Anda di halaman 1dari 3

1.

Pemeriksaan klinis tmj


Pemeriksaan , dan Diagnosis TMD
Tanda dan gejala Temporomandibular Disorders (TMD) sangat umum ditemukan.
Beberapa diantaranya muncul sebagai gejala yang signifikan sehingga pasien
berusaha untuk mencari pengobatan. Namun banyak juga yang tidak memberikan gejala
yang jelas sehingga diabaikan oleh pasien. Oleh karena itu perlu diketahui pemeriksaan
TMJ dengan tepat.
Pemeriksaan TMJ dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (gambaran radiograf).
Pemeriksaan fisik pada TMJ adalah mengukur jarak perpindahan mandibula, palpasi, dan
deteksi bunyi sendi (auskultasi TMJ).
Pemeriksaan jarak perpindahan mandibula tersebut dilakukan untuk mengetahui
apakah ada kesulitan/keterbatasan saat mandibula digerakkan.
Sementara itu, pemeriksaan palpasi dilakukan untuk mengetahui
kesimetrisan pergerakan sendi dan ada atau tidaknya rasa nyeri saat dilakukan palpasi.
Sedangkan,
pemeriksaan auskultasi bertujuan untuk mengetahui bunyi sendi yangditimbulkan
akibat adanya kelainan TMJ.
Pemeriksaan auskultasi TMJ ini dapat menggunakan light digital palpation atau
menggunakan stetoskop. Pada pemeriksaan standar TMJ dokter gigi menggunakan
stetoskop untuk mendeteksi adanya bunyi TMJ.

Klinisi dapat menanyakan


pertanyaan-pertanyaan berikut pada pasien
untuk mengidentifikasi gangguan fungsional:
15
1) Apakah kesulitan atau merasa nyeri saat
membuka mulut (misalnya saat menguap) ?
2) Apakah merasa rahang seperti melekat
satu sama lain, seperti terkunci, atau seperti
macet ?
3) Apakah merasa kesulitan atau nyeri saat
mengunyah, berbicara, atau menggerakkan
rahang ?
4) Apakah sendi rahang mengeluarkan suara
berisik ?
5) Apakah sering merasa rahang kaku,
kencang, atau lelah ?
6) Adakah merasa nyeri di dalam atau di
sekitar telinga, pada pelipis, atau pipi ?
7) Adakah sakit kepala, sakit leher, atau sakit
gigi yang berulang ?
8) Pernahkah mengalami trauma kepala,
leher, atau rahang akhir-akhir ini ?
9) Pernahkah mengalami perubahan saat
menggigit akhir-akhir ini?
10) Pernahkah berobat untuk nyeri wajah
atau masalah sendi rahang yang sulit
dijelaskan ?

2. Tmd karena pemakaiaan GTL yang tidak baik


3. Relasi rahang

Dilakukan pencatatan Maxillo Mandibular Relationship (MMR)


Mencari hubungan dimensi vertikal dimensi saat posisi istirahat (DVR) diukur
dengan metode Willis, yaitu jarak yang diukur dari pupil ke sudut mulut sama dengan hidung
ke dagu (PM=HD). Dimensi vertikal oklusi (DVO) diperoleh dari dimensi vertikal saat posisi
istirahat (DVR) dikurangi freeway space (2 mm). Pada kasus ini, karena pada rahang bawah
masih terdapat gigi maka bite rim rahang bawah harus tetap dipertahankan sesuai dengan
tinggi dataran oklusal gigi yang masih ada sehingga free way space sebesar 2 mm diperoleh
dengan cara mengurangi bite rim RA sejajar dengan garis Chamfer.
Free way space kemudian diperiksa dengan metode Silverman, yaitu pasien diminta untuk
mengucapkan huruf “S”. Jika huruf “S” kurang jelas maka DVO ketinggian, sedangkan jika “S” terlalu
jelas maka DVO terlalu rendah. Selain itu, pasien diminta untuk mengucapkan kata “Missisipi” serta
pasien diminta menelan ludah, dan operator mengecek pasien apakah sudah dapat menelan ludah
secara mudah atau belum.

3. Centric relation record

Centric relation record adalah suatu relasi mandibula terhadap maxilla pada suatu relasi vertikal
yang ditetapkan pada posisi paling posterior. Cara menentukan relasi sentrik dengan metode
Shanahan yaitu dengan menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga processus
condyloideus akan tertarik ke fossa yang paling belakang karena tarikan dari otot dan menelan ludah
berulang-ulang. Pasien diinstruksikan menggerakkan mandibula berulang-ulang sampai pasien biasa
dengan oklusi tersebut. Setelah mendapat posisi sentrik, bite rim diberi tanda tempat garis ketawa
dan median line.

4. Fiksasi
Setelah diperoleh relasi sentrik, dilakukan fiksasi gigi dan fiksasi record block dengan metode single
V–groove shape. Caranya:

 Fiksasi gigi:
Tambahkan selembar malam merah pada bite rim RA yang posisinya antagonis dengan gigi RB
yang tersisa kemudian lunakkan malam merah tersebut dan instruksikan pasien untuk menggigit
hingga bite rim RA dan RB berhimpit.
 Fiksasi record block dengan single V-groove
Groove berbentuk V dibuat pada kanan dan kiri bite rim RA (kira-kira pada bagian M1). V-groove
diolesi vaselin, bite rim RB dikurangi sesuai dengan letak V-groove, record block rahang atas dan
rahang bawah dimasukkan ke dalam mulut dan pasien diinstruksikan melakukan oklusi sentrik.
Lalu bite rim RB dikeluarkan dan diberi tambahan wax pada bagian yang telah dikurangi. Bite
rim RB kembali dimasukkan. Mulut dikatupkan lalu dilihat apakah V-groove dan kontranya sudah
tepat. Lakukan buka tutup mulut berulang-ulang. Bite rim RA dan RB dikeluarkan. V-groove
dirapikan di luar mulut.
4. Teknik memperbaiki dimensi vertical dan mengukur dimensi vertical
Dimensi vertikal yang terlalu besar dapat menyebabkan kontraksi otot berlebih, gigi tiruan tidak stabil, gigi
tiruan tidak nyaman digunakan, profil pasien menjadi kurang baik, terjadi luka pada jaringan pendukung
gigi, dan adanya gangguan pada sendi temporomandibula. Dimensi vertikal yang terlalu kecil dapat
menyebabkan fungsi pengunyahan terganggu, estetika kurang memuaskan, terjadi Costen syndrome
dengan gejala tuli ringan, sering pusing, tinitus, nyeri saat menggerakan sendi, nyeri pada lidah, nyeri pada
regio temporalis, dan gangguan kelenjar ludah. 7 Pentingnya ketepatan dalam penentuan dimensi vertikal
menjadikan beberapa ahli meneliti mengenai berbagai metode

Metode penentuan dimensi vertikal yang telah dikenal yaitu metode langsung dan metode tidak langsung.
Beberapa penerapan dari metode langsung yang telah diteliti oleh beberapa ahli yaitu metode Willis,
metode Mc. Gee, konsep Golden Proportion, metode Leonardo Da Vinci, metode panjang jari kelingking,
metode Niswonger, dan metode lainnya. Niswonger dalam penelitiannya menemukan cara untuk
menentukan dimensi vertikal yaitu melalui pengukuran jarak antara mukosa ujung hidung dan mukosa
ujung dagu.4,9 Atwood dan Niswonger berpendapat bahwa ada tidaknya gigi tiruan pada rongga mulut
pasien sangat berpengaruh pada jarak Spina Nasalis Anterior (SNA) ke Gnathion (Gn).9 Metode Niswonger
digunakan sebagai dasar dalam penentuan DVO oleh sebagian besar dokter gigi di Indonesia karena
metodenya sesuai dengan karakteristik fisik keturunan asli Indonesia.
5. Disain GTL
6.

Anda mungkin juga menyukai