MAKALAH
Oleh:
Silmina Rukmana
160112160520
Pembimbing:
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2019
JUDUL : PIGMENTASI SMOKER’S MELANOSIS
NAMA : Silmina Rukmana
NPM : 160112160520
Menyetujui :
Dosen pembimbing
i
ii
PENDAHULUAN
membran mukosa yang normal maupun abnormal. Pigmentasi dapat terjadi karena
tubuh. Melanin memiliki warna coklat, abu-abu, atau hitam, dan paling sering
pada lapisan basal epitel. Pigmentasi eksogen dapat disebabkan oleh obat-obatan
atau logam. Lesi pigmentasi pada mukosa oral juga dapat dibedakan berdasarkan
Salah satu pigmentasi yang terdapat pada mukosa oral adalah smokers
meningkatnya produksi melanin oleh melanosit dan letaknya dengan lapisan sel
Laporan kasus ini akan membahas mengenai kasus pasien seorang laki-laki,
usia 23 tahun yang datang ke Instalasi Penyakit Mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran pada bulan April 2019 dengan
keluhan gusi berwarna gelap di bagian depan atas dan depan bawah.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : ABW
Usia : 23 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
2.1.2 Anamnesa
Pasien datang dengan keluhan gusi bagian depan atas dan depan bawah
berwarna gelap kecokelatan sejak 2 tahun yang lalu. Pasien mengaku bahwa dia
mengkonsumsi rokok sejak 3 tahun yang lalu sehingga pasien merasa gusinya
berubah warna. Intensitas merokok pasien 16 batang per hari. Tidak ada faktor yang
memperberat keadaan pasien. Tidak ada faktor yang memperingan keluhan pasien.
Pasien terakhir ke dokter gigi 4 bulan yang lalu untuk dilakukan pembersihan
karang gigi.
5
Hipertensi YA / TIDAK
Asma/Alergi YA / TIDAK
Hamil YA / TIDAK
Kontrasepsi YA / TIDAK
Lain-lain YA / TIDAK
Tidak ada
Suhu : afebris
Pernafasan : 20 x/menit
Nadi : 70 x/menit
6
1. Kelenjar Limfe
2. Mata
Pupil : Isokhor
Konjungtiva : Non-Anemis
Sklera : Non-Ikterik
3. TMJ
1. Kebersihan mulut
OHI-S : Baik
Kalkulus : (-)
Plak : (-)
2. Gingiva
Bentuk : Normal
Konsistensi : Kenyal
Permukaan : Kesat
Interdental : Meruncing
Resesi : (-)
Stipling : (+)
Status Gigi
Radiologi : TDL
Darah : TDL
Mikrobiologi : TDL
2.1.9 Diagnosis
KIE
Pro DHE
Instruksi pasien agar mengurangi asupan rokok tiap harinya serta mengedukasi
Pro depigmentasi
2.1.11 Prognosis
Ad bonam
Nama : ABW
Usia : 23 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
2.2.2 Anamnesa
Pasien datang untuk kontrol 1 bulan sejak pertama kali pasien datang untuk
rokok. Pasien juga rutin makan sayur dan buah serta istirahat cukup. Warna bercak
kecoklatan masih terlihat pada pasien, konsistensi warna masih sama seperti
pertama kali datang. Pasien tidak ada keluhan lain dan tidak merasa daerah
1. Kelenjar Limfe
1. Kebersihan mulut
OHI-S : Baik
Kalkulus : (-)
Plak : (-)
Stain : (-)
2. Gingiva
Interdental : Meruncing
Resesi : (-)
Stipling : (-)
Radiologi : TDL
Darah : TDL
Mikrobiologi : TDL
2.2.6 Diagnosis
1. Pro observasi
TINJAUAN PUSTAKA
Pigmentasi oral dan perioral dapat bersifat fisiologis atau patologis. Pigmentasi
macam warnanya seperti coklat, biru, abu-abu, dan hitam. Diskolorasi yang terjadi
bermacam substansi pigmen endogen atau eksogen. Namun, walaupun suatu area
tampak berubah warna, diskolorasi dapat terjadi tanpa disebabkan oleh pigmen
yang sesungguhnya melainkan oleh deposisi atau akumulasi dari substansi organic
atau anorganik seperti logam atau metabolit obat. Lesi pigmentasi pada mukosa oral
Substansi yang dapat menimbulkan lesi pigmentasi pada mukosa oral dibagi
menjadi dua yaitu endogen dan eksogen. Hemoglobin, hemosiderin, dan melanin
atau coklat. Melanin, yang disintesis oleh melanosit, dapat menimbulkan warna
coklat, biru, atau hitam, dan hal ini umumnya bergantung pada jumlah melaninnya
15
16
warna. Bakteri chromogenic juga dapat menyebabkan pigmentasi pada mukosa oral
khususnya di dorsal lidah. Pigmentasi eksogen juga dapat dipicu oleh makanan dan
Tabel 3.1 Sumber Endogen Penyebab Pigmentasi Mukosa Oral (Greenberg and
Glick, 2008)
Tabel 3.2 Sumber Eksogen Penyebab Pigmentasi Mukosa Oral (Greenberg and
Glick, 2008)
Lesi pigmentasi pada mukosa oral juga dapat diklasifikasikan secara klinis
menurut warna dan distribusinya (Tabel 3.3). Terdapat 3 kelompok lesi pigmentasi
yang dibedakan menurut warnanya yaitu lesi biru/ungu, lesi coklat, serta lesi
abu/hitam. Lesi pigmentasi juga dapat berupa lesi fokal, lesi difus, dan lesi
Tabel 3.3 Lesi Pigmentasi berdasarkan Klasifikasi Klinis (Greenberg and Glick,
2003)
Distribusi
Warna
Fokal Difus Multifokal
Biru/ Varicosis, Kaposi’s sarcoma, hereditary
Hemangioma
Ungu hemangioma hemorrhagic telangiectasia
Ekimosis, Pigmentasi fisiologis, smoker’s
Makula
melanoma, melanosis, hemokromatosis,
melanotik,
Coklat drug-induced lichen planus, Addison’s disease,
nevus,
pigmentation, drug-induced pigmentation,
melanoma
hairy tongue sindrom Peutz-Jeghers, petechia
Abu/ Amalgam Amalgam Heavy-metal ingestion
Hitam tattoo, tattoo, pigmentation
18
graphite melanoma,
tattoo, nevus, hairy tongue
melanoma
Manifestasi dari pigmentasi mukosa oral bermacam-macam, dari makula
fokal hingga tumor yang difus dan luas. Warna, durasi, lokasi, jumlah, distribusi,
ukuran, dan bentuk lesi pigmentasi dapat menjadi penting dalam menegakkan
pigmentasi mukosa oral dan perioral menjadi penting untuk evaluasi, diagnosis, dan
dalam ribosom. Ribosom adalah suatu organel sel yang menempel pada retikulum
endoplasma kasar (REK). Ribosom merupakan tempat sintesis protein dan protein
tersebut akan ditransfer dalam bentuk enzim atau hormon. Pada mekanisme ini
protein yang disintesis akan menjadi enzim tirosinase dan melanosit akan
diakumulasi dalam vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi (Junquiera, et al.,
2003).
19
Selama tumbuh kembang, stem sel melanotik bermigrasi dari neural crest
populasi melanosit yang matur. Sel melanosit yang mengandung melanin ada pada
lapisan sel basal epitel bahkan pada mukosa oral yang tidak menunjukkan adanya
tanda pigmentasi melanin. Sel melanosit pada rongga mulut dapat memproduksi
melanin atau tidak namun jumlah melanin yang diproduksi oleh sel melanosit
ditentukan oleh faktor genetik. Fungsi melanosit masih belum dapat dipastikan
namun melanin diproduksi untuk menentukan warna kulit, rambut, dan mata, serta
menyediakan perlindungan dari agen stressor seperti radiasi sinar UV, reactive
oxygen species (ROS), serta radikal bebas yang ada di lingkungan sekitar. Melanin
juga memiliki kemampuan untuk menangkap ion logam dan mengikat substansi
Warna kulit dan oral mukosa secara genetik ditentukan oleh jumlah dan
sebagai modifying factor pada warna kulit dan mukosa walaupun pada skala
evolusioner pengaruh lingkungan memiliki efek yang lebih besar (Feller, 2014).
3.3.1 Definisi
oleh melanosit dan letaknya dengan lapisan sel basal dan lamina propria,
atau setelah berhenti kebiasaan merokok (Greenberg and Glick 2008; Tarakji, 2014)
3.3.2 Etiologi
mukosa oral pada individu dengan warna kulit terang dan memperjelas pigmentasi
yang telah ada pada individu dengan warna kulit gelap. Para peneliti telah
macam obat seperti nikotin (bahan campuran polyacylic) yang terkandung dalam
sebatang rokok. Ketika nikotin berperan dalam afinitas melanin di rambut, juga
berperan dalam afinitas melanin yang terdapat pada kulit dan jaringan lainnya
(seperti mukosa mulut). Nikotin yang terdapat dalam sebatang rokok akan
mulut terjadi pengendapan melanin dalam lapisan sel basal pasa lapisan epitelium
21
secara biologis terhadap agen beracun yang terdapat pada rokok. Smoker’s
melanosis terjadi pada 21,5% perokok (Greenberg and Glick 2008; Tarakji, 2014)
mengelilingi daerah mukosa. Melanosis rongga mulut adalah suatu lesi yang
melanosis yang terjadi pada golongan etnis kulit hitam maupun kulit putih, dimana
( banyaknya jumlah rokok yang dihisap setiap hari, jenis rokok yang dihisap, lama
berhubungan dengan ikatan melanin yang berbahaya pada rokok tembakau Telah
terbukti bahwa keparahan pigmentasi berbanding lurus dengan durasi merokok dan
coklat difus yang ukurannya beberapa sentimeter dan biasanya terdapat pada
gingiva anterior mandibula dan mukosa pipi. Pada perokok pipa menunjukkan
pigmentasi pada mukosa bukal. Smoker's melanosis dapat menjadi tanda klinis
3.3.4 Perawatan
22
merokok dengan konsutasi dan dibantu oleh lingkungan keluarga akan memberikan
1. Pigmentasi Fisiologis
multifokal yang paling umum terjadi. Pigmentasi fisiologis ini berhubungan dengan
ras sehingga dikenal juga dengan sebutan racial pigmentation. Individu berkulit
gelap seperti ras Asia, Amerika Selatan, Afrika, dan Mediterania sering terdapat
hiperpigmentasi pada mukosa oralnya, mulai dari bercak kecil hingga pigmentasi
pada gingiva dan mukosa bukal. Pigmentasi fisiologis dapat juga timbul pada
palatum keras, bibir, dan lidah sebagai bercak coklat berbatas jelas (Greenberg and
peningkatan aktivitas sel melanosit tersebut. Derajat pigmentasi pada mukosa oral
dengan warna kulit terang memiliki gingiva tanpa pigmentasi namun individu
dengan warna kulit gelap memiliki kemungkinan gingiva terpigmentasi yang sangat
hubungan antara usia dengan pigmentasi mukosa oral. Steigmann and Amir et al.
menyatakan bahwa pigmentasi terjadi pada saat usia anak dini namun menurut
Prinz menyatakan bahwa pigmentasi fisiologis tidak terjadi pada anak-anak dan
berwarna coklat, bilateral, simetris, dan berbatas jelas. Pigmentasi fisiologis paling
sering ditemukan pada gingiva, khususnya gingiva cekat. Lesi timbul secara
persisten dan tidak mengubah struktur anatomi normal seperti stippling gingiva.
Warna lesi beragam dari coklat muda hingga coklat tua, bergantung pada jumlah
produksi melanin dan lokasi (kedalaman) pigmen (Ghom, 2014; Tarakji, 2014).
24
kecoklatan tersebut, walaupun terjadi secara intra oral, dapat mengganggu estetik.
dan terapi laser telah digunakan untuk menghilangkan mukosa oral yang
2) Drug-Induced Melanosis
palatum keras) atau berupa multifocal pada seluruh rongga mulut dan biasanya
berwarna kecoklatan. Lokasi yang sering terjadi pada palatum, lidah, mukosa
bukal,dan ginggiva. Lesinya datar dan tidak disertai nodul atau pembengkakan.
Beberapa obat yang dapat memicu pigmentasi antara lain adalah antimalaria, obat
pigmentasi oral. Terkadang kontrasepsi oral dan kehamilan juga terkait dengan
hiperpigmentasi kulit wajah terutapa daerh periorital atau perioral. Selain pada
mukosa oral, pigmentasi juga timbul pada kulit dan kuku. Penyebab lesi pigmentasi
25
yang dipicu oleh obat-obatan masih belum diketahui dan lesi dapat bertahan untuk
beberapa saat setelah penggunaan obat dihentikan (Greenberg and Glick, 2008).
3) Addison’s Disease
adrenal akibat autoimun. Hal ini berpengaruh terhadap fungsi glukokortikoid dan
berkairan dengan Addison's disease berkembang saat dewasa dan biasanya disertai
konstipasi atau diare, berat badan menurun, dan tekanan darah rendah (Said, 2011).
ACTH oleh kelenjar pituitari. Peningkatan produksi ACTH memicu hormon yang
menstimulasi melanosit sehingga timbul pigmentasi difus pada kulit dan mukosa
oral. Lesi pigmentasi pada mukosa oral tampak sebagai bercak coklat seperti
26
perunggu pada gingiva, bukal, palatum, dan lidah yang dapat menyerupai
pigmentasi fisiologis.
symptom yang sama pada insufisiensi adrenal, dan pigmentasi berlebih akan bersisa
(Said,2011).
4) Melanoma Malignan
Oral melanoma malignant sangat jarang terjadi (insidensi kurang dari 1%)
namun oral melanoma malignan dapat menjadi agresif dan berkembang menjadi
melanoma pada kulit. Melanoma adalah neoplasma ganas dari melanosit yang
dapat terjadi dalam rongga mulut. Terjadi kira-kira dua kali lebih sering pada pria
daripada wanita dan terutama pada orang diatas usai 50 tahun. Telah dilaporkan
27
Oral melanoma malignan dapat timbul pada berbagai jenis mukosa namun
paling sering terjadi di daerah lingir alveolar atas, palatum, ginggiva anterior dan
mukosa bibir. Oral melanoma malignant tidak memiliki gambaran klinis yang
khusus. Gambaran klinisnya dapat berupa Pada awalnya, melanoma adalah bercak
dalam semua arah. Akhirnya terlihat sebagai lesi gelap, menonjol dan tak dapat
multiple (kombinasi merah bersama dengan biru-hitam dan putih paling tidak
menyenangkan), perubahan ukuran, tepi yang tidak teratr dan tidak jelas, lesi-lesi
tambahan timbul di sekitar lesinya, tanda-tanda radang sepert daerah perifer yang
yang keras sekali.Namun adapun beberapa lesi yang asimtomatik dan tidak disadari
submandibular dan cervical lymph nodes. Berbagai chemo dan immunoterapi dapat
Etiologi Komponen rokok Aktivitas Normal - Obat Insufiensi adrenal - Iritasi kronis/
memacu melanosit Melanosit antimalaria trauma
- Obat penenang - Terpapar UV
- Minocycline
- Ketoconazole
- Kontrasepsi
oral
Lokasi - Gingiva - Gingiva - Palatum keras - Gingival - Gingiva Anterior
Anterior Cekat - Kuku - Mukosa Bukal - Palatum Keras
- Mukosa - Kulit - Palatum - Mukosa Labial
bukal - Lidah
- Palatum keras
Manifestasi - Berwarna - Berwarna - Berwarna abu - Bercak coklat - Berwarna coklat
coklat kecoklatan abu kecoklatan seperti perunggu kehitaman/
Klinis kehitaman - Berbentuk - Datar - Disertai gejala kebiruan
- Difus seperti pita - Terlokalisir sistemik seperti - Berbatas irregular
- Disertai - Simetris dan mual, diare, - Difus
halitosis dan bilateral berat badan ↓, - Berkembang cepat
gigi berwarna Berbatas jelas tekanan darah ↓ - Terasa nyeri
coklat dan mudah lelah - Terdapat ulserasi
Perawatan Berhenti merokok Bila mengganggu Pigmentasi akan Terapi adekuat Eksisi,
estetik dapat tetap bertahan untuk penyakit chemotherapy, dan
dilakukan selama penggunaan Addison immunotherapy
gingivektomi, obat tidak
cryotherapy, laser dihentikan
Tabel 3.4 Perbandingan diagnosis dan diagnosis banding
29
3.4 Perawatan
3.4.1 Deepitelisasi
1) Teknik Scalpel
pembedahan untuk membuang epitel gingiva bersama dengan selapis jaringan ikat
di bawahnya. Teknik ini dilakukan di bawah anestesi local yang adekuat. Epitel
menggunakan teknik scalpel merupakan teknik yang relatif sederhana, efektif, serta
paling ekonomis. Teknik ini tidak memerlukan peralatan yang canggih, mudah
dilakukan, serta memerlukan usaha dan waktu yang minimal. Masa penyembuhan
dari teknik ini lebih cepat daripada teknik lainnya. Teknik ini dapat menyebabkan
perdarahan saat atau setelah pembedahan sehingga lamina propria perlu ditutup
dengan periodontal dressing selama 7-10 hari. Teknik ini juga memiliki
ini serupa dengan teknik scalpel. Teknik ini juga cukup sederhana, aman, serta tidak
bersifat agresif sehingga dapat dilakukan dengan mudah dan dengan segera diulangi
sesudah prosedur serupa dengan teknik scalpel. Hal yang perlu diperhatikan adalah
untuk control kecepatan dan tekanan bur agar tidak menimbulkan abrasi jaringan
30
yang tidak diinginkan. Perlu dilakukan tekanan minimal dengan gerakan brushing
ringan dengan irigasi salin yang berlimpah tanpa menempatkan bur di satu area agar
3.4.2 Gingivektomi
(menggunakan push back technique). Kelemahan dari metode ini adalah timbulnya
alveolar bone loss, penyembuhan yang lama, nyeri, dan ketidaknyamanan akibat
3.4.3 Electrosurgery
daripada teknik lainnya. Aplikasi yang berkepanjangan atau diulang dapat memicu
3.4.4 Cryosurgery
Sitoplasma sel membeku sehingga protein mengalami denaturasi dan akhirnya sel
local atau periodontal dressing, relatif tidak sakit, dan menunjukkan hasil yang baik
3.4.5 Chemoexfoliation
epidermis dan/atau dermis menggunakan agen pengelupas dari bahan kimia. Agen
3.4.6 Laser
yang singkat, hemostasis, efek sterilisasi, serta koagulasi yang baik. Kerugian dari
tertunda jika dibandingkan dengan prosedur bedah konvensional. Selain itu, teknik
32
PEMBAHASAN
Diagnosis yang dapat disimpulkan dari kasus ini adalah pasien menderita
dan melalui manifestasi klinis. Dari anamnesa, pasien mengeluh gusi bagian depan
atas dan depan bawah berwarna gelap kecokelatan sejak 2 tahun yang lalu. mengaku
Etiologi smoker’s melanosis ialah efek secara langsung dari merokok pada
mukosa oral. Rokok dapat menyebabkan perubahan pada mukosa oral dikarenakan
reaksi fisik (panas) dan kimia (kandungan nikotin). Merokok dapat menyebabkan
deposisi yang besar dari melanin pada lapisan mukosa epitel mulut (Monteiro,
warna coklat atau kehitaman (eumelanin) pada kulit, mukosa, rambut, mata, atau
33
34
seperti nyeri, odem, dan infeksi Laser menyediakan penghilangan yang presisi dan
juga visualisasi yang baik sehingga tidak memerlukan penjaitan. Jika dibandingkan
dengan bedah konvensional, laser memiliki resiko dan komplikasi yang lebih
untuk tidak melakukan tindakan depigmentasi. Pada kontrol 7 hari dapat dilihat
bahwa tidak ada perubahan berarti dari gambaran klinis yang dimiliki pasien
KESIMPULAN
5.1 KESIMPULAN
mulut yang disebabkan dari kebiasaan merokok dengan variasi dalam gambaran
5.2 SARAN
Ada baiknya kepada seseorang perokok dapat mengurangi jumlah rokok yang
35
DAFTAR PUSTAKA
Bruch, J.M. and N.S. Treister. 2010. Clinical Oral Medicine and Oral Pathology.
Boston: Humana Press.
Feller, L. et al. 2014. Melanin: the biophysiology of oral melanocytes and physiological
oral pigmentation. Head & Face Medicine. 10(8): 1-7.
Ghom, A. G. and S.A Ghom. 2014. Textbook of Oral Medicine 3rd Ed. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd.
Gondak R.O., et al. 2012. Oral pigmented lesions: Clinicopathologic feature and
review of the literature. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 17(6): 919-924.
Greenberg, M.S. and Michael Glick. 2003. Burket’s Oral Medicine. 10th Ed. Hamilton:
BC Decker Inc.
______. 2008. Burket’s Oral Medicine. 11th Ed. Hamilton: BC Decker Inc.
Junquiera, L.C; Carneiro, J.; Kelley, R.O., 2003. Basic Histology 10th Ed. Washington:
Lange.
Kaur, H. et al. 2015. Oral pigmentation. International Dental & Medical Journal of
Advanced Research. 1:1-7.
Khatariya, R. et al. 2011. Split mouth de-epithelization techniques for gingival
depigmentation: A case series and review of literature. Journal of Indian
Society of Periodontology. 15(2): 161–168.
Mallikarjuna K., et al. 2013. Unusual extensive physiologic melanin pigmentation of
the oral cavity: A clinical presentation. Jisppd. 31(2): 121-125.
Mokeem SA. 2006. Management of Gingival Hiperpigmentation by Surgical Abrasion.
Report of Three Case. Saudi Dental Journal; 18 : 162-66.
Murthy, B. et al. 2012. Treatment of gingival hyperpigmentation with rotary
abrasive, scalpel, and laser techniques: A case series. Journal of Indian
Society of Periodontology. 16(4): 614-619
Said, Alfin. et al. 2011. Penyakit Addison. Faculty of Medicine University of Syiah
Kuala.
Tarakji, et al. 2014. Diagnosis of oral pigmentations and malignant transformations.
Singapore Dental Journal. 35: 39-46.
36