Anda di halaman 1dari 34

DEPARTEMEN PROSTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN

Laporan Kasus

Gigi Tiruan Jembatan

OLEH:

Nama : Agil Malinda


Stambuk : J014201065
Pembimbing : Prof. Dr. drg. Bahruddin Thalib, M. Kes., Sp. Pros (K)

DIBAWAKAN SEBAGAI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN PROSTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Gigi merupakan salah satu organ tubuh yang mempunyai peran penting pada tubuh
manusia diantaranya berfungsi untuk mengunyah, berbicara, dan dalam berpenampilan. Gigi
yang sehat jika tidak dirawat dengan baik akan menyebabkan timbulnya masalah, antara lain
gigi tanggal. Setiap individu idealnya mempertahankan gigi permanen sepanjang hidup, namun
demikian gigi dapat lepas atau perlu dicabut dengan berbagai alasan.

Kehilangan gigi antara lain dapat disebabkan oleh karies, penyakit periodontal dan
trauma. Kehilangan gigi dapat berpengaruh terhadap aktivitas sosial. Hal ini selaras dengan
pendapat McGrath dan Bedi yang dikutip oleh Emini bahwa kehilangan gigi dapat
memengaruhi keadaan fisik seperti penampilan estetik, terganggunya sistem mastikasi dan
memengaruhi kenyamanan bicara. Hasil penelitian Wong menemukan bahwa kehilangan gigi
geligi dapat memengaruhi keadaan fisik dan psikologis, seperti kurangnya percaya diri dan
keterbatasan aktifitas sosial.

Perawatan dengan pemakaian gigi tiruan sebagai pengganti gigi yang hilang sangat
penting karena pemakaian gigi tiruan akan menolong pasien dalam memperbaiki estetis,
mengembalikan mekanisme pengunyahan, memulihkan fungsi bicara, memelihara atau
mempertahankan kesehatan jaringan sekitar mulut, relasi rahang dan meningkatkan kualitas
hidup. Gigi tiruan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu gigi tiruan lepas dan gigi tiruan
cekat. Gigi tiruan lepas dapat dibagi menjadi gigi tiruan lepas lengkap (Full Denture) dan gigi
tiruan lepas sebagian (Partial Denture).1

Dalam bidang Prostodonsia metode rehabilitasi menggunakan gigi tiruan jembatan


berbentuk jembatan merupakan metode rehabilitasi yang sering dipergunakan dan dapat
menghasilkan hasil yang baik ditinjau dari segi fungsi maupun estetik. Keberadaan gigi-gigi
yang lengkap di dalam rongga mulut merupakan kunci penting untuk menghasilkan hasil
kunyah yang baik.Gigi tiruan jembatan (GTJ) adalah suatu jenis gigi tiruan sebagian yang
dilekatkan secara tetap pada satu atau lebih gigi penyangga, dan mengganti satu atau lebih dari
satu gigi yang hilang. Jenis GTJ ini meliputi komponen pontik dan retainer dari bahan logam
non mulia yang dihubungkan secara permanen pada gigi penyangga dengan perantaraan bahan
adesif serta tetap menggunakan teknik etsa asam. Gigi tiruan jembatan merupakan salah satu
alternatif perawatan di bidang kedokteran gigi khususnya bidang prostodonsia. Seseorang yang
kehilangan gigi perlu dilakukan Tindakan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi
pengunyahan, bicara dan sekaligus memperbaiki fungsi estetik. Pada makalah ini akan
dijelaskan mengenai prosedur pembuatan gigi tiruan jembatan 1,2
BAB II
PENATALAKSAAN KASUS
2.1 Kasus
Seorang Perempuan berusia 30 tahun datang ingin dibuatkan gigi tiruan.
Pemeriksaan intraoral terdapat edentulous pada regio 14. Gigi yang lain dalam keadaan
baik. Anamnesis pada pasien mengatakan pernah memakai gigi tiruan yang dapat dilepas,
namun pasien merasa kurang nyaman dan menginginkan gigi tiruan yang tidak dapat
dilepas.
2.2 Definisi Gigi Tiruan Jembatan (GTJ)
Gigi tiruan jembatan (GTJ) atau Fixed Partial Denture atau Bridge merupakan suatu
protesa sebagian yang dilekatkan secara tepat pada satu atau lebih gigi penyangga dan
menggantikan satu atau lebih gigi yang hilang. Gigi tiruan jembatan juga didefinisikan
sebagai gigi tiruan yang dicekatkan pada gigi penyangga dan didukung sepenuhnya oleh
gigi pendukungnya.3

2.3 Komponen Gigi Tiruan Jembatan


a. Konektor4
Konektor adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Konektor harus dapat
mencegah distorsi atau fraktur selama gigi tiruan berfungsi.
Konektor terbagi atas :
- Rigid digunakan untuk yang memerlukan efek splinting maksimal. Sifatnya
kuat dan mudah dibersihkan. Ada yang cast dan solder.
- Non rigid digunakan untuk kasus jika ada gigi penyangga yang tidak sejajar
inklinasinya. Dapat juga digunakan untuk immediate abutment. Dapat
mengurangi efek ungkit dari gigi peyangga. Namn jenis konektor ini memiliki
efek splinting yang minimal, sulit dalam pembuatan, dan dapat patah.
b. Retainer5
Retainer merupakan bagian dari Gigi tiruan jembatan yang dilekatkan pada gigi
abutment. Retainer terbagi menjadi retainer ekstra coronal, retainer intra coronal, dan
dowel retainer.

c. Pontik6,7
Pontik merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi asli yang
hilang.
Berikut adalah persyaratan ideal pontik
1) Mengembalikan fungsi gigi yang diganti.
2) Memberikan estetika dan kenyamanan.
3) Harus dapat diterima secara biologis.
4) Pertahankan residual ridge dan mukosa yang mendasarinya.
5) Memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan gaya oklusal.

Klasifikasi pontik

1. Berdasarkan kontak mukosa


a. Ridge Lap.

Desain ridge lap memberikan estetik yang baik, namun jika ridge mengalami
resorbsi di bagian fasial, dapat terlihat artifisial. Permukaan pontik yang menghadap
jaringan yang cekung dan luas, membuat pembersihan plak agak sulit. Inflamasi dan
ulserasi jaringan lunak sering dihubungkan dengan pontik tipe ini.

Gambar 1. Ridge lap pontic

b. Modified ridge lap

Desain modified ridge lap merupakan tipe pontik yang paling polpuler. Pontik
ini biasanya menyebabkan sedikit inflamasi di area ridge dibandingkan dengan
pontik ridge lap karena permukaan yang cekungnya lebih kecil dan mudah
dibersihkan. Namun, tetap terdapat permukaan cekung di tengah permukaan jaringan
yang sulit dilewati benang gigi dan/atau sikat gigi. Jika ridge edentulous tidak
resopsi parah, biasanya estetik cukup baik.
Gambar 2. Modified ridge lap
c. Ovate pontic

Pontik ovate ditemukan oleh Abrams pada tahun 1980. Walaupun permukaan
jaringan berbentuk cekung, pontik ovate dibuat berbentuk cembung untuk mengatasi
kelemahan ridge lap atau modified ridge lap. Hasilnya, pontik ini lebih mudah
dibersihkan. Namun, karena tinggi kontur permukaan cembung didesain dekat
dengan dasar, terkadang benang gigi tidak dapat melewatinya, khususnya pada
periodonsium yang tipis, dimana jarak papila tertinggi dengan margin gingiva tidak
jauh. Kecembungan ovate pontic dibuat untuk untuk menciptakan profil
kemunculan yang benar. Pontik ini berkontak dengan jaringan.

Gambar 3. Ovate pontic

d. Conical pontic,
Pontik ini juga dikenal dengan istilah pontic ‘egg-shaped’, ‘bullet-shaped’ dan
‘heart-shaped’

Gambar 4. Conical pontic


2. Tanpa kontak mukosa
e. Sanitary pontic
Pontik sanitary atau hygienic tidak berkontak dengan ridge edentulous dan
menciptakan ruang yang lebar untuk mempertahankan kebersihan mulut.
Bagaimanapun, walaupun pontik ini memfasilitasi pembersihan yang efektif antara
protesa dan jaringan, banyak pasien mengeluhkan makanan terjebak di antara ruang
tersebut dan pontik terasa melawan lidah. Pontik ini jarang digunakan sekarang dan
tidak estetik.

Gambar 5. Sanitary pontic

f. Modified sanitary pontic / perelpontic / arc-shaped fpd.


Desain ini adalah desain alternatif di mana terdapat cekungan mesiodistal.
Desain ini memberikan kekuatan tambahan pada konektor dan pada saat yang
sama memungkinkan ruang untuk pembersihan yang lebih mudah.

Gambar 6. Modified sanitary pontic.


3. Berdasarkan bahan yang digunakan
a) All metal pontics, pontik jenis ini sepenuhnya terbuat dari logam tanpa pelapis
keramik atau akrilik
b) All ceramic pontics
c) Metal-ceramic pontics
d) Metal with resin facing pontics
e) Fibre-reinforced composite pontics
4. Berdasarkan metode pembuatannya
a) Custom-made pontics
b) Prefabricated pontics
d. Abutment 6
Gigi abutment atau gigi penyangga yang merupakan gigi asli yang telah dipreparasi
untuk menempatkan retainer dan mendukung gigi tiruan jembatan. Kemiringan atau sumbu
long axis gigi abutment tidak boleh lebih dari 25-30 derajat dan untuk perbandingan/rasio
akar dan mahkota maksimal untuk gigi yang akan digunakan sebagai abutment adalah 2:3,
rasio 1:1 adalah rasio minimum yang dapat diterima untuk abutment (jumlah gigi yang
diganti, mobilitas gigi, dan kesehatan periodontal keseluruhan baik).

Gambar 7. Komponen gigi tiruan jembatan

2.4 Indikasi Gigi Tiruan Jembatan8


1) Adanya gigi sehat yang dapat digunakan sebagai penyangga
2) Resorpsi residual ridge dimana gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) tidak
memungkinkan untuk digunakan.
3) Keinginan pasien

2.5 Kontraindikasi Gigi Tiruan Jembatan8


1) Kehilangan tulang akibat trauma
2) Pasien yang berusia di bawah 18 tahun
3) Gigi abutment yang mengalami kelainan periodontal
4) Area edentulous bilateral yang memerlukan cross arch stabilization.
5) Rasio mahkota-akar yang minimal
6) Pasien yang sangat tua
7) Edentulous dengan perluasan distal pada rahang atas atau rahang bawah.
2.6 Macam-macam Gigi Tiruan Jembatan9,10
a. Fixed-fixed bridge
Fixed-fixed bridge, yaitu suatu gigi tiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada
kedua sisi oleh satu atau lebih gigi penyangga.

Gambar 8. Fixed-fixed bridge

b. Semi fixed bridge


Desain gigi tiruan ini dimana salah satu pontik dihubungkan pada retainer dengan
konektor non rigid, sedangkan pada sisi lain dihubungkan konektor rigid. Desain bridge
ini memungkinkan pergerakan terbatas pada salah satu konektor antara pontik dan
retainer.

Gambar 9. Semi fixed bridge

c. Cantilever bridge
Desain ini merupakan desain gigi tiruan yang sangat konservatif dengan pontik yang
terhubung secara kaku atau rigid ke retainer sedangkan ujung lain tidak. Kondisi
cantilever yang ideal adalah insisivus lateral digantikan dengan dukungan gigi caninus
dan premolar pertama digantikan dengan gigi premolar kedua (penyangga primer) dan
molar pertama (penyangga sekunder).

Gambar 10. Cantilever bridge


d. Spring cantilever bridge
Yaitu desain bridge dengan dukungan gigi dan jaringan. Gigi tiruan cekat yang
mempunyai pontik terletak jauh dari retainer dan dihubungkan dengan palatal bar.
Desain ini digunakan ketika untuk menggantikan gigi anterior dengan diastem atau
kasus dengan adanya perawatan gigi endodontic pada posterior. Desain ini tidak dapat
digunakan pada mandibula karena kekurangan dukungan jaringan. Bagian bar harus
mengukuti kontur alami dari rugae palatine sehingga tepi lateral tidak menyebabkan
gaya tarik dari lidah dan juga tidak menyebabkan retensi makanan.

Gambar 11. Spring Cantilever bridge

e. Compound bridge
Yaitu merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigi tiruan cekat dan
bersatu menjadi satu kesatuan.

f. Maryland bridge
Yatu gigi tiruan cekat adesif yang retainernya berupa sayap dari logam yang dietsa
dengan asam dan dilekatkan dengan menggunakan resin komposit pada gigi penyangga
yang tela dietsa. Preparasinya hanya meliputi daerah proksimal dan lingual dengan
pengambilan jaringan email yang sedikit.

Gambar 12. Maryland bridge


2.7 Penatalaksanan Kasus
1. Pemeriksaan subjektif9
a. Identitas pasien
Nama pasien, usia, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan dan status keuangan
dicatat. Rincian ini tidak hanya membantu dalam mengembangkan hubungan
dengan pasien tetapi juga memberikan informasi mengenai harapan pasien dan
status ekonomi.
b. Keluhan utama (chief complaint)
Keluhan utama harus dicatat dengan kata-kata pasien sendiri. Pasien menganggap
keluhan utama sebagai masalah utama, oleh karena itu ketika mengusulkan rencana
perawatan yang komprehensif; perhatian khusus harus diberikan kepada keluhan
utama.
c. Riwayat medik (medical history)
Memperoleh riwayat medis membantu mengungkapkan kondisi sistemik yang
mendasari yang dapat mempengaruhi rencana perawatan.
d. Riwayat dental, beberapa riwayat dental yang dapat ditanyakan yaitu:
Riwayat kehilangan gigi beserta kapan giginya terakhir dicabut dan apa penyebab
dicabutnya, riwayat perawatan gigi dan frekuensi kunjungan ke dokter gigi untuk
melihat motivasi pasien. Perlu juga ditanyakan mengenai penggunaan gigi tiruan
sebelumya termasuk alasan kegagalan protesa sebelumnya.

2. Pemeriksaan objektif ekstraoral10


a. Ini melibatkan pemeriksaan kepala dan leher untuk mengetahui ukuran, bentuk
dan simetri profil kepala dan wajah serta tanda-tanda kelenjar getah bening yang
teraba.
b. Evaluasi TMJ dan evaluasi otot pengunyahan juga penting untuk
menyingkirkan penyakit TMJ. Prasyarat untuk perawatan prostodontik cekat
adalah sendi yang sehat dan otot rangka yang mendukung
c. Bibir: Garis senyum, ruang negatif antara gigi rahang atas dan rahang bawah
ketika pasien tertawa, gigi yang tanggal, diastema dan gigi retak atau gigi
dengan restorasi yang buruk dicatat.
3. Pemeriksaan objektif intraoral10
Pemeriksaan intraoral dapat dilakukan pada gigi-geligi (tes vitalitas dan palpasi,
mobilitas gigi), pemeriksaan struktur jaringan periodontal gigi (probing, OHI-S, resesi, lost
of attachment), jaringan lunak, lidah, dasar mulut, vestibulum, dan frenulum dan mukosa
pada labial, bukal dan lingual, palatum durum dan palatum molle (bentuk palatum),
retromylohyiod, torus dan eksostosis, relasi gigi geligi, diastema, artikulasi, kelainan letak,
kelainan gigi, mobilitas gigi, bentuk gigi, warna gigi. Selain itu, setiap kelainan dicatat.

a. Jaringan periodontal:
Kesehatan jaringan periodontal, kesehatan jaringan periodontal secara umum
memiliki gingiva yang berwarna merah muda sehat, tembus cahaya, dan memiliki
tampilan berbintik-bintik kusam dengan berbagai tingkat pigmentasi melanin.
Penampakan attached gingiva yang tender dan eritematosa dapat mengindikasikan
adanya proses inflamasi. Daerah resesi gingiva yang meluas ke apikal dari sambungan
CEJ harus dicatat, kemudian, mengukur dan mencatat kedalaman poket periodontal.
Selain itu, derajat mobilitas semua gigi juga harus dicatat.

b. Kondisi gigi:
Ø Hilangnya gigi, karies, restorasi, keausan gigi, fraktur, abrasi, malformasi, dan
erosi harus dinilai.
Ø Penilaian oklusal: general alignment, kontak lateral dan protrusive
Ø Evaluasi gigi penyangga (abutment): gigi penyangga harus dalam keadaan
yang kuat untuk menahan tekanan kunyah dan tidak mengalami mobilitas.
Gigi yang dirawat endodontik dapat dipertimbangkan sebagai gigi penyangga.
Selain itu, perlu pula diperhatikan kondisi jaringan di sekitar gigi penyangga,
yaitu harus dalam keadaan sehat dan bebas dari inflamasi. Evaluasi lainnya
meliputi rasio mahkota-akar, konfigurasi gigi, luas permukaan jaringan
periodontal, dan tes vitalitas. Rasio mahkota akar yang ideal sebagai
penyangga adalah 2:3 atau minimal 1:1. Bentuk akar kerucut memberikan
dukungan yang tidak maksimal. Adapun akar yang divergen dan multipel
dapat memberikan dukungan yang lebih maksimal. Gigi yang besar tentunya
juga memiliki luas permukaan periodontal yang besar pula dan akan menahan
gaya lebih baik. Kemudian kemiringan gigi penyangga tidak boleh lebih besar
dari 25° agar preparasi tidak membahayakan pulpa. Dua gigi penyangga dapat
mendukung pontik.

4. Pemeriksaan penunjang radiografi


Pemeriksaan ini memberikan informasi penting untuk melengkapi pemeriksaan
klinis seperti dukungan tulang dan struktur akar masing-masing gigi.

Tujuan dari pemeriksaan radiografi adalah:

a) Menentukan lokasi infeksi dan patologi lain yang mungkin terjadi


b) Mengungkap keberadaan fragmen akar, benda asing, tonjolan tulang, dan
formasi ridge yang tidak beraturan;
c) Mengungkap keberadaan dan luasnya karies dan hubungan lesi karies dengan
pulpa dan perlekatan periodontal;
d) Evaluasi restorasi untuk melihat adanya karies berulang, kebocoran marginal,
dan restorasi yang overhanging pada margin gingiva;
e) Evaluasi pengisian saluran akar apabila telah dilakukan seblumnya;
f) Evaluasi kondisi periodontal dan perawatan yang diperlukan;
g) Evaluasi dukungan alveolar dari gigi penyangga, jumlah, panjang dan morfologi
akarnya, jumlah kehilangan tulang alveolar yang diderita melalui proses patogen,
dan jumlah dukungan alveolar yang tersisa

5. Diagnosis dan Rencana Perawatan


a. Diagnosis
RA: Edentulous Parsialis Klasifikasi Kennedy Klas III
b. Rencana Perawatan
Rencana perawatan yang akan dilakukan pada kasus yaitu pembuatan gigi tiruan
jembatan (GTJ) dengan rincian sebagai berikut.
• Jenis GTJ : fixed-fixed bridge
• Jumlah Unit : 3 unit
• Gigi Abutment : gigi 13 dan 15
• Tipe Retainer : ekstra koronal
• Tipe Konektor : rigid connector mahkota penuh
• Tipe Pontik : modified rigid lap
• Bahan yang Digunakan: Porcelain fused to metal (PFM)

6. Informed Consent
Informed consent atau surat persetujuan tindakan perawatan wajib diberikan
kepada pasien setelah menjelaskan diagnosis dan rencana perawatan.

Gambar 13. Informed Consent

7. Pencetakan Pendahuluan dan Pembuatan Model Studi11,12


• Alat dan bahan
• Sendok cetak
• Rubber bowl dan spatel
• Gelas takar
• Bahan cetak irreversible hydrocolloide dan air
• Alat pelindung diri (handscoen, masker dan baju kerja)
• Dental bip
• Desinfektan
• Dental stone type IV
• Prosedur pencetakan pendahuluan
1. Operator menggunakan alat pelindung diri.
2. Instruksikan pasien untuk duduk dengan nyaman dan kepala tegak.
3. Instruksikan pasien untuk berkumur.
4. Mengatur posisi pasien dan operator
• RA : Pasien duduk dengan posisi tegak dan mulut pasien sejajar dengan
siku operator dan posisi operator berada disebelah kanan belakang atau
belakag pasien
• RB : Pasien duduk dengan posisi tegak dan posisi operator berada
disebelah kanan depan pasien
5. Pilih sendok cetak yang tepat dengan rongga mulut pasien. Sendok cetak harus
menutupi seluruh denture bearing area dan menyediakan ruang 5-6 mm untuk
bahan cetak.
6. Campurkan alginat dan air sesuai petunjuk pabrik pada rubber bowl, aduk
hingga homogen mengunakan spatel.
7. Masukkan bahan cetak pada sendok cetak, kemudian permukaannya dihaluskan
dengan handscoen yang telah dibasahi. Lalu sendok cetak dimasukkan ke dalam
mulut pasien.
8. Pada RA: sendok cetak dimasukkan dari arah belakang pasien. Sendok cetak
ditekan dari belakang kedepan dan tangan operator memfiksasi sendok cetak.
Instruksikan pasien untuk bernafas melalui hidung dan sedikit menundukkan
kepala.
9. Pada RB: sendok cetak dimasukkan dari arah depan kanan pasien. Pertama
masukkan salah satu sudut sendok cetak ke dalam mulut, lalu putar posisi
sendok cetak. Lakukan pencetakan pada gigi geligi dan pasien instruksikan
untuk mengangkat lidahnya, dan tangan operator memfiksasi sendok cetak.
10.Setelah setting keluarkan dari rongga mulut, kemudian bersihkan dan desinfeksi
hasil cetakan.

Gambar 14. (A) Posisi mencetak rahang bawah; (B) Posisi mencetak rahang atas
• Prosedur pembuatan model studi
1. Dental stone dicampur secara proporsional dengan air dan dituangkan dimulai
dari sudut cetakan negatif. Bahan biasanya dituangkan dalam tiga lapis.
Lapisan pertama harus memiliki campuran bahan yang lebih cair.
2. Kemudian cetakan harus ditempatkan pada vibrator untuk menghindari
pembentukan gelembung udara.
3. Konsistensi campuran bahan kedua harus sedikit lebih kental dan campuran
bahan terakhir
4. Bahan cetak dibiarkan hingga setting hingga diperoleh model studi.
5. Model harus dipisahkan dari cetakan, 1 jam setelah dituang.

8. Pemilihan dan Penentuan Warna Gigi11,12


Terdapat tiga faktor yang memengaruhi pemilihan warna, yaitu pengamat,
objek, dan sumber cahaya. Terdapat tiga karakteristik warna, yaitu:
a. Hue
Hue didefinisikan sebagai variasi warna tertentu. Hue dari sebuah objek dapat
berupa warna merah, hijau, kuning, dan ditentukan oleh panjang gelombang cahaya
yang dipantulkan atau ditransmisikan yang diamati. Pemilihan hue dilakukan dengan
mencocokkan sampel pada chroma tertinggi (misalnya A4, B4, C4, dan D3) dengan
gigi yang memiliki chroma yang tinggi (servikal kaninus)

b. Chroma
Setelah hue dipilih, selanjutnya lakukan pencocokan chroma. Chroma
didefinisikan sebagai intensitas dari hue. Istilahnya saturasi dan chroma digunakan
secara bergantian di kedokteran gigi dan keduanya berarti kekuatan hue tertentu atau
konsentrasi pigmen. Misalnya, jika hue B ditentukan sebelumnya, maka terdapat empat
gradasi dari hue yang dapat dipilih antara lain B1, B2, B3, dan B4.

c. Value
Value didefinisikan sebagai terang atau gelap relatif dari sebuah warna atau
kecerahan suatu objek. Kecerahan suatu benda adalah konsekuensi langsung dari
jumlah energi cahaya yang dipantulkan atau dipancarkan benda. Value ditentukan
dengan menggunakan sampel yang tersusun dalam urutan tingkat kecerahan.
Gambar 15. Susunan value pada shade guide digunakan untuk memeriksa
kecerahan gigi

Prosedur dalam pemilihan warna gigi pada pasien adalah sebagai berikut.
a) Mempersiapkan shade guide yang sesuai dengan porselen: Vita Lumin untuk
porselen Vita dan Bioform untuk porselen Biobond dan Ceramco.
b) Pasien harus menghapus kosmetik dan distraksi lainnya sebelum pemilihan
warna dilakukan.
c) Gigi harus dibersihkan sebelum pemilihan warna. Rubber cup dan pasta
profilaksis diberikan pada area dimana warna akan disesuaikan.
d) Ketika pemilihan warna dilakukan, operator berdiri di antara pasien dan sumber
cahaya.

e) Shade guide kemudian didekatkan pada gigi dan pemilihan warna dilakukan
secara cepat. Pemilihan warna setidaknya dilakukan dalam maksimal 5 detik
untuk mencegah kelelahan retina.Beberapa praktisi melakukan pemilihan warna
hue terlebih dahulu (kelompok A, B, C, atau D). Chroma dan value berkaitan
erat, oleh karena itu setelah kelompok hue dipilih, shade tab akhir (misal: A2)
dipilih saat kedua karakteristik dipertimbangkan secara bersamaan.

f) Tab dipegang pada kedua sisi gigi ketika akan memilih dua warna yang mirip.
g) Area gingiva dari shade tab dicocokkan dengan bagian gingiva dar gigi asli

h) Akhiran insisal dari tab dibandingkan dengan area insisal dari gigi asli
9. Preparasi Gigi Abutment9
a. Alat dan bahan
• Oral diagnostic
• Handpiece high speed
• Dental bur (short needle diamond bur, flat-end dan round-end tappered fissure
bur, tappered torpedo diamond bur)
• Bite Block
• Handpiece
• Handscoen dan masker
• Spoit 3 cc dan anestetikum 1 ampul (pehacain)
• Povidone iodine
• Cotton roll, cotton pelletProsedur

a. Prosedur
1) Lakukan desinfeksi mukosa dan lakukan anestesi infiltrasi pada daerah
mucobuccofold gigi yang akan dipreparasi
2) Reduksi oklusal diawali dengan membuat saluran orientasi menggunakan round-
end tappered diamond bur. Reduksi dilakukan sebanyak 2 mm.

Gambar 16. preperasi bagian oklusal gigi abutment

3) Membuat bevel pada cusp fungsional, dengan diawali dengan pembuatan saluran
orientasi sebesar 2 mm menggunakan round-end tappered diamond bur. Adapun
angulasi bevel dibentuk mendekati kemiringan cusp gigi antagonisnya.
Gambar 17. Preparasi bagian cusp funsional gigi abutment

4) Preparasi bagian bukal dengan flat-end tapered torpedo diamond bur yang
diawali dengan pembuatan saluran orientasi dengan kedalaman sekitar 1,2 mm.
Selanjutnya, struktur gigi yang tersisa diantara saluran orientasi dipreparasi
menggunakan bur yang sama

Gambar 18. preperasi bagian bukal gigi abutment, A. Pembuatan saluran orientasi, B & C.
Preparasi struktur gigi diantara saluran orientasi

5) Preparasi daerah proksimal gigi dengan bur short needle diamond bur.

Gambar 19. preperasi bagian proximal gigi abutment


6) Preparasi bagian lingual menggunakan tapered torpedo diamond bur, yang
dilanjutkan dengan membuat akhiran chamfer sebesar 0.5 mm.

Gambar 20. preperasi bagian lingual gigi abutment dan pembentukan akhiran preparasi

7) Pembentukan akhiran preparasi pada daerah bukal berbentuk shoulder sebesar


1 mm menggunakan flat-end tapered torpedo diamond bur

Gambar 21. pembentukan akhiran preparasi daerah bukal


8) Preparasi bevel dengan ukuran tidak lebih dari 0.3 mm pada akhiran shoulder
menggunakan flame diamond bur

Gambar 22. pembentukan bevel pada akhiran preparasi shoulder


9) Hasil Preparasi

Gambar 23. hasil preparasi gigi abutment untuk mahkota porcelain fused to metal.

Gambar 24. rekomendasi pengambilan struktur jaringan pada gigi abutment untuk mahkota
porcelain fused to metal.

Features Fungsi
Radial shoulder: Daya tahan struktural dan pemeliharaan
Periodontal
Chamfer: Integritas marginal dan pemeliharaan
Periodontal
Reduksi aksial Retensi, resistensi, dan daya tahan struktural
Reduksi insisal Daya tahan structural
Wing Retensi, resistensi, dan pemeliharaan
struktur gigi

10. Retraksi Gingiva13


Prosedur retraksi gingiva:
a) Isolasi gigi yang telah dipreparasi menggunakan cotton roll, tempatkan saliva
ejektor, dan keringkan area kerja menggunakan semprotan udara.
b) Potong cord sesuai dengan panjang yang dibutuhkan untuk melingkari gigi.
c) Celupkan cord pada larutan atrigen dan peras kelebihannya dengan menggunakan
kasa persegi. Cord yang sebelumnya diresapi dapat dikeringkan tetapi harus sedikit
dibasahi di tempat segera sebelum dikeluarkan dari sulkus, untuk mencegah epitel
sulkular tipis menempel dan robek saat dilepas.
d) Putar cord dengan erat untuk memudahkan penempatannya.
e) Lingkarkan cord di sekitar gigi, dan dorong perlahan ke dalam sulkus dengan alat
yang sesuai.

Gambar 25. Pemasangan retraction cord pada abutment

11. Pencetakan Model Kerja12


Pencetakan model kerja dilakukan menggunakan double-mix putty wash technique.
a. Instrumen dan bahan
• Sendok cetak
• Putty
• Light body
• Polyethylene spacer
• Tray adhesive
b. Prosedur pencetakan
1) Pilih sendok cetak yang sesuai dengan rongga mulut pasien,
2) Bahan cetak putty di campurkan dengan perbandingan 1:1 dimasukkan pada
sendok cetak,

Gambar 26. Mencampurkan bahan putty dan memasukkan bahan pada sendok cetak.

3) Lakukan pencetakan pada gigi pasien


Gambar 27. Pencetakan gigi menggunakan bahan putty

4) Selanjutnya lepaskan sendok cetak dari gigi pasien dan lepaskan polyethilene
secara perlahan

Gambar 28. Hasil cetakan dari bahan putty

5) Bahan cetak light body diinjeksikan di atas cetakan putty dan juga pada gigi
yang telah dipreparasi.

Gambar 29. Menginjeksikan bahan cetak light body pada gigi yang telah dipreparasi

6) Hasil cetakan akhir menggunakan light body akan menampilkan hasil cetakan
yang akurat

Gambar 30. Hasil cetakan dari bahan light body

12. Bite Registration14


Untuk dapat memiliki cetakan yang akurat dari gigi yang dipreparasi, dokter
gigi dan teknisi laboratorium memerlukan bite registration yang akurat dari relasi
sentrik maksila dan mandibula pada pasien. Wax bite registration dapat digunakan
untuk memperlihatkan hubungan oklusal gigi rahang atas dan rahang bawah. Ketika
melakukan bite registration, maka operator harus:
1) Instruksikan pasien untuk berlatih membuka dan menutup mulutnya secara
normal.
2) Gunakan sumber yang menghasilkan panas untuk melunakkan wax.
3) Bentuk wax sesuai dengan bentuk lengkung rahang

4) Letakkan wax pada permukaan oklusal gigi-geligi.

5) Instruksikan pasien untuk menggigit ringan dan sealami mungkin pada wax.

Gambar 31. Menggigit ringan pada wax

6) Biarkan wax mengeras kembali

7) Lepaskan wax bite registration secara perlahan untuk mencegah distorsi.

8) Hasil bite registration

Gambar 32. Hasil gigitan

9) Tempatkan hasil gigitan pada model.

13. Try in dan sementasi provisory15


a. Prosedur pembuatan provisory dengan teknik indirect
1) Cetakan diagnostik diperoleh sebelum preparasi gigi abutment
2) Area edentulous direstorasi dengan gigi tiruan akrilik dan koreksi yang
diperlukan dilakukan pada gigi abutmen dengan wax (Gambar 14. a)
3) Kemudian dicetak menggunakan putty (Gambar 14. b)
4) Gigi artifisial dihilangkan dan gigi abutment dipreparasi pada model gips
(Gambar 14. c)
5) Resin akrilik autopolimerisasi dengan warna yang sesuai dicampur dan
dituangkan kedalam cetakan putty (Gambar 14. d)
6) Cetakan putty yang telah diisi resin kemudian diposisikan kembali dengan
benar pada model gips setelah mengaplikasikan bahan separasi/ bahan
pemisah (Gambar 14. e)
7) Setelah setting, restorasi provisional dipangkas dan dicocokkan dengan model
gips (Gambar 14. f)
8) Persiapan try in sementasi provisori

a b c

d e f

Gambar 33. (a) daerah edentulous direstorasi dan dikoreksi dengan wax; (b) pencetakan model gips
menggunakan putty; (c) Preparasi gigi abutment pada model gips; (d) Resin akrilik diruangkan kedalam cetakan
putty; (e) Cetakan putty difiksasi kemodel gips menggunakan karet gelang; (f) Setelah setting dan dipasang ke
model gips

b. Instrumen dan bahan sementasi provisory


• Articulating paper
• Handpiece dan nondentate tapered bur
• Pumice dan muslin rag wheel
• Spatula semen
• Paper pad
• Zinc oxide–eugenol cement
• Petrolatum
• Alat Oral diagnostic
• Dental floss
c. Prosedur Sementasi
1) Try-in provisori pada gigi abutment yang telah dipreparasi
2) Cek oklusi menggunakan articulating paper
3) Lakukan occlusal adjustment pada bagian oklusal provisori jika diperlukan
4) Jika oklusi telah sesuai dan pasien sudah merasa nyaman, lakukan polishing
pada provisori
5) Berikan selapis tipis petrolatum pada bagian luar restorasi sebelum melakukan
sementasi agar kelebihan semen mudah dibersihkan
6) Lakukan sementasi menggunakan semen sementara dengan kekuatan moderate.
Campurkan zinc-oxide eugenol hingga mencapai konsistensi creamy dan
campurkan petrolatum yang setara dengan 5 - 10% volume semen
7) Bersihkan kelebihan semen menggunakan explorer dan dental floss pada area
interproximal.

14. Try in dan sementasi Gigi tiruan jembatan sementara9,11


Prosedur
a. Lepaskan retorasi sementara, hemostat atau Backhaus towel clamp diposisikan
secara hati-hati pada daerah bukal dan permukaan lingual restorasi sementara,
dan digerakkan ke arah bukolingual untuk melepaskan ikatan bahan luting.
Special band remover juga dapat digunakan.
b. Semen yang tersisa pada permukaan gigi abutment dibersihkan menggunakan
sonde lalu dilakukan tindakan profilaksis menggunakan air dan pumice.
c. Lalu bilas gigi abutment dengan air dan keringkan
d. Try-in gigi tiruan jembatan pada gigi abutment lalu lakukan evaluasi sebagai
berikut:
• Kecekatan (fitness/self-retention), GTJ saat dipasangkan pas dan tidak jatuh
dan mampu melawan gaya-gaya ringan yang berlawanan dengan arah insersi
tanpa sementasi.
• Marginal fitness& integrity, diperiksa pada bagian tepi servikal restorasi
menggunakan sonde halfmoon; apakah ada bagian yang terlalu pendek atau
terbuka serta dilakukan pemeriksaan mengelilingi servikal. Kemudian dilihat
juga kondisi gusi, apakah mengalami kepucatan (menandakan tepi servikal
yang terlalu panjang sehingga menekan gusi). Disini perlu dilakukan
pengurangan panjang namun jangan sampai terlalu pendek yang dapat
berakibat terbukanya tepi restorasi.
• Kontak proksimal tidak boleh terlalu menekan, overhanging, atau overkontur
(terlalu ke labial atau lingual atau oklusal). Pengecekan dilakukan dengan
menggunakan benang gigi dan dilewatkan di proksimal gigi tetangga ataupun
antar GTC. Benang harus mengalami hambatan ringan namun tidak sampai
merobek benang.
• Stabilitas dan adaptasi ke mukosa gingiva, kedudukan pada gigi penyangga
harus tetap dan tepat, sehingga tidak goyang, memutar, ataupun terungkit
meskipun tidak diberi gaya. Untuk masalah faktor ungkit umumnya diperiksa
dengan menekan salah satu gigi penyangga. GTJ nantinya akan menekan gusi
dengan ringan dan tidak boleh membuat perubahan warna pada gusi yang
dapat berujung pada resesi serta untuk memaksimalkan efek self cleansing
pada daerah embrasurnya.
• Penyesuaian oklusal menggunakan kertas artikulasi dan diletakan di titik
kontak dan titik oklusi. Instruksi pasien menggigit kertas dalam kondisi
oklusi sentris. Hasil yang baik adalah tidak adanya tanda pada hasil restorasi
yang menandakan oklusi sudah nyaman dan tidak ada yang mengganjal.
• Estetika khusunya pada bagian yang terlihat saat tersenyum (anterior dan
sebagian kecil posterior) restorasi harus sewarna gigi tetangganya dan harus
mengikuti kontur, anatomi, dan bentuk normal gigi tersebut.
• Lakukan evaluasi kontur porselen, stabilitas, kesesuaian warna, tekstur
permukaan, dan glaze. Untuk gigi tiruan cekat, kontak jaringan pada pontik
dan lokasi serta bentuk konektor harus dinilai dengan cermat.
e. Jika semua keluhan dan kesalahan telah teratasi, lakukan sementasi sementara
gigi tiruan cekat menggunakan bahan zinc oxide eugenol.
15. Try in dan sementasi GTJ permanen9,11,12
Try in GTJ Permanen
a. Kecekatan (fitness/ self-retention), GTJ saat dipasangkan pas dan tidak jatuh dan
mampu melawan gaya-gaya ringan yang berlawanan dengan arah insersi tanpa
sementasi.
b. Marginal fitness& integrity, diperiksa pada bagian tepi servikal restorasi
menggunakan sonde halfmoon; apakah ada bagian yang terlalu pendek atau
terbuka serta dilakukan pemeriksaan mengelilingi servikal. Kemudian dilihat juga
kondisi gusi, apakah mengalami kepucatan (menandakan tepi servikal yang terlalu
panjang sehingga menekan gusi). Disini perlu dilakukan pengurangan panjang
namun jangan sampai terlalu pendek yang dapat berakibat terbukanya tepi
restorasi.
c. Kontak proksimal tidak boleh terlalu menekan, overhanging, atau overkontur
(terlalu ke labial atau lingual atau oklusal). Pengecekan dilakukan dengan
menggunakan benang gigi dan dilewatkan di proksimal gigi tetangga ataupun antar
GTC. Benang harus mengalami hambatan ringan namun tidak sampai merobek
benang.
d. Stabilitas dan adaptasi ke mukosa gingiva, kedudukan pada gigi penyangga harus
tetap dan tepat, sehingga tidak goyang, memutar, ataupun terungkit meskipun tidak
diberi gaya. Untuk masalah faktor ungkit umumnya diperiksa dengan menekan
salah satu gigi penyangga. GTJ nantinya akan menekan gusi dengan ringan dan
tidak boleh membuat perubahan warna pada gusi yang dapat berujung pada resesi
serta untuk memaksimalkan efek self-cleansing pada daerah embrasurnya.
e. Penyesuaian oklusal menggunakan kertas artikulasi dan diletakan di titik kontak
dan titik oklusi. Instruksi pasien menggigit kertas dalam kondisi oklusi sentris.
Hasil yang baik adalah tidak adanya tanda pada hasil restorasi yang menandakan
oklusi sudah nyaman dan tidak ada yang mengganjal.
f. Estetika khusunya pada bagian yang terlihat saat tersenyum (anterior dan sebagian
kecil posterior) restorasi harus sewarna gigi tetangganya dan harus mengikuti
kontur, anatomi, dan bentuk normal gigi tersebut.
g. Lakukan evaluasi kontur porselen, stabilitas, kesesuaian warna, tekstur
permukaan, dan glaze. Untuk gigi tiruan cekat, kontak jaringan pada pontik dan
lokasi serta bentuk konektor harus dinilai dengan cermat.
h. Lakukan evaluasi pada GTJ sementara yang telah digunakan sebelumya dengan
memperhatikan beberapa kesalahan berikut:

Kesalahan Penyebab Penanganan


Fleksi dan fraktur - Ketebalan tidak memadai Remake GTJ
- Teknik casting yang tidak tepat
- Oklusi yang tidak tepat
Kegagalan pontik - Kekuatan yang tidak memadai Remake GTJ
- Oklusi yang salah dalam gerakan
lateral
Iritasi gingiva Retensi plak Berikan intruksi
kontrol plak
Resesi gingiva - Kerusakan pada margin retainer Remake GTJ
- Kesalahan pada oklusi
- Kontur retainer yang berlebihan
- Inadequate embrasure
Kerusakan jaringan - Desain bridge yang buruk Remake GTJ
periodontal - Kesalahan dalam penilaian
kekuatan abutment
- Kesalahan dalam pemilihan
abutment
- Traumatik oklusi
Karies Restorasi
konvensional
Nekrosis pulpa - Teknik preparasi yang kurang Remove dan
memadai sementasi ulang atau
- Peningkatan beban oklusal remake GTJ
karena oklusi yang tidak tepat

Sementasi GTJ Permanen


a. Melepas GTJ sementara
Restorasi sementara dilepas saat pasien kembali untuk penempatan restorasi
definitif atau untuk pereparasi lanjutan. Lepaskan retorasi sementara dapat
menggunakan hemostat atau Backhaus towel clamp diposisikan secara hati-hati
pada daerah bukal dan permukaan lingual restorasi sementara, dan digerakkan ke
arah bukolingual untuk melepaskan ikatan bahan luting. Special band remover juga
dapat digunakan.

Gambar 34. Backhaus towel clamp


b. Alat dan bahan sementasi:
• Alat oral diagnostik
• Dental floss
• Cotton rolls
• Pumice, prophylaxis cup, dan handpiece low-speed
• GIC tipe I (luting cement)
• Glass plate, paper pad dan spatula semen
c. Prosedur sementasi:
1) Sebelum sementasi, periksa kebersihan semua permukaan preparasi gigi
abutment. Bersihkan bahan luting sementara dengan menggunakan pumice.
Lalu dibilas dengan air dan dikeringkan.
2) Isolasi area gigi abutment menggunakan cotton roll dan tempatkan saliva
ejector.
3) Oleskan petroleum pada gigi didekat gigi abutment agar kelebihan bahan
semen dapat dikeluarkan, namun perlu berhati-hati agar tidak menyentuh gigi
abutment.
4) Aduk GIC tipe I menggunakan spatula semen.
5) Aplikasikan semen ke bagian dalam restorasi
6) Insersikan restorasi dan minta pasien menggigit menggunakan cotton roll.
7) Bersihkan kelebihan semen menggunakan scaler atau sonde dan dental floss.
8) Instruksikan kepada pasien untuk menjaga kebersihan mulutnya dan diminta
untuk tidak makan atau menggigit makanan yang keras dulu. Bila ada keluhan
rasa sakit segera kembali untuk dikontrol.

16. Instruksi Setelah Insersi9,11


a. Pasien diinstruksikan untuk melatih seluruh gerakan fungsional oraldan harus
berhati-hati apabila terjadi ketidaknyamanan.
b. Menjaga oral hygiene, khususnya menggunakan floss padaarea interdental.

c. Pasien diinstuksikan untuk datang kontrol kembali. Waktu kontrol post-sementasi


umumnya dijadwalkan 10 hari berikutnya. Adapun kontrol secara periodik
dijadwalkan setidaknya 6 bulan sekali.
d. Pasien diinstruksikan untuk segera melapor ke dokter gigi apabila terjadi nyeri.
17. Kontrol11
a. Menanyakan apakah ada keluhan dari pasien setelah gigi tiruan digunakan.
b. Melihat keadaan jaringan lunak disekitar daerah gigi tiruan, apakah ada peradangan
atau tidak serta sulkus gingiva harus bersih dari sisa bahan luting.
c. Jika ditemukan beberapa masalah pada kontrol pertama, maka perlu dilakukan
kontrol kedua untuk memastikan masalah sebelumnya telah teratasi.
d. Kunjungan periodik dilakukan setiap enam bulan sekali. Adapun hal yang di
evaluasi yaitu: riwayat pemeriksaan medis, oral hygiene, diet dan saliva,
pemeriksaan karies gigi, penyakit periodontal, disfungsi oklusal, kesehatan pulpa
dan periapikal.
BAB III
KESIMPULAN
Gigi tiruan jembatan (GTJ) merupakan salah satu pilihan perawatan untuk
menggantikan satu gigi yang hilang. Perawatan Gigi tiruan jembatan bertujuan untuk
mengembalikan estetis, fungsi, dan kenyamanan pasien. Gigi tiruan jembatan terdiri atas:
(1)retainer yang berfungsi untuk mendapatkan dukungan dari penyangga; (2) pontik yang
berfungsi untuk menggantikan gigi yang hilang; dan (3)konektor yang berfungsi untuk
menghubungkan pontik dengan retainer. Dalam pembuatan mahkota jembatan ada beberapa
hal yang harus diperhatikan selain preparasi, yaitu kualitas komunikasi antara pasien, dokter
gigi dan teknisi gigi menentukan kesuksesan perawatan mahkota jembatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jatuadomi, Gunawan PN, Siagian KV. Alasan Pemakaian gigi tiruan lepasan pada pasien
poliklinik gigi di BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Journal e-GiGi.
2016;4(1):40-1
2. Rizki C, Firman D, Adenan A. Gigitiruan jembatan adesif sebagai perawatan alternatif pada
kasus kehilangan satu gigi. Dentofasial, Vol.11, No.2, Juni 2012:105-110
3. Shillinburg HT, et al. Fundamental prostodontik cekat. Ed. 4. Jakarta: EGC. 2015.
4. Sumartati Y, Dipoyono, Sugianto. Pembuatan cantilever bridge anterior rahang atas
sebagai koreksi estetik. Maj Ked Gi. 2012;19(2):167-8
5. Lakshmi S. Preclinical manual of prosthodontics. 3thEd. New delhi. Elsevier. 2018. h. 136-
144
6. Rangarajan V, Padmanabhan TV. Textbook of prosthodontics. 2nd Ed. New Delhi: Elsevier.
2017: 1743-1775; 2175-2185; 2253-2264
7. Sofya PA. Ovate pontic sebagai alternatif perawatan gigi tiruan jembatan. Cakradonya Dent
J 2016; 8(1):1-76
8. Mohamed K, Shanmuganathan N, Kumar SM, Umamaheswari M, Christian J, Kumae VA.
The art of learning preclinical prosthodontics: a descriptive manual. Chennai: Notion Press.
2018.
9. Sumartati Y, Dipoyono HM, Sugiatno E. Pembuatan cantilever bridge anterior rahang atas
sebagai koreksi estetik. Maj Ked Gi. Des 2012;19(2):167-170
10. Veraiyan DN. Textbook of prosthodontics. 2nd Ed. New delhi: Jaypee brothers medical
publisher. 2017. 740-50
11. Rangarajan V, Padmanabhan TV. Textbook of prosthodontics. 2nd Ed. New Delhi: Elsevier.
2017: 1743-1775; 2175-2185; 2253-2264
12. Mohamed K, Shanmuganathan N, Kumar SM, Umamaheswari M, Christian J, Kumae VA.
The art of learning preclinical prosthodontics: a descriptive manual. Chennai: Notion Press.
2018.
13. Shillinburg HT, et al. Fundamental prostodontik cekat. Ed. 4. Jakarta: EGC. 2015.
14. Sumartati Y, Dipoyono, Sugianto. Pembuatan cantilever bridge anterior rahang atas
sebagai koreksi estetik. Maj Ked Gi. 2012;19(2):167-8
15. Madhok S. Evolutionary changes in bridge design. IOSR-JDMS. 2014;13(6):51-3
16. Machmud E. Desain preparasi gigitiruan cekat mempengaruhi kesehatan jaringan
periodontal. Dentofasial. 2008; 7(1): 13-18
17. Veeraiyan DN, Ramalingam K, Bhat V. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers; 2003. pp. 13
18. Rosentiel SF, Land MF, Fujimoto J. Contemporary fixed prosthodontics 3rd ed. St Louis:
CV Mosby Co, 2006: 38: 115-39, 520-22
19. Soratur SH. Essential of prosthodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher(P)
Ltd.; 2006

Anda mungkin juga menyukai