kasus
Seorang perempuan berusia 25 tahun datang ke RSGMP Unsoed dengan
keluhan terdapat penonjolan pada langit-langit mulut. Penonjolan tersebut
tidak terasa sakit dan baru disadari sejak SMA. Keadaan umum kompos
mentis, berat badan 49 kg, tinggi badan 153 cm, tekanan darah 110/90, nadi
80/menit, pernafasan 18x/menit, suhu 37°C.

J. Pembahasan
1. Pemeriksaan subjektif
CC: pasien mengeluhkan terdapat benjolan pada langit-langit mulut
PI: pasien tidak menyadari dan baru sadar sejak SMA. Benjolan tersebut
tidak terasa sakit.
PDH: ke dokter gigi 2 minggu yang lalu untuk konsultasi gigi yang akan
dicabut.
PMH: mengkonsumsi obat rutin sabutamol, alergi parasetamol.
FH: ayah menderita asma bronkiale.
SH: pasien seorang mahasiswa.
2. Pemeriksaan objektif
a. Pemeriksaan ekstra oral
Wajah: simetris, normal, tidak terdapat pembengkakan.
Mata: kesejajaran posisi serta warna dalam keadaan normal.
Leher: tidak terdapat pembengkakan.
Tangan dan jari: normal.
Limfonodi: tidak teraba
TMJ: normal.
b. Pemeriksaan intra oral
Deskripsi lesi:
Terdapat lesi nodular berukuran 2 mm, warna mukosa normal,
konsistensi keras dan kaku, pada midline palatum durum.
3. Diagnosis
Torus palatinus
4. Rencana perawatan
Edukasi mengenai diagnosis.
5. Perawatan
Tidak terdapat keluhan, torus palatinus tidak memerlukan perawatan,
maka hanya edukasi kepada pasien. Menerangkan kepada pasien bahwa
keadaannya merupakan bukan suatu keganasan. Bila tidak ada keluhan,
torus palatinus tidak memerlukan perawatan. Namun apabila pasien ingin
menggunakan gigi tiruan, torus palatinus dapat mengganjal basis GT
sehingga harus dihilangkan dengan tindakan bedah.
Daftar Pustaka

Ardan, Rachman, 2007, Perbedaan Ciri Morfologis Torus Mandibularis antar


Populasi dan antar Seks pada Orang Baduy Dalam,Orang Baduy Luar,
dan Suku Sunda Sekitarnya, Bandung : Universitas Padjajaran.

Fragiskos FD, 2007, Oral Surgery, Berlin: Springer

Garcia-Garcia AS, Jose Maria MG, Rafael GF, Angeles SR and Lucia OR, 2000,
Current Status of the Torus Palatinus and Torus Mandibularis, Med Oral
Patol Cir Bucal, consolario.

Langlais RP, Miller CS, Gehrig JSN, 2016, Atlas berwarna lesi mulut yang
sering ditemukan. Alih bahasa: Suta T. Editor edisi bahasa indonesia:
Rasyad M. Editor penyelaras: Juwono L. Edisi keempat, EGC, Jakarta.

Laskaris, 1985, Oral Surgery Volume 2. St.Louis, CV Mosby Company

Pedersen GW, 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai