Anda di halaman 1dari 66

CASE BASED DISCUSSION

BAGIAN PROSTHODONTIC

“Gigi Tiruan Lengkap”

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam melengkapi Kepaniteraan Klinik Di Bagian

Prosthodontic

Oleh :

YUHELMINA KHAMISLI
19100707360804071

INTAN AZAR
19100707360804074

Pembimbing :
drg. Augeswina, Sp. Pros

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan CBD “ Gigi Tiruan Lengkap” untuk memenuhi

salah satu syarat dalam menyelesaikan kepanitraan klinik modul Prosthodontic.

Dalam penulisan laporan kasus ini penulis menyadari, bahwa semua proses yang telah

dilalui tidak lepas dari bimbingan drg. Augeswina, Sp. Pros selaku dosen pembimbing, bantuan,

dan dorongan yang telah diberikan berbagai pihak lainnya. Untuk itu penulis mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu.

Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna sebagaimana mestinya,

baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya, karena itu kritik dan saran sangat penulis

harapkan dari pembaca.

Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya kepada kita

semua dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta dapat memberikan sumbangan

pemikiran yang berguna bagi semua pihak.

Padang, Juli 2021

Penulis
GIGI TIRUAN LENGKAP (GTL)

Nama pasien : YULISMAR

Umur : 62 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Sebrang Padang Utara 2

Tanggal pemeriksaan : 03 Juni 2021

Dosen pembimbing : drg. Augeswina, Sp. Pros

Tanggal Kasus Tindakan yang dilakukan Operator


GTL 1. Anamnesa 1. Yuhelmina

2. Pemeriksaan klinis Khamisli

3. Diagnosa 2. Intan Azar

4. Rencana

perawatan

5. Prognosa

Padang, Juli 2021

Disetujui oleh

Dosen pembimbing

(drg. Augeswina, Sp. Pros)


MODUL IV : KEHILANGAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

HALAMAN PENGESAHAN

Telah di diskusikan CBD “ Gigi Tiruan Lengkap “ guna melengkapi persyaratan Kepaniteraan

Klinik pada Modul Prosthodontic.

Padang, Juni 2021

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

( drg. Augeswina, Sp. Pros )


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring bertambahnya usia, semakin besar kerentanan seseorang untuk kehilangan gigi.

Keadaan ini berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan gigi tiruan. Gigi mempunyai banyak

peran pada seseorang, hilangnya gigi dari mulut seseorang akan mengakibatkan perubahan-

perubahan anatomis, fisiologis maupun fungsional, bahkan dapat menyebabkan trauma psikologis.

( Thressia et all, 2019 )

Prostodonsia merupakan salah satu cabang ilmu dalam bidang kedokteran gigi yang

berhubungan dengan penggantian gigi dan jaringan mulut yang hilang untuk memperbaiki fungsi

estetik dan kesehatan rongga mulut. Tujuan pembuatan gigi tiruan adalah untuk pemulihan fungsi

pengunyahan, memperbaiki gangguan fungsi bicara, fungsi estetik dan mempertahankan kesehatan

jaringan rongga mulut. (Kusdarjanti et all, 2016)

Gigi tiruan lengkap lepas (GTL) didefinisikan sebagai gigi tiruan untuk menggantikan

permukaan pengunyahan dan struktur-struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang

atas dan rahang bawah. Gigi tiruan tersebut terdiri dari anasir gigi yang dilekatkan pada basis gigi

tiruan. Basis pada gigi tiruan itu memperoleh dukungan melalui kontak yang erat dengan jaringan

mulut dibawahnya. (Kusdarjanti et all, 2016)

Pemakaian gigi tiruan memiliki tujuan utama bukan hanya untuk memperbaiki fungsi

pengunyahan, bicara dan estetik saja, tetapi juga mencegah berubahnya struktur jaringan

pengunyahan dan otot wajah, serta harus dapat mempertahankan jaringan yang tersisa. Untuk

tujuan terakhir ini selain erat kaitannya dengan pemeliharaan kebersihan rongga mulut, juga

bagaimana mengatur agar gaya-gaya yang dapat terjadi masih bersifat fungsional atau mengurangi

besarnya gaya yang kemungkinan akan merusak jaringan yang masih tersisa. (Kusdarjanti et all,

2016)

Dalam pembuatan gigi tiruan lengkap lepas (complete denture) bisa penuh rahang atas dan

rahang bawah, tetapi juga bisa hanya rahang atas saja atau rahang bawah saja yang disebut single
complete denture yang berantagoniskan gigi asli, gigi tiruan cekat, atau gigi tiruan sebagian

lepasan. (Kusdarjanti et all, 2016)

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik membuat laporan kasus yang berjudul

Gigi Tiruan Lengkap.

1.1 Rumusan Masalah


Bagaimana prosedur kerja pembuatan gigi tiruan lengkap lepasan dibagian prosthodonsia

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah ?

1.2 Tujuan

1. Mengetahui prosedur kerja pembuatan gigi tiruan lengkap lepasan dibagian prosthodonsia

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah.

2. Melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Prosthodonti FKG Baiturrahmah Padang


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gigi Tiruan Lengkap

2.1.1 Pengertian Gigi Tiruan Lengkap

Gigi tiruan lengkap lepas (GTL) didefinisikan sebagai gigi tiruan untuk menggantikan

permukaan pengunyahan dan struktur-struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang

atas dan rahang bawah. Gigi tiruan tersebut terdiri dari anasir gigi yang dilekatkan pada basis gigi

tiruan. Basis pada gigi tiruan itu memperoleh dukungan melalui kontak yang erat dengan jaringan

mulut dibawahnya (Kusdarjanti et all, 2016).

2.1. 2 Indikasi Dan KontraIndikasi Gigi Tiruan Lengkap

Indikasi Gigi Tiruan Lengkap (Watt, 1992):

1.      Edentulous ridge

2.      Pasien yang seluruh giginya telah tanggal atau dicabut

3.      Pasien yang masih punya beberapa gigi yang harus dicabut karena kerusakan gigi yang

masih ada dan tidak mungkin diperbaiki

4.      Bila dibuatkan GTS gigi yang masih ada akan mengganggu keberhasilannya (prognosis

GTSL buruk)

5.      Keadaan mulut dan kondisi pasien baik

6.      Resorbsi tulang berlebihan

7.      Ada persetujuan mengenai waktu, biaya, prognosa yang akan diperoleh

Kontra indikasi GTL antara lain (Watt, 1992):

1.      Pasien yang tidak kooperatif

2.      Pasien dengan usia lanjut, harus mempertimbangkan sifat dan kondisi pasien tersebut

3.      Adanya penyakit sistemik yang diderita pasien

4.      OH yang buruk

5.      Riwayat alergi bahan


2.2 Pemeriksaan Pasien

Pemeriksaan diperlukan untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis,

merencanakan perawatan dan menentukan prognosis, tahap pemeriksaan (Carr et all, 2005) :

2.2.1 Anamnesis

Anamnesis adalah riwayat yang lalu dari suatu penyakit atau kelainan, berdasarkan pada

ingatan penderita pada waktu dilakukan wawancara dan pemeriksaan medic/dental. (Lusiana K.B.,

1995)

Ditinjau dari cara penyampaian cerita, dikenal dua macam anamnesis. Pada auto

anamnesis, cerita mengenaikeadaan penyakit disampaikan sendiri oleh pasien. Disamping itu

terdapat keadaan dimana cerita mengenai penyakit ini tidak disampaikan oleh pasien yang

bersangkutan, melainkan melalui bantuan orang lain. Keadaan seperi ini dijumpai umpamanya

pada paien baru, ada kesulitan bahasa, penderita yang mengalami kecelakaan atau pada anak-anak

kecil. Cara in9i disebut allo anamnesis. (Lusiana K.B., 1995)

Dai segi inisiatif penyampaian cerita, dikenal pula anamnesis pasif dimana pasien

sendirilah yang menceritakan keadaannya kepada si pemeriksa. Sebaliknya, pada anamnesis aktif

penderita perlu dbantu pertanyaan-pertanyaan dalam menyampaikan ceritanya. (Lusiana K.B.,

1995)

Pada saat anamnesis biasanya ditanyakan hal-hal sebagai berikut :

1. Nama penderita. Hal ini perlu diketahui untuk membedakan seseorang penderita dari yang

lainnya, di samping untuk mengetahui asal suku dan rasnya. Hal terakhir ini penting, karena

ras antara lain berhubungan dengan penyusunan gigi depan. Contohnya, orang eropan(ras

kaukasus) mempunyai profil yang lurus, sedangkan orang asia (ras mongoloid) cembung.

2. Alamat.  Dengan mengetahui alamatnya, penderita dapat dihubungi segera bila terjadi sesuatu

yang tidak diharapkan, umpamanya kekeliruan pemberian obat. Pemanggilan kembali

penderita juga dapat dengan mudah dilakukan. Alamat juga membantu mengetahui latar

belakang lingkungan hidup seorang pasien, sehingga dapat pula diketahui status sosialnya.

3. Pekerjaan. Dengan mengetahui pekerjaan pasien, keadaan social ekonominya juga dapat
diketahui. Pada umumnya lebih tinggi kedudukan social seseorang, lebih besar tuntutannya

terhadap factor estetik.

4. Jenis Kelamin. Secara jelas sebenarnya tidak terdapat karakteristik konkrit yang berlaku untuk

pria dan wanita. Namun demikian hal-hal beikut ini sebaiknya diperhatikan. Wanita pada

umumnya cenderung lebih memperhatikan factor estetik disbanding pria. Sebaliknya pria

membutuhkan protesa yang lebih kuat, sebab mereka menunjukkan kekuatan mastikasi yang

lebih besar. Pria juga lebih mementingkan rasa enak/nyaman, disamping factor fungsional

geligi tiruan yang dipakainya.

5. Selanjutnya, bentuk gigi wanita relative lebih banyak lengkungan/bulatannya, disbanding ria

yang member kesan lebih kasar dan persegi. Pengelolaan perawatan penderita wanita dalam

masa menopause membutuhkan pertimbangan lebih teliti. Pada periode ini, mulut biasanya

terasa lebih kering dan ada rasa seperti terbakar.

6. Usia. Pengaruh lanjutnya usia pada perawatan prostodontik harus selalu menjadi bahan

pertimbangan. Proses menua mempengaruhi toleransi jaringan, kesehatan mulut, koordinasi

otot, mengalirnya saliva, ukuran pulpa igi, serta panjang mahkota klinis. Usia juga menentukan

bentuk, warna, serta ukuran gigi seseorang.Kemampuan adaptasi penderita usia muda terhadap

geligi tiruan biasanya lebih tinggi disbanding penderita usia lanjut. Pada penderita usia lebih

dari empat puluh tahun, adaptasi biasanya mulai berkurang dan akan menjadi sukar setelah

usia enam puluhan.

7. Pemeriksaan Status Umum (riwayat kesehatan)

Riwayat penyakit umum yang pernah diderita sebaiknya ditanyakan dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan terpilih. Penderita sebaiknya ditanya apakah ia sedang

berada dalam perawatan dokter umum/lain dan bila demikian, obat-obat apa saja yang

sedang diminum. Hal ini perlu dikatahui karena penyakit dan pengobatan tertentu dapat

mempengaruhi jaringan yang terlibat dalam perawatan dental, umpamnya diabetes mellitus,

penyakit kardiovaskular, tuberculosis, lues, depresi mental, kecanduan alcohol, dsb. (Lusiana

K.B., 1995)
8. Pencabtan Terakhir Gigi.  Waktu dan gigi dibagian mana yang dicabut terakhir perlu

diketahui. Apakah gigi tesebut sengaja dicabut atau tanggal sendiri. Bila tanggal sendiri

mungkin ada sisa akar yang tertinggal. Lama jangka waktu anatara pencabutan terakhir dengan

saat dimulainya pembuatan geligi tiruan akan mempengaruhi hasil perawatan.

9. Pengalaman Memakai Geligi Tiruan. Seorang penderita yang pernah memakai geligi tiruan

sudah mempunyai pengalaman, sehingga adaptasinya terhadap geligi tiruan baru akan lebih

mudah dan cepat. Ia juga sudah mengalami prosedur pembuatannya. Sebaliknya, penderita

semacam ini juga sering membanding-bandingkan protesa barunya dengan yang pernah

dipakai sebelumnya.Mereka yang belum pernah memakai geligi tiruan, biasanya

membutuhkan masa adatasi lebih panjang karena kesulitannya menyesuaikan diri. Kelompok

ini belum berpengalaman dalam prsedur pembuatan protesa; seperti pada waktu pencetakan,

penentuan gigitan, maupun pada saat awal pemakaian, yang sering kali menimbulkan rasa

sakit. Itulah sebabnya penerangan yang diberikan kepada penderita sebelum pembuatan geligi

tiruan dilaksanakan menjadi penting sekali.

10. Tujuan Pembuatan Geligi Tiruan. Penderita perlu ditanyai mengenai tujuan pembuatan geligi

tiruannya, apakah dia lebih mementingkan pemenuhan factor estetik atau fungsional. Biasanya

konstruksi disesuaikan dengan kebutuhan penderita.

11. Keterangan Lain. Penderita ditanyai apakah penderita mempunyai kebiasaan buruk dsb.

Kadang-kadang kebiasaan tersebut sulit ditentukan tanpa suatu pengamatan yang intensif.

(Lusiana K.B., 1995)

2.2.2 Pemeriksaan Klinis

1. Pemeriksaan Ekstraoral

Pemeriksaan ekstra oral meliputi pemeriksaan terhadap (Abu, 2012) :

1. Bentuk muka/wajah :

a. Dilihat dari arah depan

 Oval/ ovoid

 Persegi/ square
 Lonjong/tapering

b. Dilihat dari arah samping :

 Cemburu

 Lurus

 Cekung

2. Bentuk bibir

 Tebal, tipis

Tebal tipis bibir akan mempengaruhi retensi gigi tiruan yang akan dibuat, dimana

bibir yang tebal akan memberikan retensi yang baik

3. Sendi rahang

 Kripitasi

 Sakit

4. Pemeriksaan Palpasi Otot-Otot Pengunyahan.

Cara untuk menentukan rasa sakit pada otot adalah dengan palpasi

menggunakan jari (digital palpation).Palpasi pada otot dapat diperiksa dengan

menggunakan permukaan telapak tangan dari jari tengah. Ketika melakukan

palpasi otot, respon dari pasien dikategorikan atas, 0 (pasien tidak merasa sakit

saat dipalpasi), 1 (pasien merasa tidak nyaman pada saat palpasi), 2 (pasien

merasakan ketidaknyamanan atau rasa sakit saat dipalpasi), 3 (pasien

menunjukkan sikap yang mengelak atau menangis (mengeluarkan air mata) atau

secara langsung memberitahu untuk tidak mempalpasi daerah tersebut lagi

(Ghofur, 2012).

a. Otot Temporalis

Temporalis terbagi atas tiga daerah, yaitu daerah anterior, daerah tengah,

dan daerah posterior. Daerah anterior dipalpasi pada daerah diatas tulang

zygomatik dan anterior dari sendi temporomandibula. Serat pada daerah ini

berjalan dalam arah vertikal. Otot temporalis bagian anterior digunakan dalam
keadaan bekerja ataupun tidak. Otot temporalis bagian anterior yang bekerja dapat

dilihat pada saat elevasi mandibula dan megunyah pada sentrik oklusi. Sedangkan

otot temporalis bagian anterior yang tidak bekerja dapat dilihat pada saat depresi

mandibula. Daerah tengah dipalpasi pada daerah diatas sendi temporomandibula

dan superior dari tulang zygomatik. Serat pada daerah ini berjalan dalam arah

oblik melewati bagian lateral dari tengkorak. Otot temporalis bagian tengah dapat

dilihat saat bekerja yakni pada pergerakan protrusif. Daerah posterior dipalpasi

pada daerah diatas dan belakang telinga. Serat pada daerah ini berjalan dalam arah

horizontal. Otot temporalis bagian posterior digunakan dalam keadaan bekerja

ataupun tidak. Otot temporalis bagian posterior yang bekerja dapat dilihat pada

retraksi mandibular. Sedangkan otot temporalis bagian posterior yang tidak

bekerja dapat dilihat pada saat depresi dan protrusi mandibula (Carr, 2005).

b. Otot Masseter

Masseter dipalpasi secara bilateral pada bagian perlekatan superior dan

inferior. Langkah pertama, tempatkan jari pada setiap tulang zygomatik (hanya

bagian anterior dari sendi temporomandibula). Setelah itu, jari tersebut

ditempatkan pada perlekatan inferior dari inferior border ramus (Ghofur, 2016).

c. Otot Lateral Pterigoid

Otot lateral pterigoid memiliki dua cabang, yaitu bagian superior dan

inferior dimana bagian superior merupakan bagian yang lebih kecil daripada

inferior. Otot lateral pterigoid bagian superior keluar dari permukaan infra-

temporal sayap paling besar dari sphenoid dan masuk ke bagian anterior dari

diskus dan kapsul intraartikular, sedangkan bagian inferior keluar dari permukaan

lateral dari plat lateral pterigoid dan masuk ke leher mandibula yang terletak di

bawah kondilus. Otot lateral pterigoid bagian superior bekerja pada saat clenching

dan bagian inferior bekerja selama pembukaan mulut.


d. Otot Medial Pterigoid

Otot medial pterigoid berasal dari daerah yang terletak diantara dua pterygoid

plate. Kedua pterygoid plate ini akan membagi otot kedalam dua daerah yaitu

posterior dan lateral dan masuk ke bagian dalam dari sudut mandibula. Otot

medial pterigoid bekerja pada saat gerakan elevasi mandibula, selama protrusi dan

pergerakan lateral mandibula.

2. Pemeriksaan intra oral

Merupakan pemeriksaan yang di lakukan , untuk mengetahui keadaan rongga mulut

apakah terdapat kelainan atau tidak yang nantinya di gunakan untuk membantu menegakkan

diagnosis. Pemeriksaan intra oral dapat meliputi, pemeriksaan jaringan keras dan lunak rongga

mulut.

a. Saliva

Kualitas dan kuantitas saliva mempengaruhi retensi terutama pada gigi tiruan

lengkap.

 Kuantitas: sedikit/normal/banyak

 Kualitas : encer/normal/kental

b.Lidah

 Ukuran: kecil/ normal/besar

Lidah yang terlalu besar akan menyulitkan pada waktu pencetakan dan

pemasangan gigi tiruan. Pasien akan merasa ruang lidahnya sempit, sehingga

terjadi gangguan bicara dan kestabilan protesa.

 Posisi wright: Kelas I/II/III

Posisi kelas I : Posisi ujung lidah terletak di atas gigi anterior bawah

Posisi kelas II : Posisi lidah lebih tertarik ke belakang

Posisi kelas III : Lidah menggulung ke belakang sehingga terlihat frenulum

lingualis

 Mobilitas : normal/aktif
Lidah yang mobilitasnya tinggi (aktif) akan mengganggu retensi dan stabilisasi

gigi tiruan

c. Refleks Muntah : tinggi/ rendah

Refleks muntah pasien mempengaruhi proses pencetakan. Bila reflex muntah

tinggi, perlu diupayakan dengan misalnya penyemprotan anestetikum ke bagian

palatum pasien. Cara lain adalah dengan mengalihkan perhatian pasien pada hal-

hal lain, mengajak pasien mengobrol, dst.

d.Gigitan : ada/tidak ada

 Bila ada : stabil/ tidak stabil

 Tumpang gigit (overbite) anterior : … mm, posterior: … mm

 Jarak gigit (overjet) anterior : … mm, posterior: … mm

 Gigitan terbuka : ada/ tidak ada; regio …

 Gigitas silang : ada/ tidak ada; regio …

 Hubungan rahang : ortognati/ retrognati/ prognati

e.Artikulasi

Diperiksa pada sisi kanan dan kiri, dapat berupa:

 Cuspid protected

 Grup function

 Balanced occlusion (artikulasi seimbang)

Pemeriksaan ada tidaknya kontak premature dan blocking. Jika terdapat

kontak premature setelah peletakan kertas artikulasi di permukaan oklusal gigi

pasien, perlu dilakukam occlusal adjustment.

Selanjutnya diperiksa gerak rahang ke lateral kiri dan kanan, ada atau tidak

hambatan. Hambatan pada gigi caninus jangan terburu-buru diasah, karena bisa

jadi hal tersebut merupakan cuspid protected occlusion yang perlu dipertahankan

(Gunadi, 2012).
d. Daya kunyah : normal/ besar

Bila terlihat banyak gigi yang mengalami atrisi dengan faset yang tidak tajam

dan permukaan yang mengkilat, kemungkinan tekanan kunyah pasien besar. Pada

keadaan ini, bila ridge sudah rendah hindari pemakaian elemen gigi porselen

terutama untuk gigi posterior. Bidang oklusal gigi geligi juga jangan dibuat terlalu

besar

e. Kebiasan buruk

 Bruxism / clenching

 Menggigit bibir / benda keras

 Mendorong lidah

 Mengunyah satu sisi kanan atau kiri

 Hipermobilitas rahang dll

Melalui anamnesis, pasien ditanyai mengenai kebiasaan buruk yang dimiliki.

Bruxism atau clenching juga dapat dilihat dari adanya faset tajam pada gigi.

Kebiasaan ini akan membuat gigi tiruan yang dibuat menjadi cepat aus, tidak

stabil, dan dapat menjadi etiologi kelainan sendi rahang. Kebiasaan mengigigit

bibir atau benda keras berkaitan dengan pembuatan GTC pada gigi anterior, yaitu

dalam penentuan bahan yang akan dipakai.

Kebiasaan mendorong lidah dan mengunyah satu sisi biasanya menyebabkan

stabiltas gigi tiruan berkurang, selain itu mengunyah satu sisi juga dapat

menimbulkan kelainan sendi rahang. Pada hipermobilitas rahang, kesulitan yang

akan timbul adalah kesulitan penentuan relasi sentrik (Barbosa, 2008).

h. Pemeriksaan gigi geligi dan tulang alveolar

1. Bentuk umum gigi/ besar gigi : Besar/normal/kecil

2. Fraktur gigi :

 pada gigi apa (tulis elemennya)

 arah fraktur : (horizontal/diagonal/vertical)


 arah garis fraktur (<1/3, 1/3, ½, 2/3, serviko insisal/serviko oklusal/ mesio

distal)

 diagnosis gigi fraktur tersebut

 Perbandingan mahkota akar : ....... pada gigi : .....

i. Lain-lain : gigi kerucut/ mesiodens/ diastema/ impaksi/ miring/ berjejal/

labio version/ linguo version/ hipoplasia, dst

j. Ketinggian tulang alveolar (sesuai dengan foto panoramic)

k. Vestibulum

Vestibulum adalah ruang yang terdapat di antara mukosa labial/bukal prosesus

alveolaris dan bibir/pipi. Kedalaman diperiksa dengan kaca mulut nomer 3

(Gunadi, 2012).

 Bila gigi masih ada : pengukuran dilakukan dari servikal gigi sampai dasar

vestibulum

 Bila gigi telah hilang : pengukuran dilakukan pada regio tak bergigi dari

puncak prosesus alveolaris hingga dasar vestibulum

Vestibulum dikatakan dalam apabila kaca mulut terbenam. Vestibulum yang

dalam menguntungkan pada pembuatan gigi tiruan karena sayap gigi tiruan dapat

dibuat lebih panjang sehingga menambah retensi.

l. Prosesus alveolaris/ residual ridge regio

Yang harus diperhatikan:

 Bentuk : segi empat/oval/segitiga

Bentuk prosesus alveolar berpengaruh terhadap retensi dan stabilisasi gigi tiruan

lepas serta pemilihan desain pontik pada gigi tiruan cekat

 Ketinggian : tinggi/sedang/rendah

Ketinggian prosesus alveolar menunjukkan resorpsi tulang yan terjadi. Prosesus

menjadi rendah bila resorbsi besar. Cara memeriksanya dengan membandingkan


dengan gigi di sebelahnya. Bila pasien sudah tidak bergigi samasekali tinggi

prosesus alveolar diperiksa dengan menggunakan kaca mulut nomer 3.

 Tahanan jaringan: flabby/tinggi/rendah

Tahanan jaringan berpengaruh terhadap cara pencetakan. Tahanan jaringan

diperiksa dengan menggunakan burnisher pada mukosa atau prosesus alveolar

(Ghofur, 2012).

a. Burnisher tidak terlalu terbenam dan mukosa terlihat pucat à mukosa

keras; tahanan jaringannya rendah

b. Burnisher bisa ditekan lebih dalamà mukosa lunak; tahanan jaringan tinggi

c. Mukosa bergerak pada arah bukolingual saat ditekan menggunakan

burnisher à flabby

m. Bentuk permukaan : rata/tidak rata


n. Frenulum

Frenulum adalah tempat perlekatan otot bibir/pipi/lidah terhadap prosesus

alveolaris. Frenulum dikatakan tinggi bila perlekatan otot-ototnya mendekati

puncak prosesus alveolar, dikatakan rendah ketika menjauhi, dan sedang bila

berada di tengah antara puncak prosesus alveolar dengan dasar vestibulum.

Frenulum yang tinggi dapat mengurangi retensi gigi tiruan lepas karena

mengganggu sayap gigi tiruan.

Frenulum : (tinggi/sedang/rendah)

1. Labialis superior

2. Labialis inferior

3. Bukalis rahang atas kanan

4. Bukalis rahang atas kiri

5. Bukalis rahang bawah kanan

6. Bukalis rahang bawah kiri

7. Lingualis
Palatum (Abu, 2012).

1. Bentuk palatum : persegi/oval/segitiga

Bentuk dan kedalaman palatum berkaitand engan retensi dan stabilisasi

gigi tiruan lepas

2. Kedalaman palatum

3. Torus palatines

Torus yang besar akan mengganggu stabilisasi gigi tiruan. Pada torus yang

besar, agar tidak terjadi fulcrum, dilakukan relief pada saat pencetakan fisiologis.

4. Palatum mole

Merupakan jaringan lunak yang terletak di bagian posterior palatum

durum. Daerah ini memiliki jaringan yang sangat kuat yang disebut aponeuresis,

sebagai tempat posterior palatal seal (postdam). House membagi palatum mole

menjadi 3:

 Kelas I: gerakan palatum durum yang kecil, dapat dibuat postdam bentuk

kupu-kupu

 Kelas II: gerakan palatum durum membentuk sudut >30derajat, postdam

dibuat bentuk kupu-kupu dengan ukuran yang lebih kecil

 Kelas III: gerakan palatum durum membentuk sudut >60 derajat, postdam

dibentuk dengan cekungan berbentuk V atau U (berbentuk parit).

o. Lain-lain

 Eksostosis

 Torus mandibularis

Semua area yang ditutupi protesa harus dipalpasi untuk melihat ada atau

tidaknya kelainan pada tulang yang mengganggu penempatan protesa yang

berhubungan dengan kenyamanan pasien. Model studi juga harus dievaluasi

(Nallaswamy, 2003).

2.1 Mencetak pada Gigi Tiruan Lengkap


Mencetak adalah suatu tindakan membuat suatu bentuk negatife dari gigi

atau jaringan lain dari rongga mulut menggunakan bahan plastis yang relative

menjadi keras atau mengeras pada saat berkontak dengan jaringan tersebut, yang

berfungsi sebagai pendukung gigi tiruan yang akan dibuat. (Itjingningsih, 2015)
Keberhasilan mencetak dengan memperhatikan beberapa faktor antara

lain: (Fadriyanti, 2010)

a. Memelihara Linggir alveolaris : Memelihara sisa ridge adalah tujuan utama

pembuatan gigi tiruan, disamping mengembalikan sistem stomatognatik. Secara

fisiologis dapat diterima bahwa dengan hilangnya stimulasi gigi asli, prosesus

alveolaris mengalami resorbsi

b. Memberi dukungan : Merupakan ketahanan jaringan pendukung terhadap gaya

mastikasi. Makin luas jaringan pendukung gigi tiruan, maka makin luas daerah

yang menerima gaya mastikasi, sehingga beban yang diterima oleh jaringan

pendukung perunit area menjadi makin kecil. Keadaan ini akan membantu

kestabilan dan retensi gigitiruan, yang sekaligus juga membantu pemeliharaan

kesehatan jaringan pendukung.

Daerah mulut yang memberikan dukungan bagi gigi tiruan dibagi dalam

beberapa dukungan :

1. Dukungan primer : Adalah daerah yang menerima beban oklusal secara

vertical, biasanya daerah tersebut tidak mudah mengalami resorbsi. Daerah

dukungan primer dirahang atas, adalah bagian posterior dan daerah yang

datar dipalatum, sedangkan pada rahang bawah terdapat didaerah bukal.

2. Dukungan sekunder : Daerahnya lebih luas dari dukungan primer

3. Dukungan tambahan, dukungan pada daerah vestibulum yang sangat

diperlukan untuk peripheral seal/

c. Memberikan penampilan wajah : Penampilan yang alami dapat diperoleh mulai

dar saat mencetak. Ketebalan tepi gigi tiruan yang dapat mengembalikan
dukungan bagi otot-otot bibir dan tepi, ketebalanya bervariasi tergantung pada

hilangnya sisa alveolar.

d. Stabilisasi dan retensi :

1. Stabilisasi atau tekanan terhadap gerakan horizontal akan berkurang dengan

berkurang tinggi prossesus alveolaris atau bertambahnya jaringan mukosa

yang mudah bergerak atau flabby. kehilangan stabilitas menyebabkan gigi

tiruan bergerak bila menerima tekanan horizontal. Hal demikian secara

bertahap akan menyebabkan kerusakan jaringan lunak dan perubahan tulang

dibawahnya.

2. Retensi, adalah kekuatan yang menahan gigitiruan terhadap gaya yang

arahnya berlawanan dengan arah pemasangan. Retensi sangat dibutuhkan

oleh hubungan antara basis gigitiruan dengan jaringan pendukung

dibawahnya. Kontak yang rata dan baik antara basis gigitiruan dan mukosa

sangat diperlukan untuk retensi yang optimal. Faktor faktor yang

mempengaruhi retensi adalah :

- Adesi

- Kohesi

- Tegangan Permukaan

- Mechanical clock

- Pengap perifer

- Otot otot orofasial

- Otot otot Ekspresi


2.1.1 Tanda – Tanda Anatomis

a. Batas anatomis pada Rahang Atas yang Harus Tercetak : (Fadriyanti,


2010)
1. Frenulum Labialis
2. Vestibulum Labialis
3. Frenulum bukalis
4. Vestibulum bukalis
5. Prosesus alveolaris
6. Alveolar Tuberkel
7. Fossa pterygo Maxilaris/Hamular noch

Gambar : 1. frenulum labialis, 2. vestibulum labialis, 3. frenulum bukalis,4.


vestibulum bukalis, 5. vestibulum bukalis, 6. linggir alveolar, 7. tuberositas maksilaris, 8.
hamular notch/fossa pterygomaksilaris 9.vibrating line/ah line 10. fovea palatina,11. sutura
palatina mediana, 12. papila insisivum, 13. rugae palatina.

b. Batas Anatomis yang harus Tercetak pada Rahang Bawah (Fadriyanti, 2010):
1. Frenulum Labialis
2. Frenulum Bukalis
3. Daerah Buccal Self
4. Linea obligue Eksterna
5. Retromolar Pad
6. Frenulum lingualis
7. Sub lingual fold
8. Otot otot milohyoid
9. Lingualis tuberositas
10. Ruang retromilohyoid

Gambar : 1. frenulum labialis, 2. vestibulum labialis, 3. frenulum bukalis, 4.


vestibulum bukalis. 5. linggir alveolar, 6. retromolar pad, 9. retro mhloyoid.

2.1.2 Cetakan Fisiologis

a. Prinsip Pencetakan Fisiologis

1. Tanpa tekanan = Cetakan Mukostatis

Adalah cetakan yang pada pembuatannya tidak mengakibatkan

perubahan bentuk mukosa (mukosa dalam keadaan stabil).

2. Tekanan

 Cetakan mokokompresi

 Mucco disolacement impression = mucco displasive = mucco

displacable

Cetakan yang pada pembuatan dilakukan dengan tekanan hingga

terjadi distorsi pembuatan mukosa. Muko fungsional/ muko

dinamik. Cetakan yang pembuatannya dilakukan pada saat otot-

otot (jaringan) dalam keadaan berfungsi daerah tepi gigitiruan.

 Selective pressure

Cetakan pada pembuatannya dilakukan tekanan pada daerah

tertentu yang dianggap dapat menerima tekanan yang lebih besar.

Rahang atas : daerah post dam (muko kompresi) ditekan.


Rahang bawah : buccal shelf terdiri dari tulang kompak, dapat

ditekan (muko kompresi) karena prosesus alveolaris terdiri dari

tulang spongiosa tidak ditekan (mukostatis).

b. Prinsip Dasar Pembuatan Cetakan

 Menutupi daerah pendukung gigitiruan seluas mungkin.

 Membentuk adaptasi sebaik mungkin

 Membentuk tepi sesuai dengan keadaan waktu berfungsi

 Mengurangi pergerakan dari jaringan penyangga

c. Hal ini tergantung dari :

 Cara membuat cetakan

 Bahan cetak yang digunakan

d. Cara mencetak pada pembuatan Gigitiruan Lengkap

1. Teknik “open mouth”

Cetakan dibuat dengan mulut dalam keadaan terbuka, teknik

yang sering dipakai untuk membuat cetakan anatomis, digunakan

sendok cetak rata-rata yang sesuai dengan rahang yang akan dicetak.

Cara ini dapat dilakukan berdasarkan prinsip :

 Cetakan muko statis

 Cetakan muko kompresi

 Cetakan muco displacement cetakan muko fungsional

 Cetakana selective pressure


2. Teknik “close mouth”

Cetakan yang dilakukan dengan mulut dalam keadaan tertutup,

diperlukan sendok khusus yang tangkainya berupa galengan gigit baik

pada rahang atas maupun rahang bawah. Mencetak pada waktu mulut

tertentu dalam oklusi sentrik dan dilakukan gerakan fungsional.

Sendok cetaknya dapat pula berupa gigitiruan lama yang sudah

dimodifikasi.

Cetakan dapat dibuat berdasarkan prinsip :

 Cetakan muko kompresi

 Cetakan muko fungsional/ muko dinamik dengan tekanan

fungsional.

e. Bahan Cetak Untuk Cetakan Akhir

1. Bahan cetak pilihan “zinc oxide eugenol” (ZOE) sifatnya:

 Daya mengalir (flow) tinggi

 Pasta ZOE bersifat melekat pada sendok cetak dan tidak elastis

setelah mengeras

 Kekurangan pada hasil cetakan dapat dikoreksi

 Mudah di boxing

 Bisa cetak dalam lapisan tipis

2. Bahan cetak mukostatis “rubber base”, sifatnya:

 Elastis setelah mengeras.

 Bisa mencetak dalam lapisan tipis

 Tidak melekat pada sendok cetak sehingga perlu bahan adhesi.


f. Persiapan Penderita

1. Olesi sekitar mulut dengan vaseline yang melekat bila akan

menggunakan pasta ZOE.

2. Keringkan sendok cetak.

3. Keringkan mulut dari ludah yang melekat atau kumur dengan “mouth

wash solution” karena permukaan cetakan terpengaruh ludah.

g. Cara Mengaduk Bahan Cetak

1. Zink Oxise Eugenol

 Sediakan kedua pasta pada kertas pengaduk yang panjangnya

disesuaikan dengan rahang yang akan dicetak. Perbandingan

panjang pasta ZOE dan pasta Eugeno; seperti petumjuk pabriknya.

Jika imgim lebih lama mengeras, eugenol lebih panjang.

 Aduk pasta dengan spatula sampai homogen.

 Sendok cetak yang sudah kering diolesi dengan adonan rata dan

tipis meliputi tepi sendok cetak.

2. Elastomer

 Ada 2 macam elastomer : base dan katalis

 Aduk dengan spatula sampai homogen

 Oleskan adonan secara merata dan tipis meliputi tepi sendok cetak.

h. Cara Mencetak

1. Masukan sendok cetak dengan pastanya ke mulut dengan cara rotasi,

sentering, tekan ke atas dan kebelakang untuk rahang atas.

2. Untuk rahang bawah, sentering dan sedikit ke belakang tekan ke arah

depan dan bawah, untuk didaerah distolingual. Bila sendok cetak


dengan stop vertikal, penekanan sampai stop vertikal menyentuh

rahang.

3. Trimming setelah bahan cetak mulai mengeras. Caranya seperti pada

trimming pembentukan tepi sendok cetak dengan green stick compund.

Pegangan sendok cetak sampai bahan cetak mengeras.

i. Pemeriksaan Hasil Cetakan Perorangan

1. Semua tanda anatomis yang dibutuhkan tercetak (gambar 2.3).

2. Tepi cetakan membuat

3. Tidak ada gelembung udara

4. Bahan cetak merata/ homogen

5. Daerah posterior palatal seal (gambar2.3) : Pada daerah ini sebelum

mencetak dibuat tanda dengan pensil untuk mendapat daerah AH line.

Gambar : A. Hasil cetak yang baik dengan elastomer B. Model kerja yang akurat untuk
pembuatan gigi tiruan (Boucher, 1970)

ZOE adalah bahan cetak yang stabil, cetakan dapat dicek kembali

ke dalam mulut, bila ada kekurangan, baik di perbaiki dengan

menambahkan bahan baru dan cetakan kembali.

1. Bila tepinya kurang diperbaiki tapi jangan sampai melebar ke

daerah ridge karena penambahan bahan menyebabkan penekanan

berlebihan di suatu daerah.


2. Lekukan frenulum yang kurang bisa diperbaiki dengan membuang

sebagian cetakan yang menutup lekukan dan diperbaiki lagi.

3. Bila teralu banyak kekurangan, lebih baik cetak ulang.


BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Anamnesis/Pemeriksaan Subjektif

 Skenario Kasus

Seorang pasien perempuan berusia 62 tahun datang ke RSGM dengan keluhan

seluruh gigi rahang atas dan bawah ompong serta pasien ingin dibuatkan gigi palsu yang

dapat dilepas pasang. Sebelumnya pasien mengatakan bahwa dulu pernah dibuatkan gigi

palsu, tetapi saat ini pasien sudah tidak nyaman lagi dengan gigi palsu sebelumnya

dikarenakan sudah terasa longgar. Pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan adanya

kelainan. Pemeriksaan intraoral RA dan RB edentolus. Pasien ingin dibuatkan gigi palsu

 Identitas pasien

Nama : Yulismar

Umur : 62 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Sebrang Padang Utara 2

Pemeriksaan : 03 Juni 2021

 Keluhan utama

Seorang pasien perempuan berusia 62 tahun datang ke RSGM dengan keluhan

seluruh gigi rahang atas dan bawah ompong serta pasien ingin dibuatkan gigi palsu yang

dapat dilepas pasang

 Riwayat kesehatan umum

Tidak ada, pasien dalam keadaan sehat, tidak ada kelainan sistemik

 Riwayat kesehatan gigi dan mulut

Sebab kehilangan gigi : berlubang besar, ada beberapa gigi yang lepas sendiri dan

ada beberapa gigi yang dilakukan pencabutan


Pencabutan terakhir : rahang bawah sekitar 5 tahun yang lalu

 Riwayat pemakaian gigi tiruan : Pernah.

Bila pernah :

- Pada rahang atas dan bawah

- Jenis gigi tiruan : lepas pasang

- Masih dipakai jika keluar rumah

Pengalaman : saat ini gigi palsu sudah dirasakan longgar terutama pada rahang bawah

 Sikap mental : Filosofis

3.2 Pemeriksaan Klinis / Objektif

1. Ekstraoral

 Bentuk wajah : lonjong

 Profil wajah : cembung

 Proporsi dan simetris wajah : Simetris

 Mata : sama tinggi, bergerak kesegala arah

 Hidung : simetris, pernafasan melalui hidung lancer

 Bibir atas : normal, tipis dan simetris

 Bibir bawah : normal, tipis dan simetris

 Warna kulit : sawo matang

 Sendi rahang : Normal, tidak ada deviasi dengan ROM 45 mm


 Kelainan lain : Tidak ada

2. Intraoral

 Saliva : kuantitas dan kualitas normal

 Lidah : ukuran normal dan mobilitas normal

Posisi Wright : Kelas I/II/III

 Refleks muntah : Rendah

 Status gigi : RA dan RB edentolus

 Vestibulum :

Rahang atas :

Post. Kanan : dalam/ sedang/ dangkal

Post. Kiri : dalam/ sedang/ dangkal

Anterior : dalam/ sedang/ dangkal

Rahang bawah :

Post. Kanan : dalam/ sedang/ dangkal

Post. Kiri : dalam/ sedang/ dangkal

Anterior : dalam/ sedang/ dangkal

 Prosesus alveolaris dan residual ridge :

Rahang Post kanan Post kiri Anterior

atas
Bentuk Square/oval/ lancip Square/oval/lancip Square/oval/lancip
Ketinggia Tinggi/sedang/renda Tinggi/sedang/renda Tinggi/sedang/renda
n h h h
Tahanan Flabby/tinggi/rendah Flabby/tinggi/rendah Flabby/tinggi/rendah

jaringan
Bentuk Rata/tidak ada Rata/ tidak ada Rata/ tidak rata

permukaa

Rahang Post kanan Post kiri Anterior

bawah
Bentuk Square/oval/ lancip Square/oval/lancip Square/oval/lancip
Ketinggian Tinggi/sedang/rendah Tinggi/sedang/rendah Tinggi/sedang/rendah

Tahanan Flabby/tinggi/rendah Flabby/tinggi/rendah Flabby/tinggi/rendah

jaringan
Bentuk Rata/tidak ada Rata/ tidak ada Rata/ tidak rata

permukaan

 Frenulum :

- Labialis superior : sedang

- Labialis inferior : rendah

- Bukalis RA kanan : sedang

- Bukalis RA kiri : rendah

- Bukalis RB kanan : rendah

- Bukalis RB kiri : rendah

- Lingualis : sedang

 Palatum :

Persegi/oval/segitiga

Dalam/sedang/dangkal

Torus palatinus : besar/kecil/tidak ada

Palatum mole : house kelas I/II/III

 Tuber maksila :
Kanan : besar/kecil

Kiri besar/kecil

Exostosis : ada/ tidak ada

 Ruangan retromilohioid :

Kanan : dalam/sedang/dangkal

Kiri : dalam/sedang/dangkal

 Bentuk lengkung rahang :

Rahang atas : persegi/oval/segitiga

Rahang bawah : persegi/oval/segitiga

 Perlekatan dasar mulut : tinggi/normal/rendah

 Diagnosis :

Diagnosa utama : Edentulus RA dan RB

BAB 4

RENCANA PERAWATAN
4.1 Rencana Perawatan
a. Rencana perawatan awal :
Perawatan pra prostodontik :
1. Perawatan periodontal : ada/tidak ada
2. Perawatan konservasi gigi : ada/tidak ada
3. Persiapan tempat cengkraman : ada/tidak ada
4. Perawatan bedah : ada/tidak ada
b. Rencana perawatan akhir : pembuatan gigi tiruan lengkap
c. Skema oklusi : Bilateral Balanced Occlution
d. Desain rahang atas dan bawah

 Jaringan pendukung (suporting) : mukosa


 Limited area : palatal seal, fovea palatina, rugae palatina
 Bantalan (bearing) : akrilik atau basis
 Relief : frenulum, vestibulum, prosesus alveolaris, alveolar tuberkel, hamular
notch
e. Prognosis : baik/sedang/buruk
4.2 Tahap Klinis Dan Tahap Laboratorium Yang Akan Dilakukan
Tabel : tahapan klinis dan laboratorium dalam pembuatan gigi tiruan lengkap
Kunjungan Cara kerja
Klinis Laboratorium
I 1. Pemeriksaan subjektif 1. Cor gips tipe 3 (untuk
dan objektif mendapatkan model
2. Penegakan diagnosis studi
3. Rencana perawatan 2. Membuat sendok cetak
4. Mencetak anatomis fisiologis
II 5. Try in sendok cetak 3. Cor beading dan boxing
fisiologis (untuk mendapatkan
6. Muscle trimming model kerja)
7. Mencetak fisiologis 4. Desain GTL
5. Basis sementara
III 8. Try in basis sementara 6. Pembuatan gelengan
gigit/bite rim
IV 9. Try in bite rim 7. Transfer articulator
10. Menetapkan MMR 8. Penyusunan gigi
11. Pemilihan warna gigi
V 12. Try in penyusunan gigi 9. Wax countering
10. Prosessing akrilik
VI 13. Insersi
VII 14. Kontrol

4.3 Tahapan Kerja


Kunjungan I
Klinis Laboratorium
1. Pemeriksaan subjektif dan objektif 5. Membuat model studi/diagnostic
2. Penegakan diagnosis RA/RB
3. Penentuan rencana perawatan 6. Membuat sendok cetak individu
4. Pencetakan awal/ anatomis (custom/individual tray) RA dan RB
yang terbuat dari resin akrilik

Gambar. hasil sendok cetak


 Pembuatan sendok cetak fisiologis
- Pembuatan outline sendok cetak, batas akhir sendok cetak berada 2 mm diatas
forniks untuk mempersiapkan tempat bahan modelling compound (green kerr) pada
saat muscle trimming
- Sendok cetak fisiologis untuk rahang bawah didesain dengan perluasan kea rah
fossa retromylohyoid
- Pembuatan spacer dari wax dan pembuatan stopper
- Bahan sendok cetak dibuat dari bahan self akrilik
Kunjungan II
Klinis Laboratorium
1. Try in sendok cetak fisiologis 4. Membuat model kerja RA/RB
2. Border moulding 5. Membuat basis RA dan RB
3. Mencetak fisiologis rahang tidak
bergigi

1. Try in sendok cetak fisiologis


Dilakukan pemeriksaan pada sendok cetak :
- Mencangkup semua batas anatomis
- Batas sendok cetak 2 mm diatas fornik
- Frenulum sudah dibebaskan
- Posisi tangkai vertical untuk memudahkan Gerakan bibir saat border moulding
2. Border moulding
- Bahan : green stick compound
- Green stick dipanaskan, kemudian diteteskan ditepi sendok cetak. Lalu celupkan ke
air agar tidak terlalu panas dan dimasukkan ke mulut pasien ,sambal menggerakkan
mukosa pipi, bibir, dan lidah pasien sehingga mendapatkan anatomisnya. Muscle
trimming dilakukan per regio
3. Pencetakan fisiologis
- Teknik : mukodinamis/mukokompresi
- Bahan : elastomer (medium body)
- Sebelum pencetakan, spacer dilepaskan dari sendok cetak kemudian dilakukan
pembuatan lubang retensi pada sendok cetak selanjutnya dilakukan pencetakan
fisiologis. Hasil pencetakan dilakukan beading dan boxing pada sekeliling sendok
cetak, utility wax diletakkan 3 mm di bawah green kerr, ditutup dengan wax dan
diisi dengan gips tipe IV untuk mendapatkan model fisiologis
4. Pembuatan basis gigi tiruan
Model fisiologis rahang atas dilakukan desain basis gigi tiruan. Desain basis seluas
mungkin sampai struktur anatomis pembatas gigi tiruan. Basis dibuatkan dengan bahan
resin akrilik

POST DAM
Cara penentuan post dam pada model kerja :
1. Menentukan letak A-H line posterior (A)
2. Menentukan letak posterior palatal seal didepan A-H line posterior lebih kurang 1-2
mm (B)
3. Buat garis batas dari tuber maksilaris kiri dan kanan ©
4. Buat garis batas dari torus palatinus jika ada (D)
5. Buat garis batas post dam dengan bentuk blow line dari palatal seal (bagian tengah 2-3
mm dan tepi dekat tubermaksilaris 4-6 mm) sampai tubermaksilaris dan berakhir
sampai hamular notch (0,5-1 mm) (E)
6. Lakukan pengerokkan pada batas yang sudah ditentukan dengan kedalaman 1-1,5 mm
(F)

Kunjungan III

Klinis Laboratorium
1. Try in basis 2. Desain bite rim
3. Membuat galangan gigit RA dan
RB

1. Try in basis
Basis rahang atas dan bawah diuji coba ke rongga mulut pasien. Pembuatan oklusal rim
dan garis pedoman ditempatkan pada oklusal rim rahang atas yang meliputi garis
tengah ( mid line ), garis bibir terendah ( low lip line), garis senyum, garis bibir
tertinggi ( High lip line) dan garis kaninus.
2. Pembuatan galangan gigit/ bite rim
Bite rim / occlusal rim adalah galengan yang diletakkan diatas base plate lebih kurang
diatas processus alveolaris (Fadriyanti, 2009). Didesain pada model kerja
Gambar : bite rim rahang atas dan rahang bawah yang diletakkan diatas linggir alveolar
Prosedur pembuatan bite rim dilakukan dilaboratorium dengan menggunakan wax
merah yang diletakkan diatas basis

Gambar : pembuatan bite rim dengan wax


1. Tentukan dimensi awal bite rim rahang atas dan rahang bawah
a. RA :
- Lebar, anterior : 3-4 mm dan posteriror : 5-6 mm
- Tinggi, anterior : 10-12 mm dan posterior : 8-10 mm
b. RB :
- Lebar, anterior : 3-4 mm dan posterior : 5-6 mm
- Tinggi, anterior : 8-10 mm dan posterior : 10-12 mm
Tinggi bite rim rahang bawah sama dengan tinggi daerah retromolar pad

2. Desain bite rim pada model kerja


a. Desain pada rahang atas
Gambar. Desain garis pedoman bite rim rahang atas pada model kerja
- Lingkarlah papilla insisif dan ruge palatina. Tujuannya adalah untuk
menetukan garis median line. Lalu Tarik garis dari papilla insisif sampai A-
H line
- Lalu buatlah garis 2 buat diatas ridge alveolar kiri dan kanan dengan
pedoman hamular notch. Garisnya tepat ditengah prosesus alveolaris
- Pembuatan garis tadi dilebihkan sampai ke tepi model dengan tujuan untuk
pedoman pemasangan bite rim
b. Desain pada rahang bawah

Gambar. Desain garis pedoman bite rim rahang bawah pada model kerja
- Buatlah garis median line
- Bagian yang ditunjuk oleh panah adalah bagian retromolar pad
- Lalu tariklah garis disamping retromolar pad tepat diatas prosesus alveolaris
3. Letak bite rim pada model kerja

Gambar. Bite rim diletakkan tepat diatas ridge alveolar dengan perbandingan 2:1
- Bite rim diletakkan di ridge alveolar dengan menarik garis khayal dengan
menarik tepat dipuncak linggir pada rahang bawah sampai retromolar pad
dan rahang atas sampai hamular notch dengan perbandingan 2:1 ( 2 untuk
bukal (4mm) dan 1 linguar (2mm))
- Bite rim diletakkan membentuk huruf U dan disesuaikan dengan lengkung
rahang
- Bite rim RA dan RB dibuat sesuai dengan hubungan rahang atas dan rahang
bawah
Kunjungan IV
Klinis Laboratorium
1. Try in galangan gigit 4. Transfer articulator
2. Penetapan gigitan/MMR 5. Penyusunan gigi
3. Pemilihan gigi

1. Yang harus diperhatikan saat try in bite rim (klinis)


1. Labial fullness
Bibir normal didukung alveolar ridge dan gigi kemudian diganti dengan bite rim dengan
permukaan labial ditambah atau dikurangi, dan dibiarkan posisi bibir atas dalam keadaan
alami. Garis antara bibir atas dan bawah berkontak kemudian istirahat fisiologis (tidak
berkontak)

2. Untuk tinggi bite rim rahang atas


a. Dalam keadaan rest posisi, dilihat dari depan 2mm dibawah garis bibir rahang atas

Gambar : keadaan gigi rest posisi tinggi bite rim 2 mm dibawah bibir atas (Zarb, 2013)
b. Fhiltrum tidak boleh tegang

Gambar. Keadaan filtrum tidak boleh tegang


c. Sulkus nasolabialis membentuk sudut 90 derajat
d. Bibir tidak boleh tegang
e. Sudut mulut tidak boleh turun. Jika sudut mulut turun bite rim di tambah dengan wax
f. Pada saat tersenyum tinggi bite rim 2-4 mm dibawah sudut mulut

Gambar. Tinggi bite rim dalam keadaan senyum


3. Bidang oklusal dataran anterior ( dari depan) sejajar dengan garis pupil
4. Dataran anteroposterior ( dari samping ) berhubungan dengan depan sejajar garis champer
(alanasi tragus/ meatus acusticus externus)
2. Prosedur penepatan gigitan/MMR
Penentuan MMR ada 3 cara yaitu :

a. Dataran oklusal : merupakan tahap untuk rahang atas. Menentukan kesejajaran oklusal
dengan menggunakan garis chamfer dan garis pupil yang dilihat dengan menggunakan
oklusal bite plane dan bite rim rahang bawah mengikuti bite rim rahang atas.
Persiapan operator, pasien, alat, dan bahan :
a. Persiapan pasien
Kepala harus tegak lurus, tidak boleh bersandar ke dental unit dan rahang sejajr lantai

Gambar. Posisi kepala tegak lurus


b. Persiapan operator
Dengan memakai masker dan handscoon
c. Alat-alat yang dipersiapkan adalah :

Gambar. Alat dan bahan yang diperlukan untuk menentukan dataran oklusal
- Oklusal bite plane : untuk menentukan kesejajaran bidang oklusal
- Pisau cappy yaitu untuk mendatarkan wax

- Bite rim rahang atas


- Wax untuk menambahkan bite rim
- Pisau wax untuk mengurangi bite rim
- Lecron
- Pus,pus untuk mengurangi atau memanaskan wax
- Benang, untuk membuat garis chamfer
d. Caranya adalah
- Tentukan garis interpupil, yang dilihat dari arah anterior yaitu garis dari sudut mata
kanan ke sudut mata kiri

Gambar. Garis interpupil


- Tentukan garis chamfer yang dilihat dari arah anteroposterior, yaitu garis dari tragus
ke alanasi.
Gambar. Bidang orientasi sejajar A garis chamfer
- Pasang bite rim rahang atas
- Masukkan bite plane

Gambar bite plane dimasukkan kedalam mulut pasien


- Pasien di instruksikan untuk menekan bagian bawah bite plane dengan ibu jari
- Periksa kesejajaran interpupil dan garis chamfer
- Try in bite rim rahang bawah
- Rahang atas dan rahang bawah tidak boleh ada space. Lihat dari anterior dan
posterior harus tepat
- Tentukan vertical dimensi dan relasi sentrik
b. Vertikal dimensi
Merupakan tahap rahang atas dan rahang bawah dalam arah vertical. Pada penetuan VD,
ada 2 buah yang harus ditentukan yaitu :
- VDO : vertical dimensi oklusal
Adalah keadaan bite rim RA dan RB berkontak (oklusi sentrik) dan mandibula
dalam keadaan relasi sentrik
- VDF : vertical dimensi fisiologis
Adalah relasi postural dari mandibula terhadap maksila jika pasien istirahat dengan
posisi tegak dan kondilus dalam posisi tidak tegang di glenoid fossa. Dimana bite
rim RA dan RB tidak berberkontak yaitu dalam keadaan istirahat fisiologis
Cara menentukan dimensi vertical :
1. Menentukan tinggi gigit/dimensi vertical oklusi (DVO), caranya :
c. Sebelum DVO ditentukan, operator mengukur terlebih dahulu tinggi rest posisi/dimensi
vertical fisiologis. Dengan cara :
- Posisikan pasien duduk rilex dengan kepala tegak. Dimana kepala dan punggung
lurus(dimana tujuannya adalah supaya bisa mengembalikan tinggi wajah dalam
keadaan VDO)

Gambar. Posisi kepala lurus menentukan dimensi vertical


- Ukur jarak dari glabella keg nation dengan menggunakan caliper atau will’s gauge.
Dimana garis-garis yang ditentukan adalah
1. Dari glabella ke nation
2. Dari nation keg nation
3. Dari sudut mata ke sudut mulut

Gambar . A. jarak A (mata-sudut mulut), B. hidung-dagu C. glabella-hidung 1. Glabella 2.


Subnathon 3. Gnation
Setalah didapatkan hasilnya, hitung rata-ratanya. Angka yang diperoleh merupakan
tinggi rest posisi pasien/dimensi vertical rest posisi.
Yang perlu dilakukan :
- Perhatikan estetis : dari arah depan, ekspresi harus tenang
- Fonetik, instruksikan pasien untuk mengucapkan huruf s atau angka 11-19. Pada
saat terakhir mengucapkan angka 11 bite rim RA dan RB tidak boleh berkontak.
Jika bibir tidak tertarik berarti VD tinggi, dan jika bibir tertarik VD rendah.
- Dalam keadaan rest posisi FWS normal (2-4) mm
Jika FWS < 2 = VD hampir 0, VD tinggi
Jika FWS > 4 = VD rendah
- Fungsi penelanan
2. Pengukuran dimensi vertical oklusi (VDO)
- Instruksikan untuk menutup mulut perlahan lahan hingga seluruh permukaan insisal
dan oklusi bite rim RA dan RB berkontak
- Apabila belum terjadi kontak bidang yang merata, maka permukaan insisal/ oklusal
galengan gigit RB yang dirubah dan disesuaikan dengan RA, sehingga diperoleh
kontak bidang yang merata.
- Lalu, ukur jarak antara kedua titik (hidung-dagu) atau nation gnaation, lakukan
penyesuaian pada galengan gigi RB hingga mencapai VDO yang diinginkan
Pemeriksaan vertical dimensi yang benar :
1. Pengukuran saat istirahat fisiologis dan saat oklusi harus ada jarak 2-4 mm (free way
space)
2. Pengucapan s lebih kurang antara bite rim atas dan bawah lebih kurang 1 mm
3. Penelanan
4. Estetisnya, sesuai usia pasien perhatikan : philtrum, sulcus naso labialis, sulcus
mentofacialis, commisura bibir

Gambar. Tanda dimensi vertical yang normal


Keberhasilan VD tergantung kepada :
- Teori operator
- Skill operator
- Kerja sama dengan pasien
c. Relasi Sentrik
Merupakan tahap RA dan RB dalam arah horizontal. Nantinya tujuannya adalah untuk
mendapatkan oklusi. Metode yang digunakan sesuai dengan kasus adalah metode statis atau pasif,
dimana di sini yang aktif adalah operator dan pasien membantu, karena pasien ada kelainan TMJ
Relasi rahang ditentukan pada relasi sentrik. Pada posisi ini base plate dan oklusal rim direkam
pada record blok dan kemudian di fiksasi

Gambar. Penentuan relasi sentrik dengan metode statis

Metode ini lebih menguntungkan karena perpindahan base plate minimal.


Metode ini dapat ditentukan dengan 4 cara :

a. Metode Gysi

- Pedoman pada ventral otot messetter

- Ibu jari dengan telunjuk operator diletakkan dibagian ventral otot messeter
- Pasien dalam keadaan relaks, kemudian operator mendorong mandibula ke
posterior dan pasien disuruh menggigit.
b. Metode Rhem

Ibu jari dan telunjuk diletakkan di daerah vestibulum menekan bite trim, jari
tengah di bengkokkan menekan dagu.
c. Metode gravitasi

Pasien duduk dikursi sedemikian rupa sehingga kepala menengadah ke atas


dengan gaya gravitasi mandibula akan terdorong ke belakang dan pasien disuruh
menggigit.

Jika posisi relasi sentrik sudah benar, buat garis vertikal pada record block
RA dan RB pada midline, caninus kiri dan kanan, garis ketawa dan juga garis
horizontal dimana RB dalam keadaan retrusif. Kemudian fiksasi dengan membuat
double V groove.
Tahapannya adalah sebagai berikut :
1. Posisikan pasien duduk relaks dan dental unit direbahkan (semi supine), kepala
miring terhadap lantai membentuk sudut 30 derajat dan posisikan pasien relasi
sentrik.

Gambar. Posisi Kepala benar


2. Insersikan basis dan galangan gigit RA dan RB lalu posisikan pasien pada relasi
sentrik.
3. Buat tanda yang segaris disisi anterior dan posterior galangan gigit RA dan RB
sebagai garis panduan. Dimana garis pedoman pada bite trim adalah :
 Garis Median
Median line merupaka garis tengah wajah yang ditarik dari bibir atas sampai
bibir bawah dengan pedoman pada Philtrum , frenulum labialis . Digoreskan
pada biterim rahang atas dan rahang bawah yang berada tepat pada bagian
tengah model .

Gambar. Garis pedoman median


 Garis kaninus
Garis caninus menentukan lebar enam gigi anterior atas . Menarik garis tegak
lurus pada sayap hidung sampai pada sudut mulut pada biterim rahang atas pada
waktu otot mulut relaks.
Gambar. Garis Pedoman Kaninus
 Garis tertawa

Garis yang dibuat pada biterim anterior rahang atas yang

bertujuan untuk menentukan tinggi gigi atau menentukan letak

servik gigi . Pembuatan garis dilakukan waktu tertawa kecil

(tersenyum) kemudian ditandai pada biterim rahang atas batas bibir

atas.

4. Pasien kembali diminta untuk membuka dan menutup mulut, periksa apakah garis

panduan pada anterior dan posterior galangan gigit RA dan RB tetap segaris.

Gambar. Garis pedoman yang sudah ditandai pada biterim


Fiksasi

Cara memfixir :

a. Staples atau pin

b. Interocclusal record
Cara dengan bahan wax dengan pembuatan double V groove :
a. Buat double V groove pada biterim atas di daerah premolar – molar
kemudian olesi dengan Vaseline .

b. Pada biterim rahang bawah region premolar ke posterior dipotong


(dikurangi) , kemudian dilapisi kembali wax di permukaan oklusal .
Lunakkan daerah tersebut dan gigitkan pada pasien . Ketika digigit garis
penghubung rahang atas dan rahang bawah tetap berhimpit.
c. Kemudian dikeluarkan bersamaan rahang atas dan rahang bawah dan
transfer articulator

Gambar. Pembuatan double V groove


3. Pemilihan dan penyusunan gigi

Pemilihan gigi yang paling cocok bagi tiap pasien sangat menentukan
berhasil atau tidaknya pembuatan GTL. Gigi yang tidak serasi dengan warna,
bentuk dan ukuran wajah pasien akan menimbulkan masalah dalam pembuatan
GTL. Efektifitas pemilihan gigi tergantung dari kemampuan dokter gigi untuk
menginterpretasikan apa yang diloihatnya. Pada fase inilah dokter gigi
berkesempatan untuk mengungkapkan kemampuan seninya (Fadriyanti, 2010).
 Penyusunan gigi
Anterior atas (Fadriyanti, 2010) :
1. Gigi Insisivus satu atas (11)
- Inklinasi labio-palatal
Terlihat garis lurus sama dengan garis yang ditarikdari servik ke
insisal (bagian insisal dan servikal ke insisal posisinya sama atau
bagian insisal sedikit lebih ke palatal).
 Inklinasi mesio-distal
Long axis membentuk sudut 85 derajatkearah distal dengan bidang
oklusal.
 Bidang oklusal
Tepi insisal terlihat menyentuh dataran oklusal (glass plate).

2. Gigi Insisivus dua atas (12)


- Inklinasi labio-palatal
12 hampir sama dengan 11 dimana bagian servikalnya lebih
condong ke palatal dibandingkan dengan 11. Jika ditarik garis
khayal, terloihat lebih miring dibandingkan 11.
- Inklinasi mesio-distal
Long axisnya membentuk sudut 80 derajat dengan bidang oklusal.

 Bidang oklusal

Tepi insisal terletak imm diatas dataran oklusal (menggantung).

3. Gigi Kaninus atas (C)


- Inklinasi labio-palatal
Berbeda dengan 11 dan 12, bagian servikalnya lebih kelabial dan
insisalnya lebih kepalatal.
- Inklinasi mesio-distal
Long axisnya hamper sama dengan 11 dan bagian distal lebih
condong kepalatal dari pada mesial.
 Bidang oklusal
Tepi insisalnya sama dengan 11 berkontak dengan datarn oklusal.
Anterior bawah

1. Insisivus satu bawah


- Inklinasi labio-lingual

Untuk I-1 lebih miring bidang oklusal dibandingkan I-2.Bagian


insisal lebih ke labial dan bagian servikal lebih ke lingual (85
derajat).
 Inklinasi mesio-distal
Long axisnya membentuk sudut 85 derajatr dengan hiding oklusal.

 Bidang oklusal
Tepi insisal 1-2 mm diatas bidang oklusal, dilihat dari bidang
oklusal tepi insisal terletak diatas linggir rahang
2. Insisivus dua bawah

- Inklinasi labio-lingual
Bagain servikal dan labialnya lurus terhadap bidang oklusal.
- Inklinasi mesio-distal
Long axisnya membentuk sudut 80 derajat dengan bidang oklusal.
 Bidang oklusal
Bagian tepi insisalnya sama jaraknya 1-2 mm diatas bidang
ojklusal.
3. Gigi Caninus bawah
- Inklinasi labio-lingual
Bagian servikal lebih kelabial dan tepi insisal lebih ke lingual.

 Inklinasi mesio-distal
Long axisnya miring, tepi distal agak lurus dengan bidang oklusal.

 Bidang oklusal
Ujung cupsnya terletak diatas bidang oklusal.
Posterior atas

1. Premolar Satu
- Inklinasi mesio-distal
Tegak lurus bidang oklusal
 Bidang oklusal
Cups bukal berkontak dengan bidang oklusal dan cups palatal tidak berkontak.

2. Premolar dua
- Inklinasi mesio-distal
Sama dengan P1
 Bidang oklusal
Cups bukal dan palatal berkontak dengan bidang oklusal

3. Molar satu
- Inklinasi mesio-distal
Bagian distal lebih kearah palatal
 Bidang oklusal
Cups mesio palatal berkontak dengan bidang oklusal dan cups
yang lain menggantung (mesio-bukal, disto-bukal dan disto-
palatal). Cups mesio-bukal berada pada mesio-bukal groove M1
bawah.

4. Molar dua
- Inklinasi mesio-distal
Sama dengan M1
- Bidang oklusal
Semua cups menggantung dan makin kearah distal lebih tinggi.

Posterior bawah

Penyusunan posterior bawah dengan mengikuti garis pedoman atau garis


imajiner yang ditarik dari bagian tengah retromolar pad sampai kebagian anterior.
Penyususnan gigi posterior dimulai dari molar satu (kunci oklusi) yang tidak
boleh dirubah ukurannya.Penyusunan mengikuti letak dari gigi posterior atas
(fadriyanti, 2010).
Kunjungan V

Kli laboratorium
nis
1. Try in penyusunan gigi 2. Wax conturing

3. Prossesing

1. Try in penyusunan gigi

 Intra oral : Retensi, stabilisasi, dan estetis

- Retensi : dilakukan dengan memasangkan gigi tiruan kuat-kuat


dalam mulut dan mencoba melepaskannya dengan gaya tegak lurus
terhadap bidang oklusal.
- Stabilisasi : dilakukan saat mulut berfungsi, tidak boleh
mengganggu mastikasi, penelanan, bicara, ekspresi wajah dan
sebagainya.

 Estetis : pemilihan warna gigi yang sesuai umur, jenis kelamin dan warna
kulit pasien dan pemilihan ukuran gigi yang sesuai.

 Ekstra oral : dilihat penampilan pasien dalam keadaan mulut terutup


tanpa oklusi, rest posisi (fisiologis) dukungan pipi, bibir, traumatik oklusi.

2. Wax conturing

 Wax counturing untuk membentuk akar imaginer

3. Prossesing

 Dengan bahan CMS, heat curing, dan gips tipe 2.

Kunjungan VI

Insersi gigi tiruan lengkap lepasan

Prosedur kerja:

 Tahapan persiapan:
a) Perhatikan permukaan anatomis atau permukaan cetakan dari basis tidak
ada yang tajam dan bersih dari sisa gips
b) Pemeriksaan permukaan polis dari basis dan tidak porus dan mengkilat

Setelah gigi tiruan didalam mulut lakukan pemeriksaan dan evaluasi:

-Retensi, kedudukan basis terhadap mukosa

-Stabilisasi, perluasan basis dan penyusunan anasir gigi

-Oklusi sentrik dan eksentrik

-Psikologis: adaptasi dan penerimaan pasien terhadap gigi tiruannya


(kenyamanan pasien, estetik, bicara, mastikasi)

Berikan instruksi pemakaian dan pemeliharaan gigi tiruan, yaitu: setelah


insersi, pasien diminta untuk memakai gigi tiruannya selama 24 jam kecuali saat
mengunyah, gigi tiruan harus dilepas saat membersihkan dan dibuka malam hari.

Kunjungan VII

Kontrol

Kontrol dilakukan untuk memperbaiki kesalahan yang mungkin terjadi


tindakan yang perlu dilakukan.
a) Pemeriksaan subjektif

Pasien ditanya apa ada keluhan rasa sakit atau rasa mengganjal saat
pemakaian gigi tiruan tersebut.
b) Pemeriksaan objektif

Melihat keadaan mulut dan jaringan mulut, melihat keadaan gigi tiruan
dan memperhatikan oklusi, retensi, dan stabilisasi gigi tiruan.
BAB V

PENUTUP

Kasus ini melaporkan seorang pasien Perempuan berusia 62 tahun yang

datang ke RSGM dengan keluhan ingin dibuatkan gigi tiruan lengkap lepasan.

Sebelumnya pasien sudah pernah menggunakan gigi tiruan lengkap lepasan yang

sekarang sudah dirasakan longgar, terutama pada rahang bawah. Pemeriksaan

ekstraoral tidak ditemukan adanya kelainan. Pemeriksaan intraoral RA dan RB

edentolus. Pada kasus ini pasien akan dibuatkan gigi tiruan lengkap lepasan untuk

rahang atas dan rahang bawah dengan memperhatikan kondisi jaringan di rongga

mulut pasien.

Gigi tiruan lengkap lepasan (GTL) merupakan gigi tiruan untuk

menggantikan permukaan pengunyahan dan struktur-struktur yang menyertainya

dari suatu lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah. Gigi tiruan tersebut terdiri

dari anasir gigi yang dilekatkan pada basis gigi tiruan. Basis pada gigi tiruan itu

memperoleh dukungan melalui kontak yang erat dengan jaringan mulut

dibawahnya.
DAFTAR PUSTAKA

Bakar, Abu. 2012. Kedokteran Gigi Klinis Edisi 2. Yogyakarta, CV. Quantum Sinergis Media, pp
149.

Carr, A.B, Mc. Givney, G. P, Brown, D. T. 2005. Mc Cracken’s Removable Partial Prosthodontics
11 th ed, Philadelpia : Elsevier Mosby, pp 9.

Fardriyanti Okmes. 2010. Perawatan Pasien Edentulous Dengan Gigi Tiruan Lengkap. Padang :
Universitas Baiturrahmah

Ghofur Abdul, 2012. Buku Pintar Kesehatan Gigi Dan Mulut. Yogyakarta : Mitra Buku.

Gunadi, dkk. 2012. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan Jilid I. Jakarta :
Hipokrates, pp 14

Itjiningsih W. H. 2015. Gigi Tiruan Lengkap Lepas. Jakarta : EGC. Pp: 62-73.

Kusdarjanti E, Setyowati O. Analysis on the pattern using the service of removable partial denture
making in a dental laboratory in Surabaya. Folio Medica Indonesia 2016; 52(4): 270-6.

Lusiana A, Haryanto G, Burhan A., Suryatenggara F. 1995. Ilmu Gigi Tiruan Sebagian Lepasan
Jilid I. Jakarta: Hipokrates. Pp: 112-116

Theresia A, Slamat Tarigan. 2019. Perbedaan Kekuatan Tensil Antara Koping Logam Gigi Tiruan
Cekat Dengan Variasi Sudut Preparasi Dinding Aksial. Fakultas Kedokteran Gigi :
Sumatera Utara.

Watt, D.M., Mac.R.,. 1992. Membuat Desain Gigi Tiruan Lengkap, Ed.2. Alih Bahasa :
Soelistijani P. Jakarta : Hipokrates

Zarb George A. 2013. Buku Ajar Prostodonti Untuk Pasien Tak Bergigi Menurut Boucher.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai