Anda di halaman 1dari 10

RESTORASI PADA GIGI ANTERIOR SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK

PENDAHULUAN
Pembuatan restorasi gigi setelah perawatan endodontik merupakan kelanjutan
dari rangkaian perawatan endodontik yang telah dilakukan, untuk mengembalikan
fungsi fisiologis dan fungsi estetik gigi dan merupakan tahap akhir dalam keberhasilan
perawatan endodontik. Perencanaan restorasi akhir biasanya ditentukan sebelum
perawatan endodontik. Untuk itu, beberapa faktor perlu dipertimbangkan. Usaha ini
berguna untuk mendapatkan hasil yang optimal.1
Kegagalan restorasi gigi pasca endodontik disebabkan kontaminasi sistem
saluran akar oleh saliva akibat bocornya restorasi atau microleakage yang memberikan
jalan lintasan mikroorganime dan produk-produknya ke bagian apikal dari akar, dan
berupa terlepasnya suatu restorasi korona, atau patahnya jaringan gigi yang tersisa.2,3
Yang menjadi alasan mengapa restorasi gigi anterior setelah perawatan
endodontik harus menjadi perhatiankhusus karenaalasan estetik dan penurunan
kekuatan karena kurangnya jaringan yang tersisa. Luasnya karies dan banyaknya
pengambilan jaringan gigi sewaktu melakukan perawatan endodontik, terutama pada
waktu pembukaan atap pulpa, dapat mengakibatkan hilangnya jaringan atap pulpa dan
melemahkan struktur gigi yang tertinggal. Keadaan tersebutmengurangikekuatangigi
dan menyebabkan minimnya retensi sehinggamenyebabkan kegagalan, seperti
patahnya mahkota atau lepasnya restorasi. Untuk itu, restorasi akhir harus sesuai
dengan indikasi dan berkaitan dengan beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan dalam pembuatannya.1
Ray dan Trope menilai hubungan antara kualitas restorasi korona dan kualitas
dari pengisian saluran akar dengan melihat gambaran radiografi dari gigi yang telah
dirawat endodotik. Mereka menyatakan bahwa restorasi dan perawatan endodontik
yang baik menyebabkan penurunan inflamasi periapikal sebanyak 91,4% pada
gigi.Sedangkan restorasi yang kurang baik dan perawatan endodotik yang buruk
mengurangi inflamasi periapikal hanya 18,1% pada gigi yang diperiksa. Jika
perawatan endodontik yang buruk diikuti dengan restorasi permanen yang baik,
inflamasi periapikal yang diamati secara radiografi berkurang sebanyak 67,7%.
Mereka menyimpulkan bahwa kesehatan periodontalapikal secara signifikan
dipengaruhi dominan oleh restorasi korona daripada kualitas teknik perawatan
endodontik. Pentingnya restorasi yang baik terhadap kesehatan periapikal telah
disebutkan pada banyak penelitian, sekalipun penelitian ini memperlihatkan pengisian
saluran akar yang baik lebih berpengaruh dibandingkan kualitas restorasi korona.2
Untuk gigi anterior, pilihan restorasi akhir agak terbatas; bila memungkinkan,
dibuat restorasi yang bersifat konservatif dengan komposit. Hal tersebut cukup
memadai bagi kerusakan yang tidak luas, atau sisa jaringan giginya masih utuh.
Pertimbangan estetik atau karena kerusakan yang sangat luas, membutuhkan
pembuatan mahkota dengan retensi pasak inti.
Perkembangan bahan adesif yang sangat pesat dan menjadi bahan yang lebih
kuat, menjadikan kemungkinan penggunaan resin komposit menjadi terbuka luas pada
gigi anterior yang telah dirawat endodontik baik sebagai restorasi akhir atau sebagai
inti. Untuk itu pada artikel ini akan dikaji mengenai restorasi pada gigi anterior setelah
perawatan endodontik.
TINJAUAN PUSTAKA
Ada beberapa tujuan restorasi pada gigi anterior pasca perawatan
endodontik,yaitu mempertahankan kerapatan setelah pengisian saluran akar atau
mencegah microleakage, mempertahankan jaringan gigi yang tersisa, dan
mempertahankan fungsi dan estetik.4
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk keberhasilan pembuatan
restorasi akhir setelah perawatan endodontik, antara lain struktur dentin yang tersisa,
hilangnya struktur gigi, perubahan warna gigi, perbandingan antara mahkota dan akar
yang masih tertinggal, dan keadaan sosial ekonomi pasien.

Struktur dentin yang tersisa


Beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa dentin gigi yang telah dirawat
endodontik lebih rapuh karena kehilangan kandungan airnya dan kehilangan ikatan
kolagennya. Akan tetapi, penelitian akhir-akhir ini membantah pendapat ini. Slutzky
dkk menyatakan bahwa gigi yang telah dirawat endodontik tidak lebih rapuh
dibandingkan gigi yang tidak dirawat endodontik, serta tidak ada perbedaan
kandungan kelembaban gigi yang telah dirawat endodontik dan gigi vital.2
Huang dkk membandingkan sifat-sifat fisik dan mekanis dari dentin gigi yang
dirawat dan tidak dirawat endodontik. Tidak ada pengaruh signifikan akibat perawatan
endodontik terhadap kekuatan kompresif dan tensil dari dentin. Sedgey dan Messer
meneliti sifat-sifat biomekanis dentin pada 23 gigi yang telah dirawat endodontik
selama 10 tahun. Mereka membandingkan dengan gigi vital dalam rongga mulut pada
sisi yang berlawanan. Penelitian ini tidak mendukung pendapat bahwa gigi setelah
perawatan endodontik lebih rapuh.4,5
Perbedaan kandungan cairan pada dentin vital dan gigi yang telah dirawat
endodontik tidak begitu terlihat, kecuali pada dentin gigi yang telah dirawat
endodontik selama lebih dari 10 tahun. Jadi, kerentanan gigi yang telah dirawat
endodontik terhadap fraktur tidak dipengaruhi oleh perubahan struktur dentin.6
Selanjutnya, dikemukakan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pada
kelembaban pada gigi yang telah dirawat endodontik dan gigi vital. Kelembaban
dentin vital 12,35%, sedangkan dentin gigi yang telah dirawat endodontik adalah
12,11%.7 Reek dkk membandingkan kerapuhan gigi karena perawatan endodontik dan
prosedur restorasinya. Kerapuhan gigi malah meningkat sampai 5% karena prosedur
endodontik, sedangkan prosedur restoratif mengurangi kekerasan sekitar 20-63%.
Jumlah kehilangan jaringan gigi mungkin faktor utama penurunan kekuatan dari gigi
yang telah dirawat endodontik.4

Gambar 1. Restorasi Komposit Resin Gigi Anterior. a. Gigi sebelum direstorasi


b. Gigi setelah direstorasi dengan komposit resin

Hilangnya struktur gigi


Pada saat pemillihan jenis restorasi akhir,struktur jaringan gigi yang masih
tersisa memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan
pembuatan restorasi akhir tersebut.1 Banyak riset yang mendukung pendapat
bahwahilangnya jaringan gigi yang dihubungkan dengan preparasi pasca endodontik
yang sebenarnya menyebabkan fraktur pada gigi yang telah dirawat endodontik,
bukanlah perubahan pada struktur dentin.2
Gigi akan menjadi lemah walaupun hanya karena preparasi kavitas oklusal,
karena semakin banyak jaringan yang hilang, maka akan semakin berkurang kekuatan
giginya.6 Gigi yang telah mengalami perawatan endodontik biasanya juga telah banyak
kehilangan jaringan pendukungnya sehingga akan mempengaruhi retensi pada restorasi
akhir yang akan dibuat. Oleh sebab itu, perlu digunakan retensi tambahan seperti pasak
dan inti yang berfungsi menambah retensi pada restorasi yang akan dibuat.1

Gambar 2. Gigi setelah Perawatan Endodontik dengan Struktur Gigi Sehat yang Tersisa
Sedikit. a. Gigi sebelum direstorasi. b. Penempatan pasak pada gigi. c. Gigi yang telah
direstorasi

Perubahan warna gigi


Pemilihan jenis restorasi pasca endodontik juga harus sesuai dengan indikasinya.
Perubahan warna gigi yang diakibatkan perawatan endodontik atau yang disebabkan
kerusakan-kerusakan jaringan lainnya sangat mempengaruhi jenis restorasi akhir yang
akan dibuat.

Gambar 3. Gigi dengan Pewarnaan yang Direstorasi dengan Veneer. a. Gigi dengan
pewarnaan. b. Gigi yang telah direstorasi dengan veneer

Perbandingan antara mahkota dan akar yang masih tertinggal


Perbandingan antara mahkota dan akar gigi yang masih tertinggal sangat besar
pengaruhnya, terutama pada pembuatan restorasi akhir mahkota penuh dengan
menggunakan retensi pasak dan inti karena pelebaran saluran akar untuk tempat pasak
dapat melemahkan struktur jaringan akar. Oleh karena itu, perbandingan yang paling
baik antara akar dan mahkota gigi yang masih tertinggal untuk pembuatan restorasi
akhir berkisar 3:2.1

Keadaan sosial ekonomi pasien


Keadaan sosial ekonomi pasien menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan
operator dalam menentukan jenis serta bahan restorasi akhir yang akan dipakai. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan tingkatan sosial ekonomi dalam masyarakat dan juga
sangat banyaknya variasi biaya restorasi akhir sehingga perlu dicari restorasi yang
sesuai dengan keadaan sosial ekonomi pasien.1

PEMBAHASAN
Setelah dilakukan pengisian saluranakar dengan bahan pengisi saluran akar,
perawatan dilanjutkan dengan pembuatan restorasi akhir yang harusnya telah
ditentukan sebelumnnya. Telah banyak riset mengenai cara menentukan restorasi gigi
yang telah dirawat endodontik yang ideal (Tabel 1).Untuk gigi depan terdapat dua
pilihan restorasi, yaitu restorasi mahkota penuh atau resin komposit.

Restorasi mahkota penuh


Pemakaian mahkota penuh pada gigi anterior yang telah dirawat endodontik tidak
membuat gigi tersebut menjadi lebih kuat, karena pembuangan jaringan gigi itu sendiri
pada saat preparasi untuk mahkota penuh telah melemahkan jaringan gigi yang tersisa.
Penggunaan mahkota penuh pada gigi anterior diindikasikan jika kerusakannya besar
atau kepentingan estetik, reposisi gigi, atau pada gigi yang berubah warna bila teknik
bleach dan veneer tidak berhasil, restorasi interproksimal yang besar, dan fraktur
insisal.4.7
Untuk menambah retensi restorasi mahkota penuh, maka perlu digunakan pasak
dan inti. Jika restorasi yang digunakan bukanlah mahkota penuh, maka tidak
diperlukan penggunaan pasak. Pendapat bahwa pasak kadang-kadang digunakan untuk
menguatkan gigi non-vital, tidaklah tepat. Preparasi dan penempatan pasak secara
signifikan melemahkan gigi yang telah dirawat endodontik. Belum ada metode
restorasi yang dapat menguatkan gigi yang telah dirawat endodontik. Jadi, jika tidak
benar-benar dibutuhkan,pasak tidak perlu dibuatkan pada gigi yang telah dirawat
endodontik. Pasak hanya digunakan jika dibutuhkan retensi untuk restorasi koronanya.
Pasak hanya disarankan jika jaringan gigi yang tersisa sangat sedikit, untuk untuk
mendukung restorasi korona.7,8,13
Metodeyang dapat digunakan untuk menambah kekuatan pada gigi yang telah dirawat
endodontik adalah dengan teknik etsa. Jika pada dentin gigi dilakukan etsa, maka
smear layer terlepas sehingga meninggalkan permukaan dentin yang telah bersih
sehingga tubulus dentinalis terbuka. Jika kemudian sistem bonding resin komposit atau
amalgam yang akan digunakan sebagai pasak inti atau inti atau sebagai restorasi akhir,
maka resin tag sebagai mikroretensi di dalam tubulus akan meningkatkan kekuatan
dan resistensi gigi terha dap fraktur secara signifikan.7,8

Tabel 1 Jenis restorasi untuk gigi anterior yang telah dirawat endodontik
Jenis restorasi Keuntungan Kekurangan Indikasi Kontraindikasi
Resin komposit 1 x kunjungan Shrinkage Kerusakan yang Kerusakan yang luas
Relatif lebih murah Kecil
Konservatif
Estetik
Mahkota penuh Estetik Kehilangan lebih banyak Kepentingan Jaringan sehat masih
struktur gigi Estetik luas
Relatif mahal
Pasak sediaan Estetik Relatif mahal Gigi yang kecil Gigi dengan kekuatan
dan inti resin Lebih konservatif Kurang kuat (anterior) fungsi yang besar
direct 1 x kunjungan
Lebih murah dibanding
custom made
Pasak inti Estetik Kunjungan lebih banyak Restorasi all Restorasi metal
keramik Relatif lebih mahal Ceramic ceramic
Keramik lebih getas
Pasak inti Kuat Relatif mahal Sisa jaringan Restorasi all ceramic
logam tuang Estetik kurang Sedikit
2 x kunjungan

Beberapa simpulan hasil r iset menyebutkan bahwa pasak tidak perlu dibuat pada
gigi anterior yang telah dirawat endodontik dengan kehilangan jaringan gigi yang
minimal. Gigi-gigi anterior dapat direstorasi secara konservatif de ngan bahan resin
komposit. Jika diskolorisasi gigi menjadi perhatian, metode bleaching dan penemp
atan veneer dapat dipertimbangkan, seperti hasil penelitian Baratieri dkk yang
menyimpulkan bahwa penggunaan pasak tidak membuat daya tahan terhadap fraktur
menjadi lebih baik dibandingkan dengan veneer dengan direct composite.5,9 Perhatian
khu sus diberikan jika penempatan pasak pada gigi insisivus rahang bawah, karena gigi
memiliki akar yang tipis dalam dimensi mesiodistal.9
Ada dua kategori utama jenis pasak, yaitu custom-fabricated dan prefabri cated.
Aloi emas tuang (jenis III atau IV) ad alah bahan yang memiliki modulus elastisitas
dan koefisien ekspansi termal hampir sama dengan em ail, dan memiliki kekuatan
kompresif yang baik dalam menerima tekanan mastikasi. Kekurangan dari pasak tuang
adalah membutuhkan dua kali ku njungan, sehingga jenis prefabricated dapat dijadik
an pilihan. Pasak digolongkan dalam berbagai m acam klasifikasi, yaitu pasak aktif
atau pasif, par alel atau tapered, pasak tuang atau jenis prefabric ated, dan menurut
komposisi bahannya.5

Penggunaan inti
Penggunaan inti dibutuhkan jika jaringan gigi yang tersisa sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan retensi pada restoras i korona. Menurut Morgano
dan Brackett, menyebut kan beberapa sifat yang diinginkan dari suatu inti a dalah
mempunyai kekuatan yang cukup, daya lentur yang cukup, bersifat biokompabel,
dapat mena han kebocoran dari cairan mulut, mudah pengerjaa nnya, kemampuan
melekat pada jaringan gigi sisa, koefisien termalnya sama dengan struktur gigi,
dimensinya relatif stabil, absorpsi air minimal, dan mengha mbat karies.9

Bahan inti yang banyak digunakan sekarang ini adalah bahan emas tuan g,
amalgam, resin-based composite dan reinforced glass ionomer. Bahan inti dari emas
tuang memilik i kekuatan yang besar, tidak menyerap air, daya larutnya yang rendah,
koefisien termal sama deng an struktur gigi sehingga kerapatan dengan struktur gigi
tetap terjaga. Akan tetapi, inti dari bahan ema s tuang adalah prosedur indirect yang
membutuh kan dua kali kunjungan dan kurang estetik.3,7,9
Inti dari bahan amalgam mempunyai kekuatan yang besar, relatif stabil dalam
air, mencegah kebocoran denggan struktur gigi dengan sifat korosifnya dan ekonomis.
Kekurangan inti bahan amalgam adalah membut uhkan setting time yang lama, adanya
kandungan merkuri (Hg) dan kurang estetik.9
Sedangkan inti da ri bahan resin-based composite memberikan tampilan yang
estetik terutama dengan penggu naan mahkota porselen. Selain itu bahan resin-baseed
composite mempunyai kekuatan yang cukup memadai tapi kekuatannya kurang
dibandingkan amalgam dan solubilitas yang rendah, pengerjaannya relattif lebih
mudah dan cepat. Akan tetapi, kekurangan bahan adalah shrinkage, hydroscopic
expansion karena adanya penyerapan air dan adanya ruang-ruang kosong karena resin
komposit tidak dapat dik ondensasi seperti halnya amalgam dan bahan ini ti dak cocok
dengan ZOE sebagai semen saluran akar. Penggunaan semen ionomer kaca sebagai
baha n pembuat inti sebaiknya dihindari karena mempun yai banyak kelemahan,
seperti kekuatan tensil da n kompresifnya rendah, modulus elastisitas rendah ,
perlekatan yang buruk pada dentin dan email, kondensasi yang kurang baik, dan
solubilitas yang tinggi (Gambar 1).7,9
Pada penelitian yang membandingkan bahan inti dari bahan amalgam, r esin
komposit dan semen ionomer kaca yang dikombinasi dengan penggunaan pasak
prefabricated, dite mukan bahwa amalgam memiliki rata-rata kegagalan yang paling
rendah, sedangkan bahan inti dari semen ionomer kaca menyebabkan kegagalan y ang
paling banyak.2

A B
C
Gambar 1 Gigi insisivus la teralis, A fraktur 2/3 mahkota, B dengan
restorasi mahkota penuh dengan pasak dan inti, C inti

Resin komposit
Jika jaringan yang terbuang hanya sedikit, gigi anterior dapat direstorasi
dengan resin komposit. Penggunaan pasak tidak diperlukan jika tidak diindikasikan
untuk restorasi yang luas. Meskipun demikian, pasak tidak menguatkan jaringan gigi
yang tersisa. Penelitian retrospektif oleh Sorensen dan Martinof memperlihatkan tidak
ada peningkatan prognosis pada gigi anterior yang telah dirawat endodontik yang
direstorasi dengan pasak. Loudahl
Nichols menemukan bahwa insisivus sentralis rahang atas yang telah dirawat
endodontik dengan mahkota yang masih utuh (Gambar 2) lebih kuat dibandingkan
dengan gigi yang direstorasi dengan pasak dan inti.4 Sorensen dan Martinof
memberikan tinjauan mengenai 1273 gigi yang telah dirawat endodontik yang telah
direstorasi dari 1-25 tahun. Analisis statistik yang dilakukan memperlihatkan bahwa
penutupan pada bagian mahkota tidak secara signifikan meningkatkan keberhasilan
perawatan untuk gigi anterior,akan tetapi hal ini meningkatkan keberhasilan untuk gigi
premolar dan molar.10
Dari pembahasan mengenai restorasi pada gigi anterior pasca perawatan
endodontik, disimpulkan bahwa apabila masih mempunyai marginal ridge, singulum,
dan incisal edge yang baik, maka cukup menggunakan komposit resin untuk
restorasinya. Hal ini disebabkan karena gigi anterior tekanan fungsionalnya kecil.
Akan tetapi, pada beberapa kasus gigi anterior setelah perawatan endodontik dengan
kerusakan yang cukup luas membutuhkan penggunaan mahkota penuh dengan pasak
inti karena pertimbangan resistensi restorasi dan estetik. Meskipun demikian, pasak
tidak dapat menguatkan gigi yang telah dirawat endodontik, karena fungsi utama pasak
adalah sebagai retensi inti,bila jaringan gigi yang tersisa tidak dapat mendukung
restorasi korona. Penyelamatan struktur gigi yang masih sehat dijadikan sebagai aspek
yang paling penting dalam meningkatkan pasca perawatan endodontik pada gigi
anterior.

DAMPAK PREMATUR LOSS PADA GIGI PERMANEN

Kehilangan gigi yang dibiarkan akan berdampak secara fisik maupun psikis yang
menyebabkan keterbatasan saat berbicara, berpengaruh terhadap keadaan sendi
temporomandibular, hingga mempengaruhi penampilan estetik.12 Secara anatomis,
kehilangan gigi akan menyebabkan resorpsi tulang alveolar yang lama - kelamaan
menyebabkan penurunan puncak tulang alveolar. Perubahan anatomis ini juga akan
mempengaruhi perawatan yang nantinya pasien lakukan. Perubahan estetik mungkin
akan menjadi yang paling dikhawatirkan. Akibat hilangnya gigi keadaan wajah pasien
akan mengalami perubahan terutama akan mengalami penurunan tinggi wajah dan
penurunan dimensi vertikal oklusi apabila tidak dilakukan perawatan.13

Dampak
Kehilangan gigi sebagian memiliki dampak emosional, sistemik dan fungsional.
Hilangnya satu atau beberapa gigi dapat mengakibatkan terganggunya keseimbangan
susunan gigi geligi. Bila hal tersebut tidak segera diatasi, maka akan mengganggu
fungsi bicara, pengunyahan maupun estetik serta dapat memengaruhi kesehatan tubuh
secara umum.14,15

1. Emosional
Kehilangan gigi dapat menimbulkan dampak emosional dalam kehidupan sehari-
hari.Kehilangan gigi terutama di regio depan dapat mengganggu estetis yang
memengaruhi aspek psikologis individu. Pada kehilangan gigi depan biasanya
memperlihatkan wajah dengan bibir masuk ke dalam dan dagu menjadi tampak
lebih ke depan. Selain itu akan timbul garis yang berjalan dari lateral sudut bibir
dan terbentuk lipatan-lipatan yang menyebabkan sulkus nasolabial menjadi lebih
dalam, sehingga wajah tampak lebih tua. Adanya perubahan-perubahan ini
membuat individu merasa sangat terganggu, kehilangan percaya diri, sadar akan
penampilan dan menganggap kehilangan gigi sesuatu yang tidak patut dibicarakan
sehingga pasien akan merahasiakannya.15,16
Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang mengungkapkan bahwa ada
pengaruh emosional yang signifikan sebagai konsekuensi kehilangan gigi dimana
lebih dari 45% individu merasa sulit untuk menerima kehilangan gigi yang
dialaminya. Berdasarkan penelitian Suresh dkk (2010) dilaporkan bahwa individu
yang kehilangan gigi cenderung merasa malu saat tersenyum didepan orang lain.
Setiap orang ingin diterima dan ingin berinteraksi dalam kelompok sosial dengan
nyaman namun hal ini dapat terganggu karena kehilangan gigi dapat mengganggu
penampilan dan berbicara. Hal tersebut dapat menurunkan tingkat kepercayaan diri
individu sehingga akan cenderung menarik diri dari masyarakat. Oleh karena
itu,faktor estetis menjadi motivasi utama pasien dan penting untuk melakukan
perawatan prostodonsia.15,17

2. Sistemik
Kehilangan gigi dapat memengaruhi kesehatan rongga mulut dan kesehatan umum.
Kehilangan gigi sering dihubungkan dengan penyakit sistemik serta penyakit kronis
pada orang tua dan merupakan faktor resiko terjadinya penurunan berat badan. Pada
sebuah penelitian tentang hubungan antara status kesehatan rongga mulut dan
defisiensi nutrisi pada responden yang berusia 85 tahun keatas di Switzerland,
menunjukkan terjadi penurunan Body Mass Index (BMI) dan konsentrasi serum
albumin pada usia tua dengan status gangguan fungsi rongga mulut. Hal ini terjadi
karena jumlah dan distribusi gigi dalam rongga mulut sangat memengaruhi efisiensi
fungsi pengunyahan. Kehilangan gigi menyebabkan pemilihan makanan sehingga
pemasukan nutrisi yang kurang dan terjadi defisiensi yang dapat memengaruhi
kesehatan secara umum. Kehilangan gigi dapat menyebabkan penyakit sistemik
seperti penyakit kardiovaskuler, kanker esofagus, kanker lambung dan kanker
pankreas.18

3. Fungsional
Dampak fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan gigi dapat berupa gangguan
berbicara dan ganguan pengunyahan.14,16
3.1 Gangguan Berbicara
Kehilangan gigi dapat menurunkan fungsi bicara karena gigi memiliki peranan
yang penting dalam proses berbicara. Beberapa huruf dihasilkan melalui
bantuan bibir dan lidah yang berkontak dengan gigi-geligi. Huruf-huruf yang
dibentuk melalui kontak antara lidah dan gigi-geligi adalah huruf konsonan
seperti s, z, x, d, n, l, j, t, th, ch dan sh. Sedangkan huruf yang dibentuk melalui
kontak antara bibir dan gigi-geligi yaitu f dan v. Individu yang mengalami
kehilangan gigi akan sulit menghasilkan huruf-huruf tersebut terutama pada
gigi di bagian anterior. Hal tersebut akan mengganggu proses bicara dan
berkomunikasi. Menurut Palmer (1974), pada individu yang masih memiliki
gigi-geligi yang lengkap maka gigi posterior berperan dalam membantu
pergerakan lidah saat berbicara.14,16

3.2 Gangguan Pengunyahan


Sistem pengunyahan merupakan suatu unit fungsional yang terdiri dari gigi,
jaringan pendukung gigi, sendi temporomandibula, otot-otot termasuk bibir,
pipi, lidah, palatum, sekresi saliva dan peredaran darah serta persarafan.
Kehilangan gigi juga merupakan penyebab paling sering pada gangguan fungsi
pengunyahan. Jumlah gigi yang sedikit akan menurunkan efisiensi
pengunyahan makanan sehingga akan memengaruhi status makan dan status
nutrisi. Kida dkk (2008) melaporkan bahwa pada individu yang kehilangan gigi
posterior akan memiliki empat kali lebih banyak masalah dalam
pengunyahan.14,16

DAFTAR PUSTAKA

1. Tarigan R. Perawatan pulpa gigi (endodonti). Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC; 2006.pp.195-9.
2. Slutzky I, Slutzky H, Gorfil C, Smidt. A restoration of endodontically treated
teeth review and treatment recommendations: review article. Int J Dent 2009;
3. Heling C, Gorfil H, Slutzky K, Kopolovic M, Zalkind I, Slutzky-Goldberg.
Endodontic failure caused by inadequate restorative procedures: review and
treatment recommendations. J Prosthet Dent 2002; 87(6): 674–8.
4. Johnson WT. Restoration of the endodontically treated teeth. In: Color atlas of
endodontics. Philadelphia: WB Saunders; pp.130-46.
5. Schwarts RS, Robbins JW. Post placement and restoration of endodontically
treated teeth: a literature review. J Endodont 2004; 30: 289-301.
6. Walton RE, Torabinejad M. Preparation for restoration and temporization.
In: Principles and practice of endodontics. 3rd Ed. Philadelphia: WB
Saunders Co.; 2002. pp.268-77.
7. McLean A. Predictably restoring endodontically treated teeth. Can Dent Asist.
8. Tronstad L. Restoration of endodontically treated teeth. In: Clinical
endodontics. 2nd Ed. New York: Thieme; 2002. pp.242-6.
9. Cheung WA. Review of the management of endodontically treated teeth. J Am
Dent Assoc 136 (5): 611-9.
10. Mannocci F, Bertelli E, Sheriff M, Watson TF, Ford TR. Three-year
comparison of survival of endodontically treated teeth with either full cast
coverage or with direct composite restoration. J Prosthet Dent 2002; 88:297-
301.
11. Guttman JL, Dumsha TC, Lovdahl PE, Hovland EJ. Problem solving in
endodontics. 3rd Ed. Missouri: Mosby; 1997. pp.325-46.
12. Patrick, Arieselia Z, Rukmini E. Pengetahuan dan Perspektif Mahasiswa tentang Penuaan
dan Keadaan Tua. Maj Ked Bandung. 2014; 46(4): 209-15. DOI: 10.15395/mkb.v46n4.339
13. Zalukhu ML, Phyma AR, Pinzon RT. Proses Menua, Stres Oksidatif, dan Peran Antioksidan.
Cermin Dunia Ked. 2016; 43(10): 733-6.
14. Bortoluzzi MC, Manfro R, Soares IC, Presta AA. Cross-cultural adaptation of the
orthognathic quality of life questionnaire (OQLQ) in a Brazilian sample of patients with
dentofacial deformities. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2011; 16(5): e694- 9. DOI:
10.4317/medoral.16938
15. Wardhana GS, Baehaqi M, Amalina R. Pengaruh Kehilangan Gigi Posterior Terhadap
Kualitas Hidup Individu Lanjut Usia Studi Terhadap Individu Lanjut Usia Di Unit
Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Dan Panti Wredha Harapan. ODONTO Dent J. 2015;
2(1): 40–5. DOI: 10.30659/odj.2.1.40-45
16. Widyagdo A, Nugroho C. Kondisi Rongga Mulut Pada Lansia Kabupaten Brebes. Ind Oral
Health J. 2017; 2(1): 9-16.
17. Maulana EGS, Adhani R, Heriyani F. Faktor yang Mempengaruhi Kehilangan Gigi pada Usia
35-44 tahun di Kecamatan Juai Kabupaten Balangan tahun 2014. Dentino J Ked Gi. 2016;
1(1): 98– 103.
18. Yadav V, Tandon V, Kumar S, Telgi RL, Kaur H, Moudgil M. Oral Health Knowledge,
Attitude and Practices among Adults toward Tooth Loss and Utilization of Dental Services
in Moradabad District. J Orofac Res. 2012; 2(4): 192–7. DOI: 10.5005/jp-journals-10026-
1040

Anda mungkin juga menyukai