Anda di halaman 1dari 8

Managemen Prostetik dari Ectodermal Dysplasia: Sebuah Laporan Kasus

J. Varsha Murthy, Rucha Vaze

Abstrak
Ectodermal dysplasia merupakan sekelompok kondisi bawaan dimana dua
atau lebih ektodermal berasal dari kegagalan struktur anatomi untuk berkembang.
Intervensi dini pada dental dapat memperbaiki penampilan pasien, sehingga
mengurangi masalah yang berhubungan dengan emosional dan psikologis pada
pasien ini. Perawatan memerlukan suatu kerja tim oleh medis pribadi bersama
dengan para dokter gigi.

Kata Kunci: rehabilitasi prostetik, ectodermal dysplasia, gangguan genetik,


sindrom.

Pendahuluan
Ectodermal dysplasia (ED) didefinisikan oleh landasan Nasional untuk
ectodermal dysplasia sebagai gangguan genetik dimana terdapat kelainan
kongenital dari dua atau lebih struktur ektodermal (Hickey, 2001). Thurman
menerbitkan laporan pertama dari pasien dengan ED pada tahun 1848, tetapi
istilah itu tidak dicetuskan sampai 1929 oleh Weech. Pada wanita pembawa
jumlahnya melebihi jumlah laki-laki yang terkena tetapi pada wanita
menunjukkan sedikit atau tidak ada tanda-tanda dari kondisi ini (Pigno et al,
1996).
Sindrom ini meliputi gambaran yang saling tumpang tindih, sehingga
menyulitkan klasifikasi yang pasti. Lamartine pada tahun 2003 telah menjelaskan
berbagai definisi ectodermal dysplasia sebagai Hypohidrotic (anhidrotic),
Hidrotic (Clouston'syndrome), Ectrodactyly-ectodermal dysplasia-cleft syndrome
(EEC), Rapp-Hodgkin syndrome, Hay-Wells syndrome atau ankyloblepharon
ectodermal dysplasia. Biasanya ectodermal dysplasia terbagi menjadi dua jenis
berdasarkan jumlah dan fungsi kelenjar keringat (Viera et al, 2007) seperti yang
disebutkan di bawah ini:

1
Universitas Syiah Kuala
 Hypohidrotic (anhidrotic) Ectodermal Dysplasia (Christ-Siemens-Tourine
syndrome)
Dalam bentuk ini kelenjar keringat tidak ada atau menurun secara
signifikan. Gangguan ini biasanya diturunkan baik sebagai autosomal dominan/
resesif atau X-linked sifat resesif dan lokus gen X q13-q21. Sekarang
umumnya X-linked resesif dengan ekspresi penuh dalam laki-laki. Wanita
pembawa memiliki ekspresi minimal. 60-70% dari kasus biasanya
menunjukkan manifestasi yang terbatas dengan hipodonsia minimal, aplastik
atau hipoplasia kelenjar payudara, gangguan fungsi kelenjar lakrimal,
glaukoma dan peningkatan kerentanan terhadap gangguan alergi seperti asma
atau eksim. Perkembangan mental yang khas, komandoisme frontal dengan
karakteristik pengurangan jumlah rambut (hypotrichosis), tidak adanya kelenjar
keringat (anhidrosis) yang mengakibatkan peningkatan temperatur, tidak
adanya kelenjar sebasea (asteatosis) yang mengakibatkan kulit kering, hidung
yang tertekan, protuberant bibir, prominent supraorbital ridge, pipi cekung,
hiperpigmentasi kulit yang berkerut di sekitar mata dan besar serta rendahnya
telinga (Crawford et al, 1991).
Manifestasi oral meliputi gigi berbentuk konus atau peg shaped teeth,
hipodonsia (tidak adanya sebagian gigi) atau complete anodontia (tidak adanya
gigi yang lengkap) baik pada gigi sulung dan gigi permanen dengan
malformasi pada setiap gigi yang mungkin ada, adanya jarak atau spasi secara
menyeluruh, alveolar ridge yang tidak berkembang dan tertundanya erupsi gigi
permanen. Bahkan ketika anodontia yang lengkap ada pertumbuhan rahang
tidak terganggu. Hal ini berarti bahwa perkembangan rahang kecuali prosessus
alveolar tidak tergantung pada keberadaan gigi. Namun, karena prosessus
alveolar tidak berkembang dengan tidak adanya gigi, terdapat penurunan pada
dimensi vertikal yang normal sehingga bibir menonjol. Selain itu, di orofaring,
kelainan dapat dimanifestasikan sebagai lengkung palatal yang tinggi atau
bahkan suatu cleft palate. Kelenjar saliva termasuk kelenjar aksesori intraoral
kadang-kadang mengalami hipoplasia pada penyakit ini. Hal ini
mengakibatkan xerostomia, dan penonjolan bibir yang kering dan pecah-pecah.

2
Universitas Syiah Kuala
 Hidrotic Ectodermal Dysplasia (Clouston syndrome)
Berikut gambaran klinis meliputi distrofi pada kuku, kerusakan rambut
dan dyskeratoris palmoplantar. Pasien memiliki fasies normal, keringat normal
dan tidak ada kerusakan spesifik yang terlihat.

Laporan Kasus
Seorang pasien laki-laki berusia 11 tahun dilaporkan ke Departemen
Prostodonsia dengan keluhan utama kurangnya estetika dan kesulitan dalam
pengunyahan. Pada pemeriksaan umum pasien menunjukkan triad klasik dari
hypohidrosis, hypotrichosis dan hypodontia. Selain dari ini, pasien menunjukkan
kulit yang kering, hidung yang tertekan, protuberant bibir, komandoisme frontal,
pipi cekung dengan prominent supraorbital ridge (Gambar I) dan palmoplantar
dyskeratosis (Gambar III). Pemeriksaan rongga mulut menunjukkan (Gambar III)
parsial anodontia, hipoplasia peg shaped atau gigi konus, jarak atau spasi secara
menyeluruh dan alveolar ridge yang tidak berkembang.

Gambar I. Pandangan frontal dan profil menunjukkan hypotrichosis,


hidung yang tertekan, protuberant bibir, pipi cekung dan frontal
bossing dengan prominent supraorbital ridge.

Gambar II. Telapak tangan dan kaki menunjukkan keratinisasi.

3
Universitas Syiah Kuala
Pilihan perawatan yang dipilih adalah dari removable partial denture
untuk gigi yang hilang. Karies direstorasi dan oral profilaksis dilakukan. Gigi
dengan peg shaped dimodifikasi dengan resin komposit yang membantu dalam
peningkatan retensi gigi tiruan atas.

Gambar III. Pandangan intraoral menunjukkan peg shaped teeth-hypodontia.

Bahan cetak alginat hidrokoloid (hidrokoloid irreversible) digunakan


untuk cetakan utama. Bahan cetak ini digunakan karena bersih, biokompatibel dan
nyaman bagi pasien. Namun pengaturan waktu kurang sehingga kurang nyaman
untuk pasien. Bahan ini adalah bahan elastis yang mudah untuk dikeluarkan dari
daerah undercut. Karena keduanya daerah dentulous dan edentulous harus dicetak
secara akurat sehingga dual impression dibuat (dengan border molding dan
cetakan akhir pada daerah edentulous dan cetakan dengan alginat untuk daerah
dentulous) untuk kedua lengkung baik maksila dan mandibula (Gambar IV).
Setelah beading dan boxing dari cetakan, cast dituang dengan die stone untuk
kekuatan yang lebih besar dan ketahanan abrasi (Gambar V). Relasi rahang
dilakukan dengan cara konvensional. Penyusunan gigi dilakukan dengan gigi yang
terbuat dari resin. Setelah percobaan akhir gigi tiruan malam diproses dengan heat
polymerized denture base resin. Gigi tiruan yang selesai diberikan (Gambar VI)
dan pasien diinstruksikan dalam pemeliharaan kebersihan mulut dan gigi tiruan.
Janji untuk pemanggilan kembali dilakukan untuk penyesuaian.

4
Universitas Syiah Kuala
Gambar IV. Dual impression pada alveolar ridge maksila dan mandibula

Diskusi

Displasia ektodermal sering memperlihatkan gambaran yang tumpang


tindih, sehingga sulit diklasifikasikan secara definitif. Beberapa sindrom displasia
ektodermal terlihat ringan dan pada sebagian kasus lainnya dapat merusak.
Diagnosis menjadi sulit untuk ditegakkan karena gambaran karakteristiknya tidak
jelas saat kelahiran, meskipun selama periode neonatal terjadi scaling yang luas
pada kulit dan timbul demam yang tidak dapat dijelaskan (Guckes dkk, 1991).
Setelah diagnosis ditegakkan, orang tua dari pasien dapat berkonsultasi mengenai
pilihan pengoatan yang tersedia.

Intervensi di usia dini dapat membantu untuk memodifikasi protesa


intraoral selama periode pertumbuhan cepat. Intervensi prostetik dapat dilakukan
pada anak seusia 2 atau 3 tahun jika anak tersebut kooperatif (Hickey, 2001). Hal
ini juga memungkinkan anak untuk menyesuaikan diri dengan protesa dan untuk
membentuk penampilan yang normal, fungsi bicara, pengunyahan, serta fungsi
sendi temporomandibular yang normal (Ellis, 1992). Selain manfaat dental,
intervensi di usia dini juga memberikan manfaat psikososial. Penampilan yang
tidak estetik, citra diri yang buruk, diskriminasi di sekolah atau di pekerjaan
sering menyertai sindrom displasia ektodermal, sehingga menimbulkan dampak

5
Universitas Syiah Kuala
psikologis negatif terhadap pasien. Dengan demikian, penatalaksanaan cacat
orofasial dapat membangun sebagian kepercayaan diri pasien.

Gambar V: cetakan akhir

Pilihan perawatan pada umumnya meliputi gigi tiruan sebagian lepasan


atau cekat, overdenture, protesa gigi tiruan lengkap atau sebuah protesa implant.
Pada kasus-kasus dimana adanya keterlibatan celah bibir atau palatum, perawatan
dapat terdiri dari intervensi oleh ahli bedah plastik dan ahli bedah mulut dan
maksilofasial. Pada kasus demikian, sebuah protesa maxilofacial dapat
diindikasikan. Pada kasus ini, manajemen prostodontik yang digunakan adalah
gigi tiruan sebagian lepasan. Pilihan menggunakan gigi tiruan lengkap
dikesampingkan dengan alasan untuk menjaga alveolar ridges yang tersisa. Pada
tipe pasien seperti ini, manajemen prostodontik cekat jarang digunakan karena
jumlah gigi yang ada sedikit dan penggunaan gigi tiruan cekat dengan konektor
rigid pada pasien muda akan menghambat pertumbuhan aktif dari lengkung gigi.
Pilihan lain yang bisa dipertimbangkan pada pasien ini adalah pembuatan
overdenture setelah dilakukan perawatan saluran akar pada gigi yang ada. Tetapi
karena mempertimbangkan jumlah kunjungan yang meningkat dan
ketidaktertarikan pasien, pilihan ini juga dikesampingkan. Mengingat usia pasien
saat ini, pilihan perawatan yang disukai adalah gigi tiruan sebagian lepasan. Selain
itu, dipertimbangkan potensi pertumbuhan erupsi gigi yang tersisa sebagai

6
Universitas Syiah Kuala
abutment yang potensial untuk pembuatan overdenture dan gigi tiruan sebagian
cekat atau pembuatan implant di masa mendatang.

Saat anak bertambah dewasa, protesa lepasan membutuhkan relining,


rebasing atau pembuatan ulang untuk mengakomodasi perubahan selama
pertumbuhan dan mempertahankan fungsi normal rongga mulut. Ketika anak
mencapai usia remaja, perawatan ortodontik dapat diindikasikan sebagai
manajemen perawatan yang lebih baik, selanjutnya rongga mulut dapat
dipersiapkan untuk pembuatan gigi tiruan sebagian cekat atau implant di masa
mendatang.

Pada pasien yang lebih tua, implan osseointegrasi dapat digunakan,


tergantung pada pola kehilangan gigi dan dukungan tulang yang tersedia. Jika
dukungan tulang tidak adekuat, maka cangkok tulang mungkin diperlukan.
Overlay atau overdenture juga dapat diindikasikan dengan mempertahankan gigi
atau akar gigi setelah dilakukan perawatan saluran akar.

Gambar VI: Tampilan pasien pasca operatif menggunakan gigi tiruan sebagian
rahang atas dan bawah

7
Universitas Syiah Kuala
Ringkasan

Laporan kasus ini menjelaskan tipe, gambaran karakteristik dan pilihan


perawatan untuk pasien laki-laki muda yang mengidap displasia ektodermal.
Dengan pengobatan yang tepat dan perawatan prostodontik, pasien dapat
menjalani hidup yang relatif normal. Pilihan rencana perawatan definitif dapat
meliputi protesa cekat, lepasan, atau implan, baik secara tunggal maupun
kombinasi.

Daftar Pustaka

1. Crawford PJ,Alred MJ,Clarke A: Clinical and radiographic dental findings


in X- linked hypohidrotic ectodermal dysplasia. Journal of Medical
Genetics, 1991; 28:181- 185.
2. Ellis RK, Danly KJ, Wild TW: Indirect composite resin crowns as an
aesthetic approach in treating ectodermal dysplasia – A case report.
Quintessence International, 1992; 23:727-729.
3. Guckes AD, Brahim IS, Mccarthy GR, Rudy SF, Cooper LF: Using
endosseous dental implants for patients with ectodermal dysplasia.
Journal of American Dental Association, 1991; 122 (10):59-62.
4. Hickey AJ: Prosthetic treatment for patients with ectodermal dysplasia.
Journal of Prosthetic Dentistry, 2001; 86:364-368.
5. Itthagarun A, King NM: Ectodermal dysplasia – A review and case report.
Quintessence International, 1997; 28(9):595-603.
6. Lamartine J: Towards a new classification of ectodermal dysplasia.
Clinical and Experimental Dermatology, 2003;28(4):351-359.
7. Pigno MA, Blacksman RB, Cronin RJ, Cavazos E Prosthodontic
management of ectodermal dysplasia – A review of literature. Journal of
Prosthetic Dentistry, 1996; 76:541-545.
8. Ramos V, Giebink DL, Fisher JG, Christensen LC: Complete dentures for
a child with hypohidrotic ectodermal dysplasia. Journal of Prosthetic
Dentistry, 1995; 74:329-331.
9. Thurman J: Two cases in which the skin hair and teeth were very
imperfectly developed. Medico-chirurgical Transaction, 1848; 31:71-82.

8
Universitas Syiah Kuala

Anda mungkin juga menyukai