MAKALAH
LAPORAN STUDI KASUS MINOR
ILMU PENYAKIT MULUT
Disusun Oleh :
Yuyun Sya'adah
160110140052
Pembimbing :
drg. Erna Herawati, M.Kes
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ..................................................................................................... 2
2.1 Status Klinik Ipm ...................................................................................................... 2
2.1.1. Status Umum Pasien .........................................................................................2
2.1.2. Anamnesa ..........................................................................................................3
2.1.3. Riwayat Penyakit Sistemik ...............................................................................3
2.1.4. Riwayat Penyakit Terdahulu .............................................................................4
2.1.5. Kondisi Umum ..................................................................................................4
2.1.6. Pemeriksaan Ekstra Oral ...................................................................................4
2.1.7. Pemeriksaan Intra Oral......................................................................................5
2.1.8. Status Gigi .........................................................................................................7
2.1.9. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................7
2.1.10. Diagnosa ...........................................................................................................7
2.1.11. Rencana Perawatan Dan Perawatan ..................................................................7
2.2 Status Kontrol 1 Minggu ........................................................................................... 8
2.2.1 Anamnesa ..........................................................................................................8
2.2.2 Pemeriksaan Ekstra Oral ...................................................................................8
2.2.3 Pemeriksaan Intra Oral......................................................................................9
2.2.4 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................10
2.2.5 Diagnosa .........................................................................................................10
2.2.6 Rencana Perawatan Dan Perawatan ................................................................10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 10
3.1 Traumatik Ulser ...................................................................................................... 11
3.1.1 Definisi dan Tampilan Klinis ............................. Error! Bookmark not defined.
3.1.2 Etiologi ............................................................................................................14
3.1.4 Histopatologis .................................................................................................15
3.1.5 Diagnosa .........................................................................................................17
3.1.6 Diagnosa Banding ...........................................................................................17
3.1.7 Perawatan ........................................................................................................22
3.1.8 Chlorhexidine Gluconate 0,2% .......................................................................23
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................................... 25
BAB V SIMPULAN ............................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 30
BAB I
PENDAHULUAN
Lesi Ulseratif adalah lesi yang sering ditemukan pada mukosa oral. Tampilan
klinis yang terlihat adalah berupa ulser,yaitu hilangnya lapisan superfisial dari epitel
mukosa. Banyak penyakit ulser pada mulut mempunyai gambaran klinis yang hampir
sama sehingga anamnesa dan pemeriksaaan klinis yang cermat diperlukan untuk
menentukan diagnosa dan rencana perawatan yang tepat. Stomatitis aftosa rekuren
(SAR) atau lebih sering dikenal sebagai sariawan adalah salah satu lesi ulseratif yang
paling sering ditemukan dalam rongga mulut. Sesuai dengan namanya, ulserasi ini
sering terjadi secara berulang. Etiologi pasti dari SAR masih belum diketahui, namun
terdapat beberapa faktor predisposisi yang diduga dapat menjadi agen penyebab ulser
Pada tanggal 21 Januari 2019, Nn. U usia 22 tahun datang ke RSGM Unpad
dengan keluhan terdapat sariawan di gusi bagian dalam sebelah kanan bawah sejak
3 hari yang lalu. Menurut pasien sariawan muncul secara tiba tiba dan terasa sakit,
apalagi saat makan dan menyikat gigi. Sariawan belum pernah diobati.
Melalui anamnesa, pemeriksaan ekstra oral dan intra oral, didapatkan diagnosa
SAR. Pasien kemudian diedukasi mengenai kondisi mulut dan penyakitnya saat ini,
lalu pasien diinstruksikan untuk tetap menjaga kesehatan mulutnya, diberi resep obat
kumur chlorhexidine gluconate 0,2%, dan suplemen vitamin B12 serta diinstruksikan
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Usia : 22 Tahun
Golongan Darah :B
Agama : Islam
2
3
3
2.1.2. Anamnesa
terdapat sariawan di gusi bagian dalam sebelah kanan bawah sejak 3 hari yang lalu.
Menurut pasien sariawan muncul secara tiba tiba dan terasa sakit, apalagi saat makan
dan menyikat gigi. Sariawan belum pernah diobati. Sebelumnya pasien juga
mengalami sariawan 2 bulan lalu. Pasien mengaku akhir akhir ini kurang makan
sayur dan buah serta kurang minum air putih. Saat ini pasien sedang memiliki
banyak aktivitas yang membuat tertekan dan stress. Tidak ada demam dan gejala
yang menyertai. Pasien sedang tidak mengonsumsi obat apapun. Tidak ada riwayat
penyakit keluarga, tidak ada riwayat penyakit sistemik. Pasien tidak punya kebiasaan
Hipertensi : YA / TIDAK
Asma/Alergi : YA / TIDAK
Hamil : YA / TIDAK
Kontrasepsi : YA / TIDAK
Lain-lain : YA / TIDAK
Disangkal.
Suhu : Afebris
Pernafasan : 17 x / menit
Nadi : 68 x / menit
Kelenjar Limfe
tidak ikterik
Lain-lain :-
dengan diameter ± 3 mm
a) a)
b)
Frenulum : T.A.K
Lidah : T.A.K
Radiologi : TDL
Darah : TDL
Mikrobiologi : TDL
2.1.10. Diagnosa
Perawatan Farmakologis
R/Chlorhexidinedigluconate 0,2%
disp. Fl . No.I (150 ml)
s 2 dd 10 ml coll oris
2.2.1 Anamnesa
yang terdapat pada pipi bagian dalam sebelah kiri bawah. Sariawan tersebut sudah
tidak terlihat. Pasien menyatakan ia sering minum air putih, berkumur dengan obat
Kelenjar Limfe
Bibir : T.A.K
Lain-lain :-
Kebersihan Mulut
Lidah : TAK
Gambar 2. 2. Traumatic ulcer pada mukosa bukal kiri bawah yang sudah
sembuh.(Dokumentasi Pribadi)
Tidak dilakukan
2.2.5 Diagnosa
D/ : Post Traumatic ulcer a/r mandibulary buccal mucosa (a/r gigi 35)
TINJAUAN PUSTAKA
Ulser adalah lesi berbatas jelas dan sering kali cekung dengan defek epitel
(Greenberg and Glick, 2008). Ulser didefinisikan sebagai hilangnya epitelium. Ulser
merupakan lesi yang paling sering ditemui pada pasien (Regezi, et al., 2012). Ulser
traumatik adalah lesi yang paling sering ditemukan pada rongga mulut yang
disebabkan oleh trauma dan menyebabkan sakit saat makan, mengunyah, dan
traumatic ulcer adalah ulserasi yang disebabkan karena trauma. Traumatic ulcer
adalah lesi pada mulut yang biasa terjadi, merupakan penyebab dari sebagian besar
ulcer, dan lokasi yang paling umum terjadi pada bibir, pipi, dan lidah.
(Langlais, 2003)
11
12
single ulcer yang berkaitan erat dengan faktor penyebab. Traumatic ulcer memiliki
dasar yang kekuning-kuningan dan tepi berwarna merah, tidak ada indurasi.
Traumatic ulcer biasanya lunak ketika di palpasi dan dapat sembuh tanpa jaringan
parut antara 6-10 hari secara spontan atau setelah menghilangkan faktor penyebab.
(Langlais, 2003)
Traumatik ulser dapat terjadi secara akut dan kronis. Traumatik ulser akut
menujukkan tanda-tanda klinis dan gejala peradangan akut, termasuk berbagai tingkat
nyeri, kemerahan, dan pembengkakan. Ulser dilapisi oleh eksudat fibrin berwarna
putih-kuning dan dikelilingi oleh halo eritema. Traumatik ulser kronis dapat
menyebabkan sedikit atau tanpa rasa sakit. Ulser dilapisi oleh membran berwarna
Indurasi sering dikaitkan dengan lesi ini, disebabkan oleh pembentukan bekas luka
Ulser mukosa akibat perawatan kanker biasanya muncul sekitar 10 hari dari
inisiasi radiasi (20-30 Gy) dan/atau kemoterapi. Dengan radiasi, lesi biasanya
biasanya terlihat pada mukosa bergerak (mukosa buccal, bagian lateral dan ventral
3.1.1 Etiologi
Traumatik ulser dapat disebabkan oleh gigi yang patah atau tajam, tambalan
yang kurang baik, iritasi gigi tiruan, iritasi kawat orthodontik, dan adanya
kemungkinan luka yang diakibatkan oleh diri sendiri (tergigit ketika makan,
kebiasaan menggigit bibir). Ulcer ini dapat terjadi pada berbagai tingkatan usia dan
Traumatik ulser memiliki beberapa etiologi yaitu trauma mekanik, kimia, suhu,
elektris, iatrogenik, radiasi, dan lainnya. Trauma mekanik dapat disebabkan karena
bibir, pipi, dan lidah yang tergigit, gigi atau akar yang tajam, tepi restorasi atau
protesa yang tajam, trauma saat pemakaian alat orthodontic, iatrogenik, trauma saat
sikat gigi, serta ill-fitting denture. Bahan kimia dengan zat seperti perak nitrat, fenol,
TCA, formokresol, eugenol, minyak kayu putih, fosfor, dan asam asetilsalisilat dapat
Panas yang berlebihan dari minuman dan makanan dapat menyebabkan luka
bakar dan ulserasi mukosa. Pada kesempatan langka, penerapan dry-ice dan
instrumen panas juga dapat menyebabkan ulserasi pada mukosa rongga mulut.
Perawatan radiasi atau kemoterapi juga dapat menyebabkan ulser rongga mulut
(Ghom, 2014).
15
3.1.2 Patofisiologi
Pada awal lesi terdapat infiltrasi limfosit yang diikuti oleh kerusakan epitel
Perjalanan traumatic ulcer dimulai dari masa prodromal selama 1-2 hari,
berupa panas dan nyeri setempat. Kemudian mukosa berubah menjadi makula
berwarna merah, yang dalam waktu singkat bagian tengahnya berubah menjadi
jaringan nekrotik dengan epitel yang hilang sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulcer
akan ditutupi oleh eksudat fibrin kekuningan yang dapat bertahan selama 10-14 hari.
Bila dasar ulkus berubah warna menjadi merah muda tanpa eksudat fibrin,
membran fibrinopurulent yang terdiri dari sel inflammatory akut dengan fibrin.
Epitel squamosa bertingkat dari permukaan yang berdekatan dapat hyperplastik dan
menunjukkan daerah atypia squamous reaktif. Dasar ulcer terdiri dari proliferasi
jaringan granulasi dengan daerah edema dan infiltrasi sel inflamatory akut dan kronis
(Houston, 2009).
16
3.1.3 Histopatologis
fibrin yang mengandung neutrofil. Dasar ulser mengandung kapiler dan seiring
berjalannya waktu akan terdapat jaringan granulasi. Regenerasi epitel bermula pada
margin ulser dengan sel yang berproliferasi memindahkan jaringan granulasi ke dasar
Ulser traumatik kronis memiliki dasar jaringan granulasi, dengan bekas atau
scar ditemukan lebih dalam pada jaringan. Gabungan sel inflamasi menginfiltrasi
dapat terlihat. Regenerasi epitel dapat tidak terjadi karena trauma berkelanjutan atau
berhubungan dengan adhesi ekspresi molekul yang tidak baik dan/atau reseptor
matriks ekstraseluler yang tidak memadai untuk integrin keratinosit. Pada granuloma
traumatik, luka jaringan dan inflamasi meluas pada otot skeletal yang berdekatan.
Pada lokasi tersebut ditemukan ciri makrofag berinfiltrasi dengan eosinofil yang
granuloma khas yang biasanya terlihat pada proses infeksi, seperti tuberkulosis
Ulser kronis menunjukkan fibrin menutupi dasar jaringan granulasi (Regezi, et al.,
2012)
3.1.4 Diagnosa
pemeriksaan klinis, riwayat trauma, evaluasi gigi tiruan, dan evaluasi alat ortodontik
yang digunakan pasien (Sciubba et al, 2002). Diagnosa juga ditegakkan berdasarkan
rekurensi dan predileksi yang dihubungkan dengan sumber pencetus. Gejala klinis
seperti trauma dapat sembuh dalam beberapa hari. Apabila lesi ini tidak sembuh
18
dalam waktu 10-14 hari maka dilakukan biopsi untuk menegakan diagnosa apakah
ulcer kecil di dalam mulut, biasa terdapat pada mukosa bukal, mukosa labial atau di
lidah. Stomatitis aphtous ini disebut juga "cancer sores". Faktor yang menjadi
menstruasi, defisiensi nutrisi, stress, alergi makanan dan AIDS. Meskipun etiologinya
tidak diketahui, studi mencurigai adanya proses respon cell mediated imun yang
melibatkan aktivitas sitolitik diperantarai sel sebagai respon terhadap HLA atau
ulcer minor, mayor dan herpetiform. Ulcer minor adalah bentuk yang paling umum,
dan secara klinis memiliki gambaran kecil, nyeri, ulcer bulat dengan diameter 3-6
mm ditutupi dengan membran kuning keputihan dan dikelilingi halo eritem tipis. Lesi
dapat single atau multiple (2-6 buah), dan dapat sembuh tanpa scar/luka parut dalam
7-12 hari. Bentuk ulcer mayor dikarakteristikan sebagai ulcer dalam dengan nyeri, 1-
2 cm dalam diameter, berlangsung selama 3-6 minggu dan dapat menyebabkan scar.
19
Jumlah lesi bervariasi dari 1-5 buah. Bentuk ulcer herpetiform dikarakteristikan
sebagai ulcer kecil dan dangkal, nyeri, diameternya 1-2 mm, dengan kecenderungan
untuk bersatu menjadi ulcer irregular yang lebih besar, berlangsung selama 1-2
minggu, dan sembuh tanpa scar. Perawatan stomatitis apthous rekuren dengan
(Laskaris, 2006)
20
Faktor etiologi dari oral squamous cell carcinoma antara lain konsumsi
tembakau, alkohol, sinar matahari (kanker pada bibir), status nutrisi, infeksi Candida
albicans, infeksi human papilomavirus (HPV), dan defisiensi imun (Regezi, et al.,
2012).
Karsinoma pada bibir biasanya berupa lesi pada vermilion dan terlihat seperti
ulser kronis yang tidak bisa disembuhkan atau lesi exophytic yang pada suatu waktu
verrucuous. Invasi yang lebih dalam biasanya akan terjadi kemudian (Regezi, et al.,
2012).
terjadi invasi yang lebih dalam, pasien dapat mengeluhkan sakit atau dysphagia.
Seperti kanker oral lainnya, lesi dapat berupa ulser yang indurasi dan tidak bisa
sembuh, lesi merah, lesi putih, maupun lesi merah dan putih. Neoplasma dapat suatu
2012).
Karsinoma dasar mulut merupakan jenis karsinoma kedua yang paling sering.
Lesi biasanya berupa ulser yang indurasi, tidak bisa sembuh, dan tidak sakit. Lesi
dapat berupa bercak merah atau keputihan. Lesi dapat meluas menginfiltrasi jaringan
21
lunak dasar mulut dan mengurangi mobilitas lidah. Metastasis ke nodus limfa
submandibular jarang ditemui pada lesi dasar mulut (Regezi, et al., 2012).
Karsinoma pada mukosa buccal dan gingiva dapat berupa bercak putih, ulser
yang tidak bisa sembuh, maupun lesi exophytic. Lesi ini tumbuh secara lambat dan
palatum keras. Karsinoma palatum biasanya berupa plak putih atau merah yang
asimptomatik atau ulser dan massa keratotis. Metastasis dapat terjadi pada nodus
Diagnosis dilakukan dengan biopsi jika terdapat lesi ulser, benjolan, bercak
merah atau putih yang tidak kunjung sembuh selama lebih dari 3 minggu. Perawatan
squamous cell carcinoma dapat dilakukan dengan operasi dan/atau radioterapi untuk
Oral squamous cell carcinoma pada lateral lidah (Regezi, et al., 2012).
22
3.1.6 Perawatan
ukuran, durasi dan lokasi. Ulserasi akibat trauma mekanis atau termal dari makanan
(biasanya penisilin) diberikan untuk mencegah adanya infeksi sekunder jika lesi yang
terjadi parah dan dalam. Kebanyakan ulser traumatik sembuh tanpa memerlukan
Selain itu, ulser yang tidak kunjung hilang dapat diberikan triamcinolone acetonide
dalam bentuk emollient sebelum tidur dan setelah makan. Chlorhexidine gluconate
(0,2%) sebagai obat kumur juga dapat diberikan (Ghom, 2014). Biopsi sebaiknya
dilakukan bila ulser tidak sembuh dalam waktu 2 minggu (Regezi, et al., 2012).
. Jika lesi tetap ada selama lebih dari 10-14 hari setelah menghilangkan faktor
antiseptik yang cukup kuat. Chlorhexidine merupakan salah satu pilihan obat
antiseptik yang dapat digunakan untuk perawatan gingivitis, lesi intra oral, serta
Chlorhexidine memiliki 2 muatan positif pada kedua ujungnya sehingga akan sangat
aktif melawan bakteri Gram (+) dan Gram (-). Ia akan berikatan dengan permukan sel
mikroba, mungkin dengan grup phospate pada gram positif dan grup
Menghalangi grup acidic pada glikoprotein saliva, mengurangi absorpsi protein pada
permukaan gigi. Pada konsentrasi yang tinggi chlorhexidine akan menembus dinding
digunakan dan aktif melawan bakteri terutama bakteri batang gram negatif,
24
antikaries dan antifungal. Obat ini memiliki substantivitas yang baik (kemampuan
untuk mengikat dengan jaringan keras dan lunak dan dilepaskan dalam waktu lama),
namun mengikat tanin sehingga dapat menyebabkan staining pada gigi jika pasien
mengonsumsi kopi, teh, atau anggur merah. Obat ini memiliki efek samping namun
deskuamasi mukosa, hipersensitivitas, dan sakit atau bengkak kelenjar saliva (Scully,
2008).
antiseptic untuk gingivitis, lesi intra oral, denture stomatitis, acute aphtous ulcer
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien laki-laki berusia 25 tahun datang ke RSGM Unpad dan
sejak 4 hari yang lalu. Terasa sakit bila makan makanan pedas dan panas. Rasa sakit
berkurang bila minum dingin. Pasien tidak menyebutkan adanya sariawan yang
berulang dan tidak ada riwayat keturunan dari keluarga yang mengalami sariawan
yang berulang.
intra oral ditemukan lesi berbentuk irreguler berwarna putih dikelilingi eritema
berjumlah 1 berdasar cekung ± 1-2 mm di mukosa bukal yang sejajar dengan gigi 35.
Tampilan klinis tersebut sesuai dengan karakteristik tampilan klinis ulser traumatik
yaitu berupa ulser tunggal berbentuk irreguler yang tertutup eksudat fibrin putih
kekuningan dan dikelilingi etythematous halo (Regezi, et al., 2012; Laskaris, 2006).
Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan karena lesi pasien telah hilang setelah
sekitar 11 hari sejak munculnya lesi. Hal tersebut berkaitan dengan anjuran untuk
biopsi yang dilakukan jika lesi tidak kunjung hilang dalam 2 minggu (Regezi, et al.,
2012).
(RAS) dan Oral Squamous Cell Carcinoma (OSCC). Jika dibandingkan dengan RAS,
25
26
66
6
ulser traumatik memiliki tanda klinis yang mirip. Keduanya berupa lesi yang
dikelilingi eritema. Perbedaannya, tampilan klinis RAS berupa lesi bulat, simetris,
dan dangkal seperti ulser yang disebabkan virus, namun tidak ada jaringan yang
berasal dari vesikel yang ruptur. Selain itu, gejala awal timbulnya RAS ditemukan
rasa terbakar dan menyengat pada penderitanya sebelum ulser muncul (Greenberg
and Glick, 2008). Lesi RAS major juga meninggalkan bekas sementara ulser
traumatik tidak (Longman and Field, 2003). Perbedaan lainnya dapat diketahui
mikroba, dan faktor sistemik. RAS juga terjadi secara rekuren sementara ulser
tampilannya yang berupa ulser. Ulser yang tidak kunjung hilang lebih dari 3 minggu
perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut karena dicurigai dapat merupakan OSCC
(Scully, 2008). Lesi awalnya berupa area asimptomatik dengan perubahan superfisial
berupa warna dan tekstur seperti merah, merah keputihan, atau lesi putih, area
indurasi atau ulserasi, atau menyerupai kandidiasis atau lichen planus. Tampilan
klinis OSCC pada bibir berupa penebalan, indurasi, crusting atau ulserasi, biasanya
pada garis vermilion bibir bawah. Lokasi kanker mulut dapat terjadi pada dasar
mulut, border ventral dan lateral lidah, trigonus retromolar, dan palatum lunak atau
tonsil sementara ulser traumatik biasanya terdapat pada bagian lateral lidah, mukosa
26
27
buccal, bibir, dan groove labioalveolar dan buccalveolar. (Scully, et al., 2006)
Ulser yang dialami oleh pasien disebabkan karena tergigit ketika makan. Hal
tersebut sesuai dengan salah satu etiologi ulser traumatik yaitu akibat trauma fisik.
Ulser traumatik disebabkan oleh trauma fisik /mekanis, thermal, atau kimiawi pada
Perawatan yang diberikan pada pasien ini berupa farmakologis dan non-
untuk mencegah infeksi sekunder, yaitu mencegah ulser traumatik semakin parah akibat
ujungnya sehingga akan sangat aktif melawan bakteri Gram (+) dan Gram (-). Ia akan
berikatan dengan permukan sel mikroba, mungkin dengan grup phospate pada gram
positif dan grup lipopolisakarida pada gram negative. Saat Bis biguanida
mengkonsumsi air mineral sebanyak 2 liter per hari dan perbanyak konsumsi
makanan yang mengandung vitamin B12, zat besi, dan asam folat. Defisiensi asam
folat, zat besi dan vitamin B12 berperan dalam perkembangan lesi ulserasi pada
37,8% populasi (Wahyuni, et al., 2010). Zat besi, asam folat, dan vitamin B12 sangat
28
penting untuk proses pembentukan sel darah merah, diferensiasi dan pertumbuhan sel
epitel. Sel darah merah dalam sirkulasi darah tubuh, mengangkut oksigen ke jaringan
enzim pada mitokondria dalam sel menurun karena terganggunya transpor oksigen
Akibatnya, mukosa mulut akan menjadi lebih tipis dan lebih mudah mengalami
ulserasi (Apriasari dan Tuti, 2010). Sumber vitamin B12 terdapat pada produk
hewani yaitu daging, ikan, daging unggas, kerang, telur, keju, dan susu. Sumber asam
folat terdapat dalam sayuran berdaun hijau, liver, produk biji-bijian dan kacang-
kacangan, dan susu (Bhatia, et al., 2014). Sumber makanan zat besi seperti daging
merah, kuning telur, sayuran hijau gelap, buah-buahan kering, hati, kacang-kacangan
Pasien datang untuk kontrol pada hari ke-12. Hasil pemeriksaan menunjukkan
traumatik ulser telah sembuh tanpa meninggalkan bekas. Lakaris (2006), traumatik
ulser akan sembuh dalam waktu 6-10 hari tanpa meninggalkan jaringan parut. Pada
saat kontrol, pasien mengaku sudah tidak merasakan sakit dan secara klinis sudah
tidak terdapat lesi pada lokasi tersebut. Pasien mengaku sudah berkumur dengan obat
kumur yang diresepkan sesuai anjuran. Pasien mengatakan rasa sakit hilang pada hari
ke-2 setelah penggunaan obat. Ulser sembuh pada hari ke-10 sejak pertama kali
muncul. Kemudian pasien diberikan Oral Hygiene Instruction kembali agar dapat
SIMPULAN
traumatik pada mukosa bukal dengan gambaran klinis berupa lesi berbentuk irreguler
berwarna putih dikelilingi eritema berjumlah 1 berdasar cekung ± 1-2 mm. Ulser
traumatik yang dialami pasien disebabkan trauma fisik, yaitu akibat tergigit saat
makan.
chlorhexidine gluconate 0,2% sesuai dengan aturan pakai. Pada pendekatan non
zat besi, dan asam folat, dan konsumsi air mineral sebanyak 2 liter per hari.
29
DAFTAR PUSTAKA
Apriasari, M. L. dan H. Tuti. 2010. Stomatitis aftosa rekuren oleh karena anemia.
Dentofasial. 9(1): 39-46.
Bhatia, G.; S. Gupta; A. Arora; S. Saxena; et al. 2014. Nutrition in oral health and
disease. Journal of Advanced Medical and Dental Sciences Research.
2(2):74-85.
Ghom, Anil Govindrao. 2014. Textbook of Oral Medicine 3rd Edition. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd.
Langlais and Miller. 2003. Color Atlas of Common Oral Disease. Philadelphia:
Lippincot William & Wilkins.
Laskaris, G. 2006. Pocket Atlas of Oral Disease 2ndedition. Newyork : Thieme.
30
Sajjan, P.; Laxminarayan, N.; Kar, P.; and Sajjanar, M. 2016. Chlorhexidine as an
Antimicrobial Agent in Dentistry – A Review. OHDM. 15: 93-100.
Scully, C. 2008. Oral and Maxillofacial Medicine: The Basis of Diagnosis and
Treatment. Philadelphia: Churchill Livingston Elsevier.
Scully, C. 2013. Oral and Maxillofacial Medicine: The Basis of Diagnosis and
Treatment. Churchill Livingstone Elsevier.
Scully, C.; S. Gandolfo; and M. Carrozzo. 2006. Oral Medicine. Philadelphia:
Churchill Livingston Elsevier.
Sella, S. dan Rizal, M. F. 2011. Treatment of lingual traumatic ulcer accompanied
with fungal infections. Majalah Kedokteran Gigi. 44(3): 132-136.
Wahyuni, I. S.; F. Fatriadi; D. Prisinda; F. M. Putri; et al. 2017. Pengalaman
karies, kadar haemoglobin, berat badan dan tinggi badan pada anak dengan
lesi mukosa oral. ODONTO Dental Journal. 4(2): 79-84.
Yagiela, J. A., Dowd, F. J., Johnson, B. S., Mariotti, A. J., & Neidle, E. A. 2011.
Pharmacology and Therapeutics for Dentistry (6th ed.). Missouri: Mosby
Elsevier.
31