Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 20 MODUL 2

“PENYAKIT KARDIOVASKULER, GINJAL DAN RESPIRATORIUS”

Kelompok 5

Tutor : drg. Reno Wiska Wulandari

Ketua : Salsabila (1911413015)

Sekretaris papan : Hashfi Khallis Abdullah (1911412030)

Sekretaris Meja : Rahima Fathin (1911411020)

Nama Anggota : Anisa Nadhitya Marliani (1911422013)

Anindya Wulandari Partadisha (1911411008)

Neysha Islamey Dagna (1911413003)

Velya Ary Aditya (1911413010)

Kata Pengantar
Puji syukur penyusun haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat
dan karuniaNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Problem-Based Learning pada
Blok 20 Modul 2.
Pada kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada drg. Reno Wiska Wulandari selaku dosen pembimbing diskusi
kelompok scenario pertama dalam pembelajaran problem-based yang telah memberikan bimbingan
dalam pembuatan laporan ini.
Dalam penyusunan laporan ini, penyusun menyadari bahwa kami masih jauh dari
kesempurnaan dan banyak kekurangannya baik dari segi teknik penulisan maupun isi materinya. Oleh
karena itu, dengan penuh kerendahan hati penyusun mengharapkan saran serta kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata, dengan segala keterbatasan
yang ada, mudah-mudahan laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, Amin.

Padang, 21 Oktober 2022

Penyusun
MODUL 2

PENYAKIT KARDIOVASKULER, GINJAL DAN RESPIRATORIUS

Skenario 2

MULUTKU RASA TERBAKAR DAN MAKANAN TERASA ANEH

Seorang pasien laki-laki usia 49 tahun dirujuk ke Poli Penyakit Mulut dengan keluhan rasa
terbakar di mulut sejak 1 minggu yang lalu. Dia juga mengeluhkan, sejak 2 bulan yang lalu
pengecapannya terasa aneh, tidak seperti biasanya, bila ia makan sesuatu. Diketahui pasien juga
mengalami demam, sakit kepala disertai muntah, dan sesak nafas sejak 2 bulan yang lalu. PMH:
pasien didiagnosis menderita Gagal Ginjal Kronik karena Glomerulo Nephritis terkait hipertensi berat
yang sudah cukup lama dideritanya.

Pemeriksaan EO: pasien tampak pucat, lemah, TD 190/100 mmHg, tidak ada limfadenopati
servikal. Pemeriksaan IO menunjukkan adanya plak putih yang melekat pada dasar mulut, mukosa
bukal dan labial, tepi lateral lidah dan gingiva. Higiene oral buruk dengan periodontitis menyeluruh,
dan nafas bau amoniak.

Dari catatan medik pasien 1 minggu yang lalu diketahui Hb 8,6 g/dL BUN 72,8 mg/dL,
creatinine 10,3 mg/dL,sodium 133 mmol/l, potassium 4,6 mmol/l.

Dokter gigi kemudian menjelaskan pada pasien, kondisi rongga mulut yang dialaminya
adalah terkait dengan penyakit gagal ginjal kronik yang dialaminya. Drg lalu memberikan obat
antibiotik, analgetik dan obat kumur klorheksidin, dan instruksi untuk kontrol 5 hari kemudian.
Bagaimana saudara menjelaskan kasus diatas?
Langkah Seven Jumps

1. Mengklarifikasi terminologi yang tidak diketahui dan mendefinisikan hal-hal yang dapat
menimbulkan kesalahan interpretasi.
2. Menentukan masalah .
3. Menganalisa masalah melalui brain storming dengan menggunakan prior knowledge.
4. Membuat skema atau diagram dari komponen-komponen permasalahan dan mencari
korelasi dan interaksi antar masing-masing komponen untuk membuat solusi secara
terintegrasi.
5. Memformulasikan tujuan pembelajaran / learning objectives.
6. Mengumpulkan informasi di perpustakaan, internet, dan lain-lain.
7. Sintesa dan uji informasi yang telah diperoleh.

Langkah I : Mengklarifikasi terminologi yang tidak diketahui dan mendefinisikan hal-hal yang
dapat menimbulkan kesalahan interpretasi

TERMINOLOGI

1. Penyakit kardiovaskuler :
- Kondisi yang melibatkan penyempitan atau pemblokiran pembuluh darah yang bisa
menyebabkan serangan jantung, nyeri dada (angina) atau stroke

2. Glomerulo nephritis :
- Inflamasi pembuluh darah di glomerulus ginjal, yang berfungsi menyaring dan
membuang cairan yang berlebih dari tubuh dapat disebbakan karena adanya infeksi,
autoimun, gangguan pembuluh darah. Tanda dan gejalanya adanya hipertensi dan urine
yang memerah

3. Gagal ginjal kronik :


- Kondisi saat fungsi ginjal menurun bertahap dalam waktu lama, secara medis
didefinisikan sebagai penurunan laju filtrasi ginjal selam 3 bulan atau lebih. Gangguan
ini progresif dan irreversible dan biasanya menyebabkan uremia.

4. Bau amoniak :
- Bau yang sangat menyengat dan merupakan bau khas dari senyawa amonia.

5. Creatinine :
- Produk limbah kimia yang berada dalam darah, limbah ini kemudian disaring oleh ginjal
dan dibuang ke dalam urin

6. BUN :
- Blood urea nitrogen : melihat kadar urea di dalam darah untuk melihat adanya kerusakan
ginjal. Untuk mengukur metabolism protein yang seharusnya dibuang melalui ginjal,
tidak normal saat >25mg/dl, nilai ini sebagai diagnostic gagal ginjal

7. Limfadenopati servikal :
- Pembesaran kelenjar getah bening pada servikal dengan pembesaran lebih dari 1 cm

8. HB :
- Protein yang mengandung zat besi terdapat di eritrosit

Langkah II : Menentukan rumusan masalah

1. Apakah ada hubungan penyakit kardiovaskular dengan penyakit ginjal?


2. Apa saja jenis dari penyakit kardiovaskular, ginjal, dan respiratorius ?
3. Apa saja penyakit kardiovaskular yang bermanifestasi di rongga mulut?
4. Apa penyebab rasa terbakar di rongga mulut pasien?
5. Mengapa pasien merasa pengecapannya terasa aneh?
6. Apa penyebab sesak napas yang dialami pasien?
7. Apa saja factor yang dapat mempengaruhi gagal ginjal kronik?
8. Bagaimana manifestasi oral dari gagal ginjal kronik?
9. Bagaimana gambaran klinis dari gagal ginjal kronik?
10. Bagaimana manajemen dental dari pasien gagal ginjal kronik?
11. Bagaimana manifestasi oral dari hipertensi?
12. Bagaimana perawatan dental pada pasien hipertensi?
13. Apa hubungan gagal ginjal kronik dengan hipertensi berat?
14. Apa saja klasifikasi dari gagal ginjal kronik?
15. Apa maksud tidak ada limfadenopati servikal?
16. Bagaimana penatalaksanaan dari lak putih di scenario?
17. Apa penyebab napas bau amoniak?
18. Mengapa terdapat periodontitis menyeluruh pada pasien gagal ginjal kronik?
19. Bagaimana interpretasi dari catatan medis pasien 1 minggu yang lalu?
20. Apa saja tes yang dilakukan pada pasien gagal ginjal?
21. Apa saja fungsi masing masing obat yang diberikan kepada pasien?
22. Mengapa pasien diinstruksikan untuk kontrol 5 hari kemudian?

Langkah III : Menganalisa masalah melalui brain storming dengan menggunakan prior
knowledge.
1. Penyakit kardiovaskular
2. - Penyakit kardiovaskular : hipertensi dan endocarditis
- Penyakit ginjal : gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis
- Respiratorius : penyakit saluran pernapasan atas (ISPA, Sinusitis, Laringitis, Faringitis)
Penyakit saluran pernapasan bawah (Peumonia dan asma)
3. Xerostomia, periodontitis, loss of taste, hematoma,  gingival hyperplasia, disfagia,  dan
halitosis
4. karena adanya penyakit kardiovaskular yaitu penyakit hipertensi salah satu manifestasi
oralnya burning mouth
5. perubahan sekresi saliva sehingga terjadi perubahan rasa
6. pasien mengalami penyakit paru-paru penyakit ginjal terjadi penumpukan cairan di paru-
paru sehingga seseorang dan tekanan darah meningkat
7. adanya kerusakan glomerulus manifestasi dari penyakit kardiovaskular manifestasi
penyakit ginjal dan konsumsi obat-obatan
8. burning mouth syndrome, xerostomia, tongue coating,  angular cheilitis, uremic stomatitis,
kandidiasis, bau mulut, pembesaran gusi, perubahan warna mukosa, dan mudah terjadi
ulser
9. terjadi hipertensi gagal jantung terjadi penyakit pleura sputum kental sesak nafas dan
anoreksia
10. menghindari faktor pemberat pemberian lidokain, scalling,  pemberian obat kumur kaki
menjaga  menjaga oral hygiene tergantung dari penyakit gagal ginjal memonitor Tekanan
darah dan obat-obatan yang dikonsumsi perawatan hemodialysis
penderita transplantasi ginjal pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dan perhatian
terhadap obat-obatan yang dikonsumsi
11. xerostomia, gangguan pengecapan pembengkakan lidah terjadi  ulser hiperplasia gingiva
mudah terbentuk kalkulus tampak nodul yang padat pada margin gingiva
12. pantau obat-obatan yang dikonsumsi periksa tekanan darah menggunakan obat profilaksis
13. Terdapat hubungan antara Hipertensi dan gagal ginjal. Tekanan darah tinggi dalam pembuluh
darah dapat menyebabkan rusaknya pembuluh darah bahkan diginjal, dan menyebabkan
rusaknya unit penyaring kecil yaitu nefron diginjal. Tapi ini tergantung berapa tinggi dan
berapa lama mengalami hipertensi, dan dapat menyebabkan kadar lemak yang tinggi di
pembuluh darah, hubungan hipertensi dan penyakit ginjal timbal balik. Arteri disekitar ginjal
bisa mengeras

14. – Kerusakan ginjal dengan LFG normal/meningkat >90 ml/menit


- Kerusakan ginjal dengan LFG turun ringan 60-80 ml/menit
- Kerusakan ginjal dengan LFG turun sedang 30-59
- Kerusakan ginjal dengan LFG turun berat 15-29
- Gagal ginjal < 15 atau dialisis
15. Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening lebih dari 1 cm di regio servical
16. diberi antibiotik penggunaan obat kumur chlorhexidine
17. meningkatnya kadar urea dalam tubuh sehingga saliva banyak urea menyebabkan bau
mulut amoniak
18. biasanya pasien dengan gagal ginjal melakukan terapi hemodialisis dan periodontitis yang
dialami pasien biasanya disebabkan oleh oral hygiene yang buruk dan efek samping dari
terapi hemodialysis
19. - Hb 8,6 g/dL : kadar hemoglobin pada pria dewasa berkisar antara 13–17 g/dL. kadar
hemoglobin pada pasien dibawah normal, maka pasien sudah tergolong anemia ringan 
-  BUN 72,8 mg/dL : nilai BUN normal pada Pria dewasa: 8–24 mg/dL, Jika nilai BUN
terdeteksi lebih tinggi dari normal, maka hal itu bisa menandakan adanya gangguan fungsi
ginjal, penyakit di saluran kemih, hingga gagal jantung kongestif.
- creatinine 10,3 mg/dL : Kadar kreatinin normal dalam darah 1,2 mg/dL untuk wanita,
sementara 1,4 mg/dL untuk pria. Jika kadarnya melebihi angka tersebut, artinya ginjal
mengalami gangguan fungsi.
- sodium 133 mmol/l : kadar natrium normal dalam tubuh adalah antara 135-145
milliequivalents per liter (mEq/L). Kadar natrium darah dikatakan rendah atau Anda
mengalami hiponatremia jika kadar natrium darah di bawah 135 mEq/L.
- potassium 4,6 mmol/l : Kadar kalium normal adalah 3,7-5,2 mmol/L. kadar kalium pada
pasien masih tergolong normal
20. Pemeriksaan urine tes darah dan tes imunologi
21. Antibiotik untuk mengurangi plak putih & analgetik untuk pereda rasa sakit karena
burning mouth
22. dokter gigi memberikan obat ketika kontrol dokter gigi memeriksa kepada pasien Apakah
keluhannya sudah berkurang
Langkah IV : Membuat skema atau diagram dari komponen-komponen permasalahan dan
mencari korelasi dan interaksi antar masing-masing komponen untuk membuat solusi secara
terintegrasi.

Laki-laki
49 thn

Poli PM

Pemeriksaan Subjektif Pemeriksaan Objektif

PI PMH EO IO Catatan medic lab


- rasa terbakar di - Didiagnosa - Pucat - Plak putih dasar - Hb 8,6 g/dL
mulut 1 minggu lalu gagal ginjal - Lemah mulut, mukosa - BUN 72,8 mg/dL
- 2 bln, pengecapan kronik - TD 190/100 bakal &labial, tepi - Creatinine 10,3
aneh bila makan terkait - Limfadenopati lateral lidah & mg/dL
tertentu hipertensi servikal (-) gingival - Sodium 133
- Demam berat - OH buruk mmol/L
- Sakit epala disertai - Periodontitis - Potassium 4,6
muntah menyeluruh mmol/L
- Sesak nafas - Bau nafas amoniak

Penyakit saluran nafas Penyakit gagal ginjal Penyakit kardiovaskular


(respiratorius) akut dan kronik

Manifestasi oral, Pertimbangan penatalaksanaan dental dan


resiko medis
Langkah V : Memformulasikan Tujuan Pembelajaran / Learning Objectives.
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penyakit gagal ginjal akut dan kronis (resiko
medis, manifestasi oral, pertimbangan dental dan penatalaksanaan dental)
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penyakit kardiovaskular (resiko medis,
manifestasi oral, pertimbangan dental dan penatalaksanaan dental)
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penyakit respiratorius atas (resiko medis,
manifestasi oral, pertimbangan dental dan penatalaksanaan dental)
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penyakit respiratorius bawah (resiko medis,
manifestasi oral, pertimbangan dental dan penatalaksanaan dental)

Langkah VI : Mengumpulkan informasi di perpustakaan, internet, dan lain-lain.

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penyakit gagal ginjal akut dan kronis
(resiko medis, manifestasi oral, pertimbangan dental dan penatalaksanaan dental)

Gagal ginjal kronik

Gagal ginjal kronik (GGK) relatif umum dijumpai, didefinisikan sebagai suatu penyakit yang
bersifat progresif dan biasanya ireversibel, terjadi penurunan laju filtrasi glomerular, yang
menyebabkan peningkatan kreatinin serum dan kadar nitrogen ureum darah (uremia). Penyebab
GGK yang paling sering adalah hipertensi, DM, glomerulonefritis kronis, uropati dan penyakit
otoimun. Uremia dapat mempengaruhi sistemsaraf pusat menyebabkan kehilangan memori, ilusi,
depresi, konsentrasi menurun, koma, asterixis, epilepsi, dan juga dapat dikaitkan dengan
terjadinya asidosis metabolik dan hiperkalemia. Selain itu uremia dapat mempengaruhi sistem
gastrointestinal sehingga menyebabkan mual, muntah, tukak lambung dan rasa logam di mulut,
dan menyebabkan perubahan di kulit seperti pucat, pruritus dan deposisi kalsium pada
jaringan.28-30 Pada GGK dijumpai kelainan hematopoietik, berupa anemia dan masalah
hemostasis. Walaupun anemia dianggap sebagai penyakit multifaktor, penyebab utamanya adalah
penurunan produksi eritropoietin akibat gangguan fungsi ginjal. Produksi lekosit menurun
terutama yang terkait limfositopenia. Uremia menyebabkan penekanan respon limfosit, disfungsi
granulosit dan supresi sel-sel sistem imun. Keadaan ini menyebabkan pasien GGK riskan
mengalami infeksi. Gangguan hemostasis pada pasien GGK akibat fungsi adesi dan agregasi
trombosit yang abnormal, penurunan jumlah platelet dan gangguan metabolisme protrombin.
Penyakit ini juga dapat menyebabkan gagal jantung kongestif yang berhubungan dengan edema
paru, asites, aritmia, arteriosklerosis, miokardiopati dan perikarditis serta terjadi hipertensi.

Manifestasi klinis GGK di rongga mulut

Manifestasi GGK di rongga mulut berupa OH yang buruk akibat banyaknya kalkulus,
konsentrasi urea tinggi di saliva, mulut berbau amonia, serostomia, stomatitis, gingivitis,
periodontitis, gingiva mudah berdarah, pucat, dan hiperplasia, prevalensi karies rendah, gigi
mudah erosi, sensitif terhadap perkusi dan pengunyahan, gigi-gigi goyang dan maloklusi. Pada
gambaran foto ronsen tampak lesi radiolusen, kehilangan lamina dura, gambaran trabekula tulang
abnormal. Proses remodeling tulang pasca ekstraksi lambat.

Penatalaksanaan dental pada pasien GGK


Kondisi hematologi yang paling sering mempengaruhi pasien dengan uremia dan gagal ginjal
adalah perdarahan yang berlebih dan anemia. Hal ini terjadi akibat beberapa faktor, antara lain
penggunaan antikoagulan pada saat hemodialisis, masa perdarahan dan pembekuan yang
meningkat secara signifikan. Untuk menghindari keadaan tersebut, perlu dilakukan evaluasi dan
persiapan sebelum tindakan, antara lain evaluasi kadar Hb, kadar serum potasium, CO2 dan
glukosa, glomerular filtration rate (GFR), nitrogen urea darah, serum kreatinin serta pemeriksaan
elektrolit dan asam basa; monitor tekanan darah dan frekuensi denyut jantung; evaluasi volume
intravaskuler; penggunaan obat antifibrinolitik, plasma segar beku, vitamin K dan trombosit
dapat diberikan sebagai terapi pengganti atau dapat digunakan elektrokauterisasi untuk mengatasi
perdarahan selama prosedur invasive; obat antikoagulan yang digunakan oleh pasien juga harus
dievaluasi dengan seksama, apakah pasien menggunakan antikoagulan golongan coumarin
(warfarin) atau heparin natrium. Karena Efek antikoagulan heparin yang digunakan selama
hemodialisis tidak akan menghasilkan efek sisa, umumnya hanya 3-4 jam terakhir pasca
pemberian. Perawatan gigi akan lebih aman jika dilakukan 1 hari setelah hemodialisis, tidak ada
risiko perdarahan yang berkepanjangan, kondisi metabolik asam-basa dan kadar elektrolit yang
abnormal telah diatasi.

Pada pasien GGK yang progresif mungkin disamping memerlukan tindakan hemodialisis juga
memerlukan tindakan transplantasi ginjal. Perawatan gigi pada pasien ini sebaiknya dilakukan
sebelum transplantasi, karena komplikasi utama pada pasien transplantasi ginjal adalah infeksi
akibat pemakaian obat-obat imunosupresan seperti kortikosteroid. Oleh karena itu, penting bagi
pasien yang membutuhkan transplantasi ginjal, dilakukan evaluasi lebih dahulu oleh seorang
dokter gigi yang berpengalaman sebelum pembedahan, untuk menentukan kondisi kesehatan gigi
dan mulut, sehingga tidak menjadi fokal infeksi setelah transplantasi. Gigi-gigi dengan kerusakan
yang telah mencapai bifurkasi, abses periodontal, gigi dengan karies yang luas dan dalam,
kalkulus baik supra maupun sub gingiva serta adanya gigi impaksi yang membutuhkan prosedur
pembedahan merupakan indikasi untuk dilakukan ekstraksi atau odontektomi. Penting pula
dilakukan pemeriksaan foto panoramik untuk melihat dan mengevaluasi kerusakan gigi dan
tulang alveolar yang terjadi.

Acute Kidney Injury (AKI)

Acute Kidney Injury(AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju filtrasi
glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk
mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
Akut kidney injury (AKI) ditandai dengan penurunan mendadak fungsi ginjal yang terjadi dalam
beberapa jam sampai hari. Diagnosis AKI saat ini dibuat atas dasar adanya kreatinin serum yang
meningkat dan blood urea nitrogen (BUN) dan urine output yang menurun, meskipun terdapat
keterbatasan.
Cedera ginjal akut didefinisikan ketika salah satu dari kriteria berikut terpenuhi:
 Serum kreatinin naik sebesar ≥ 0,3 mg/dL atau ≥ 26μmol /L dalam waktu 48 jam atau
 Serum kreatinin meningkat ≥ 1,5 kali lipat dari nilai referensi, yang diketahui atau dianggap
telah terjadi dalam waktu satu minggu atau
 Output urine <0.5ml/kg/hr untuk> 6 jam berturut-turut
Patofisiologi
Terdapat tiga kategori ARF (Acute Renal Failure) atau gagal ginjal akut, yaitu prerenal, renal
danpostrenal dengan mekanisme patofisiologi berbeda
1. Gagal Ginjal Akut Pre Renal
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung
dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu dimana
arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan
reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional
dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal.
2. Gagal Ginjal Akut Intra Renal
Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa penyakit parenkim ginjal.
Berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus penyebab gagal ginjal akut inta renal, yaitu :
1.Pembuluh darah besar ginjal
2.Glomerulus ginjal
3.Tubulus ginjal : nekrosi tubular akut
4.Interstitial ginjal
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular akut disebabkan oleh
keadaan iskemia dan nefrotoksin. Salah satu Penyebab tersering AKI intrinsik lainnya adalah
sepsis, iskemik dan nefrotoksik baik endogenous dan eksogenous dengan dasar
patofisiologinya yaitu peradangan, apoptosis dan perubahan perfusi regional yang dapat
menyebabkan nekrosis tubular akut (NTA).
3. Gagal Ginjal Akut Post Renal
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA. GGA post-
renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi karena
deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi
ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis
papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada
kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura).

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penyakit kardiovaskular (resiko medis,


manifestasi oral, pertimbangan dental dan penatalaksanaan dental)

Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan
suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan tekanan darah secara terus menerus baik tekanan
sistolik, tekanan diastolik, maupun keduanya. Menurut American Heart Associationseseorang
didiagnosa menderita hipertensi apabila tekanan sistolik melebihi 140 mmHg dan diastolik
melebihi 90 mmHg. Tekanan darah yang normal adalah 120 mmHg (sistolik) dan 80 mm Hg
(diastolik).
Etiologi
Berdasarkan etiologi, hipertensi dibagi menjadi 2:
1. Hipertensi Primer
Hipertensi primer atau hipertensi essensial, atau idiopatik adalah peningkatan persistensi
tekanan arteri karena ketidakteraturan mekanisme kontrol tubuh yang normal.
Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik
mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh
darah terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin dan lain-lain.11 Sedangkan yang
termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress, emosi, obesitas
dan lain-lain. Hipertensi jenis ini tanpa kelainan dasar patologi yang jelas.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder berkaitan dengan berbagai penyakit seperti kelainan ginjal, kelainan
sistem saraf pusat, penyakit endokrin dan penyakit vascular.

Klasifikasi

Menurut laporan ke tujuh dari Komite Nasional Bersama mengenai pencegahan, deteksi,
evaluasi dan penanganan tekanan darah tinggi, hipertensi dibagi dalam beberapa kelompok
seperti tabel berikut.

Klasifikasi Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Pra hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

Manifestasi oral

Pengobatan hipertensi yang terbukti sangat efektif dan tersedia luas berhasil mengontrol
penderita hipertensi sehingga mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi.
Konsumsi obat antihipertensi tidak dapat diabaikan penderita, namun beberapa efek samping
akibat obat hipertensi tidak dapat dihindari. Keluhan di rongga mulut pada penderita
hipertensi tidak diketahui, tapi obat-obat antihipertensi seringkali menyebabkan keluhan
seperti xerostomia, gingiva tumbuh berlebihan, pembengkakan kelenjar liur atau nyeri, reaksi
obat lichenoid, erythema multiforme, perubahan sensasi rasa, dan parastesia.

1. Xerostomia
Xerostomia atau mulut kering merupakan keadaan rongga mulut yang paling banyak
dikeluhkan. Keadaan ini umumnya berhubungan dengan berkurangnya aliran saliva, namun
adakalanya jumlah atau aliran saliva normal tetapi seseorang tetap mengeluh mulutnya
kering.
Obat-obatan adalah penyebab paling umum berkurangnya saliva, dan obat antihipertensi
termasuk kedalam golongan obat yang dapat menyebabkan efek samping berupa
xerostomia
Obat-obatan tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem syaraf
autonom atau dengan secara langsung beraksi pada proses seluler yang diperlukan untuk
saliva. Obat-obatan juga dapat secara tidak langsung mempengaruhi saliva dengan
mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke
kelenjar.
2. Ulser
Salah satu penelitian mengungkapkan bahwa adanya respon imun yang diperantarai sel
secara berlebihan pada pasien sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon
imun itu berupa aksi sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa mulut dimana
pemicunya tidak diketahui.
3. Reaksi likenoid
Pada lesi likenoid terdapat white striae atau papula seperti liken planus, lesi dapat terlihat
ulseratif dengan adanya rasa peka terhadap rasa sakit serta lokasi yang paling sering adalah
mukosa bukal dan gingival cekat, namun daerah lain dapat dikenai.6 Reaksi likenoid dapat
bersifat unilateral.Pemakaian obat-obatan dapat menjadi penyebab terjadinya reaksi
likenoid.
4. Gingival enlargement
Manifestasi oral yang sering terjadi adalah gingival enlargement. Kondisi ini biasanya
ditemui pada pasien yang menjalani pengobatan antihipertensi dengan jenis obat calcium
chanel blockers. Pembesaran gingival secara klinis tampak sebagai nodula yang padat
akibat pertumbuhan berlebihan gingival dan terlihat pada aspek bukal atau fasial dan
lingual atau palatal dari margin gingival. Kondisi pembesaran gingival diperparah dengan
kondisi kebersihan mulut pasien. Terkadang, pembesaran gingival mencapai seluruh
permukaan mahkota sehingga pasien akan mengalami kesulitan makan.
Mekanisme amplodipine dalam menyebabkan gingival enlargement masih belum
ditentukan secara pasti, namun dapat dijelaskan melalui tiga mekanisme berbeda:
1) peran fibroblas pada orangorang yang mengalami pembesaran gingiva memiliki
fibroblas dengan kerentanan abnormal terhadap obat, ditunjukkan dengan kadar fibroblas
dari pembesaran gingiva pada pasien mengalami peningkatan kadar sintesis protein, yang
sebagian besar adalah kolagen;
2) peran sitokin pro-Inflamasi melalui peningkatan interleukin-1β (IL-1β) dan IL-6 sebagai
sitokin pro-inflamasi yang meningkat pada jaringan gingiva yang meradang akibat respons
fibrogenik gingiva terhadap obat-obatan CCB;
3) sebagian besar jenis agen farmakologis yang terlibat dalam pembesaran gingiva
memiliki efek negatif pada masuknya ion kalsium yang melintasi membran sel,
dipostulatkan bahwa agen tersebut dapat mengganggu sintesis dan fungsi kolagenase.
Pemeriksaan histopatologi pada kasus gingival enlargement menunjukkan gambaran
hiperkeratosis ringan sampai sedang, penebalan lapisan spinosus, fibrosis jaringan ikat
dengan proliferasi fibroblastik, dan peningkatan jumlah kapiler dengan sedikit peradangan
perivaskular kronis. Tingkat keparahan gingiva enlargementdapat pula dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti kontrol plak, jenis kelamin, dan usia. Derajat kontrol plak
merupakan hal yang paling penting dibandingkan faktor lainnya.
5. Eritema multiform (EM)
Pada mulut terlihat peradangan yang luas, dengan pembentukan vesikel kecil serta erosi
yang luas dengan dasar yang berwarna merah. Dapat terjadi pada bibir dan terbentuk ulser
yang luas. Eritema multiform yang dipicu oleh obat-obat antihipertensi terjadi sebagai
reaksi hipersensitifitas imunitas dari tubuh ditandai dengan hadirnya sel-sel efektor
sitotoksik dan CD8+ limfosit T pada epitel yang menyebabkan apoptosis dari keratinosit
sehingga sel menjadi nekrosis.
6. Angiodema
Angioedema adalah pembengkakan pada lapisan dermis, jaringan subkutaneus atau
submukosa yang mempengaruhi setiap bagian tubuh terutama kelopak mata, bibir, lidah,
dan bahkan jaringan dari dasar mulut yang dapat menyebabkan terbentuknya edema
laryngeal.
Angioedema sebagai manifestasi dari pemakaian obat-obatan digolongkan sebagai
angioedema yang buka n disebabkan karena reaksi alergi karena tidak ada keterlibatan IgE
dan histamine dalam hal ini. Melainkan terjadi karena meningkatnya kadar dari bradikinin
atau berubahnya fungsi dari C1 inhibitor.
7. Sindroma Mulut Terbakar
Gangguan ini ditandai dengan adanya rasa terbakar atau rasa gatal pada ujung dan lateral
lidah, bibir, dan palatum anterior, dan terkadang dikaitkan dengan perubahan pengecapan
dan mulut kering. Manifestasi SMT biasanya bilateral namun pada beberapa kasus ada
yang unilateral. Beberapa penyakit pada mukosa oral yang mempunyai gejala seperti rasa
sakit atau rasa terbakar adalah virus herpes simplex, liken planus, stomatitis, kandidiasis,
dan xerostomia.
8. Dysgeusia
Dysgeusia dapat disebabkan oleh beberapa hal. Sebagai contoh flu, infeksi sinus, sakit
tenggo rokan dapat menyebabkan dysgeusia. Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan
dysgeusiaseperti rokok, xerostomia, defisiensi vitamin dan mineral, depresi, radiasi di
daerah leher dan kepala, obat-obatan seperti ACE-inhibitor, antibiotik, dan obat-obat ke
moterapi. Dysgeusia juga dihubungkan dengan sindroma mulut terbakar atau glossitis dan
kondisi oral lainnya.
Penatalaksanaan Dental
 Hipertensi
Sebelum melakukan tindakan invasif, perlu bagi dokter gigi untuk mengukur tekanan
darah pasien untuk mengidentifikasi apakah pasien menderita hipertensi atau tidak.13 Pasien
dengan tekanan darah normal (< 120 sistolik dan < 80 diastol) dan pasien pra-hipertensi
(120-139/80-89 mmHg) dapat menerima semua tindakan perawatan dental serta dapat
diberikan anastesi lokal dengan kandungan epineprin 1:100.000.
Pasien dengan hipertensi derajat 1 serta 2, perlu menjadi pertimbangan bagi dokter
gigi. Tekanan darah mereka akan semakin meningkat apabila tingkat kecemasan mereka
terhadap perawatan yang akan dilakukan meningkat. Dokter gigi bisa menunda perawatan
sampai tekanan darah nya normal. Untuk pasien yang memiliki tekanan darah > 180/110,
tidak ada perawatan invasif yang bisadilakukan sampai tekanan darahnya normal. Walaupun
ada perawatan emergensi, konsultasikan kepada dokter terlebih dahulu untuk mengontrol
tekanan darah pasien tersebut.Perlu untuk memberikan antibiotik profilaksis sebelum
melakukan perawatan untuk mencegah terjadinya bakterimia.
Perawatan gigi dapat menimbulkan kecemasan pada pasien dan dapat meningkatkan
tekanan darah. Kecemasan pada pasien hipertensi dapat dikurangi dengan pemberian obat-
obatan seperti diazepam. Diazepam sebanyak 2 sampai 5 mg sebelum tidur dan 1 jam
sebelum prosedur dental cukup efektif untuk mengurangi kecemasan. Perawatan gigi
sebaiknya dilakukan sesingkat mungkin dan pasien harus selalu dimonitor. Apabila timbul
kecemasan pada pasien maka perawatan dental segera dihentikan dan pasien dibuatkan
perjanjian perawatan yang baru.

Resiko Medis

Banyak komplikasi yang dapat terjadi pada pasien hipertensi. Oleh karena itu, sebelum
melakukan tindakan, sebaiknya pasien konsultasi dahulu dengan dokte penyakit dalam yang
merawat penderita. Jika keadaan pasien memungkinkan untuk dilakukan tindakan, maka
segala kondisi yang menimbulkan kecemasan atau stress sebaiknya dihilangkan.
Penggunaan obat penenang sehari sebelumnya dianjurkan. Apabila keadaan pasien sudah
lebih tenang, tindakan dapat dilakukan. Perlu diperhatikan bahwa tekanan darah pasien saat
tindakan harus dalam keadaan tensi yang terkontrol. Penderita Hipertensi yang masuk dalam
stage I dan stage II masih memungkinkan untuk dilakukan tindakan pencabutan gigi karena
resiko perdarahan yang terjadi pasca  pencabutan relatif masih dapat terkontrol . Pada
penderita hipertensi dengan stage II sebaiknya di rujuk terlebih dahulu ke bagian penyakit
dalam agar pasien dapat dipersiapkan sebelum tindakan. Pengobatan pada pasien hipertensi
biasanya digunakan lebih dari satu macam golongan obat, misalnya: golongan obat anti
hipertensi (mis: captopril) dan golongan obat diuretik. Resiko-resiko yang dapat terjadi pada
pencabutan gigi penderita hipertensi, antara lain
1) Resiko akibat Anestesi lokal pada penderita hipertensi
Larutan anestesi lokal yang sering dipakai untuk pencabutan gigi adalah lidokain yang
dicampur dengan adrenalin dengan dosis 1:80.000 dalam setiap cc larutan. Konsentrasi
adrenalin tersebut dapat dikatakan relatif rendah, bila dibandingkan dengan jumlah adrenalin
endogen yang dihasilkan oleh tubuh saat terjadi stres atau timbul rasa nyeri akibat tindakan
invasif. Tetapi bila terjadi injeksi intravaskular maka akan menimbulkan efek yang
berbahaya karena dosis adrenalin tersebut menjadi relatif tinggi. Masuknya adrenalin ke
dalam pembuluh darah bisa menimbulkan: takikardi, stroke volume meningkat, sehingga
tekanan darah menjadi tinggi. Resiko yang lain adalah terjadinya ischemia otot jantung yang
menyebabkan angina pectoris, bila berat bisa berakibat fatal yaitu infark myocardium.
Adrenalin masih dapat digunakan pada penderita dengan hipertensi asal kandungannya tidak
lebih atau sama dengan 1:200.000. Dapat juga digunakan obat anestesi lokal yang lain, yaitu
Mepivacaine 3% karena dengan konsentrasi tersebut mepivacaine mempunyai efek
vasokonstriksi ringan, sehingga tidak perlu diberikan campuran vasokonstriktor.

2) Resiko akibat ekstraksi gigi pada penderita hipertensi


Komplikasi akibat pencabutan gigi adalah terjadinya perdarahan yang sulit dihentikan.
Perdarahan bisa terjadi dalam bentuk perdarahan hebat yang sulit  berhenti  berhenti saat
dilakukannya dilakukannya tindakan tindakan pencabutan pencabutan gigi, atau bisa berupa
oozing (rembesan darah) yang membandel setelah tindakan pencabutan gigi selesai.

CAD Coronary Artery Disease (CAD)


atau lebih dikenal Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan suatu gangguan fungsi jantung
yang disebabkan karena adanya penyempitan dan tersumbatnya pembuluh darah jantung.
CAD juga merupakan kondisi patologis arteri koroner yang ditandai dengan penimbunan
abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang
mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri dan penurunan aliran darah ke jantung

Etiologi Penyebab CAD secara umum dibagi atas dua, yakni menurunnya asupan oksigen
yang dipengaruhi oleh aterosklerosis, tromboemboli, vasopasme, dan meningkatnya
kebutuhan oksigen miokard. Dengan kata lain, ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen
miokardium dengan masukannya yang dikenal menjadi 2, yaitu hipoksemia (iskemia) yang
ditimbulkan oleh kelainan vaskuler (arteri koronaria) dan hipoksia (anoksia) yang disebabkan
kekurangan oksigen dalam darah.

Penyakit jantung koroner adalah salah satu akibat utama aterosklerosis (pengerasan pembuluh
nadi) pada keadaan ini pembuluh darah nadi menyempit (Naga, 2013). Mekanisme timbulnya
penyakit jantung koroner didasarkan pada lemak atau plak yang terbentuk di dalam lumen
arteri koronaria (arteri yang mensuplai darah dan oksigen pada jantung). Plak dapat
menyebabkan hambatan aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner dan
menghambat darah kaya oksigen mencapai bagian otot jantung. Kurangnya oksigen akan
merusak otot jantung

Gejala Menurut Pangkalan (2010) Gejala yang umum terjadi pada seseorang yang terkena
CAD atau penyakit jantung koroner, yaitu :

 Nyeri dada (Angina) Seseorang penderita CAD akan merasa tekanan atau sesak di dada.
Rasa sakit tersebut disebut sebagai angina, biasanya dipicu oleh tekanan fisik atau
emosional.
 Sesak Napas Jika jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi
kebutuhan tubuh, maka seseorang akan mengalami sesak napas atau kelelahan ekstrem
tanpa tenaga.
 Serangan Jantung Jika arteri koroner benar-benar diblokir, seseorang akan mengalami
serangan jantung.
Patofisiologi CAD atau penyakit jantung koroner berawal dari penimbunan lemak pada
pembuluh darah arteri yang mensuplai darah ke jantung. Akibat dari proses ini pembuluh
darah arteri menyempit dan mengeras, sehingga jantung kekurangan pasokan darah yang kaya
oksigen. Akibatnya fungsi jantung terganggu dan harus bekerja sangat keras. Penyakit ini
sering juga disebut dengan istilah atherosclerosis

PERTIMBANGAN DENTAL : Beberapa pertimbangan perlu diperhatikan saat merawat


pasien gigi dengan CAD. Perhatian utama adalah untuk mencegah iskemia atau infark. Risiko
kejadian seperti itu ditentukan oleh banyak faktor, termasuk derajat dan jenis penyakit CAD,
angina stabil vs tidak stabil atau riwayat MI). Dalam situasi yang jarang terjadi, gangguan
hemostasis karena satu atau lebih obat mungkin juga memerlukan modifikasi gigi. Selain itu,
efek samping dari obat jantung dapat menyebabkan perubahan oral, dan interaksi obat dengan
obat yang digunakan untuk perawatan gigi dapat terjadi. Status jantung saat ini dan obat-
obatan harus didiskusikan dengan dokter pasien sebelum stres atau yang mendasarinya.

CHF (Congestive Heart Failure)


Pengertian CHF Gagal jantung merupakan ketidakmampuan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan tubuh, gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat
kelainan struktural atau fungsional jantung yang menyebabkan gangguan kemampuan
pengisian ventrikel dan ejeksi darah ke seluruh tubuh
Etiologi Penyebab umum gagal jantung adalah rusaknya atau berkurangnya massa otot
jantung karena iskemi akut atau kronik, peningkatan resistensi vaskuler karena hipertensi,
atau karena takiaritmia (misalnya fibrilasi atrial), penyakit arteri coroner(kardiomiopati
iskemik), kardiomiopati dilatasi idiomiopatik, kardiomiopati hipertrofik, alcohol,
diabetes, virus(coxsakie virus, HIV), gangguan metabolism, penyakit pericardial,

Tanda dan Gejala CHF menimbulkan berbagai tanda dan gejala klinis diantaranya;
dipsnea, ortopnea, pernapasan Cheyne-Stokes, Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND),
asites, piting edema, berat badan meningkat, dan gejala yang paling sering dijumpai
adalah sesak nafas pada malam hari, yang mungkin muncul tiba-tiba dan menyebabkan
penderita terbangun.

Patofisiologi Sindrom CHF timbul sebagai akibat dari kelainan pada struktur jantung,
fungsi, ritme, atau konduksi. Penyakit katup degeneratif, kardiomiopati idiopatik, dan
kardiomiopati alkohol juga merupakan penyebab utama gagal jantung. Gagal jantung
sering terjadi pada pasien usia lanjut yang memiliki beberapa kondisi komorbiditas
(misalnya, angina, hipertensi, diabetes, dan penyakit paru-paru kronis)

PERTIMBANGAN DENTAL : Untuk pasien gagal jantung dengan kompensasi yang


baik, tidak diperlukan modifikasi gigi khusus kecuali penyebab yang mendasari gagal
jantung memerlukan modifikasi. Namun, ketika pasien menderita CHF yang tidak
terkompensasi, adalah bijaksana untuk menanyakan tentang kemampuan pasien untuk
ditempatkan dalam posisi terlentang karena hal ini dapat menyebabkan dispnea yang
parah.

Endokarditis bekterialis
Endokarditis bakterialis merupakan adanya infeksi dari dinding permukaan endokardial, dapat
terjadi karena adanya defek dari endokardial atau dapat juga disebabkan oleh septicaemia.
Etiologi : streptococcus viridans. Bakteri memasuki aliran darah dan berkoloni pada defek
jantung (katup jantung/endocardium). Mekanisme terjadinya endokarditis bakterialis tidak
jelas tetapi diduga berhubungan dengan endothelium, bakteri dan respon inang. Infeksi
bermula dari kerusakan permukaan endotel yang menyebabkan kerusakan local yang
mengakibatkan terjadinya lesi pada kardiak. Tanda Endokarditis bakterialis adalah
demam,murmur jantung,kultur darah positif . Komplikasi yang paling buruk adalah terjadinya
gagal jantung. Pertimbangan dental : antibiotic profilaksis pada risiko moderate-severe
sebelum tindakan dental invasive (tindakan yang menyebabkan perdarahan).

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penyakit respiratorius atas (resiko medis,
manifestasi oral, pertimbangan dental dan penatalaksanaan dental)

ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih
dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga
tengah, pleura). ISPA merupakan penyakit umum yang terjadi pada masyarakat dan sering
dianggap biasa atau tidak membahayakan. ISPA adalah penyakit saluran pernapasan atas atau
bawah, biasanya menular yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar
dari penyakit tanpa gejala sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen
penyebabnya, faktor lingkungan dan faktor pejamu. Sekelompok penyakit yang termasuk ISPA
adalah pneumonia, influenza, dan pernapasan syncytial virus (RSV).

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari, pada organ pernapasan
berupa hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang
telinga tengah dan selaput paru.

Penyebab ISPA

Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus,
mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus, sedangkan
ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah
yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga
menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya. Bakteri penyebab ISPA antara lain
adalah dari genus streptcocus, Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan
Corinebacterium. Bakteri tersebut diudara bebas akan masuk dan menempel pada saluran
pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-
anak yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke musim hujan.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Influenza,
Sitomegalovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain. Untuk
golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus (termasuk didalamnya virus
para-influensa, virus influensa, dan virus campak), dan adenovirus. Virus parainfluensa
merupakan penyebab terbesar dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam
saluran nafas bagian atas. Secara etiologi, ISPA juga disebabkan oleh Jamur seperti Aspergillus
sp., Candida Albicans, Hitoplasma, dan lain-lain.

Tanda dan gejala ISPA


Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena menurunnya
sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada stadium
awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin
terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan
mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi
kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan
berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi
telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru).

Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas),
anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk,
keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya
tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak
mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian.

Jenis penyakit ISPA

Otitis Media

Otitis media merupakan inflamasi yang terjadi pada telingan bagian tengah.Otitis media dibagi
menjadi Otitis Media Akut, Otitis Media Efusi, dan Otitis Media Kronik.Infeksi ini banyak
menjadi masalah bagi bayi dan anak-anak. Otitis media mempunyai puncak pada rentan usia
anak 6 bulan – 3 tahun penyebabnya diduga karena adanya obstruksi tuba Eustachius dan sebab
sekunder yaitu menurunnya imunokompetensi pada anak.

Diagnosis ISPA

Diagnosis ISPA dapat ditegakkan bedasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis yang sesuai
dengan gejala dan tanda sebelumnya, disertai 7 dengan pemeriksaan laboratorium sebagai
pemeriksaan penunjang.Diangnosis etiologi dibuat bedasarkan pemeriksaan mikrobiologi dan
serologi (Mansjoer, dkk, 2008)

Sinusitis
Sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus paranasal. Peradangan ini banyak
ditemui pada anak dan dewasa yang biasanya diawali dengan infeksi saluran napas atas. Sinusitis
dibedakan menjadi sinusitis akut dan sinusitis sub akut. Sinusitis akut yaitu infeksi pada sinus
paranasal sampai dengan selama 30 hari baik dengan gejala yang terus-menerus maupun berat.
Gejala yang menetap yang dimaksud adalah gejala yang ditandai dengan keluar cairan dari
hidung, batuk di siang hari yang akan bertambah parah pada malam hari yang bertahan selama
10-14 hari, yang dimaksud dengan gejala yangberat adalah disamping adanya sekret yang
purulen juga disertai demam (bisa sampai 39ºC) selama 3-4 hari. Sinusitis subakut ditandai
dengan gejala yang menetap selama 30-90 hari. Sinusitis berulang adalah sinusitis yang terjadi
minimal sebanyak 3 episode dalam kurun waktu 6 bulan atau 4 episode dalam 12 bulan.

Sinusitis kronikdidiagnosis bila gejala sinusitis terus berlanjut hingga lebih dari 6
minggu (Young LY, KodaKimble, 1995:21). Sinusitis bakteri dapat pula terjadi sepanjang tahun
yang disebabkan selain oleh virus, yaitu adanya obstruksi oleh polip, alergi, berenang, benda
asing, tumor dan infeksi gigi. Sebab lain adalah immunodefisiensi, abnormalitas sel darah putih
dan bibir sumbing.
Tanda, Diangnosis, dan Penyebab

Tanda lokal sinusitis adalah hidung tersumbat, sekret hidung yang kental berwarna hijau
kekuningan atau jernih, bau pada sekret, nyeri tekan pada wajah di area pipi, di antara kedua
mata dan di dahi. Tanda umum terdiri dari batuk, demam tinggi, sakit kepala atau migraine, serta
menurunnya nafsu makan, malaise (Piccirillo Jay, 2004;351;9;902-909).

Penegakan diagnosis adalahdengan dilakukan pemeriksaan klinis THT, aspirasi sinus


yang dilanjutkan dengan kultur dan dijumpai lebih dari 104/ml koloni bakteri, pemeriksaan x-ray
dan CT scan (untuk kasus kompleks). Sinusitis viral dibedakan dari sinusitis bakteri bila gejala
menetap lebih dari 10 hari atau gejala memburuk setelah 5-7 hari.Selain itu sinusitis virus
menyebabkan demam menyerupai sinusitis bakteri namun kualitas dan warna sekret hidung
jernih dan cair (24).Sinusitis bakteri akutumumnya berkembang menyebabkan infeksi virus
saluran napas atas (Gwaltney JM Jr, 1996;23;1209-23).

Bakteri yang paling banyak menjadi penyebab sinusitis akut adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzaedan Moraxella catarrhalis. Patogen yang menginfeksi pada
sinusitis kronik sama seperti pada sinusitis akut dengan ditambah adanya keterlibatan bakteri
anaerob dan S. aureus.

Penularan dan Faktor Risiko

Penularan sinusitis adalah dengan melalui kontak langsung dengan penderita melalui
udara.Oleh karena itu untuk mencegah penyebaran sinusitis, dianjurkan untuk memakai masker
(penutup hidung), cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita. Faktor predisposisi
sinusitis adalah sebagai berikut (Academy of American Physician, 2001) : Infeksi saluran
pernapasan akut atas (ISPA) yang disebabkan oleh virus, Rhinitis oleh karena alergi maupunnon-
alergi, Obstruksi nasal, dan Pemakaian ―nasogastric tube.

Terapi

1. Terapi Outcome
Membebaskan obstruksi, mengurangi viskositas sekret, dan mengeradikasi kuman.
2. Terapi Pokok
Terapi pokok meliputi pemberian antibiotika dengan lama terapi 10-14 hari, kecuali bila
menggunakan azitromisin
3. Terapi Pendukung
Terapi pendukung dapat diberikan analgesik dan dekongestan. Penggunaan antihistamin
dibenarkan pada sinusitis yang disebabkan oleh alergi (Piccirillo Jay, 2004;351;9;902-909),
namun perlu diwaspadai bahwa antihistamin akan mengakibatkan pengentalkan sekret.
Pemakaian dekongestan topikal dapat mempermudah pengeluaran sekret, namun perlu
diwaspadai untuk pemakaian yang lebih dari lima hari dapat menyebabkan penyumbatan
berulang.

Faringitis
Faringitis adalah peradangan yang terdapat pada mukosa faring dan sering meluas ke
jaringan sekitarnya.Faringitis biasanya timbul bersama-sama dengan tonsilitis, rhinitis dan
laryngitis. Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-15 th di daerah dengan iklim panas.

Tanda, Gejala, dan Penyebab

Faringitis mempunyai cirri-ciri yaitu demam yang terjadi secara tiba-tiba, nyeri
tenggorokan, nyeri telan,adenopati servikal, malaise dan mual. Faring, palatum, tonsil berwarna
kemerahan dan tampak adanya pembengkakan.Eksudat yang purulen mungkin menyertai
peradangan. Gambaran leukositosis dengan dominasi neutrofil akan dijumpai. Khusus untuk
faringitis oleh streptococcus gejala penyerta biasanya berupa demam yang terjadi secara tiba-tiba
yang disertai nyeri tenggorokan, tonsillitis eksudatif, adenopati servikal anterior, sakit kepala,
nyeri abdomen, muntah, malaise, anoreksia, dan rash atau urtikaria (Institute for Clinical Systems
Improvement, 2003:27).

Faringitis didiagnosis dengan cara pemeriksaan tenggorokan, kultur swab tenggorokan.


Pemeriksaan kultur memiliki sensitivitas 90-95% dari diagnosis, sehingga lebih diandalkan
sebagai penentu penyebab faringitis

Faringitis yang paling banyak disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenesyang


merupakan Streptocci Grup A hemolitik. Bakteri lain yang mungkin terlibat adalah Streptocci
Grup C, Corynebacterium diphteriae, Neisseria Gonorrhoeae. Streptococcus Hemolitik Grup A
hanya dijumpai pada 15-30% dari kasus faringitis pada anak-anak dan 5-10% pada faringitis
dewasa. Penyebab lain yang banyak dijumpai adalah nonbakteri, yaitu virus-virus saluran napas
seperti adenovirus, influenza, parainfluenza, rhinovirus dan respiratory syncytial virus (RSV).
Virus lain yang juga berpotensi menyebabkan faringitis adalah echovirus, coxsackievirus, herpes
simplex virus (HSV). Epstein barr virus (EBV)seringkali menjadi penyebab faringitis akut yang
menyertai penyakitinfeksi lain. Faringitis olehkarena virus dapat merupakan bagian dari
influenza.

Faktor Risiko

Riwayat demam rematik, HIV positif, pasien dengan kemoterapi, immunosuppressed, Diabetes
Mellitus, Kehamilan, Pasien yang sudah memulai antibiotik sebelum didiagnosis dan Nyeri
tenggorokan untuk selama lebih dari 5 hari.

Terapi

1. Terapi Outcome
Mengatasi gejala secepat mungkin, membatasi penyebaran infeksi serta membatasi
komplikasi.
2. Terapi Pokok
Terapi antibiotika diberikan untuk faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus Grup A,
sehingga penting sekali untuk dipastikan penyebab faringitis sebelum terapi diberikan.
Terapi dengan antibiotika dapat dimulai lebih dahulu bila disertai kecurigaan yang tinggi
terhadap bakteri sebagai penyebab, sambil menunggu hasil pemeriksaan kultur. Terapi dini
dengan antibiotika menyebabkan resolusi dari tanda dan gejala yang cepat.
3. Terapi Penunjang
Analgesik seperti ibuprofen, Antipiretik, Kumur dengan larutan garam, gargarisma khan dan
Lozenges/ Tablet hisap untuk nyeri tenggorokan.
RHINITIS ALLERGIC AND CONJUNCTIVITIS
Rhinitis alergi merupakan gangguan inflamasi kronis berulang dari mukosa hidung. Demikian
pula konjungtivitis alergi adalah gangguan inflamasi yang melibatkan konjungtiva.
Dasar peradangan adalah hipersensitiitas alergi (hipersensivitas type I) terhadap pemicu
lingkungan.

Patofisiologi
Pasien dengan rhinokongtivitis alrgi memiliki kerentanan yang telah ditentukan secara genetic
terhadap reaksi hipersensitivitas alergi(atopi). Sebelum respon alergi, fase awal sensitisasi
diperlukan. Fase sensitisasi ini bergantung pada pajanan terhadap alergen spesifik dan pada
pengenalan alergen oleh sistem imun. Hasil akhir dari fase sensitisasi adalah produksi antibodi
imunoglobulin E (IgE) spesifik dan pengikatan IgE spesifik ini ke permukaan sel mast jaringan
dan basofil darah.
Sel mast juga melepaskan sitokin yang memungkinkan amplifikasi dan umpan balik dari respon
alergi. Sitokin ini menyebabkan masuknya sel-sel inflamasi lainnya, termasuk eosinofil, yang
mengakibatkan reaksi alergi fase akhir. Eosinofil menghasilkan banyak mediator proinflamasi
yang berkontribusi pada peradangan alergi kronis dan gejala hidung tersumbat.
Tanda dan gejala : Gejala rinokonjungtivitis alergi dapat bervariasi dari pasien ke pasien dan
tergantung pada alergen spesifik yang membuat pasien peka. Gejala konjungtiva mungkin
termasuk pruritus, lakrimasi, pengerasan kulit, dan rasa terbakar. Gejala hidung mungkin
termasuk bersin, pruritus, rhinorrhea jernih, dan hidung tersumbat. Gejala lain dapat terjadi,
seperti drainase postnasal dengan iritasi tenggorokan, pruritus pada langit-langit mulut dan
saluran telinga, dan kelelahan.
Tanda-tanda klinis rinokonjungtivitis alergi termasuk injeksi konjungtiva dengan atau tanpa
"batu bulat": lipatan infraorbital yang menonjol (lipatan/lipatan Dennie-Morgan), pembengkakan,
dan penggelapan ("penyemir alergi"); lipatan hidung melintang; dan sering menggosok ujung
hidung ke atas ("salut" alergi). Pemeriksaan langsung pada mukosa hidung menunjukkan edema
yang signifikan dan warna biru pucat pada turbinat. Sebuah rhinorrhea jelas
berlebihan sering hadir.

Manifestasi oral
Penggunaan dekongestan dan antihistamin generasi pertama dapat dikaitkan dengan
kekeringan mulut. Ada peningkatan insiden kandidiasis oral pada pengguna kortikosteroid
topical jangka panjang. Telah dilaporkan bahwa banyaknya tenaga dental berada pada risiko
hipersensitivitas pernapasan alergi dari paparan gigi seperti metakrilat dan rubber lateks.

Laringitis

Laringitis adalah suatu kondisi di mana kotak suara (laring) yang ada pada tenggorokan
mengalami peradangan. Hal ini diakibatkan oleh penggunaan suara yang berlebihan, tenggorokan
mengalami infeksi, atau iritasi. Di dalam laring terdapat am laring terdapat pita suara, dua lipatan
pita suara, dua lipatan selaput lendir yang menutupi otot dan tulang rawan. Biasanya, pita suara
akan membuka dan menutup dengan lancar sehingga membentuk suara akibat pergerakan dan
getaran dari pita suara. Namun, ketika laring membengkak, suara akan terdistorsi ketika udara
melewati pita suara. Akibatnya, suara Anda terdengar serak bahkan mungkin tidak bisa
mengeluarkan suara sama sekali. Laringitis dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1.Laringitis akut
Laringitis akut adalah radang akut laring, dapat disebabkan oleh virus dan bakteri. Keluhan
berlangsung < 3 minggu dan pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus influenza (tipe A dan
B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus
influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, dan
Streptococcus pneumoniae.
Penyakit ini akan dialami dalam waktu yang singkat, tidak terlalu parah. Selain itu, penyakit ini
cepat untuk disembuhkan ketika faktor penyebabnya dapat teratasi.
2. Laringitis kronis
Laringitis kronik dapat terjadi setelah laringitis akut yang berulang, dan juga dapat diakibatkan
oleh sinusitis kronis, deviasi septum berat, polip hidung, bronkitis kronik, refluks laringofaring,
merokok, pajanan terhadap iritan yang bersifat konstan, dan konsumsi alkohol berlebih. Tanda
dari laringitis kronik ini yaitu nyeri tenggorokan yang tidak signifikan, suara serak, dan terdapat
edema pada laring. Mungkin juga disebabkan penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti
berteriak-teriak atau bicara keras.
Apabila laring mengalami infeksi dan membiarkannya begitu saja, maka penyakit ini menjadi
kronis dan berada pada tahapan yang parah. Bila tidak segera diobati, suara serak yang alami
dapat menimbulkan penyakit lain yang lebih serius dan dapat menyebar ke bagian lain dari
saluran pernapasan, seperti pita suara menjadi tegang, cedera, dan terjadi pertumbuhan  pada pita
suara (polip atau nodul). Mungkin akan mengalami hal ini dalam jangka waktu yang lama,
kurang lebih tiga minggu.

Penatalaksanaan
1. Non-medikamentosa
a. Istirahat suara (vocal rest).
b. Rehabilitasi suara (voice therapy), bila diperlukan.
c. Meningkatkan asupan cairan.
d. Bila terdapat sumbatan laring dilakukan pemasangan pipa endotrakea, atau trakeostomi.
2. Medikamentosa
a. Parasetamol atau Ibuprofen sebagai antipiretik dan analgetik.
b. Pemberian antibiotik dilakukan bila peradangan dari paru dan bila penyebab berupa
Streptokokus grup A ditemukan melalui kultur. Pada kasus ini, antibiotik yang dapat digunakan
yaitu golongan Penisilin.
c. Proton Pump Inhibitor pada laringitis yang disebabkan oleh refluks laringofaringeal.

Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit, namun ada indikasi masuk
rumah sakit apabila :
•Usia penderita dibawah 3 tahun
•Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted
•Diagnosis penderita masih belum jelas
•Perawatan dirumah kurang memadai

Laryngotracheobronkhitis

Adalah Inflamasi pada laring, trakea, dan bronkus


Biasa terjadi pada usia 3 bulan – 3 tahun
Onsetnya secara tiba-tiba, sering pada waktu malam, awalnya muncul gejala seperti flu ringan,
tetapi bangun dengan batuk menggongong dan stridor
Biasanya pasien ini mengalami suara serak dan batuk menggongong, tanpa disfagi, stridor
inspirasi berat dan demam, biasanya 37.8- 40.5 : biasanya dengan faringitis minimal, epiglottis
normal.
Temuan radiologi biasanya ada penyempitan subglotis pada posterior-anterior, densitas jaringan
trakea irregular pada sudut lateral

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penyakit respiratorius bawah (resiko


medis, manifestasi oral, pertimbangan dental dan penatalaksanaan dental)
Asma

Asma adalah penyakit inflamatori kronik saluran pernapasan yang dicirikan dengan reversible
episode peningkatan hiperresponsivitas saluran pernapasan yang menghasilkan recurrent episode
dyspnea (kesulitan bernapas), batuk, dan wheezing (mendesah). Jaringan bronkiolar paru-paru
pasien dengan asma sensitif terhadap  beragam stimulus, antara lain allergen, infeksi saluran
pernapasan atas, olahraga, udara dingin, obat-obatan tertentu (salisilat, NSAID, obat cholinergic,
dan obat β-adrenergic blocking), zat kimia, asap rokok, dan tingkat emosional yang tinggi seperti
kegelisahan, stress, dan kegugupan.

Dental Management

Tujuan terapi asma adalah untuk membatasi paparan terhadap agen pemicu, memungkinkan
aktivitas normal, memperbaiki dan menjaga fungsi normal paru-paru, meminimalkan frekuensi
dan keparahan serangan, mengontrol gejala kronik dan nocturnal, dan menghindari efek samping
obat-obatan. Tujuan itu dilakukan dengan mengedukasi pasien dan mencegah atau mengeliminasi
faktor pencetus (misalnya  berhenti merokok) dan kondisi comorbid yang mengacaukan
management, membuat rencana untuk self-monitoring rutin, dan perawatan follow-up. Pemilihan
obat antiasma berdasarkan tipe dan keparahan asma dan apakah obat yang digunakan untuk
kontrol jangka panjang atau cepat reda. Untuk management jangka panjang dan  profilaksis asma
persistent gunakan inhaled inflammatory agent sebagai obat pertama (agennya adalah preparasi
kortikosteroid dengan inhibitor leukotrien sebagai alternative). Β-adrenergic agonis
direkomendasikan untuk asma intermittent dan merupakan agen sekunder yang sebaiknya
ditambahkan untuk asma persistent jika obat antiinflamatory tidak cukup sendiri.

DENTAL MANAGEMENT OF PATIENT WITH ASTHMA

- Asma dapat menjadi penyebab kegawatdaruratan yang serius di praktik dokter gigi, maka dari
itu dokter gigi harus familiar dengan cara manajemen dental  pasien asma.

- Pada praktik dental, asma akut dapat dipicu oleh allergen, ketakutan, kepanikan, pasta gigi,
fissure sealant, debu enamel gigi atau methyl methacrylate.

- Pasien dengan asma harus membawa bronchodilating agentnya setiap ke dokter gigi dan harus
diletakan di tempat yang terlihat dan mudah diambil.

- Larutan eponefrin dapat digunakan untuk mengobati eksaserbasi akut terhadap nebulasi
bronchodilator.
- Oksigen harus tersedia

- Masih ada perdebatan mengenai penggunaan vasokonstriktor pada pasien asma. Sesungguhnya
telah tebukti aman namun Peruse et al merekomendasikan untuk tidak menggunakan anastesi
local dengan vasokonstriktor pada pasien asma dengan ketergantungan terhadap kortikosteroid. -
Analagesik pilihan untuk pasien asma : Acetaminophen. Narkotika dan  barbiturates harus
dihindari sebab 20% dari pasien asma mengalami eksaserbasi parah dari bronchokonstriksi
setelah menelan obat.

- Asma dikaitkan dengan karies tinggi, peningkatan insiden gingivitis,  perubahan mukosa mulut,
oral candidiasis akibat inhaler/glukokortikois, kelainan orofasial.

BRONKIOLITIS
Bronkiolitis adalah penyakit yang menyerang anak-anak di bawah usia 2 tahun; paling sering
terjadi pada bayi berusia 2 hingga 12 bulan. Hal ini ditandai dengan infeksi saluran pernapasan
bagian bawah, dengan bronkiolus yang paling terpengaruh. Respon inflamasi dapat disebabkan
oleh berbagai patogen, termasuk RSV, human metapneumovirus, virus parainfluenza, virus
influenza, adenovirus, dan M. pneumoniae,
PATOFISIOLOGI
Bronkiolitis adalah penyakit yang menyerang anak-anak di bawah usia 2 tahun; paling sering
terjadi pada bayi berusia 2 hingga 12 bulan. Hal ini ditandai dengan infeksi saluran pernapasan
bagian bawah, dengan bronkiolus yang paling terpengaruh. Respon inflamasi dapat disebabkan
oleh berbagai patogen, termasuk RSV, human metapneumovirus, virus parainfluenza, virus
influenza, adenovirus, dan M. pneumoniae,
TANDA DAN GEJALA : Bayi pertama kali mengalami tanda dan gejala infeksi saluran
pernapasan bagian atas, dengan demam ringan, rinore jernih, dan batuk. Tanda-tanda infeksi
pada saluran pernapasan bagian bawah segera menyusul, termasuk takipnea, retraksi, mengi, dan
(kadang-kadang) sianosis. Crackles dapat terdengar, dan hiperresonansi toraks dapat dicatat pada
perkusi. Temuan terkait dapat mencakup konjungtivitis, otitis media, dan faringitis.

Pulmonary embolism / Emboli paru

penyumbatan pada pembuluh darah di paru-paru. Keadaan ini dapat memberikan gambaran klinis
dengan spektrum luas, mulai dari suatu gambaran klinis yang asimptomatik sampai keadaan yang
mengancam nyawa berupa hipotensi, shock kardiogenik dan keadaan henti jantung yang tiba-
tiba.

Penatalaksanaan khusus emboli paru dapat berupa pemberian antikoagulasi, antitrombolitik atau
embolektomi baik dengan intervensi kateterisasi maupun dengan pembedahan.

Penatalaksanaan dental

Perhatian utama dalam pemberian perawatan gigi untuk individu dengan PE adalah pasien yang
sedang ditangani dengan antikoagulan oral. Sebagai aturan umum, perawatan gigi (termasuk
pencabutan sederhana) dapat diberikan dengan aman untuk pasien dengan waktu protrombin
hingga 20 detik atau rasio normalisasi internasional 2,5. Namun, dianjurkan bahwa setiap
perawatan gigi untuk pasien ini dikoordinasikan dengan penyedia perawatan medis utama
mereka.
Chronic obstructive pulmonary disease (COPD)
 Obstruksi aliran udara kronis irreversible pada paru-paru.
Jenis :

 Bronchitis kronis : produksi mucus trakeobronkial berlebih  batuk berdahak kurang lebih 3
bulan dalam setahun selama > 2 tahun, susah napas, dan sianosis
 Emfisema
- Destruksi dinding alveolar  tidak mampu mengembangnya ruang udara distal pada
terminal bronkiaol
- Susah napas parah, saat ekspirasi  usaha pasien untuk mengeluarkan udara dengan
meniupkan bibir tanpa batuk, tidak tampak sianosis
 Asma bronchiale
 Gangguan pada saluran bronchial yang mempunyai ciribronchospasme periodic(kontraksi
spasme pada saluran napas)
Hindari :

- Rubber dam
- Inhalasi nitrous oxide
- Barbiturate, antihistamin, antikolinergik (menyebabkan depresi pernapasan
- Abtibiotik eritromisin dan ciprofloxacin pada pasien yang mengalami theophylline
karena menghalangi metabolism theophylline sehingga menyebabkan keracunan
theophylline
Daftar Pustaka

Burket LW, Greenberg MS, editors. Burket’s Oral Medicine. 11th ed. Hamilton,Ont: BC Decker.
2008.

Little, James W., Falace, Donald A, dkk. Dental Management of the Medically Compromised Patient.
Ed. ke-8. St. Louis: Mosby Elsevier, 2013

Vitria, E. E. (2011). Evaluasi dan penatalaksanaan pasien medically-compromised di tempat praktek


gigi Evaluation and management of medically compromised patient in dental practice.
Journal of Dentomaxillofacial Science, 10(1), 47. https://doi.org/10.15562/jdmfs.v10i1.252

L., A., K., A. A., & J., A. S. (2020). Laporan Kasus: Manifestasi Oral Penderita Hipertensi berupa
Ginggival Enlargement. STOMATOGNATIC - Jurnal Kedokteran Gigi, 17(2), 54.
https://doi.org/10.19184/stoma.v17i2.25219

Anda mungkin juga menyukai