Anda di halaman 1dari 35

STOMATITIS AFTOSA REKUREN

MAKALAH
LAPORAN STUDI KASUS MINOR
ILMU PENYAKIT MULUT

Disusun Oleh :
Yuyun Sya'adah
160110140052

Pembimbing :
drg. Erna Herawati, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2019
ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ..................................................................................................... 2
2.1 Status Klinik Ipm ...................................................................................................... 2
2.1.1. Status Umum Pasien .........................................................................................2
2.1.2. Anamnesa ..........................................................................................................3
2.1.3. Riwayat Penyakit Sistemik ...............................................................................3
2.1.4. Riwayat Penyakit Terdahulu .............................................................................4
2.1.5. Kondisi Umum ..................................................................................................4
2.1.6. Pemeriksaan Ekstra Oral ...................................................................................4
2.1.7. Pemeriksaan Intra Oral......................................................................................5
2.1.8. Status Gigi .........................................................................................................7
2.1.9. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................7
2.1.10. Diagnosa ...........................................................................................................7
2.1.11. Rencana Perawatan Dan Perawatan ..................................................................7
2.2 Status Kontrol 1 Minggu ........................................................................................... 8
2.2.1 Anamnesa ..........................................................................................................8
2.2.2 Pemeriksaan Ekstra Oral ...................................................................................8
2.2.3 Pemeriksaan Intra Oral......................................................................................9
2.2.4 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................10
2.2.5 Diagnosa .........................................................................................................10
2.2.6 Rencana Perawatan Dan Perawatan ................................................................10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 10
3.1 Traumatik Ulser ...................................................................................................... 11
3.1.1 Definisi dan Tampilan Klinis ............................. Error! Bookmark not defined.
3.1.2 Etiologi ............................................................................................................14
3.1.4 Histopatologis .................................................................................................15
3.1.5 Diagnosa .........................................................................................................17
3.1.6 Diagnosa Banding ...........................................................................................17
3.1.7 Perawatan ........................................................................................................22
3.1.8 Chlorhexidine Gluconate 0,2% .......................................................................23
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................................... 25
BAB V SIMPULAN ............................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 30
BAB I

PENDAHULUAN

Lesi Ulseratif adalah lesi yang sering ditemukan pada mukosa oral. Tampilan

klinis yang terlihat adalah berupa ulser,yaitu hilangnya lapisan superfisial dari epitel

mukosa. Banyak penyakit ulser pada mulut mempunyai gambaran klinis yang hampir

sama sehingga anamnesa dan pemeriksaaan klinis yang cermat diperlukan untuk

menentukan diagnosa dan rencana perawatan yang tepat. Stomatitis aftosa rekuren

(SAR) atau lebih sering dikenal sebagai sariawan adalah salah satu lesi ulseratif yang

paling sering ditemukan dalam rongga mulut. Sesuai dengan namanya, ulserasi ini

sering terjadi secara berulang. Etiologi pasti dari SAR masih belum diketahui, namun

terdapat beberapa faktor predisposisi yang diduga dapat menjadi agen penyebab ulser

ini seperti genetik, stress,hormonal ataupun defisiensi nutrisi.

Pada tanggal 21 Januari 2019, Nn. U usia 22 tahun datang ke RSGM Unpad

dengan keluhan terdapat sariawan di gusi bagian dalam sebelah kanan bawah sejak

3 hari yang lalu. Menurut pasien sariawan muncul secara tiba tiba dan terasa sakit,

apalagi saat makan dan menyikat gigi. Sariawan belum pernah diobati.

Melalui anamnesa, pemeriksaan ekstra oral dan intra oral, didapatkan diagnosa

SAR. Pasien kemudian diedukasi mengenai kondisi mulut dan penyakitnya saat ini,

lalu pasien diinstruksikan untuk tetap menjaga kesehatan mulutnya, diberi resep obat

kumur chlorhexidine gluconate 0,2%, dan suplemen vitamin B12 serta diinstruksikan

untuk menambah asupan sayur dan buah yang mengandung vitamin.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Status Klinik Ipm

2.1.1. Status Umum Pasien

Tanggal Pemeriksaan : 2 Januari 2019

Nomor Rekam Medik : 2018-006454

Nama Pasien : Nn. U.

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 11 Januari 1996

Usia : 22 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswa Profesi

Alamat Rumah : Jl. Sekeloa Utara I no.5

Golongan Darah :B

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

2
3
3

2.1.2. Anamnesa

Seorang pasien perempuan 22 tahun datang ke RSGM Unpad dengan keluhan

terdapat sariawan di gusi bagian dalam sebelah kanan bawah sejak 3 hari yang lalu.

Menurut pasien sariawan muncul secara tiba tiba dan terasa sakit, apalagi saat makan

dan menyikat gigi. Sariawan belum pernah diobati. Sebelumnya pasien juga

mengalami sariawan 2 bulan lalu. Pasien mengaku akhir akhir ini kurang makan

sayur dan buah serta kurang minum air putih. Saat ini pasien sedang memiliki

banyak aktivitas yang membuat tertekan dan stress. Tidak ada demam dan gejala

yang menyertai. Pasien sedang tidak mengonsumsi obat apapun. Tidak ada riwayat

penyakit keluarga, tidak ada riwayat penyakit sistemik. Pasien tidak punya kebiasaan

buruk, pasien ingin sariawannya diobati.

2.1.3. Riwayat Penyakit Sistemik

Penyakit jantung : YA / TIDAK

Hipertensi : YA / TIDAK

Diabetes Melitus : YA / TIDAK

Asma/Alergi : YA / TIDAK

Penyakit Hepar : YA / TIDAK

Kelainan GIT : YA / TIDAK

Penyakit Ginjal : YA / TIDAK


4

Kelainan Darah : YA / TIDAK

Hamil : YA / TIDAK

Kontrasepsi : YA / TIDAK

Lain-lain : YA / TIDAK

2.1.4. Riwayat Penyakit Terdahulu

Disangkal.

2.1.5. Kondisi Umum

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Suhu : Afebris

Tensi : 120/70 mmHg

Pernafasan : 17 x / menit

Nadi : 68 x / menit

2.1.6. Pemeriksaan Ekstra Oral

Kelenjar Limfe

Submandibula Kiri : Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan : Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Submental Kiri : Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan : Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-


5

Servikal Kiri : Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan : Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Mata : Pupil isokhor, konjungtiva tidak anemis, sklera

tidak ikterik

TMJ : Clicking kanan dan kiri

Bibir : Normal, kompeten

Wajah : Simetri / Asimetri

Sirkum Oral : T.A.K

Lain-lain :-

2.1.7. Pemeriksaan Intra Oral

Diagnosa Kebersihan Mulut baik/sedang/buruk

Plak + / - Kalkulus + / - Stain + / -

Gingiva : Oedem di regio anterior rahang bawah, terdapat 1

buah ulcers berbentuk bulat berwarna putih

kekuningan dengan dasar datar dan kedalaman

dangkal dengan tepi irregular dan eritematous

dengan diameter ± 3 mm

Mukosa Bukal : T.A.K

Mukosa Labial : T.A.K


6

a) a)

b)

Gambar 2. 1. a) Gambaran letak 1 buah ulcers pada mukosa bukal bawah


kunjungan 1. b) 1 buah ulcer pada mukosa bukal bawah
sinistra (Dokumentasi Pribadi).

Palatum Durum : T.A.K

Palatum mole : T.A.K

Frenulum : T.A.K

Lidah : T.A.K

Dasar Mulut : T.A.K


7

2.1.8. Status Gigi

2.1.9. Pemeriksaan Penunjang

Radiologi : TDL

Darah : TDL

Patologi Anatomi : TDL

Mikrobiologi : TDL

2.1.10. Diagnosa

D/ : Traumatic ulcer a/r mandibulary buccal mucosa (a/r gigi 35)

e.c trauma mekanis (tergigit)

DD/ : Stomatitis Aphtous Recurrent Minor,

Oral Squamous Cell Carcinoma.

2.1.11. Rencana Perawatan Dan Perawatan

Perawatan Non Farmakologi

1. Pro OHI dan DHE


8

2. Pasien disarankan untuk banyak makan buah dan sayur.

3. Pro Kontrol 1 minggu

Perawatan Farmakologis

1. Pro pemberian resep obat

R/Chlorhexidinedigluconate 0,2%
disp. Fl . No.I (150 ml)
s 2 dd 10 ml coll oris

2.2 Status Kontrol 1 Minggu

2.2.1 Anamnesa

Pasien datang kembali ke RSGM Unpad untuk kontrol 1 minggu sariawannya

yang terdapat pada pipi bagian dalam sebelah kiri bawah. Sariawan tersebut sudah

tidak terlihat. Pasien menyatakan ia sering minum air putih, berkumur dengan obat

kumur 2x sehari serta rajin makan sayur dan buah-buahan.

2.2.2 Pemeriksaan Ekstra Oral

Kelenjar Limfe

Submandibula Kiri : Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan : Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Submental Kiri : Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan : Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-


9

Servikal Kiri : Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan : Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Bibir : T.A.K

Wajah : Simetri / Asimetri

Sirkum Oral : T.A.K

Lain-lain :-

2.2.3 Pemeriksaan Intra Oral

Kebersihan Mulut

Debris Indeks Kalkulus Indeks OHI-S


16 11 26 16 11 26
Baik/ sedang/
buruk
0 0 1 0 0 1
47 31 37 47 31 37
Stain +/-
0 0 0 3 0 1
DI = 1/6 CI = 5/6

OHI-S = DI + CI = 6/6 = 1 sedang

Gingiva : bentuk normal, warna pink kehitaman, konsistens kenyal

permukaan kesat stippling (+), interdental papilla normal

disemua regio, resesi di regio 33,43.

Mukosa Bukal : Sariawan sudah sembuh

Mukosa Labial : TAK


10

Palatum Durum : TAK

Palatum mole : TAK

Lidah : TAK

Dasar Mulut :TAK

Gambar 2. 2. Traumatic ulcer pada mukosa bukal kiri bawah yang sudah
sembuh.(Dokumentasi Pribadi)

2.2.4 Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan

2.2.5 Diagnosa

D/ : Post Traumatic ulcer a/r mandibulary buccal mucosa (a/r gigi 35)

e.c trauma mekanis (tergigit)

2.2.6 Rencana Perawatan Dan Perawatan

1. Pro OHI dan DHE


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Traumatik Ulser

Ulser adalah lesi berbatas jelas dan sering kali cekung dengan defek epitel

yang tertutup fibrin clot, menyebabkan tampilannya berwarna putih kekuningan

(Greenberg and Glick, 2008). Ulser didefinisikan sebagai hilangnya epitelium. Ulser

merupakan lesi yang paling sering ditemui pada pasien (Regezi, et al., 2012). Ulser

traumatik adalah lesi yang paling sering ditemukan pada rongga mulut yang

disebabkan oleh trauma dan menyebabkan sakit saat makan, mengunyah, dan

berbicara (Regezi, et al., 2017).. Menurut Mosby's Dental Dictionary (2008),

traumatic ulcer adalah ulserasi yang disebabkan karena trauma. Traumatic ulcer

adalah lesi pada mulut yang biasa terjadi, merupakan penyebab dari sebagian besar

ulcer, dan lokasi yang paling umum terjadi pada bibir, pipi, dan lidah.

(Langlais, 2003)

11
12

Traumatic ulcer ini secara klinis bermacam-macam, tapi biasanya merupakan

single ulcer yang berkaitan erat dengan faktor penyebab. Traumatic ulcer memiliki

dasar yang kekuning-kuningan dan tepi berwarna merah, tidak ada indurasi.

Traumatic ulcer biasanya lunak ketika di palpasi dan dapat sembuh tanpa jaringan

parut antara 6-10 hari secara spontan atau setelah menghilangkan faktor penyebab.

Iritasi kronis dapat menyebabkan hyperplasia dan hyperkeratosis (Laskaris, 2006).

(Langlais, 2003)

Traumatik ulser dapat terjadi secara akut dan kronis. Traumatik ulser akut

menujukkan tanda-tanda klinis dan gejala peradangan akut, termasuk berbagai tingkat

nyeri, kemerahan, dan pembengkakan. Ulser dilapisi oleh eksudat fibrin berwarna

putih-kuning dan dikelilingi oleh halo eritema. Traumatik ulser kronis dapat

menyebabkan sedikit atau tanpa rasa sakit. Ulser dilapisi oleh membran berwarna

kuning dan dikelilingi oleh peningkatan margin yang menunjukkan hiperkeratosis.

Indurasi sering dikaitkan dengan lesi ini, disebabkan oleh pembentukan bekas luka

dan infiltrasi sel inflamasi kronis (Regezi et al, 2012).


13

Ulser mukosa akibat perawatan kanker biasanya muncul sekitar 10 hari dari

inisiasi radiasi (20-30 Gy) dan/atau kemoterapi. Dengan radiasi, lesi biasanya

terdapat di tempat-tempat yang dilewati radiasi, namun dengan kemoterapi, lesi

biasanya terlihat pada mukosa bergerak (mukosa buccal, bagian lateral dan ventral

lidah, palatum lunak dan orofaring) (Regezi, et al., 2012).

Gambar Traumatik ulser akut (Regezi et al, 2012).

Gambar Traumatik ulser kronis (Regezi et al, 2012).


14

3.1.1 Etiologi

Traumatik ulser dapat disebabkan oleh gigi yang patah atau tajam, tambalan

yang kurang baik, iritasi gigi tiruan, iritasi kawat orthodontik, dan adanya

kemungkinan luka yang diakibatkan oleh diri sendiri (tergigit ketika makan,

kebiasaan menggigit bibir). Ulcer ini dapat terjadi pada berbagai tingkatan usia dan

jenis kelamin (Gandolfo, 2006).

Traumatik ulser memiliki beberapa etiologi yaitu trauma mekanik, kimia, suhu,

elektris, iatrogenik, radiasi, dan lainnya. Trauma mekanik dapat disebabkan karena

bibir, pipi, dan lidah yang tergigit, gigi atau akar yang tajam, tepi restorasi atau

protesa yang tajam, trauma saat pemakaian alat orthodontic, iatrogenik, trauma saat

sikat gigi, serta ill-fitting denture. Bahan kimia dengan zat seperti perak nitrat, fenol,

TCA, formokresol, eugenol, minyak kayu putih, fosfor, dan asam asetilsalisilat dapat

menyebabkan lesi ulserasi (Ghom, 2014).

Panas yang berlebihan dari minuman dan makanan dapat menyebabkan luka

bakar dan ulserasi mukosa. Pada kesempatan langka, penerapan dry-ice dan

instrumen panas juga dapat menyebabkan ulserasi pada mukosa rongga mulut.

Perawatan radiasi atau kemoterapi juga dapat menyebabkan ulser rongga mulut

(Ghom, 2014).
15

3.1.2 Patofisiologi

Pada awal lesi terdapat infiltrasi limfosit yang diikuti oleh kerusakan epitel

dan infiltrasi neutrofil ke dalam jaringan. Sel mononuclear juga mengelilingi

pembuluh darah (perivaskular), tetapi vasculitis tidak terlihat. Namun, secara

keseluruhan terlihat tidak spesifik.

Perjalanan traumatic ulcer dimulai dari masa prodromal selama 1-2 hari,

berupa panas dan nyeri setempat. Kemudian mukosa berubah menjadi makula

berwarna merah, yang dalam waktu singkat bagian tengahnya berubah menjadi

jaringan nekrotik dengan epitel yang hilang sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulcer

akan ditutupi oleh eksudat fibrin kekuningan yang dapat bertahan selama 10-14 hari.

Bila dasar ulkus berubah warna menjadi merah muda tanpa eksudat fibrin,

menandakan lesi sedang memasuki tahap penyembuhan.

Pada gambaran mikroskopik, daerah permukaan ulserasi ditutupi oleh

membran fibrinopurulent yang terdiri dari sel inflammatory akut dengan fibrin.

Epitel squamosa bertingkat dari permukaan yang berdekatan dapat hyperplastik dan

menunjukkan daerah atypia squamous reaktif. Dasar ulcer terdiri dari proliferasi

jaringan granulasi dengan daerah edema dan infiltrasi sel inflamatory akut dan kronis

(Houston, 2009).
16

3.1.3 Histopatologis

Ulser traumatik akut menunjukkan kehilangan epitelium yang digantikan oleh

fibrin yang mengandung neutrofil. Dasar ulser mengandung kapiler dan seiring

berjalannya waktu akan terdapat jaringan granulasi. Regenerasi epitel bermula pada

margin ulser dengan sel yang berproliferasi memindahkan jaringan granulasi ke dasar

dan di bawah fibrin clot (Regezi, et al., 2012).

Ulser traumatik kronis memiliki dasar jaringan granulasi, dengan bekas atau

scar ditemukan lebih dalam pada jaringan. Gabungan sel inflamasi menginfiltrasi

dapat terlihat. Regenerasi epitel dapat tidak terjadi karena trauma berkelanjutan atau

faktor jaringan lokal yang tidak mendukung. Faktor-faktor tersebut mungkin

berhubungan dengan adhesi ekspresi molekul yang tidak baik dan/atau reseptor

matriks ekstraseluler yang tidak memadai untuk integrin keratinosit. Pada granuloma

traumatik, luka jaringan dan inflamasi meluas pada otot skeletal yang berdekatan.

Pada lokasi tersebut ditemukan ciri makrofag berinfiltrasi dengan eosinofil yang

mungkin mendominasi gambaran histologis. Istilah granuloma digunakan untuk

merefleksi sejumlah besar makrofag yang mendominasi infiltrasi namun bukan

granuloma khas yang biasanya terlihat pada proses infeksi, seperti tuberkulosis

(Regezi, et al., 2012).


17

Granuloma traumatik atau ulser kronis (Regezi, et al., 2012)

Ulser kronis menunjukkan fibrin menutupi dasar jaringan granulasi (Regezi, et al.,
2012)

3.1.4 Diagnosa

Penegakan diagnosa untuk traumatik ulser dapat dilakukan melalui anamnesa,

pemeriksaan klinis, riwayat trauma, evaluasi gigi tiruan, dan evaluasi alat ortodontik

yang digunakan pasien (Sciubba et al, 2002). Diagnosa juga ditegakkan berdasarkan

rekurensi dan predileksi yang dihubungkan dengan sumber pencetus. Gejala klinis

seperti trauma dapat sembuh dalam beberapa hari. Apabila lesi ini tidak sembuh
18

dalam waktu 10-14 hari maka dilakukan biopsi untuk menegakan diagnosa apakah

ini merupakan suatu keganasan atau bukan.

3.1.5 Diagnosa Banding

3.1.5.1 Stomatitis Apthous Rekuren

Stomatitis apthous rekuren adalah penyakit yang menyebabkan timbulnya

ulcer kecil di dalam mulut, biasa terdapat pada mukosa bukal, mukosa labial atau di

lidah. Stomatitis aphtous ini disebut juga "cancer sores". Faktor yang menjadi

pemicu stomatitis apthous rekuren adalah trauma, genetik, gangguan endokrin,

menstruasi, defisiensi nutrisi, stress, alergi makanan dan AIDS. Meskipun etiologinya

tidak diketahui, studi mencurigai adanya proses respon cell mediated imun yang

melibatkan aktivitas sitolitik diperantarai sel sebagai respon terhadap HLA atau

antigen asing (Laskaris, 2006).

Stomatitis apthous rekuren dibagi dalam 3 jenis menurut ukurannya, yaitu

ulcer minor, mayor dan herpetiform. Ulcer minor adalah bentuk yang paling umum,

dan secara klinis memiliki gambaran kecil, nyeri, ulcer bulat dengan diameter 3-6

mm ditutupi dengan membran kuning keputihan dan dikelilingi halo eritem tipis. Lesi

dapat single atau multiple (2-6 buah), dan dapat sembuh tanpa scar/luka parut dalam

7-12 hari. Bentuk ulcer mayor dikarakteristikan sebagai ulcer dalam dengan nyeri, 1-

2 cm dalam diameter, berlangsung selama 3-6 minggu dan dapat menyebabkan scar.
19

Jumlah lesi bervariasi dari 1-5 buah. Bentuk ulcer herpetiform dikarakteristikan

sebagai ulcer kecil dan dangkal, nyeri, diameternya 1-2 mm, dengan kecenderungan

untuk bersatu menjadi ulcer irregular yang lebih besar, berlangsung selama 1-2

minggu, dan sembuh tanpa scar. Perawatan stomatitis apthous rekuren dengan

menggunakan topical steroids atau chlorhexidine 0,2% mouthwash (Laskaris, 2006).

Minor aphtous ulcer Mayor aphtous ulcer

Multiple herpetiform ulcer

(Laskaris, 2006)
20

3.1.5.2 Oral Squamous Cell Carcinoma

Faktor etiologi dari oral squamous cell carcinoma antara lain konsumsi

tembakau, alkohol, sinar matahari (kanker pada bibir), status nutrisi, infeksi Candida

albicans, infeksi human papilomavirus (HPV), dan defisiensi imun (Regezi, et al.,

2012).

Karsinoma pada bibir biasanya berupa lesi pada vermilion dan terlihat seperti

ulser kronis yang tidak bisa disembuhkan atau lesi exophytic yang pada suatu waktu

verrucuous. Invasi yang lebih dalam biasanya akan terjadi kemudian (Regezi, et al.,

2012).

Karsinoma pada lidah merupakan malignansi intraoral yang paling sering

ditemukan. Karsinoma lingual biasanya asimptomatik. Pada tahap selanjutnya, karena

terjadi invasi yang lebih dalam, pasien dapat mengeluhkan sakit atau dysphagia.

Seperti kanker oral lainnya, lesi dapat berupa ulser yang indurasi dan tidak bisa

sembuh, lesi merah, lesi putih, maupun lesi merah dan putih. Neoplasma dapat suatu

waktu memiliki pola pertumbuhan exophytic maupun endophytic. (Regezi, et al.,

2012).

Karsinoma dasar mulut merupakan jenis karsinoma kedua yang paling sering.

Lesi biasanya berupa ulser yang indurasi, tidak bisa sembuh, dan tidak sakit. Lesi

dapat berupa bercak merah atau keputihan. Lesi dapat meluas menginfiltrasi jaringan
21

lunak dasar mulut dan mengurangi mobilitas lidah. Metastasis ke nodus limfa

submandibular jarang ditemui pada lesi dasar mulut (Regezi, et al., 2012).

Karsinoma pada mukosa buccal dan gingiva dapat berupa bercak putih, ulser

yang tidak bisa sembuh, maupun lesi exophytic. Lesi ini tumbuh secara lambat dan

jarang bermetastasis (Regezi, et al., 2012).

Karsinoma pada palatum lunak lebih sering ditemukan dibandingkan pada

palatum keras. Karsinoma palatum biasanya berupa plak putih atau merah yang

asimptomatik atau ulser dan massa keratotis. Metastasis dapat terjadi pada nodus

servikal atau lesi yang lebih besar (Regezi, et al., 2012).

Diagnosis dilakukan dengan biopsi jika terdapat lesi ulser, benjolan, bercak

merah atau putih yang tidak kunjung sembuh selama lebih dari 3 minggu. Perawatan

squamous cell carcinoma dapat dilakukan dengan operasi dan/atau radioterapi untuk

mengontrol tumor primer dan metastasis (Scully, 2008).

Oral squamous cell carcinoma pada lateral lidah (Regezi, et al., 2012).
22

3.1.6 Perawatan

Menurut Houston (2009), perawatan lesi ulserasi bermacam-macam tergantung

ukuran, durasi dan lokasi. Ulserasi akibat trauma mekanis atau termal dari makanan

biasanya sembuh dalam 10-14 hari dengan menghilangkan penyebabnya.

Penatalaksanaan untuk ulserasi yang berhubungan dengan trauma kimiawi yaitu

dengan mencegah kontak dengan bahan kimia penyebabnya. Terapi antibiotik

(biasanya penisilin) diberikan untuk mencegah adanya infeksi sekunder jika lesi yang

terjadi parah dan dalam. Kebanyakan ulser traumatik sembuh tanpa memerlukan

terapi antibiotik. Terapi yang biasa diberikan yaitu:

1) Menghilangkan iritan atau penyebab

2) Menggunakan obat kumur sedatif

3) Mengkonsumsi makanan yang halus dan lunak

4) Aplikasi kortikosteroid topikal

5) Aplikasi anestesi topikal

Perawatan traumatik ulser dilakukan dengan menghilangkan faktor penyebab.

Selain itu, ulser yang tidak kunjung hilang dapat diberikan triamcinolone acetonide

dalam bentuk emollient sebelum tidur dan setelah makan. Chlorhexidine gluconate

(0,2%) sebagai obat kumur juga dapat diberikan (Ghom, 2014). Biopsi sebaiknya

dilakukan bila ulser tidak sembuh dalam waktu 2 minggu (Regezi, et al., 2012).

. Jika lesi tetap ada selama lebih dari 10-14 hari setelah menghilangkan faktor

etiologi, pasien sebaiknya dirujuk untuk meminta pendapat spesialist dan


23

kemungkinan biopsi untuk memastikan adanya keganasan rongga mulut atau

squamous cell carcinoma.

3.1.7 Chlorhexidine Gluconate 0,2%

Kloreksidin adalah antiseptik golongan bis- biguanid, mempunyai aktivitas

antiseptik yang cukup kuat. Chlorhexidine merupakan salah satu pilihan obat

antiseptik yang dapat digunakan untuk perawatan gingivitis, lesi intra oral, serta

untuk membantu dalam hygiene oral (Yagiela, et.al., 2011).

Aksi Antibaterial dari chlorhexidine berdasarkan pada meningkatnya

permeabilitas membran diikuti koagulasi dari sitolplasmic makromolekul.

Chlorhexidine memiliki 2 muatan positif pada kedua ujungnya sehingga akan sangat

aktif melawan bakteri Gram (+) dan Gram (-). Ia akan berikatan dengan permukan sel

mikroba, mungkin dengan grup phospate pada gram positif dan grup

lipopolisakaridan pada gram negative. Saat Bis biguanida Chlorhexidine berikatan

dengan organisme, sel membrannya akan menjadi permeable diikuti dengan

kerusakan membrane sitoplasmik (Yagiela, et.al., 2011).

Pada konsentrasi yang lemah akan menyebabkan unsur sitoplasmik rusak.

Menghalangi grup acidic pada glikoprotein saliva, mengurangi absorpsi protein pada

permukaan gigi. Pada konsentrasi yang tinggi chlorhexidine akan menembus dinding

sel dan menyebabkan presipitasi sitoplasma Yagiela, et.al., 2011).

Chlorhexidine gluconate merupakan agen antiplak yang paling banyak

digunakan dan aktif melawan bakteri terutama bakteri batang gram negatif,
24

membantu mengontrol plak dan penyakit periodontal dan memiliki aktivitas

antikaries dan antifungal. Obat ini memiliki substantivitas yang baik (kemampuan

untuk mengikat dengan jaringan keras dan lunak dan dilepaskan dalam waktu lama),

namun mengikat tanin sehingga dapat menyebabkan staining pada gigi jika pasien

mengonsumsi kopi, teh, atau anggur merah. Obat ini memiliki efek samping namun

jarang ditemukan antara lain memperbanyak enterobakteri pada pasien leukimia,

deskuamasi mukosa, hipersensitivitas, dan sakit atau bengkak kelenjar saliva (Scully,

2008).

Sediaan obat kumur Chlorhexidine Gluconate 0,2% diindikasikan sebagai

antiseptic untuk gingivitis, lesi intra oral, denture stomatitis, acute aphtous ulcer

(Yagiela, et.al., 2011).


BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien laki-laki berusia 25 tahun datang ke RSGM Unpad dan

didiagnosa mengalami traumatic ulcer. Berdasarkan anamnesis, sariawan muncul

sejak 4 hari yang lalu. Terasa sakit bila makan makanan pedas dan panas. Rasa sakit

berkurang bila minum dingin. Pasien tidak menyebutkan adanya sariawan yang

berulang dan tidak ada riwayat keturunan dari keluarga yang mengalami sariawan

yang berulang.

Pada pemeriksaan ekstra oral, tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan

intra oral ditemukan lesi berbentuk irreguler berwarna putih dikelilingi eritema

berjumlah 1 berdasar cekung ± 1-2 mm di mukosa bukal yang sejajar dengan gigi 35.

Tampilan klinis tersebut sesuai dengan karakteristik tampilan klinis ulser traumatik

yaitu berupa ulser tunggal berbentuk irreguler yang tertutup eksudat fibrin putih

kekuningan dan dikelilingi etythematous halo (Regezi, et al., 2012; Laskaris, 2006).

Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan karena lesi pasien telah hilang setelah

sekitar 11 hari sejak munculnya lesi. Hal tersebut berkaitan dengan anjuran untuk

biopsi yang dilakukan jika lesi tidak kunjung hilang dalam 2 minggu (Regezi, et al.,

2012).

Diagnosis banding ulser traumatik adalah Recurrent Aphthous Stomatitis

(RAS) dan Oral Squamous Cell Carcinoma (OSCC). Jika dibandingkan dengan RAS,

25
26
66
6

ulser traumatik memiliki tanda klinis yang mirip. Keduanya berupa lesi yang

dikelilingi eritema. Perbedaannya, tampilan klinis RAS berupa lesi bulat, simetris,

dan dangkal seperti ulser yang disebabkan virus, namun tidak ada jaringan yang

berasal dari vesikel yang ruptur. Selain itu, gejala awal timbulnya RAS ditemukan

rasa terbakar dan menyengat pada penderitanya sebelum ulser muncul (Greenberg

and Glick, 2008). Lesi RAS major juga meninggalkan bekas sementara ulser

traumatik tidak (Longman and Field, 2003). Perbedaan lainnya dapat diketahui

dengan mengetahui penyebabnya. Ulser traumatik disebabkan oleh trauma sedangkan

pada RAS disebabkan oleh kelainan imunologis, predisposisi genetik, organisme

mikroba, dan faktor sistemik. RAS juga terjadi secara rekuren sementara ulser

traumatik tidak (Ghom, 2014).

Gambaran klinis OSCC yang mirip dengan ulser traumatik adalah

tampilannya yang berupa ulser. Ulser yang tidak kunjung hilang lebih dari 3 minggu

perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut karena dicurigai dapat merupakan OSCC

(Scully, 2008). Lesi awalnya berupa area asimptomatik dengan perubahan superfisial

berupa warna dan tekstur seperti merah, merah keputihan, atau lesi putih, area

indurasi atau ulserasi, atau menyerupai kandidiasis atau lichen planus. Tampilan

klinis OSCC pada bibir berupa penebalan, indurasi, crusting atau ulserasi, biasanya

pada garis vermilion bibir bawah. Lokasi kanker mulut dapat terjadi pada dasar

mulut, border ventral dan lateral lidah, trigonus retromolar, dan palatum lunak atau

tonsil sementara ulser traumatik biasanya terdapat pada bagian lateral lidah, mukosa

26
27

buccal, bibir, dan groove labioalveolar dan buccalveolar. (Scully, et al., 2006)

Ulser yang dialami oleh pasien disebabkan karena tergigit ketika makan. Hal

tersebut sesuai dengan salah satu etiologi ulser traumatik yaitu akibat trauma fisik.

Ulser traumatik disebabkan oleh trauma fisik /mekanis, thermal, atau kimiawi pada

mukosa atau bahkan mengenai pembuluh darah, menyebabkan kerusakan jaringan

dan ulser (Greenberg and Glick, 2008).

Perawatan yang diberikan pada pasien ini berupa farmakologis dan non-

farmakologis. Perawatan farmakologis yang diberikan adalah chlorhexidine gluconate 0,2%

untuk mencegah infeksi sekunder, yaitu mencegah ulser traumatik semakin parah akibat

kontaminasi bakteri (Sajjan, et al., 2016). Aksi Antibaterial dari chlorhexidine

berdasarkan pada meningkatnya permeabilitas membran diikuti koagulasi dari

sitolplasmic makromolekul. Chlorhexidine memiliki 2 muatan positif pada kedua

ujungnya sehingga akan sangat aktif melawan bakteri Gram (+) dan Gram (-). Ia akan

berikatan dengan permukan sel mikroba, mungkin dengan grup phospate pada gram

positif dan grup lipopolisakarida pada gram negative. Saat Bis biguanida

Chlorhexidine berikatan dengan organisme, sel membrannya akan menjadi permeable

diikuti dengan kerusakan membrane sitoplasmik (Yagiela, et.al., 2011).

Perawatan non farmakologis yang diberikan adalah instruksi untuk

mengkonsumsi air mineral sebanyak 2 liter per hari dan perbanyak konsumsi

makanan yang mengandung vitamin B12, zat besi, dan asam folat. Defisiensi asam

folat, zat besi dan vitamin B12 berperan dalam perkembangan lesi ulserasi pada

37,8% populasi (Wahyuni, et al., 2010). Zat besi, asam folat, dan vitamin B12 sangat
28

penting untuk proses pembentukan sel darah merah, diferensiasi dan pertumbuhan sel

epitel. Sel darah merah dalam sirkulasi darah tubuh, mengangkut oksigen ke jaringan

bersama haemoglobin. Kekurangan sel darah merah menyebabkan aktivitas enzim-

enzim pada mitokondria dalam sel menurun karena terganggunya transpor oksigen

dan nutrisi, sehingga menghambat diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel.

Akibatnya, mukosa mulut akan menjadi lebih tipis dan lebih mudah mengalami

ulserasi (Apriasari dan Tuti, 2010). Sumber vitamin B12 terdapat pada produk

hewani yaitu daging, ikan, daging unggas, kerang, telur, keju, dan susu. Sumber asam

folat terdapat dalam sayuran berdaun hijau, liver, produk biji-bijian dan kacang-

kacangan, dan susu (Bhatia, et al., 2014). Sumber makanan zat besi seperti daging

merah, kuning telur, sayuran hijau gelap, buah-buahan kering, hati, kacang-kacangan

dan lentil (Anbarasi, et al., 2012)..

Pasien datang untuk kontrol pada hari ke-12. Hasil pemeriksaan menunjukkan

traumatik ulser telah sembuh tanpa meninggalkan bekas. Lakaris (2006), traumatik

ulser akan sembuh dalam waktu 6-10 hari tanpa meninggalkan jaringan parut. Pada

saat kontrol, pasien mengaku sudah tidak merasakan sakit dan secara klinis sudah

tidak terdapat lesi pada lokasi tersebut. Pasien mengaku sudah berkumur dengan obat

kumur yang diresepkan sesuai anjuran. Pasien mengatakan rasa sakit hilang pada hari

ke-2 setelah penggunaan obat. Ulser sembuh pada hari ke-10 sejak pertama kali

muncul. Kemudian pasien diberikan Oral Hygiene Instruction kembali agar dapat

menjaga dan memelihara kesehatan rongga mulutnya lebih baik.


BAB V

SIMPULAN

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis, pasien didiagnosis ulser

traumatik pada mukosa bukal dengan gambaran klinis berupa lesi berbentuk irreguler

berwarna putih dikelilingi eritema berjumlah 1 berdasar cekung ± 1-2 mm. Ulser

traumatik yang dialami pasien disebabkan trauma fisik, yaitu akibat tergigit saat

makan.

Perawatan diberikan melalui dua pendekatan yaitu farmakologis dan non

farmakologis. Perawatan farmakologis berupa instruksi untuk berkumur dengan

chlorhexidine gluconate 0,2% sesuai dengan aturan pakai. Pada pendekatan non

farmakologis, operator melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada

pasien mengenai penyakitnya, konsumsi makanan yang mengandung vitamin B12,

zat besi, dan asam folat, dan konsumsi air mineral sebanyak 2 liter per hari.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anbarasi, K.; B. K. Ravi; and S. Sathasivasubramanian. 2012. Nutrition and oral


health. Asian Pasific Journal of Tropical Disease. 2(1): 545-549.

Apriasari, M. L. dan H. Tuti. 2010. Stomatitis aftosa rekuren oleh karena anemia.
Dentofasial. 9(1): 39-46.

Bhatia, G.; S. Gupta; A. Arora; S. Saxena; et al. 2014. Nutrition in oral health and
disease. Journal of Advanced Medical and Dental Sciences Research.
2(2):74-85.

Gandolfo. 2006. Oral Medicine. Churchill Livingstone: Elsevier.

Ghom, Anil Govindrao. 2014. Textbook of Oral Medicine 3rd Edition. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd.

Greenberg, M.S; M. Glick. 2008. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and


Treatment. 10th ed. Hamilton.BC Decker Inc.

Houston, G. 2009. Traumatic Ulcers. Available online at


http://emedicine.medscape.com/ (diakses tanggal 9 November 2018).

Langlais and Miller. 2003. Color Atlas of Common Oral Disease. Philadelphia:
Lippincot William & Wilkins.
Laskaris, G. 2006. Pocket Atlas of Oral Disease 2ndedition. Newyork : Thieme.

Mosby's Dental Dictionary. 2008. Traumatic ulcer. Available online at


http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/traumatic+ulcer (diakses
tanggal 9 November 2018).
Puspitasari, D. dan Apriasari, M. L. 2017. Analysis of traumatic ulcer healing
time under the treatment of the Mauli banana (Musa acuminata) 25% stem
extract gel. Padjadjaran Journal of Dentistry. 29(1): 21-25.
Regezi, J. A.; J. J. Sciubba; and R. C. K. Jordan. 2012. Oral Pathology: Clinical
Pathologic Correlations 5th Edition. United States: Saunders.

30
Sajjan, P.; Laxminarayan, N.; Kar, P.; and Sajjanar, M. 2016. Chlorhexidine as an
Antimicrobial Agent in Dentistry – A Review. OHDM. 15: 93-100.
Scully, C. 2008. Oral and Maxillofacial Medicine: The Basis of Diagnosis and
Treatment. Philadelphia: Churchill Livingston Elsevier.
Scully, C. 2013. Oral and Maxillofacial Medicine: The Basis of Diagnosis and
Treatment. Churchill Livingstone Elsevier.
Scully, C.; S. Gandolfo; and M. Carrozzo. 2006. Oral Medicine. Philadelphia:
Churchill Livingston Elsevier.
Sella, S. dan Rizal, M. F. 2011. Treatment of lingual traumatic ulcer accompanied
with fungal infections. Majalah Kedokteran Gigi. 44(3): 132-136.
Wahyuni, I. S.; F. Fatriadi; D. Prisinda; F. M. Putri; et al. 2017. Pengalaman
karies, kadar haemoglobin, berat badan dan tinggi badan pada anak dengan
lesi mukosa oral. ODONTO Dental Journal. 4(2): 79-84.
Yagiela, J. A., Dowd, F. J., Johnson, B. S., Mariotti, A. J., & Neidle, E. A. 2011.
Pharmacology and Therapeutics for Dentistry (6th ed.). Missouri: Mosby
Elsevier.

31

Anda mungkin juga menyukai