Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sinus maxillaris biasanya dianggap sebagai daerah tak bertuan oleh para dokter gigi,
dan lubang masuk ke daerah antrum seringkali keliru ditafsirkan sebagai akibat
penanganan yang kurang hati-hati. Namun, pada pembedahan dentoalveolar yang
melibatkan maksilla, peristiwa ini kadang tidak bisa dihindarkan.
Daerah sinus merupakan pertemuan keadaan patologis pada gigi dan paranasal.
Patologis pada rongga mulut dapat meluas ke sinus, dan patologis dalam sinus dapat
mencapai prosesus alveolaris maksilla. Kedekatan anatomis dan keterlibatan patologis
dapat menyebabkan kompleks gejala yang membingungkan, sehingga penderita sering
kali megelirukan symptom yang satu dengan yang lainnya. Untuk mengenali dan
membedakan tanda-tanda klinis yang timbul, dibutuhkan pemahaman tentang
perkembangan dan dan anatomi dari sinus maxillary. Pengetahuan mengenai hubungan
antara pembentukan geligi maupun erupsi geligi dan antrum merupakan persyaratan.
Pemahaman tentang saraf dan suplay vascular yang sama antara sinus dan gigi rahang
atas di dekatnya juga membantu memberikan dasar penjelasan yang logis untuk
keadaan klinis dan symptom-simptom tertentu.
Setiap tindakan dan perawatan yang dilakukan dalam rongga mulut dapat
menyebabkna terjadinya komplikasi, salah satunya adalah terjadinya oroantral fistula.
Oroantral fistula terjadi karena adanya rongga patologis antara rongga mulut dengan
antrum. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas dengan lebih mendetail
mengenai komplikasi setelah pencabutan gigi khususnya mengenai oroantral
komunikasi, sebagai bekal pengetahuan untuk para calon dokter gigi maupun dokter
gigi untuk menangani pasien jika terjadi hal seperti ini di klinik.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Mengapa terjadinya oroantral komunikasi?


2. Apakah OAC bisa sembuh tanpa diobati?
3. Komplikasi apa saja yang dapat terjadi apabila kasus ini tidak segera ditangani?
4. Mengapa saat diminta berkumur airnya mengalir kehidung?
5. Apa yang bisa dilakukan untuk meminimalisir terjadinya OAC?
6. Bagaimana penatalaksanaan apabila seseorang terkena OAC?
7. Pemeriksaan selain nose blowing test?
8. Kenapa tulang tersebut bisa terangkat dan apa akibatnya?
9. Adakah gejala lain OAC?
10. Apa yang dokter gigi lakukan pasca pencabutan terjadinya OAC?

1.3 Tujuan Pembelajaran

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anamnesis dan pemeriksaan klinis


oroantral komunikasi.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi, gejala klinis dan
pemeriksaan penunjang oroantral komunikasi.
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi oroantral komunikasi
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan oroantral komunikasi.
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan dan perawatan
oroantral komunikasi.
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan KIE oroantral komunikasi.

2
1.4 Analisis Masalah

ANAMNESIS

PEMERIKSAAN

OAC

GEJALA ETIOLOGI KOMPLIKASI PENCEGAHAN


KLINIS OAC

PENATALAKSANAAN

PERAWATAN

KIE

3
BAB II

ISI

Skenario 3

GARA-GARA CABUT GIGI

Seorang perempuan berusia 40 tahun datang ke RSGM dengan keluhan ingin mencabut gigi
geraham kiri atas karena berlubang besar. Pemeriksaan intra oral gigi 26 nekrosis pulpa.
Pasien dilakukan pencabutan. Setelah gigi dicabut, terlihat di pucuk akar palatal ada tulang
yang ikut terangkat. Dokter gigi curiga terjadi oroantral komunikasi, karena daerah kerja
yang dekat dengan sinus maksilaris. Kecurigaan itu bertambah saat pasien diminta
berkumur ternyata dirasakan airnya mengalir kehidung. Untuk memastikan adanya
oroantral komunikasi dokter gigi melakukan nose blowing test dan dokter gigi tersebut
segera mempersiapkan perawatannya.

Klarifikasi istilah:

1. Oroantral komunikasi
- Suatu keadaan patologis terjadinya hubungan antara rongga hidung/antrum
dengan rongga mulut
- Komplikasi pasca pencabutan gigi RA posterior
- Terutama pada pencabutan premolar dan molar RA
- Mendorong akar gigi ke dalam sinus saat pencabutan.
2. Nose blowing test
- Test dimana adanya perforasi dari sinus maksilaris. Dengan menggunakan kapas
diletakkan di soket lalu pasien diintruksikan untuk meniup dari hidung.
- KOA positif apabila ada terdengar siul saat udara melewati fistula
- Tampon diletakkan pada soket menutup lubang hidung, adanya bunyi desiran
- Dilakukan apabila pasien mengeluhkan adanya perdarahan di hidung setelah
pencabutan gigi.

4
3. Nekrosis pulpa
- Kematian pulpa, keadaan irreversibel yang ditandai dengan destruksinya jar
pulpa
4. Sinus maksilaris
- Sinus paling besar di sinus paranasal dan berbentuk piramida.
- Hanya berisi udara dan utuk menjaga keseimbangan.
- Gigi molar 1 dan 2 diduga dekat dengan sinus maksilaris.
- Biasanya tempat lewatnya cairan sinus maksilaris, terletak didinding atas medial
ostium.

Curah pendapat:

1. Mengapa terjadinya oroantral komunikasi?


- Komplikasi pasca ekstraksi gigi posterior, destruksi dasar sinus, perforasi dasar
sinus
- Mendorong akar gigi kedalam saat pencabutan
- Oac adalah hilangnya batas antara rongga hidung dengan rongga mulut
2. Apakah OAC bisa sembuh tanpa diobati?
- Bisa diobati apabila sinus nya terbuka sebesar <2mm
- Apabila lebih dari 6 mm dilakukan pembedahan
- Bisa sembuh spontan jika tidak ada infeksi pada sinusnya dan kurang dari 2mm.
- Jika tidak dilakukan perawatan akan terjadi sinusitis
3. Komplikasi apa saja yang dapat terjadi apabila kasus ini tidak segera ditangani?
- Komplikasi: fistula oroantral
- Fistula oroantal terjadi tidak ditangani beberapa hari dan terjadi jaringan
granulasi
4. Mengapa saat diminta berkumur airnya mengalir kehidung?
- Karena hilangnya batas antara rongga mulut dan rongga hidung
5. Apa yang bisa dilakukan untuk meminimalisir terjadinya OAC?
- Tidak menggunakn tenaga yang berlebihan, menggunakan instrumen yang
benar, ergonomi yang benar, posisi pasien yang benar

5
- Penguasaan anatomi yang baik
- Hindarkan teknik intra alveolar lakukan dengan separasi gigi.
- Menganamnesis yang baik, tanyakan gejala sinusitis pada pasien, gunakan trans
alveolar
- Pasien pernah terkena OAC atau tidak,apabila pernah maka sebagai drg harus
lebih hati-hati
- Teknik luksasi gig dengan maju mundur, gerak bucal dan palatal sama banyak
6. Bagaimana penatalaksanaan apabila seseorang terkena OAC?
- Mengevaluasi terjainya OAC, <2mm hanya menekan tampon selama 1-2 jam
- Hindari meniup, menyedot ludah, merokok selama 24 jam pertama,
menggunakan sedotan
- >6mm penutupan soket dengan flap
7. Pemeriksaan selain nose blowing test?
- Pemeriksaan penunjang: radiografi panoramik
- Prob silver: prop dimasukkan kedalam soket, apabila terjadi OAC akan keluar
nanah apabila prob sudah sampai ke sinus
8. Kenapa tulang tersebut bisa terangkat dan apa akibatnya?
- Karena operator terlalu menekan instrumen
- Batasnya antara rongga hidung dan rongga mulut hanya sebatas selapis tipis
9. Adakah gejala lain OAC?
- Epitaksis: mimisan unilateral, adanya perubahan suara
- Regustasi cairan, hilangnya udara dari hidung
10. Apa yang dokter gigi lakukan pasca pencabutan terjadinya OAC?
- Hentikan pendarahan, dan hindari cairan masuk ke sinus maksilaris
- Penicilin 500mg, clindamycin selam 5 hari

6
2.1 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anamnesis oroantral komunikasi
(OAC)

Untuk mencegah terjadinya oroantral komunikasi (OAC) maka sebelum melakukan


pencabutan gigi, sebaiknya dilakukan anamnesis identitas pasien dan mengenai keluhan
yang dirasakan pasien seperti air yang keluar dari hidung, terjadi perubahan suara, rasa
sakit pada daerah yang terkena, keluarnya darah dari sinus melalui hidung, gejala sinusitis
sebelumnya.

2.2 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaksan etiologi, gejala klinis dan
pemeriksaan klinis pada oroantral komunikasi (OAC)

A. Etiologi oroantral komunikasi (OAC)


Etiologi terjadinya OAC adalah komplikasi pasca ekstraksi gigi posterior
rahang atas atau patahnya akar palatal gigi molar, destruksi dasar sinus akibat
kelainan periapikal, perforasi dasar sinus dan membran sinus akibat pemakaian
instrumen yang salah, mendorong gigi atau akar gigi ke dalam sinus saat
pencabutan gigi, derajat pneumatisasi sinus, proses pembedahan pada sinus
maksilaris atau pengambilan lesi kista yang besar, infeksi kronik sinus maksilaris
seperti osteomielitis, serta keganasan. Akar gigi molar pertama dan kedua rahang
atas diduga memiliki hubungan yang dekat dengan sinus maksilaris. Sering terjadi,
akar tidak dilapisi lamina dura akibat infeksi periapikal kronis, sehingga apeks gigi
berkontak langsung dengan tepi sinus. Saat pencabutan gigi, besar kemungkinan
terdapat sebagian dasar sinus yang terbuka sehingga OAC terjadi. Namun, pada
tindakan bedah lainnya seperti odontektomi gigi molar ketiga atas yang terpendam,
apikoektomi, enukleasi suatu kista atau kuretase radikal suatu tumor dapat pula
menyebabkan terjadinya OAC. Dalam kondisi normal, jika OAC terjadi akibat
pencabutan gigi, penyembuhan akan terjadi dengan baik bila bekuan darah dalam
soket gigi tidak terganggu. Namun, jika bekuan darah terlepas atau terjadi defisiensi
akibat adanya infeksi, maka saluran akan dilapisi epitel dan akan berkembang
menjadi fistula kronik dan dikenal sebagai fistula oroantral.

7
B. Gejala klinis oroantaral komunikasi (OAC)
Setelah terjadi OAC, maka pasien akan merasakan gejala-gejala subjektif
seperti regurgitasi cairan dan hilangnya udara melalui hidung dari mulut, epistaksis
unilateral sebagai akibat keluarnya darah dari sinus melalui hidung lewat ostium,
perubahan pada suara karena adanya perubahan resonansi vokal serta rasa sakit
pada daerah yang terkena.
C. Pemeriksaan klinis oroantral komunikasi (OAC)
Pemeriksaan OAC dapat dilakukan dengan cara melakukan probing silver
secara hati-hati, nose blowing test yaitu selembar kapas didekatkan pada soket dan
pasien diinstruksikan untuk meniup dari hidung sambil menutup nostril dan
membuka mulut. Akan tampak gerakan pada selembar kapas tadi atau akan nampak
busa pada darah di soket, selama berkumur, cairan akan keluar lewat hidung.
Povidone iodine yang dicampur air dapat dipakai untuk membedakan antara sekresi
nasal dengan cairan kumur; yaitu ujung suction jika didekatkan dekat fistula akan
menghasilkan suara yang mirip dengan suara botol kosong yang ditiup.
Pemeriksaan penunjang : radiografi panoramik memberikan estimasi yang akurat
tentang dimensi kerusakan tulang dari fistula dan juga mengungkapkan tentang
keberadaan dan lokasi akar gigi atau implan atau benda asing yang mungkin telah
masuk ke antrum. Computed tomography dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
sinusitis maksilaris.

2.3 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi oroantrak


komunikasi (OAC)

Oro-antral communication (OAC) merupakan hubungan yang tidak wajar antara


rongga mulut dan sinus maksilaris. Komplikasi ini terjadi umumnya selama ekstraksi
gigi premolar dan molar atas. OAC dapat sembuh spontan apabila tidak ada infeksi
sinus maksila dan kerusakan <2 mm. kerusakan yang lebih besar yang tidak dirawat
dapat menyebabkan perkembangan penyakit sinus akut seperti sinusitis. OAC yang
tidak tertutup spontan dan tetap paten akan menyebabkan terjadinya migrasi epitel

8
mulut kedalam kerusakan, sehingga terbentuk Oro-antral fistula (OAF). OAF terbentuk
sekurang-kurangnya 48-72 jam setelah terbentuk OAC.

A. Oroantral fistula
Oroantral fistula adalah lubang antara prosesus alveolaris dan sinus maksilarisyang
tidak mengalami penutupan dan mengalami epitelisasi. Oroantral fistula dapatdisebabkan
oleh beberapa faktor: pertama, pencabutan gigi posterior rahang atasterutama pada molar
pertama, molar kedua, dan premolar kedua dimana akarnyadekat dengan antrum, kedua:
kecelakaan penggunaan alat seperti penggunaanelevator dengan tekanan yang berlebihan
kearah superior dalam tindakanpengambilan fragmen atau ujung akar molar atau premolar,
pemasangan gigi tiruanimplan yang tidak benar dan pengunaan kuret yang tidak benar
sehinggamenyebabkan terjadinya penembusan lapisan epitel yang tipis dari sinus
maksilaris,ketiga: bentuk dinding dasar antrum yang berlekuk mengikuti kontur akar
gigisehingga tulang dasar antrum menjadi menipis, ke empat: adanya jaringan patologispada
ujung akar gigi seperti kista radikuler, granuloma periapikal, dan adanya suatuneoplasia.
Keradangan pada daerah periapikal mengakibatkan terjadinya kerusakanpada struktur tulang
di daerah infeksi sehingga tulang menjadi rapuh. Kelima:enukleasi atau pengeluaran kista
yang besar pada maksila dan keenam: fraktur padasegmen prosesus alveolaris rahang atas
yang besar. Oroantral fistula yang terjadisegera setelah tindakan pencabutan, apabila kecil
dan segera dilakukan perawatandengan cepat dan benar cenderung sembuh spontan karena
adanya proses pembekuandarah yang mampu menutup pembukaan yang terjadi.
Sinus maksilaris atau antrum highmore, yaitu suatu rongga yang
terdapat di dalam tulang maksila, serta hubungannya dengan akar gigi-gigi posterior
hanya dibatasi oleh tulang yang tipis. Sinus maksilaris merupakan sinus yang
terbesar dibandingkan dengan sinus paranalisis lainnya.

2.4 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan oroantral


komunikasi (OAC)

Secara umum, tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah agar tidak terjadi
oroantral komunikasi adalah dengan tindakan sebagai berikut:

9
1. Melakukan foto rontgen terlebih dahulu sebelum tindakan pencabutan gigi untuk
mengetahui posisi akar gigi posterior rahang atas yang letaknya dekat dengan
antrum dan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit periapikal pada jaringan
sekitar ujung akar gigi.
2. Melakukan tes tiup dan kumur setelah pencabutan untuk mendeteksi apakah terjadi
kecelakaan terbukanya antrum atau tidak, sehingga bila terjadi dapat segera
diketahui dan dilakukan perawatan dengan cepat dan benar serta komplikasi yang
lebih parah dapat dihindari.
3. Pengontrolan tekanan yang diberikan pada instrument dan tindakan yang selalu
berhati-hati mutlak dilakukan operator sehingga terjadinya oroantral fistula dapat
terhindari.
4. Jangan mengaplikasikan tang pada gigi atau akar gigi posterior atas kecuali bila
panjang gigi atau akar gigi yang terlihat cukup besar baik ke dalam arah palatal dan
bukal, sehingga ujung tang dapat diaplikasikan dengan pandangan langsung.
5. Tinggalkan 1/3 apeks akar palatal gigi molar atas bila tertinggal selama pencabutan
dengan tang kecuali bila ada indikasi positif untuk mengeluarkannya.
6. Jangan mencoba mencabut akar gigi atas yang patah dengan menggunakan
instrument ke dalam soket. Bila diindikasikan pencabutan, buatlah flap
mukoperiosteal yang besar dan buang tulang secukupnya sehingga elevator dapat
dimasukkan di atas permukaan akar gigi yang patah.
2.5 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan dan perawatan
oroantral komunikasi (OAC)

A. Manajemen Perioperatif

OAC/OAF diirigasi melalui pembukaan fistula dengan normal saline diikuti


dengan larutan yang mengandung iodine diencerkan dengan normal saline (1: 1;
betadine) untuk membasmi infeksi. Regimen ini harus diberikan sampai cairan
lavage bersih dan tidak lagi berisi eksudat inflamasi.

10
B. Manajemen Operatif

Penutupan OAC/OAF terdiri dari penutupan primer (immediate closure) dan


penutupan sekunder (flap bukal, flap palatal, flap buccal fat pad/BFP, pendekatan
alternatif untuk penutupan OAC/OAF).

1. Immediate closure

 Mukoperiosteal flap

 Mengurangi tinggi tulang soket

 Suturing

 Gigitan kasa spons harus ditempatkan antara rahang untuk melindungi


bekuan darah

11
2. Buccal Flap

 Fistula < 1 cm

 Trapezoidal flap

 Suturing (Horizontal mattress)

Keuntungan:

Metode ini dapat digunakan saat tinggi ridge alveolar sangat rendah dan lokasi
fistula di area yang lebih ke mesial

Kerugian:

Dapat menyebabkan kehilangan kedalaman vestubular

3. Palatal Flap

 Fistula besar ( 1 cm )

12
 Island flap

 Regio premolar

 Suturing bebas tekanan

Keuntungan:

 Vaskularisasi tinggi

 Ketebalan cukup

 Kualitas jaringan memadai

Kerugian:

 Nekrosis flap (rotasi flap berlebih)

 Permukaan tulang terpapar

 Permukaan palatum ireguler (epitelisasi sekunder post-operasi)

4. Buccal Fat Pad Flap (BFP)

Keuntungan:

 Lokasi menguntungkan secara anatomi

 Diseksi minimal

 Epitelisasi baik

13
 Tingkat keberhasilan tinggi

Kerugian:

 Penurunan ketinggian vestibular

Medikasi yang diberikan meliputi: antibiotikAugmentin/Amoxyclav : 1 g 2x


sehari atau Clindamycin : 300 mg 3x sehari (minimal 5 hari), nasal decongestant
tetes : Otrivin 0,05%, dan analgesik : NSAID.

2.6 mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan KIE oroantral komunikasi(OAC)

Pasien diinstruksikan untuk tidak makan makanan keras. Mereka harus makan
makanan yang lunak dan minum cairan dari sisi yang berlawanan untuk menghindari
trauma ke area operasi. Aktivitas fisik yang berat harus dihindari sampai penyembuhan
terjadi. Menghembuskan napas dan bersin dengan mulut tertutup dilarang selama 2 minggu.
Pasien harus membuka mulut saat batuk atau bersin. Pasien tidak boleh menggerakkan
lidah melewati garis jahitan atau flap selama 7 hari setelah luka bedah. Luka harus dijaga
tetap bersih dengan obat kumur salin hangat. Penggunaan sedotan atau merokok dilarang.
Menggunakan inhalasi uap seperti mentol atau benzoin 6 jam untuk membasahi jalan napas
dan merangsang aktivitas kelenjar serous.

14
BAB III

KESIMPULAN

Terjadinya KOA segera pasca pencabutan gigi posterior rahang atas sering dijumpai
oleh dokter gigi dalam praktek sehari-hari. Oleh karena itu seorang dokter gigi harus
memiliki pengetahuan tentang anatomi dan morfologi gigi rahang atas serta sinus
maksilaris agar terhindar dari komplikasi yang tidak diinginkan. Selain itu tidak kalah
pentingnya juga pembuatan radiografi periapikal yang adekuat sebelum pencabutan gigi
posterior rahang atas agar mengetahui besarnya pneumatisasi sinus, morfologi akar gigi
sehingga teknik pencabutan gigi dapat dipertimbangkan apakah dapat secara intra alveolar
atau trans alveolar. Setelah diagnosis KOA ditegakkan, maka penatalaksanaan terhadap
KOA harus segera dilakukan mulai dari yang sederhana yaitu penekanan dengan tampon,
instruksi sinus precaution, jahitan figure of eight di atas soket, hingga pembuatan flap
sehingga soket tertutup rapat. Apabila KOA tidak ditatalaksana dengan baik maka akan
berakibat timbulnya fistula atau terjadi infeksi pada sinus maksilaris.

15
DAFTAR PUSTAKA

Padersen, Gordon W. 2016. Oral Surgery. Jakarta: EGC.


Wiwiek Poedjiastoeti. 2011. Komunikasi Oroantral: Etiologi dan Penatalaksanaannya.
Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti.
Jakarta.
Poedjiastoeti, W. (2018) ‘Komunikasi oroantral: etiologi dan penatalaksanaannya
Oroantral communication: the etiology and management’, Journal of
Dentomaxillofacial Science, 10(2), p. 116. doi: 10.15562/jdmfs.v10i2.267.
Khandelwal, P. and Hajira, N. (2017) ‘Management of Oro-antral Communication
and Fistula: Various Surgical Options.’, World journal of plastic surgery, 6(1), pp.
3–8.Available
at:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28289607%0Ahttp://www.pubmedcentral.nih.gov/
articlerender.fcgi?artid=PMC53339603.

16

Anda mungkin juga menyukai