Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MODUL 1

“GIGI NGILU PADA ANAK”

BLOK PENYAKIT PULPA-PERIAPIKAL

KELOMPOK 1

Rilda Nada Andita J11171011


Muhammad Zulfikar Akbar J11171514
Ahmad Dzaki Yunus J11171547
Agil Malinda J11171518
Fitri J11171014
Nurul Khaerani Sahar J11171015
Ade Suriyanti Nurdin Latief J11171505
Nurfadhilah Saleh J11171519
Ainun Jariyah Daming J11171545
Choirunisa Basnawi J11171546
Aulia Sharira Putri J11171543
Amelia Nur Hasanah J11171544

TUTOR : drg. Aries Chandra, Sp. KG

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya, serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta sahabat
dan keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah modul 1 yang
berjudul “Gigi Ngilu Pada Anak” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
tugas kami.
Selama persiapan dan penyusunan makalah ini rampung, penulis mengalami
kesulitan dalam mencari referensi.Namun berkat bantuan, saran, dan kritik dari
berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. drg. Aries Chandra, Sp. KG selaku tutor atas masukan dan bimbingan yangn
telah diberikan pada penulis selama ini.
2. Para dosen pemateri Blok Penyakit Pulpa yang telah memberikan ilmu.
3. Teman-teman kelompok 1 dan semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan ini. Semoga amal dan budi baik dari semua pihak
mendapatkan pahala dan rahmat yang melimpah dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan yang serupa
dimasa yang akan datang. Penulis berharap sekiranya laporan ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Aamiin

Makassar, 28 Agustus 2019


Hormat Kami

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL ................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Skenario .................................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah ................................... Error! Bookmark not defined.
1.4 Tujuan Pembelajaran ............................... Error! Bookmark not defined.
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1 Pemeriksaan .............................................................................................. 3
2.2 Gejala Klinis Bruxism Pada Anak ............................................................ 6
2.3 Etiologi Kasus .......................................................................................... 7
2.4 Mekanisme Terjadinya Rasa Ngilu .......................................................... 7
2.5 Diagnosis Kasus ....................................................................................... 8
2.6 Indikasi dan Kontraindikasi perawatan kasus .......................................... 8
2.7 Penatalaksanaan Kasus ............................................................................. 9
2.8 Prognosis Kasus ..................................................................................... 12
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 13
3.2 Saran ....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rasa ngilu pada gigi menjadi keluhan yang paling banyak dikeluhkan oleh
pasien yang datang ke dokter gigi. Rasa ngilu pada anak disebabkan oleh
beberapa hal. Salah satu diantaranya yaitu kebiasaan buruk yang dimiliki oleh
anak-anak. Kebiasaan buruk yang sering dijumpai pada anak, penting untuk
dideteksi sedini mungkin, walaupun dalam banyak hal terjadinya anomali
bukan karena kebiasaan buruk semata. Bruxism menempati posisi kedua pada
distribusi kebiasaan buruk yang sering terjadi pada anak.
Kebiasaan buruk ini sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan gigi dan
mulut anak, namun demikian terkadang orang tua tidak menyadari bahwa
bruxism merupakan kebiasaan buruk yang membutuhkan perawatan, bahkan
sebagian besar penderita tidak sadar bahwa dirinya memiliki kebiasaan tersebut.
Disamping keluhan dari teman tidur yaitu suara gesekan, dan mengasah,
bruxism juga menyebabkan kerusakan pada struktur gigi sehingga
menyebabkan gigi menjadi sensitif.
Rasa ngilu pada gigi juga dapat disebabkan karena adanya karies atau
lubang pada gigi. Karies gigi merupakan suatu penyakit mengenai jaringan
keras gigi, yaitu enamel, dentin dan sementum, berupa daerah yang membusuk
pada gigi, terjadi akibat proses secara bertahap melarutkan mineral permukaan
gigi dan terus berkembang kebagian dalam gigi. Proses ini terjadi karena
aktivitas jasad renik dalam karbohidrat yang dapat diragikan. Proses ini ditandai
dengan dimineralisasi jaringan keras dan diikuti kerusakan zat organiknya,
sehingga dapat terjadi invasi bakteri lebih jauh kebagian dalam gigi, yaitu
lapisan dentin serta dapat mencapai pulpa. Jika karies gigi tidak dirawat maka
dampaknya dapat membuat gigi menjadi keropos, berlubang, bahkan patah.
Karies gigi membuat anak mengalami kehilangan daya kunyah dan
terganggunya pencernaan, yang mengakibatkan pertumbuhan kurang
maksimal.

1
1.2 Skenario
Seorang anak laki-laki usia 7 tahun diantar ibunya ke RSGMP dengan
keluhan rasa ngilu pada gigi belakang bawah. Keterangan ibunya diketahui anak ini
sering menggesek-gesek giginya tanpa sadar saat tidur dan gigi terasa ngilu jika
minum air dingin dan kemasukan makanan. Pemeriksaan klinis unsur 75 terlihat
gigi kehilangan mahkota terjadi atrisi yang luas mencapai dentin, unsur 85 terdapat
karies D4 S1 S2, termal tes positif.

1.3 Pertanyaan Penting


1. Jelaskan cara pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa kasus pada
skenario!
2. Jelaskan tanda dan gejala klinis pada anak yang mengalami brixism!
3. Jelaskan etiologi kasus pada skenario!
4. Jelaskan mekanisme terjadinya rasa ngilu!
5. Apa diagnosa kasus pada skenario?
6. Jelaskan indikasi dan kontraindikasi perawatan yang sesuai pada skenario!
7. Jelaskan penatalaksanaan kasus pada skenario!
8. Jelaskan prognosis kasus pada skenario!

1.4 Tujuan Pembelajaran


1. Mengetahui cara pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa kasus pada
skenario.
2. Mengetahui tanda dan gejala klinis pada anak yang mengalami brixism.
3. Mengetahui etiologi kasus pada skenario.
4. Mengetahui mekanisme terjadinya rasa ngilu.
5. Mengetahui diagnosa kasus pada skenario.
6. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi perawatan yang sesuai pada
skenario.
7. Mengetahui penatalaksanaan kasus pada skenario.
8. Mengetahui prognosis kasus pada skenario.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pemeriksaan yang dilakukan pada skenario1


a. Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan Subyektif dilakukan dengan mengajukan beberapa
pertanyaan kepada pasien seperti :
 Keluhan utama. Keluhan utama umumnya merupakan informasi
pertama yang dapat diperoleh. Keluhan utama berupa gejala atau
masalah yang diutarakan pasien dengan bahasanya sendiri yang
berkaitan dengan kondisi yang membuatnya cepat-cepat ingin
dilakukan perawatan.
 Riwayat medis pasien. Membantu untuk mengetahui lebih banyak
informasi mengenai kerentanan dan reaksi pasien terhadap infeksi,
hal-hal mengenai perdarahan, obat yang telah diberikan dan status
emosional pasien.
 Riwayat dental. Merupakan ringkasan dari penyakit dental yang
pernah atau sedang diderita. Riwayat ini memberi informasi yang
sangat berharga mengenai sikap pasien terhadap kesehatan gigi,
pemeliharaan serta perawatannya. Informasi ini tidak hanya
berguna untuk menegakkan diagnosis melainkan berperan pula
pada rencana perawatan. Pertanyaan yang diajukan hendaknya
menanyakan informasi mengenai tanda dan gejala baik kini
maupun di masa lalu. Riwayat dental ini merupakan langkah awal
yang penting dalam menentukan diagnosis yang spesifik.
 Aspek nyata dari nyeri. Aspek nyeri merupakan petunjuk kuat bagi
adanya penyakit pulpa dan/atau periradikuler sehingga dapat
memberi petunjuk pula bagi perawatannya yang sesuai. Aspek
nyeri terbagi atas tiga yaitu:
 Intensitas nyeri. Nyeri intens adalah nyeri yang baru terjadi,
tidak dapat diredakan oleh analgesik dan menyebabkan pasien

3
mencari pertolongan. Nyeri intens dapat timbul dari pulpitis
irreversibel atau periodontitis atau abses apikalis simptomatik
(akut).
 Nyeri spontan. Timbul tanpa adanya stimulus, jadi nyeri yang
mengagetkan pasien dan muncul tanpa sebab.
 Nyeri terus-menerus. Bersifat terus-menerus dan bahkan
intensitasnya makin meningkat setelah stimulus hilang.
b. Pemeriksaan Obyektif
 Pemeriksaan Ekstraoral
Pemeriksaan ini melibatkan pengamatan pasien secara umum
seperti visual dan palpasi wajah, asimetris wajah, pembengkakan,
perubahan warna, pembesaran kelenjar limfe.
 Pemeriksaan Intraoral
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan jaringan lunak dan jaringan
keras. Pemeriksaan jaringan lunak termasuk visual atau palpasi
pada bibir, mukosa oral, pipi, lidah, palatum dan otot-otot serta
semua keabnormalan yang ditemukan. Periksa pula mukosa
alveolus dan gingiva cekat untuk melihat apakah daerah tersebut
mengalami perubahan warna, terinflamasi, mengalami ulserasi
atau mempunyai saluran sinus. Sedangkan untuk pemeriksaan
jaringan keras meliputi pemeriksaan gigi geligi untuk mengetahui
adanya perubahan warna, fraktur, abrasi, erosi, karies, atau
abnormalitas lain.
 Perkusi adalah pemeriksaan yang dapat menentukan ada
tidaknya penyakit periradikuler. Respon positif yang jelas
menandakan adanya inflamasi periodonsium. Cara melakukan
perkusi adalah dengan mengetuk ujung kaca mulut yang
dipegang parallel atau tegak lurus terhadap mahkota pada
permukaan oklusal atau insisal.
 Palpasi adalah pemeriksaan yang dapat menentukan seberapa
jauh proses inflamasi telah meluas ke arah periapeks. Respon
positif pada palpasi menandakan adanya inflamasi

4
periradikuler. Palpasi dilakukan dengan cara menekan mukosa
di atas apeks dengan cukup kuat. Penekanan dilakukan dengan
ujung jari.
 Tes Vitalitas Pulpa
 Stimulasi dentin langsung. Tes ini mungkin merupakan tes
yang paling akurat dari dalam. Sejumlah kasus tes kevitalan
pulpa yang paling baik. Dentin yang terbuka dapat digores
dengan sonde walaupun ketiadaan respons tidak seindikatif
keberadaan respons. Karies disonde sampai dalam sehingga
mencapai dentin yang tidak karies, dan jika muncul sensasi
tajam dan tiba-tiba berarti pulpanya berisi jaringan vital.
 Tes Termal
 Tes dingin. Terdapat tiga metode yaitu memakai es biasa,
karbondioksida memerlukan alat khusus, sedangkan
refrigerant yang disimpan dalam kaleng penyemprot dan
pemakaiannya biasa lebih mudah es biasa tidak sedingin
dan seefektif refrigerantatau es karbondioksida.
 Tes panas. Untuk pengetesan ini dapat dilakukan dengan
sejumlah bahan dan cara, misalnya dengan memakai gutta
percha yang dipanaskan pada api spiritus dan diaplikasikan
di permukaan fasial
 Tes vitalitas pulpa secara elektrik. Pengetesan pulpa elektrik
dengan bacaan digital tidak lebih unggul daripada yang lain
namun lebih mudah digunakan. Gigi harus dibersihkan,
dikeringkan dan diisolasi. Usap permukaan gigi dengan
gulungan kapas dan isolasi dengan gulungan tersebut.
Keringkan seluruhnya dengan semprotan udara. Tempelkan
sedikit pasta gigi/konduktor lain pada elektroda. Buatlah sirkuit
listrik dengan memasang jepitan pada bibir pasien atau dengan
meminta pasien memegang pegangan logam. Elektrodanya
dipasang di permukaan fasial atau lingual dan tingkat aliran
arusnya secara bertahap dinaikkan melewati ambang persepsi

5
pasien. Sensasi yang dirasakan adalah kesemutan, menyengat
“full” atau panas. Adanya respons biasanya menandakan pulpa
masih vital, sedangkan ketiadaan respons biasanya
menandakan pulpa nekrosis.
c. Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan ini bermanfaat dan penting sebagai alat bantu
diagnosis dan perawatan. Pemeriksaan radiografi
memungkinkan evaluasi masalah yang disebabkan oleh
gigi(misalnya lesi karies, kerusakan restorasi dan perawatan
saluran akar), tampilan pulpa dan periradikuler yang abnormal,
gigi malposisi, hubungan antara bundel neurovaskuler terhadap
apeks dan adanya penyakit periodonsium.

2.2 Gejala klinis bruxism2


 Nyeri pada gigi dan kepekaan terhadap panas dan dingin.
 Nyeri otot kronis wajah dengan sakit kepala, disebabkan oleh kontraksi otot
yang intens.
 Adanya suara yang muncul ketika mengalami bruxism yang biasanya dapat
mengganggu orang-orang yang mendengarnya.
 Penjajaran gigi yang tidak normal, disebabkan oleh ketidarataan oklusi gigi.
 Permukaan gigi yang rata dan aus, terlihatnya lapisan dentin berwarna
kuning.
 Adanya frakturdari enamel gigi.
 Adanya gigi yang patah.
 Gigi yang lepasan kemungkinan adanya kerusakan pada soket gigi.
 Kekakuan dan nyeri pada sendi rahang (TMJ) yang menyebabkan
pembukaan mulut yang terbatas dan sulit mengunyah, terkadang sendi
rahang dapat mengalami keusakan dan lambat untuk sembuh.

2.3 Etiologi kasus pada skenario

6
Penyebab nyeri/ngilu gigi dapat diklasifikasikan sebagai nyeri/ngilu dengan
kavitas karena ada atau karies, misalnya karena abrasi, atrisi, erosi atau abfraksi;
nyeri/ngilu tanpa kavitas, umumnya karena terjadi resesi gingiva yang
menyebabkan permukaan akar terbuka; dan ngilu setelah perawatan bleaching,
scaling dan root planing, restorasi yang kurang baik, sindromagigi retak,
penggunaan bur tanpa air pendingin dan lain-lain. Sebagaimana yang kita
ketahui bahwa dalam skenario anak mengalami gigi yang atrisi karena
kebiasaan buruk yaitu bruxism pada gigi 75 dan karies pada gigi 85 yang
merupakan pemicu timbulnya rasa ngilu yang diderita anak tersebut. 3
Anatomi gigi sulung yang berhubungan dengan etiologi kasus :4
 Gigi sulung memiliki remineralisasi lebih sedikit dibandingkan dengan
gigi permanen sehinggs menjadi sangat aus, cenderuung mengalami
atrisi atau abrasi yang luas
 Lapisan email dan dentin gigi sulung lebih tipis sehingga ruang pulpa
lebih besar. Oleh karena itu proses karies dapat lebih cepat berkembang
mendekati pulpa melalui lapisan email dan dentin yang tipis
 Gigi sulung memiliki pit dan fissur yang lebih tegas sehingga
mempermudah makanan tersangkut pada fissure dan dapat
mempercepat terjadinya karies pada gigi suliung

2.4 Mekanisme rasa ngilu5


 Direct Innervation (DI) Theory. Pada teori ini, ujung saraf memasuki denti
n melalui pulpa dan memanjang ke DEJ dan rangsangan mekanis mengirim
rasa sakit secara langsung. Tetapi hanya terdapat sedikit bukti untuk mend
ukung keberadaan nervus di superficial dentin; bagian yang paling sensitif
pada dentin; dan karena plexus of Rashkov tidak tumbuh sampai erupsi se
mpurna.
 Odontoblast Receptor (OR) Theory. Pada teori ini, odontoblast berperan s
ebagai reseptor rasa sakit dan mentransmisi sinya ke saraf pulpa. Tetapi teo
ri ini juga tidak digunakan lagi karena matriks seluler pada odontoblas tida
k dapat memproduksi neural impuls. Selain itu, synaps juga tidak dapat dit
emukan diantara odontoblas dan pulpal nerve.

7
 Hydrodynamic Theory. Teori ini merupakan teori yang paling banyak diter
ima. Teori ini diajukan berdasarkan pergerakan cairan di dalam tubulus de
ntinalis. Teori ini mengklaim bahwa tubulus terbuka diantara permukaan d
entin yang terekspos dan pulpa. Pada teori ini, rangsangan dari luar seperti
panas atau dingin serta tekanan taktil ataupun osmotik pada dentin yang ter
ekspos akan menyebabkan terjadinya pergerakan pada cairan dentin. Perge
rakan cairanini akan menstimulasi baroreseptor dan menyebabkan pengelu
aran neuron. Pergerakan cairan ini dapat menuju ke arah pulpa ataupun ke
permukaan dentin. Pendinginan, pengeringan, evaporasi, dan hypertonic ch
emical stimuli dapat menyebabkan cairan dentin mengalir menjauhi dentin
-pulp complex dan akan menyebabkan rasa sakit. Suhu panas dapat menye
babkan cairan mengalir ke arah pulpa. Aktivasi ini dipengaruhi oleh saraf A
-delta yang mengelilingi odontoblas.

2.5 Diagnosis kasus pada skenario6

Adapun diagnosis kasus pada skenario adalah pulpitis reversible. Pulpitis reversible
adalah peradangan pulpa gigi yang ringan belum mencapai pulpa. Gambaran
klinisnya yaitu hipersensitivitas terhadap thermal panas atau dingin atau rangsangan
manis, yang dengan cepat menghilang ketika stimulus dihilangkan, peningkatan
terlokalisasi pada ambang tekanan Intra ¾ pulpa, serta stimulasi untuk serabut saraf
A delta. Etiologi pulpitis reversible disebabkan oleh iritasi bakteri, kimia, atau fisik,
secara histologis, ditandai dengan gangguan sel inflamasi pada lapisan odontoblast
dengan adanya pembuluh darah yang melebar.

2.6 Indikasi dan kontraindikasi perawatan pada kasus


A. Indikasi perawatan dengan stainless steel crown7,8
 Gigi dengan karies yang luas
 Gigi yang telah dirawat pulpektomi/pulpotomi
 Masalah perkembangan gigi
 Restorasi gigi yang menunjukkan kehilangan permukaan gigi yang
luas
 Penyangga space maintainer
B. Kontraindikasi perawatan dengan stainless steel crown8

8
 Prognosisnya buruk karena pulpitis ireversibel
 Pada pasien dengan alergi atau sensitif terhadap nikel
 Orang tua atau anak yang menginginkan estetika yang bagus
C. Indikasi perawatan dengan pulp capping9
 Gejala pulpitis yang ringan (nyeri karena adanya stimulus/ rangsan
gan)
 Karies yang dalam tetapi tidak terjadi abses atau pembengkakan
 Karies tidak mencapai pulpa
D. Kontraindikasi perawatan dengan pulp capping9
 Karies telah mencapai pulpa
 Memiliki gejala pulpitis irreversibel

2.7 Penatalaksanaan kasus pada skenario10


A. Stainless Steel Crown (SSC)
Prosedur SSC :
Restorasi stainless steel crown memerlukan beberapa tahapan antara lain:
 Preparasi gigi
Preparasi meliputi pembuangan sisa jaringan karies dan pengurangan
struktur gigi pada seluruh ukuran. Preparasi dianggap cukup apabilaSSC
sewaktu pasang coba sudah bias berhasil dengan baik. Teknik preparasi gigi
meliputi:
 Pertama-tama dilakukan anastesi pada region yang akan dipreparasi,
dilanjutkan dengan pemasangan rubber dam untuk isolasi dan oklusi
di evaluasi untuk mengetahui bagian-bagian insisal yang harus
dikurangi.
 Pembuangan seluruh jaringan karies dengan round bur atau dengan
ekscavator.
 Pengurangan permukaan oklusal pada fisur-fisur yang dalam
(kedalaman 1-1,5 mm), sehingga nantinya SSC sesuai dengan
panjang gigi. Menggunakan tapered fissure bur dengan high speed
handpiece.

9
 Mengurangi bagian proksimal. Sebelumnya gigi tetangganya harus
dilindungi dengan matrik band. Tempatkan tapered diamond bur
berkontak dengan gigi pada embrasure bukal/lingual dengan sudut
kira-kira 20o dari vertical dan ujungnya pada margin gingiva.
Preparasi dilakukan dengan gerakan bukolingual mengikuti kontur
proksimal gigi.
 Dengan tapered diamond bur permukaan bukal dan lingual
dikurangi sedikit sampai ke gingival margin. Sudut-sudut antara
kedua permukaan dibulatkan.
 Pembuangan jaringan karies yang mencapai dentin hendaknya
dilindungi dengan basis kalsium hidroksida, yang berfungsi
melindungi pulpa dari iritasi.
 Penyesuaian stainless steel crown
Setelah preparasi selesai, dilakukan penyesuaian bentuk SSC dengan
mencobakan pada gigi yang telah dipreparasi, mula-mula dimasukkan
bagian lingual/palatal kemudian tekan kearah bukal sampai mencapai
sulkus gingival. Langkah-langkah penyesuaian SSC:
a) Pengguntingan stainless steel crown
Bila gingival di sekitar SSC memucat kemungkinan karena SSC
terlalu panjang atau keseluruhan SSC overcontoured. Untuk itu,
perlu dilakukan pengguntingan menggunakan gunting mahkota,
SSC sebaiknya berada kurang lebih 1 mm didalam sulkus gingival
dan mempunyai tinggi yang sebanding dengan gigi tetangga.
Sebelum dipotong, SSC dipasang pada gigi dan ditekan semaksimal
mungkin, daerah gingival yang masih panjang ditandai dengan
goresan benda tajam misalnya skaler, SSC dilepas kemudian
dipotong sesuai dengan goresan dengan gunting, melingkari gigi
membentuk kurva dan bukan merupakan garis lurus atau sudut yang
tajam.

b) Pembentukan stainless steel crown

10
Untuk mendapatkan adaptasi dengan gigi dilakukan pembentukan
pada sepertiga gingival tepi mahkota sesuai bentu morfologi gigi.
Pembentukan SSC memerlukan tang-tang khusus, dimana tang
ditempatkan dengan paruh cembung sebelah dalam dan paruh
cekung di sebelah luar mahkota yang akan dibentuk. Bagian bukal
dan ingual serta servikal dibentuk dengan konfigurasi yang sesuai
dengan giginya. Periksa adaptasi akhir tepi akhir dengan sonde.
c) Pengadaptasian stainless steel crown
SSC ditempatkan kembali pada gigi yang telah dipreparasi atau
model kerja untuk melihat apakah terkunci pada tempatnya dan tidak
mudah dikeluarkan. Oklusi diperiksa untuk memastikan SSC tidak
terlalu tinggi atau rendah sehingga menyebabkan trumatik oklusi.
 Pemolesan dan sementasi
Perlu dilakukan penghalusan SSC dengan menggunakan stone bur atau
rubber whell kemudian dilakukan pemolesan dengan bubuk poles. Karena
permukaan yang kasar dapt mengiritasi gingiva.
Setelah itu, dilakukan pemasangan dan sementasi. Sebelumnya, gigi harus
dikeringkan dan diisolasi dengan gulungan kapas. Saliva jektor dipasang
agar gigi tetap kering dan bebas saliva. Gunakan adhesive semen seperti
polikarboksilat/GIC/ zinc phosphate sebagai bahan sementasi. Kemudian
SSC dipasang dari arah lingual ke labial dan tekan dengan jari sampai posisi
yang tepat. Pasien disuruh menggigit dengan wooden blade diletakkan di
atas gigi tersebut. Setelah semen mengering, bersihkan semua kelebihan
semen terutama pada celah gingival dan daerah interdental karena kelebihan
semen ini dapat mengakibatkan inflamasi gingival dan ketidaknyamanan.
Pasien diinstruksikan untuk diet setengah lunak selama satu hari dan
dianjurkan untuk membersihkan celah gingival dan daerah interdental
dengan dental floss.

B. Pulp Capping Indirek


Prosedur :
 Lakukan anestesi local dan isolasi daerah kerja dengan rubber dam

11
 Bersihkan kavitas dari lesi karies dengan low speed handpiece dan
round bur
 Ekskavasi jaringan dentin
 Bilas kavitas yang telah dipreparasi dengan larutan salin kemudia
keringkan dengan cotton pellet
 Gunakan kalsium hidroksida sebagai base pada lantai kavitas
 Setelah itu dilakukan penutupan dengan Zinc oxide eugenol dan
dievalusi seminggu kemudian.
 Seminggu kemudian dapat dilakukan restorasi

2.8 Prognosis kasus pada skenario11


Tingkat keberhasilan bergantung pada perbedaan eksperimental, desain da
n prosedur klinis, criteria evaluasi penyembuhan periapikal dan lamanya perio
de observasi pasca perawatan. Factor yang mempengaruhi prognosis adalah sta
tus gigi preparasi dengan melihat lesi yang terdapat pada hasil radiografi, gigi
dengan radiolusen menunjukkan tingkat keberhasilan lebih rendah daripada gi
gi tanpa lesi. Jadi pada kasus dapat diketahui prognosis yang baik.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Diagnosa dari kasus yang diberikan adalah pulpitis reversible. Dikatakan


pulpitis reversible karena kerusakan masih mencapai lapisan dentin atau
dengan kata lain pulpa dari gigi anak tersebut belum mengalami kerusakan.
Berdasarkan diagnosa dari kasus, perawatan yang dapat diberikan adalah pulp
capping indirect, yang bertujuan untuk memproteksi pulpa serta membentuk
dentin tersier. Pada pasien anak penting dilakukan suatu pendekatan yang lebih
intens, terutama untuk anak yang tidak kooperatif, sehingga operator harus
memahami psikologi anak.
3.2 Saran

Setelah membaca makalah ini diharapkan kepada pembaca maupun penulis


dapat lebih memahami mengenai Gigi Ngilu pada Anak, serta prosedur
perawatannya agar dapat bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan
lingkungan sekitar.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Walton RE, Torabinejad M. Prinsip dan praktik ilmu endodonsia. Ed 3.


Jakarta: EGC, 2008. Hh 61-71
2. Kanathila H, Pangi A, Poojary B, Doddamani M. Diagnosis and treatment
of bruxism: Concepts from past to present. International Journal of Applied
Dental Sciences: 2018; 4(1).p.292
3. Mattulada IK. Penanganan Dentin Hipersensitif. Makassar Dent J.
2015;4(5):149-150
4. Scheid RC, Gabriela W. Woelfel anatomi gigi. Ed 8. Jakarta; EGC 2013. h
. 182
5. Davari AR., Ataei E, Assarzadeh H. Dentin Hypersensitivity: Pathology, D
iagnosis and Treatment; a literature Review. J Dent Shiraz Univ Med Sci s
ept 2013;14(3):137-8
6. Piattelli A, Traini T. Diagnosis and managing pulpitis reversibel or
irreversibel. PPAD; 19(2): 1-3
7. Mosby’s review for the NBDE. St. louis, massouri: mosby elsevier
2007.h.185
8. Roger HJ, Deery H. An overview of performed metal crown part 1:
conventional technique. Dental update. Des 2015. h.933
9. Elizabeth kay. Dentistry at a glance. John willey and sons ltd 2016.h. 128
10. Asnani KH. Essential of pediatric dentistry. 1st Ed. Ajanta: Jaypee. Pp.75-
9, 89-90
11. Sjogren UIF, Huggland B. Factors affecting the long – term result of
endodontic treatment. 2015

14

Anda mungkin juga menyukai