Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

TRAUMATIC ULCER

OLEH:
Ayu Anisah Reghina, S.KG
1813101020076

DOSEN PEMBIMBING:
drg. Rachmi Fanani Hakim, M.Si
drg. Sri Rezeki, Sp.PM
Dr. drg. Liza Meutia Sari, Sp.PM
drg. Nurul Husna
drg. Sarinah Rambe
drg. Amanda Sawitri

DEPARTEMEN PENYAKIT MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2019

Universitas Syiah Kuala


Universitas Syiah Kuala
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan berkah, karunia, dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini. Penulisan laporan kasus ini dilakukan dengan
tujuan untuk memenuhi salah satu syarat pengerjaan Requirement Kepaniteraan
Klinik Bagian Penyakit Mulut pada Pendidikan Profesi Dokter Gigi, Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala yang sedang berjalan di Rumah Sakit
Gigi dan Mulut Universitas Syiah Kuala. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada:
1. drg. Rachmi Fanani Hakim, M.Si selaku kepala bagian dan instruktur
klinik bagian Penyakit Mulut;
2. drg. Sri Rezeki, Sp.PM selaku instruktur klinik bagian Penyakit Mulut;
3. Dr. drg. Liza Meutia Sari, Sp.PM selaku instruktur klinik bagian
Penyakit Mulut;
4. drg. Nurul Husna selaku instruktur klinik bagian Penyakit Mulut;
5. drg. Sarinah Rambe selaku instruktur klinik bagian Penyakit Mulut;
6. drg. Amanda Sawitri selaku instruktur klinik bagian Penyakit Mulut;
Kepada keenam instruktur klinik yang telah menyediakan waktu, tenaga,
dan pikiran dalam mengarahkan penulis sejak awal kunjungan pasien hingga
laporan kasus ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan laporan
kasus ini.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan laporan ini. Semoga laporan
kasus ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang
Penyakit Mulut.

Banda Aceh, Juli 2019

Penulis

i
Universitas Syiah Kuala
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I LAPORAN KASUS............................................................................ 1


1.1. Status Ilmu Penyakit Mulut....................................................... 1
1.2. Anamnesa.................................................................................. 1
1.3. Riwayat Penyakit Sistemik....................................................... 2
1.4. Kebiasaan Buruk....................................................................... 2
1.5. Pemeriksaan Ekstra Oral........................................................... 2
1.6. Pemeriksaan Intra Oral.............................................................. 3
1.7. Pemeriksaan Penunjang............................................................ 4
1.8. Masalah Klinis.......................................................................... 4
1.9. Diagnonis.................................................................................. 4
1.10 Rencana Perawatan................................................................... 5
1.11 Status Kontrol............................................................................ 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 8


2.1. Traumatic Ulcer........................................................................ 8
2.1.1. Definisi.......................................................................... 8
2.1.2 Etiologi dan Patogenesis............................................... 8
2.1.3. Gambaran Klinis........................................................... 9
2.1.4. Gambaran Histopatologis.............................................. 10
2.1.5. Perawatan dan Prognosis............................................... 11
2.2. Diagnosis Banding.................................................................... 12
2.2.1. Stomatitis Aphthous Recurrent..................................... 12
2.2.2. Behcet’s Syndrome....................................................... 15
2.2.3. Lesi Sekunder Herpes.................................................... 17

BAB 3 PEMBAHASAN.................................................................................. 19

BAB 4 KESIMPULAN................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 22

ii
Universitas Syiah Kuala
BAB 1
LAPORAN KASUS

1.1. Status Ilmu Penyakit Mulut


Operator : Ayu Anisah Reghina
NIM : 1813101020076

Tanggal Pemeriksaan : 11 Juni 2019


Nomor Rekam Medik : Y771/17
Nama Pasien : YRC
Usia : 23 tahun
Alamat : Jl. Beringin, Lueng Bata, Banda Aceh
Status Perkawinan : Belum Menikah
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan Terakhir : S1
No. Hp : 0852 3810 xxxx

1.2. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan adanya sariawan pada bibir bawah bagian
dalam sebelah kiri yang muncul sejak 4 hari yang lalu. Sariawan tersebut
berjumlah 2, berukuran kecil, dan terasa sakit. Pasien mengaku sariawan muncul
setelah tergigit dengan kuat saat makan. Pasien tidak mengalami demam saat
sariawan muncul dan sariawan tersebut tidak terdapat pada bagian tubuh lain.
Pasien jarang mengalami sariawan dan keluarganya jarang mengalami sariawan.
Pasien sedang tidak mengalami menstruasi. Pasien memiliki riwayat penyakit
asam lambung, namun tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan. Pasien mengaku
tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol, dan tidak ada alergi makanan.
Pasien pernah melakukan perawatan gigi yaitu perawatan saluran akar dan
pemasangan mahkota tiruan pada gigi depan rahang atas 6 tahun yang lalu,
pembersihan karang gigi 8 bulan yang lalu, penambalan gigi geraham bawah
sebelah kiri 1 bulan yang lalu, dan pencabutan gigi geraham bungsu bawah
sebelah kanan dan kiri. Pasien menyikat gigi dua kali sehari, yaitu pagi sesudah

1
Universitas Syiah Kuala
2

sarapan dan malam sebelum tidur menggunakan sikat gigi dengan bulu sikat
lembut. Pasien menyikat lidah, namun tidak menggunakan obat kumur dan
benang gigi. Pasien merupakan seorang mahasiswa Koas di RSGM Unsyiah.
Pasien merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara. Ayah pasien seorang pensiunan
dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Akses ke pelayanan kesehatan dari tempat
tinggalnya terjangkau.

1.3. Riwayat Penyakit Sistemik


a. Penyakit Jantung : Diakui / Disangkal
b. Hipertensi : Diakui / Disangkal
c. Diabetes Melitus : Diakui / Disangkal
d. Kelainan Darah : Diakui / Disangkal
e. Penyakit Hepar : Diakui / Disangkal
f. HIV/AIDS : Diakui / Disangkal
g. Kelainan Pernafasan (PPOK, TB, Pneumoni) : Diakui / Disangkal
h. Kelainan GIT : Diakui / Disangkal
i. Penyakit Ginjal : Diakui / Disangkal
j. Penyakit Kelainan : Diakui / Disangkal
k. Atopsi (Asma, eksim, alergi) : Diakui / Disangkal
l. Alergi : Diakui / Disangkal
m. Kontrasepsi : Diakui / Disangkal
n. Lain-lain : Diakui / Disangkal

1.4. Kebiasaan Buruk


a. Menyirih : Diakui / Disangkal
b. Minuman Beralkohol : Diakui / Disangkal
c. Merokok : Diakui / Disangkal

1.5. Pemeriksaan Ekstra Oral


a. Kelenjar Limfe
 Submandibula Kanan : Teraba +/ - lunak/kenyal/keras sakit +/ -
 Submandibula Kiri : Teraba +/ - lunak/kenyal/keras sakit +/ -

Universitas Syiah Kuala


3

 Submental : Teraba +/ - lunak/kenyal/keras sakit +/ -


 Servikal Kanan : Teraba +/ - lunak/kenyal/keras sakit +/ -
 Servikal Kiri : Teraba +/ - lunak/kenyal/keras sakit +/ -
b. Bibir : TAK
c. Wajah : Simetri/ asimetri TAK
d. Sirkum Oral : TAK
e. Lain-lain : TAK

1.6. Pemeriksaan Intra Oral


a. Mukosa Bukal : Fordyce granule :+/-
: Cheek biting :+/-
: Terdapat lesi plak putih berbentuk irregular,
berukuran 8x2 mm (kanan), 7x2 mm (kiri),
berbatas jelas, bilateral pada mukosa bukal kanan
dan kiri sepanjang bidang oklusal
b. Mukosa Labial : Terdapat lesi ulser, berjumlah 2, berukuran 5x2
mm dan 5x1 mm, berwarna putih kemerahan,
berbatas jelas, berbentuk oval

Gambar 1.1. Lesi Traumatic Ulcer pada mukosa labial

c. Palatum Durum : Torus palatinus :+/-


d. Palatum Molle : TAK

Universitas Syiah Kuala


4

e. Dorsum Lidah : Warna coating : putih tipis pada 2/3 posterior


: Terdapat lekukan-lekukan pada lateral/dorsum/
margin lidah kiri dan kanan, berwarna pink
keputih-putihan, berbentuk irregular, berbatas jelas
f. Ventral Lidah : TAK
g. Dasar Mulut : TAK
h. Gingiva : Hiperemi dan udem. OHIS = 1,45 (sedang)
i. Saliva : Konsistensi cair Halitosis : +/ -
j. Lain-lain : Gigi 37, 46, 47 : karies email (D3)

1.7. Pemeriksaan Penunjang


Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang

1.8. Masalah Klinis


1) Mukosa Labial : Terdapat lesi ulser, berjumlah 2, berukuran
5x2 mm dan 5x1 mm, berwarna putih kemerahan,
berbatas jelas, berbentuk oval
2) Mukosa Bukal : Terdapat lesi plak putih berbentuk irregular,
berukuran 8x2 mm (kanan), 7x2 mm (kiri),
berbatas jelas, bilateral pada mukosa bukal kanan
dan kiri sepanjang bidang oklusal
3) Dorsum Lidah : Terdapat lekukan-lekukan pada lateral/dorsum/
margin lidah kiri dan kanan, berwarna pink
keputih-putihan, berbentuk irregular, berbatas
jelas
4) RA/RB : Plak dan kalkulus, OHIS = 1,45 (sedang)
5) 37, 46, 47 : Karies email (D3)

1.9. Diagnosis
1) Mukosa Labial : Traumatic Ulcer e.c tergigit
Diagnosis Banding : Stomatitis Aphthous Reccurent (SAR), Behcet’s
Syndrome, Lesi Herpes Sekunder

Universitas Syiah Kuala


5

2) Mukosa Bukal : Linea Alba


Diagnosis Banding : Frictional Hyperkeratosis, Leukoplakia
3) Dorsum Lidah : Scalloped Tongue
Diagnosis Banding : Macroglossia Tongue
4) RA/RB : Gingivitis kronis generalisata
5) 37, 46, 47 : Karies email (D3)

1.10. Rencana Perawatan dan Perawatan


1. K.I.E
 Komunikasikan kepada pasien bahwa sariawan pada bibir bawah
bagian dalam sebelah kiri dikarenakan tidak sengaja tergigit ketika
makan dan tidak berbahaya
 Edukasikan pasien untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut serta
mempertahankan untuk menyikat gigi 2 kali sehari, yaitu pagi sesudah
sarapan dan malam sebelum tidur dan instruksikan pasien untuk
menyikat lidah
 Instruksikan kepada pasien untuk menghilangkan kebiasaan buruk
yaitu menggigit pipi karena juga dapat menyebabkan sariawan
 Edukasikan pasien untuk periksa kesehatan gigi dan mulut secara rutin
6 bulan sekali ke dokter gigi
 Instruksikan kepada pasien untuk menambal gigi yang berlubang ke
dokter gigi
 Instruksikan pasien untuk menggunakan obat sesuai instruksi, yaitu
bersihkan dulu sariawan dengan kassa basah dan dikeringkan dengan
kassa kering. Kemudian, oleskan kenalog selapis tipis pada sariawan
dengan cotton bud sebanyak 2 kali sehari
2. RA/RB : pro scalling
3. 37, 46, 47 : pro konservasi (GIC)

Universitas Syiah Kuala


6

1.11. Status Kontrol


Kunjungan II (Tanggal 25 Juni 2019)
a. Anamnesis
Pasien datang ke RSGM untuk kontrol sariawan yang terdapat pada bibir
bawah bagian dalam sebelah kiri. Pasien mengaku sariawannya sudah sembuh dan
tidak sakit lagi. Pasien mengaku menggunakan obat kenalog 2 kali sehari dengan
cara membersihkan sariawan dengan kassa basah, lalu dikeringkan dengan kassa
kering. Kemudian, dioleskan obat pada daerah sariawan. Pasien mengaku berhenti
menggunakan obat saat rasa sakit sudah hilang. Pasien mengaku menyikat gigi 2
kali sehari, yaitu pagi setelah makan dan malam sebelum tidur.

b. Masalah Klinis
1) Mukosa Labial : Lesi ulcer healing
2) Mukosa Bukal : Terdapat lesi plak putih berbentuk irregular,
berukuran 8x2 mm (kanan), 7x2 mm (kiri), berbatas
jelas, bilateral pada mukosa bukal kanan dan kiri
sepanjang bidang oklusal
3) Dorsum Lidah : Terdapat lekukan - lekukan pada lateral/dorsum/
margin lidah kiri dan kanan, berwarna pink keputih-
putihan, berbentuk irregular, berbatas jelas
4) RA/RB : Plak dan kalkulus, OHIS = 1,45 (sedang)
5) 37, 46, 47 : Karies email (D3)

Gambar 1.2. Lesi Traumatic Ulcer healing pada saat kontrol

Universitas Syiah Kuala


7

c. Diagnosis
1) Mukosa Labial : Traumatic Ulcer healing
Diagnosis Banding : Stomatitis Aphthous Reccurent (SAR), Behcet’s
Syndrome, Lesi Herpes Sekunder
2) Mukosa Bukal : Linea Alba
Diagnosis Banding : Frictional Hyperkeratosis, Leukoplakia
3) Dorsum Lidah : Scalloped Tongue
Diagnosis Banding : Macroglossia Tongue
4) RA/RB : Gingivitis kronis generalisata
5) 37, 46, 47 : Karies email (D3)

d. Rencana Perawatan
1. K.I.E
 Komunikasikan kepada pasien bahwa sariawan tersebut telah sembuh
 Instruksikan pada pasien agar berhati-hati saat mengunyah makanan
 Instruksikan kepada pasien untuk tetap mempertahankan menyikat gigi 2
kali sehari, yaitu pagi setelah makan dan malam sebelum tidur serta
menyikat lidah
 Edukasikan kepada pasien untuk menjaga kebersihan rongga mulut dan
periksa kesehatan gigi dan mulut secara rutin 6 bulan sekali ke dokter
gigi
 RA/RB : pro scalling
 37, 46, 47 : pro konservasi (GIC)

Universitas Syiah Kuala


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Traumatic Ulcer


2.1.1. Definisi
Traumatik ulser adalah lesi yang sering terjadi pada mukosa oral akibat
trauma mekanik, kimia, iatrogenik, dan termal.1

2.1.2. Etiologi dan Patogenesis


Injuri akut dan kronis pada mukosa mulut yang biasa terjadi. Ulserasi
dapat menetap dalam jangka waktu yang panjang, tetapi biasanya dapat sembuh
dalam beberapa hari. Traumatik ulser memiliki jenis histopatologi yang unik,
yaitu ulserasi eosinofilik (granuloma traumatik; granuloma ulseratif traumatik
dengan eosinofilia stroma [TUGSE]; granuloma eosinofilik pada lidah), yang
menunjukkan reaksi inflamasi pseudoinvasif dalam yang lambat untuk sembuh.1
Setelah biopsi insisi, kebanyakan dari granuloma traumatik ini mengalami
penyembuhan. Lesi traumatik ini juga ditemukan pada pasien dengan
disautonomia familial, yaitu gangguan yang ditandai dengan ketidakmampuan
merasakan sakit. Pada bayi dapat terjadi pula ulserasi sublingual serupa yang
disebut Riga-Fede disease sebagai akibat trauma mukosa kronis dari gigi sulung
anterior yang berdekatan dan sering berhubungan dengan proses menyusui. Ini
merupakan variasi dari ulserasi eosinofilik traumatik.1,2,3
Dalam sebagian kasus TUGSE yang jarang, lesi tidak muncul
berhubungan dengan trauma dan lapisan sel atipikal yang besar terlihat secara
histopatologis. Pada ulserasi eosinofilik atipikal ini, sifat dari sel-sel atipikal
masih diperdebatkan, walaupun mereka dapat menunjukkan myofibroblas reaktif,
histiosit, atau limfosit T. Berdasarkan teori-teori ini, beberapa pemeriksaan saat
ini menunjukkan bahwa sel-sel atipikal ini menjadi limfosit T dengan reaktivitas
immunoperoksidase kuat dari CD30. Pada kasus ini, diperkirakan bagian dari
TUGSE dapat menunjukkan bagian oral dari gangguan limfoproliferatif CD30+
kutan primer, yang juga menunjukkan ulserasi, nekrosis, dan regresi.1

8
Universitas Syiah Kuala
9

Terdapat sumber iritasi yang berdekatan pada kebanyakan kasus traumatic


ulcer, biasanya berhubungan dengan kebiasaan menggigit bibir atau pipi,
disfungsi motorik, kebersihan rongga mulut yang buruk, gigi yang rusak, protesa
lepasan yang tidak baik, dan iritasi dari restorasi yang tidak sesuai. 1,2.3 Ulserasi
juga dapat terjadi oleh karena faktor iatrogenik, yaitu akibat pemindahan cotton
roll yang melekat, tekanan negatif dari saliva ejector, dan mukosa terkena
instrumen secara tidak sengaja.2 Ulserasi juga dapat disebabkan oleh bahan kimia
dikarenakan asiditas ataupun alkalinitasnya dapat berperan sebagai iritan lokal
maupun kontak alergen, seperti pada penggunaan aspirin untuk mengurangi sakit
gigi, medikamen gigi karies, khususnya yang mengandung etsa, fenol, serta
hidrogen peroksida 30%. Ulser juga dapat disebabkan oleh luka bakar termal, baik
oleh makanan atau disebabkan oleh bahan cetak termoplastik, material compound
yang dipanaskan, atau sendok cetak buatan, serta akibat terapi radiasi dan
kemoterapi.2 Presentasi klinis sering menunjukkan penyebabnya, tetapi banyak
kasus menyerupai karsinoma sel skuamosa ulseratif awal. Biopsi perlu dilakukan
untuk mengeksklusi hal tersebut dalam kondisi ini.1

2.1.3. Gambaran Klinis


Mukosa bukal, bibir, dan lidah merupakan area yang paling sering terjadi
traumatik ulser yang mudah terlukai oleh gigi. 1,3 Lesi pada palatum, gingiva, dan
lipatan mukobukal dapat terjadi akibat sumber iritasi lainnya.1,2

Gambar 2.1. Ulserasi berbatas jelas pada mukosa bukal posterior kiri1

Lesi akut biasanya muncul sebagai area eritema yang dikelilingi membran
fibrinopurulen kuning yang dapat sembuh dalam 7 hingga 10 hari apabila
penyebabnya dihilangkan.1,4 Lasi kronis memiliki batas putih hiperkeratosis

Universitas Syiah Kuala


10

terlipat berbatasan dengan area ulserasi dengan rasa nyeri yang minimal atau tidak
ada.1,2 Penyembuhannya biasanya dalam waktu yang lama dan gambaran klinisnya
menyerupai karsinoma dan ulser infeksius.2
Ulserasi eosinofilik biasa terjadi tetapi jarang dilaporkan. Lesi dapat terjadi
pada individu dari berbagai usia yang didominasi oleh laki-laki. Kondisi ini terjadi
pada bibir, gingiva, lidah, mukosa bukal, dasar mulut, dan palatum dengan ukuran
mencapai 1-2 cm. Lesi dapat berlangsung dari 1 minggu hingga 8 bulan. Ulserasi
tampak sangat mirip dengan traumatic ulcer sederhana, tetapi terkadang jaringan
granulasi proliferatif di bawahnya dapat menghasilkan lesi yang mirip dengan
granuloma pyogenik.1 Riga-Fede disease biasanya muncul berhubungan dengan
gigi bayi antara usia 1 minggu dan 1 tahun,1 Area yang paling umum dijumpai
adalah permukaan ventral anterior lidah, walapun dapat pula mengenai permukaan
dorsal. Lesi pada bagian ventral berkaitan dengan insisivus anterior mandibula
dan lesi pada permukaan dorsal berkaitan dengan insisivus rahang atas. 1,3 Ulser
yang terjadi dapat asimtomatik dan bertahan hingga berbulan-bulan. Gambaran
yang mirip dengan penyakit Riga-Fede disease dapat menjadi temuan awal dalam
berbagai kondisi neurologis seperti Disautonomia Familial (sindrom Riley-Day),
sindrom Tourette, sindrom Lesch-Nyhan, penyakit Gaucher, Cerebral Palsy, atau
ketidakmampuan merasakan nyeri.1 Ulserasi eosinofilik atipikal biasanya terjadi
pada orang dewasa yang sebagian besar kasus ditemukan pada pasien yang
berusia lebih dari 40. Lidah merupakan area yang paling sering terkena, namun
dapat juga mengenai bibir, gingiva, lipatan mukobukal, mukosa bukal, dan
mukosa alveolar.1

2.1.4. Gambaran Histopatologis


Traumatik ulser ditutupi oleh membran fibrinopurulen yang terdiri dari
fibrin bercampur dengan neutrofil.1,5 Membran fibrinopurulen bervariasi
ketebalannya dan dekat dengan epitel permukaan yang normal atau sedikit
hiperplasia dengan atau tanpa hiperkeratosis. Dasar ulser terdiri dari jaringan
granulasi yang mengandung campuran infiltrat inflamasi limfosit, histiosit,
neutrofil, dan terkadang, sel plasma.1,5

Universitas Syiah Kuala


11

Polanya sangat mirip pada pasien dengan ulserasi eosinofilik. Namun,


infiltrasi inflamasi meluas ke jaringan yang lebih dalam hingga ke serabut skeletal
dan menunjukkan lapisan limfosit dan histiosit bercampur dengan eosinofil1,2,3
Terdapat degenerasi otot yang berhubungan dengan jumlah eosinofil dan sel yang
menyerupai mononuklear histiosit.3 Jaringan ikat vaskular pada bagian dalam
ulserasi dapat menjadi hiperplastik dan menyebabkan elevasi permukaan. 1
Ulserasi eosinofilik atipikal menunjukkan banyak gambaran ulserasi eosinofilik
traumatik, tetapi jaringan yang lebih dalam digantikan oleh proliferasi seluler
yang tinggi oleh sel-sel limforetikular yang besar. Sel atipikal besar bercampur
dengan limfosit dan eosinofil. Beberapa peneliti menunjukkan sel-sel tersebut
menjadi limfosit T yang sebagian besar bereaksi dengan CD30.1

2.1.5. Perawatan dan Prognosis


Traumatik ulser yang diketahui sumber penyebabnya harus dihilangkan.
Jika terdapat rasa sakit, perawatan topikal lebih menguntungkan seperti
kortikosteroid topikal.3 Dyclonine HCL atau hydroxypropyl cellulose film dapat
diaplikasikan untuk mengurangi rasa sakit sementara. 3 Namun, penggunaan
kortikosteroid dalam penanganan traumatik ulser masih kontroversial. Beberapa
dokter menyatakan penggunaan obat tersebut dapat menunda penyembuhan. 1
Namun, peneliti lain melaporkan keberhasilan kortikosteroid (misalnya
penggunaan injeksi steroid intralesional) untuk mengobati traumatic ulcer
kronis.1,3 Kontrol rasa sakit sementara juga dapat dihilangkan dengan anestesi
topikal (lidokain kental) atau penggunaan lapisan pelindung.1,3 Jika penyebabnya
tidak jelas, atau jika lesi tidak merespon terapi yang diberikan hingga periode dua
minggu, maka biopsi insisi diindikasikan. Penyembuhan yang cepat setelah
dilakukan biopsi merupakan gambaran khas ulserasi eosinofilik tanpa adanya
rekurensi.1,2,3 Debridement luka juga sering memicu penyembuhan menyeluruh
seperti menggunakan obat kumur natrium bikarbonat dengan air hangat, walaupun
sepertiga kasus terjadi rekurensi.2,3 Penggunaan nightguard pada gigi bawah juga
dapat membantu mengurangi trauma pada saat tidur.3
Pencabutan gigi sulung anterior telah terbukti dapat menyembuhkan
ulserasi pada kasus Riga-Fede disease, tetapi giginya harus dipertahankan apabila
stabil. Pengikisan mamelon insisal, penutupan gigi dengan komposit atau film

Universitas Syiah Kuala


12

selulosa, pembuatan pelindung, atau penghentian menyusui telah dicoba dengan


keberhasilan yang bervariasi.1

2.2. Diagnosis Banding


2.2.1. Stomatitis Aphthous Reccurent
a. Definisi
Stomatitis Aphthous Recurrent (SAR) merupakan suatu kondisi umum
yang ditandai dengan adanya ulser yang sering terjadi berulang (rekuren) pada
mukosa oral tanpa disertai gejala dan penyakit lain.1

b. Etiologi
Penyebab SAR belum diketahui secara pasti, namun berkaitan dengan
disfungsi fokal imun limfosit T. Agen penyebab bisa antigen endogen (autoimun),
antigen eksogen (hiperimun), atau faktor nonspesifik, seperti trauma dimana
mediator inflamasi dapat terlibat. Inflamasi neurogenik dapat dihasilkan dan
stimulus yang menginisiasi. Pelepasan fokal dapat menyebabkan penyembuhan
tertunda.1 Adanya disregulasi imun tingkat rendah dan genetik serta reaksi silang
antigen antara mukosa oral dan mikroorganisme dapat memunculkan ulser dalam
rongga mulut.4 Terdapat beberapa faktor predisposisi yang diduga menjadi pemicu
timbulnya RAS yaitu faktor genetik, abnormalitas imunologi atau hematologi,
defisiensi nutrisi, yaitu zat besi, asam folat, atau vitamin B12, pengaruh hormon,
infeksi, penghentian merokok, stress, trauma, alergi makanan dan sodium lauryl
sulfate (SLS).1,3

c. Gambaran Klinis
SAR sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, dengan persentase
80% dan individu yang terkena dilaporkan mengalami ulser pertama pada usia
sebelum 30 tahun.3 SAR diklasifikasikan menurut karakteristik klinis, yaitu minor,
mayor dan herpetiform. Pasien kadang-kadang memiliki gejala prodromal seperti
rasa gatal dan terbakar 2-48 jam sebelum lesi muncul.1 Selama periode ini,
muncul area eritema. Beberapa jam kemudian, terbentuk papula putih kecil,
mengalami ulserasi, dan membesar selama 48-72 jam berikutnya. Lesi individual

Universitas Syiah Kuala


13

berbentuk bulat, simetris dan dangkal. Lesi jarang terjadi pada mukosa berkeratin
seperti gingiva atau mukosa palatal.3

Tabel 2.1 Gambaran Klinis RAS.3


Minor Aphthous Major Aphthous Herpetiform
Aphthous
Ukuran <0.5 cm >0.5 cm <0.5 cm

Bentuk Oval Oval kasar, berbentuk Oval


kawah
Jumlah 1-5 1-10 10-100

Lokasi Mukosa Mukosa nonkeratin Semua bagian di


Nonkeratin rongga mulut

Perawatan Kortikosteroid Kortikosteroid Kortikosteroid


topikal, obat Topikal/sistemik/intralesi, topikal/sistemik,
kumur tetrasiklin immunosupresif obat kumur
tetrasiklin

Gambar 2.2. SAR minor, mayor, dan herpetiform1,2

d. Gambaran Histopatologi
Gambaran histopatologis RAS tidak begitu khas. Lesi ulseratif awal
menunjukkan zona sentral ulserasi yang ditutupi oleh membran fibrinopurulen.
Pada area ulserasi yang dalam, jaringan lunak menunjukkan vaskularitas yang
meningkat dan campuran sel inflamasi berinfiltrasi yang mengandung limfosit,
14
histiosit, dan leukosit polimorfonuklear. Epitel pada margin lesi menunjukkan
spongiosis dan sejumlah sel mononuklear pada sepertiga basilar. Terlihat limfosit
bercampur dengan histiosit pada jaringan ikat superfisial dan dikelilingi pembuluh
darah yang lebih dalam.3

Universitas Syiah Kuala


e. Perawatan
Perawatan SAR dapat dilakukan dengan menghindari berbagai faktor
predisposisi. Apabila sodium lauryl sulfat (SLS) menjadi pemicu, maka
instruksikan pada pasien untuk menghindari penggunaan pasta gigi yang
mengandung SLS. Pasien dianjurkan untuk mengatur pola makan agar terhindar
dari defisiensi zat besi dan vitamin.4
Pada pasien yang mengalami SAR minor biasanya tidak dibutuhkan
perawatan selain penggunaan obat kumur, seperti sodium bikarbonat dan air
hangat yang dikumur dalam mulut.1 Untuk menghilangkan nyeri dan durasi dan
ulser dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan rongga mulut, menggunakan
obat kumur klorheksidin atau triklosan.4 Pada pasien yang lebih parah dapat
diberikan steroid sistemik, seperti prednisone dengan dosis 20 sampai 40 mg
perhari selama 1 minggu dan diikuti dengan setengah dan dosis awal pada minggu
selanjutnya.1 Lesi yang lebih besar dapat diobati dengan menempatkan kasa yang
berisi steroid topikal pada ulser dan membiarkannya selama 15-30 menit untuk
kontak yang lebih lama dengan obat.2
Pada pasien dengan SAR mayor atau kasus yang parah dari SAR minor
multipel tidak responsif terhadap terapi topikal, maka gunakan terapi sistemik.
Obat-obat yang telah dilaporkan dapat mengurangi jumlah ulser pada kasus
tertentu SAR mayor meliputi colchicine, pentoxifylline, dapsone, dan
thalidomide.3 Antibiotik juga memberikan hasil yang baik pada perawatan SAR.
Antibiotik yang biasa digunakan adalah tetrasiklin kapsul 250 mg dilarutkan
dalam 30 ml air hangat dan dikumur selama beberapa menit. 1 Penggunaan ini
diulang hingga 4 kali sehari selama 4 hari.1 Hasil terbaik didapatkan jika obat
kumur digunakan pada han pertama ulser muncul atau ketika dalam tahap
prodromal.1 Tetrasiklin memiliki efek antibakteri dalam menjaga kebersihan
15
rongga mulut, kecepatan tetrasiklin dalam menyembuhkan ulser melalui inhibisi
lokal dan matriks metalloproteinase (MMPs).1
SAR minor difus dan herpetiform berespons baik dengan pemberian
dexamethasone eliksir yang digunakan secara berkumur dan diludah. Pasien
dengan ulserasi terlokalisir dapat disembuhkan dengan betamethasone
dipropionate gel 0.05% atau flucinonide gel 0.05%. Lesi individual dapat

Universitas Syiah Kuala


diberikan triamcinolone acetonide atau clobetasol propionate gel 0.05% atau
clobetasol propionate ointment 0.05%.3

2.2.2. Behcet’s Syndrome


a. Definisi
Behcet’s syndrome pertama kali dikenalkan oleh dermatologis Hulusi
Behcet yang berasal dari Turki sebagai triad symptoms yaitu ulser oral rekuren,
ulser genital rekuren, dan keterlibatan mata.3 Behcet’s syndrome merupakan
penyakit inflamasi multisistem yang jarang terjadi (gastrointestinal,
kardiovaskular, ocular, CNS, sendi, paru-paru, kulit) yang mana SAR merupakan
tanda yang selalu ada. Meskipun manifestasi oral relatif kecil, keterlibatan area
lain khususnya mata dan CNS dapat menjadi hal yang serius.6

b. Etiologi
Penyebab kondisi ini awalnya tidak diketahui, meskipun mekanisme
penyakit ini merupakan disfungsi imun berupa gambaran vaskulitis. Sindrom
Behcet mengalami faktor predisposisi genetik, khususnya frekuensi adanya
antigen human leukosit HIA-B51. Beberapa faktor lain juga diduga adanya
keterlibatan virus.6 Behcet’s syndrome merupakan vaskulitis sistemik yang
dikarakteristikkan dengan hiperaktivitas neutofil dengan peningkatan kemotaksis
dan sitokin inflamatori IL-8 dan IL-17, dengan TNF-α memainkan peran besar.3

c. Gambaran Klinis
Lesi Behcet’s syndrome biasanya mengenai rongga mulut (insidensi
100%), genital (62% kasus), dan mata dengan insiden tertinggi terdapat pada
dewasa muda antara 25-40 tahun.3 Regio lain atau sistem organ lainnya jarang
terlibat. Arthritis rekuren pada lengan, kaki, dan lutut dapat saling berhubungan.
Manifestasi pada kardiovaskular merupakan hasil dari vaskulitis dan thrombosis.
Lesi pada kulit meliputi papula eritematous, vesikel, pustula, pyoderma,
folliculitis, dan lesi mirip eritema nodosum. Manifestasi oral tampak adanya ulser
yang menyerupai SAR. Ulser biasanya seperti bentuk SAR minor. Perubahan
ocular ditemukan pada sebagian pasien dengan sindrom Behcet. Uveitis,
konjungtivitis, dan retinitis terjadi pada proses inflamasi yang lebih sering terjadi.

Universitas Syiah Kuala


Lesi genital berupa lesi ulser dan menyebabkan sakit dan
ketidaknyamanan. Nyeri pada ulser dapat terjadi di sekeliling anus. Inflamasi usus
dan gangguan neurologis juga terjadi pada beberapa pasien.6 Keterlibatan mata
dijumpai pada 70-85% kasus dan paling sering terjadi pada pria. Temuan yang
paling sering terlihat adalah uveitis posterior, konjungtivitis, ulserasi kornea,
papilledema, dan arteritis. Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) jarang terjadi,
namun jika terjadi berhubungan dengan prognosis buruk. Pasien dengan
keterlibatan SSP menunjukkan beberapa perubahan seperti mengalami paralisis
dan demensia parah.1

Gambar 2.3. Ulser oral dan Behcet’s syndrome konjungtivitis.2

d. Gambaran Histopatologis
Limfosit T lebih menonjol pada lesi ulser sindrom Behcet. Namun,
infiltrasi neutrophil tampak di dalam dinding pembuluh darah (vaskulitis).
Dukungan imunopatologis juga berperan mendukung target vaskular pada kondisi
ini yang berasal dari immunoglobulin dan komplemen pada dinding pembuluh
darah.6

e. Perawatan
Tidak ada standar terapi sindrom Behcet.6 Ulserasi oral dan genital
biasanya responsif terhadap kortikosteroid topikal poten atau intralesional atau
tacrolimus topikal. Pada kasus yang parah, terapi tersebut dikombinasikan dengan
colchicine atau dapsone. Pasien yang tidak responsif terhadap perawatan awal
sering memberikan hasil yang baik terhadap pemberian thalidomide, methotrexate
dosis rendah, kortikosteroid sistemik, atau infliximab (antibodi anti TNF-α).1
Pasien dengan keterlibatan mata atau sistem saraf pusat membutuhkan terapi yang

Universitas Syiah Kuala


lebih agresif, seperti kombinasi agen immunosupresif dan immunomodulator
sistemik (contoh: kortikosteroid, siklosporin, azathioprine, interferon α2a,
siklofosfamid).3 Prognosis baik jika tidak ada penyakit sistem saraf pusat atau
komplikasi vaskular yang signifikan.1

2.2.3. Lesi Sekunder Herpes


a. Definisi
Infeksi Herpes Simplex Virus (HSV) merupakan suatu kondisi adanya
erupsi vesikel pada kulit dan mukosa. Infeksi ini terjadi dalam dua bentuk, yaitu
primer (sistemik) dan sekunder (lokal). Recurrent intra oral herpes merupakan
infeksi sekunder akibat rekurensi virus HSV1 yang tetap mengalami fase laten
pada ganglion saraf.6

b. Etiologi
Setelah infeksi primer, HSV-1 akan mengalami fase laten pada trigeminal
ganglion. Selama fase laten tersebut, tidak ada produksi virus serta tidak ada
MHC, antigen, serta tidak ada respon sel T. Virus dapat mengalami reaktivasi dan
dilepaskan ke saliva. Reaktivasi virus dapat menuju area lain dari nervus
trigeminus ke permukaan epitel kemudian mengalami replikasi dan terjadinya
erupsi vesikoulseratif. Lesi biasanya terbatas pada bibir atau ulserasi intraoral
karena sistem imun telah tersensitasi terhadap antigen HSV serta tidak adanya
gejala sistemik.3 Pemicunya antara lain cahaya matahari, stress, dan
imunosupresi.6

c. Gambaran Klinis
18
Kebanyakan lesi herpes sekunder terdapat pada vermillion border dan kulit
sekitarnya yang disebut herpes labialis. Lesi diawali oleh adanya rasa sakit,
terbakar, gatal atau geli dan dimulai dengan tipe lesi makula yang menjadi papula
serta vesikel dalam 48 jam. Selanjutnya akan menjadi pustular dan scab selama 72
hingga 96 jam. Lesi tersebut dapat sembuh tanpa scar.3
Lesi recurrent intra oral herpes biasanya terdapat pada palatum keras dan
gingiva. Lesi dimulai dengan pembentukan vesikel berukuran 1 hingga 3 mm

Universitas Syiah Kuala


yang dapat ruptur menyebabkan terbentuknya sekelompok daerah erythematous
yang menyebar dengan area sentral berwarna kekuningan pada ulserasi yang dapat
sembuh pada 7 hingga 10 hari.1,3

d. Perawatan
Perawatan untuk herpes labialis adalah pemberian acyclovir ointment in
polyethilene glycol yang merupakan formulasi inisial untuk terapi topikal. Pada
pasien immunocompromised dapat diberikan penciclovir cream. Selain itu, dapat
pula diberikan Acyclovir tabler 400 mg 5 kali sehari selama 5 hari. Perawatan
untuk recurrent intraoral herpes antara lain pemberian obat kumur klorheksidin
dengan atau tanpa acyclovir.1

Universitas Syiah Kuala


BAB 3
PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesa diketahui, pasien datang dengan keluhan adanya


sariawan pada bibir bawah bagian dalam sebelah kiri yang muncul sejak 4 hari
yang lalu. Sariawan tersebut berjumlah 2, berukuran kecil, dan terasa sakit. Pasien
mengaku sariawan muncul setelah tergigit dengan kuat saat makan. Pasien tidak
mengalami demam saat sariawan muncul dan sariawan tersebut tidak terdapat
pada bagian tubuh lain. Pasien sedang tidak banyak pikiran dan mengalami
menstruasi. Berdasarkan literatur, tampilan klinis dari traumatik ulser akut
menunjukkan ulser reaktif akut pada membran mukosa menunjukkan tanda dan
gejala klinis dan inflamasi akut, seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan.
Ulser yang terjadi pada mukosa dapat disebabkan oleh trauma mekanik/fisik,
iatrogenik, kimia dan termal.4
Pada pemeriksaan ekstraoral tidak ditemukan adanya kelainan. Pada
pemeriksaan intra oral menunjukkan adanya ulser berbentuk oval, berjumlah 2
dengan ukuran 5x2 mm dan 5x1 mm, berwarna putih kemerahan, berbatas jelas
di mukosa labial. Berdasarkan literatur, ulser ditutupi oleh eksudat fibrin berwarna
kuning-putih dan dikelilingi oleh halo eritema. 1 Penyebab yang paling sering
adalah trauma mekanik, seperti komponen makanan yang tajam, tergigit tiba-tiba
selama pengunyahan, berbicara atau saat tidur dan terkena sikat gigi. 3 Selain itu
dapat pula terjadi akibat dan trauma secara tiba-tiba dan umumnya muncul pada
regio yang berada diantara atau di dekat gigi, seperti bibir bawah, lidah dan
mukosa bukal. Ulser ini dapat juga disebabkan dari trauma akibat instrumen saat
perawatan dental, termal, elektrik atau kimia.1
Dari pemeriksaan klinis dan riwayat pasien, lesi pada mukosa labial kiri
didiagnosis sebagai traumatic ulcer akut e.c. tergigit saat makan. Traumatik ulser
merupakan merupakan jenis lesi yang paling sering ditemukan di rongga mulut.
Berdasarkan literatur, traumatik ulser dibedakan menjadi 2, yaitu ulser akut dan
kronis. Ulser akut meliputi adanya rasa nyeri, kemerahan, bengkak dan ulser
ditutupi oleh eksudat fibrin putih kekuningan dan dikelilingi oleh halo eritema.
Sedangkan, ulser kronis dapat memberikan sedikit rasa nyeri atau tidak sama

19
Universitas Syiah Kuala
20

sekali. Ulser ini ditutupi oleh membran kuning dan dikelilingi oleh margin yang
meninggi yang menunjukkan hiperkeratosis.2
Pada kasus ini, pasien diberikan KIE bahwa sariawan muncul karena
tergigit saat makan dan tidak berbahaya. Pasien diberikan medikasi obat Kenalog
in Orabase yang digunakan 2 kali sehari dengan cara dibersihkan dulu sariawan
dengan kassa basah dan dikeringkan dengan kassa kering, kemudian dilanjutkan
dengan mengoleskan obat menggunakan cotton bud untuk mengurangi gejala dan
keluhan nyeri pada pasien. Pada kunjungan kedua terlihat lesi sudah berkurang
dan tidak meninggalkan scar.

Universitas Syiah Kuala


BAB 4
KESIMPULAN

Diagnosis pada kasus ini adalah Traumatic Ulser yang diakibatkan oleh
trauma mekanis yaitu tergigit kuat saat makan. Lesi muncul sebagai ulser
berbentuk oval berwarna putih kekuningan dan berbatas jelas di mukosa labial.
Pasien ini dirawat dengan kenalog in Orabase untuk mengurangi gejala dan
keluhan nyeri pada pasien. Pasien datang kembali untuk melakukan kontrol dan
terlihat lesi traumatik ulser healing pada mukosa labial.

21

Universitas Syiah Kuala


DAFTAR PUSTAKA

1. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and Maxillofacial
Pathology. 3rd Ed. St.Louis: Saunders Elsevier: 2009. p.170-4, 20-6, 287-9,
336-8.

2. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral Pathology Clinical Phatologic
Correlations. 6th Ed. St.Louis: Elsevier: 2012. p.1-6, 22-6, 42-43.

3. Glick M. Burket’s Oral Medicine. 12nd Ed. USA: People’s Medical


Publishing House: 2015. p.58-62, 73-7.

4. Cawson RA. Odell EW. Cawson’s Essentials of Oral Phatologic and Oral
Medicine, 8th ed. Churchill Livingstone Elsevier. 2008. p. 220.

5. Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus NL. Little and Falace’s Dental
Management of the Medically Compromised Patient. St.Louis: Elsevier.
2013. p. 176-7.

6. Scully C. Oral and Maxillofacial Medicine: the Basic of Diagnosis and


Treatment. 3rd ed. Churchill Livingstone Elsevier. 2013. p. 309-13.

22
Universitas Syiah Kuala

Anda mungkin juga menyukai