PEMICU 1 BLOK 13
“: Luka di Mulut Tidak Kunjung Sembuh”
Disusun Oleh:
Rhena Fitria Khairunnisa (210600020)
Kelompok 2
Fasilitator
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sifilis merupakan salah satu penyakit yang termasuk kedalam kelompok Infeksi
menular seksual (IMS). Penyakit ini bersifat kronik dan sistemik. Sifilis dapat menyerang
semua alat tubuh, termasuk sistem kardiovaskular dan sistem saraf. 1 Infeksi sifilis kembali
menjadi perhatian karena penyakit ini menyebabkan sekuele yang berat dan kaitannya yang
kuat dengan infeksi HIV. Koinfeksi sifilis dan HIV sering terjadi. Infeksi HIV pada pasien
sifilis dapat mempengaruhi perjalanan penyakit sifilis dan respon terhadap pengobatan.
Insidensi sifilis di Indonesia pada tahun 2011 – 2016 mengalami kenaikan dan penurunan.
Pada tahun 2011 ditemukan 2.933 kasus, sedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 5.285
kasus. Tahun 2013 terdapat peningkatan yang cukup tinggi dari tahun sebelumnya menjadi
8.372 kasus, sedangkan pada tahun 2014 hanya sedikit kenaikan menjadi 8.840 kasus. Pada
tahun 2015 ditemukan penurunan jumlah kasus menjadi 4.555, namun pada tahun 2016 jumlah
kasus sifilis kembali naik menjadi 7.055 kasus.
DESKRIPSI TOPIK
PEMICU 1
Pertanyaan:
1. Bagaimana prosedur diagnosis kasus tersebut?
2. Uraikan pemeriksaan ekstra oral yang dijumpai pada perabaan?
3. Uraikan pemeriksaan laboratorium apa yang menunjang penegakkan diagnosis
kasus tersebut?
4. Apakah diagnosis kasus tersebut? Jelaskan alasannya!
5. Mendiferensiasikan termasuk kedalam klasifikasi mana kasus tersebut?
6. Berikan argumen bagaimana pertimbangan oral pasien tersebut!
7. Uraikan bagaimana penatalaksanaan oral pasien tersebut?
8. Rincikan kondisi kebersihan mulut pada pasien tersebut! Telaahlah apakah kasus
tersebut perlu dirujuk? Jika perlu, jelaskan kemana kasus tersebut akan dirujuk!
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam menentukan diagnosis langkah awal tahu hal pertama yang harus dilakukan
adalah anamneis dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada pasien, yang mencakup The
Fundamental Four dan the sacred seven dan diantaranya:
1) Onset (akut atau gradual) and Duration (durasi): menit atau beberapa jam
2) 2) Location (lokasi) and Radiation = sakit, sesak, benjolan, dan sebagainya: Di mana?
Menyebar ke mana?
3) Chronology: Pola (intermitten atau terus menerus) dan Frekuensi (setiap hari, per
minggu atau per bulan)
4) Quality and Progression: misalnya nyeri bersifat tajam, tumpul atau aching, semakin
membaik
5) atau semakin memburuk dibandingkan sebelumnya
6) Severity (tingkat keparahan): ringan, sedang, berat
7) Modifying factors: Precipitating and relieving factors (faktor-faktor yang memperberat
dan faktor yang mengurangi gejala, misalnya, “apakah ada penggunaan obat
sebelumnya?” Associated symtomps (yang berhubungan dengan gejala lainnya misal
batuk, mengi/wheezing, hemoptisis, sesak napas, nyeri dada, ortopnea) and Systemic
symptoms (gejala-gejala sistemik seperti demam, malaise, anoreksia, penurunan berat
badan).
Contoh pertanyaan jika merasa bahwa pasien mengalami penyakit karena sex atau penyakit
infeksi menular seksual diantaranya dengan:
Hal tersebut tidak mudah untuk dilakukan dan tidak banyak pasien yang mengaku atas
hal tersebut namun sebagai dokter kita dapat memahami dan memberikan keyakinan pada
pasien bahwa dengan bercerita dengan dokter akan memberi keamanan tanpa diketahui orang
lain, dengan bercerita dan menjawab pertanyaan dokter akan membantu berjalannya kegiatan
perawatan pasien.
Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan intra oral dan ekstra oral untuk memamstikan
diganosis pada kasus diatas yang meliputi:
1) Ekstra oral:
2) Intra oral:
• Pemeriksaan jaringan mukosa mulut seperti bibir, pipi, lidah, palatum, tonsil, ginggiva
apakah terdapat kelainan seperti, ulkus, bercak, papula, eudema, eritema atau sejenis
lainnya.
• Kemudian juga pada jaringan keras gigi atau pulpa dengan beberapa cara, seperti
• palpasi pada rongga mulut apakah ada eudema yang teraba, apakah ada lesi yang
menonjol dan probing dan sondasi pada pasien yang mengalami keluhan pada gingiva.
1
Pemeriksaan penunjang:
Pada keadaan sehat kelenjar getah bening tidak teraba, kecuali kelenjar getah bening
inguinal. Kelenjar getah bening yang normal konsistensinya lunak, mudah digerakkan dari
kulit di atas maupun dari dasarnya, suhu normal, permukaannya licin dan tidak nyeri tekan.
Bila teraba maka deskripsikan ukurannya, konsistensinya, permukaannya, keadaan kulit
diatasnya (melekat erat atau tidak), dasarnya (tempat perlekatannya apakah kelenjar getah
bening di atasnya mudah digerakkan atau tidak), suhu, nyeri tekan atau tidak.
Pembesaran kelenjar getah bening abnormal dapat terjadi sebagai akibat penjalaran dari
infeksi regional yang akan menyebabkan konsistensi kelenjar getah bening yang terkena akan
teraba kenyal atau lunak dengan ukuran tidak terlalu besar, nyeri terhadap tekanan, dan bisa
digerakkan. Penyebab pembesaran kelenjar getah bening lainnya adalah akibat metastasis dari
neoplasma ganas yang menyebabkan kelenjar getah bening tersebut konsisteninya keras seperti
batu tetapi tidak nyeri dan terfixir. Abnormal jika teraba dengan diameter 1-4,5 cm. Bila
kelenjar limfe teraba kenyal dan ukurannya termasuk besar dijumpai pada penyakit hodgkin
atau limfoma.
Pemeriksaan fisik kelenjar limfe pada area kepala leher meliputi pemeriksaan di
kelenjar submandibula yang terletak pada dekat sudut mandibula, kelenjar submental yang
terletak pada bawah dagu yaitu di area mentalis, dan kelenjar servikal pada kedua sisi leher
bagian atas.
Intensitas sakit pada saat dilakukan palpasi bergantung pada fase akut dan kronis. Pada kondisi
akut biasanya akan terasa sakit, sedangkan pada kondisi kronis akan tidak terasa sakit pada saat
palpasi.
Istilah:
Limfadenopati merujuk pada kelenjar getah bening yang abnormal pada ukuran,
jumlah atau konsistensi dan sering digunakan sebagai sinonim dari pembengkakan atau
pembesaran kelenjar getah bening. 2
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus diatas diantaranya:
• Non Spesifik
1)Venereal Disease Research Laboratory (VDRL)
Pemeriksaan VDRL memberikan hasil reaktif pada 4-5 minggu setelah infeksi. Prinsip
VDRL adalah mengukur antibodi IgM dan IgG terhadap materi lipoidal yang merupakan
produk sel inang yang rusak. Pemeriksaan VDRL merupakan pemeriksaan slide
microflocculation menggunakan antigen terdiri dari kardiolipin 0,03%, lesitin + 0,21% dan
kolesterol 0,9%. Spesimen dapat berupa serum tanpa antikoagulan atau cairan serebrospinal.
Pemeriksaan VDRL terdiri dari pemeriksaan kualitatif dengan hasil pembacaan reaktif,
reaktif lemah, dan non-reaktif, serta pemeriksaan kuantitatif yaitu dalam bentuk titer, misalnya
1:2, 1:4, 1:8, 1:16, dan seterusnya. Pemeriksaan VDRL kualitatif sebagai tahap awal sebelum
dilanjutkan pemeriksaan kuantitatif. Pemeriksaan VDRL kuantitatif dengan pengenceran
serum serial bertujuan untuk mengevaluasi hasil pengobatan.
Hasil pemeriksaan VDRL reaktif harus digabung dengan pemeriksaan treponema
reaktif lainnya. Hasil VDRL reaktif dapat bermakna infeksi baru atau lama dengan treponema
patogen, meskipun hasil positif palsu biologi dapat terjadi. Hasil VDRL non- reaktif tanpa
disertai gejala klinis sifilis dapat berarti pasien tidak terinfeksi sifilis atau pasien telah mendapat
pengobatan yang efektif, sedangkan hasil VDRL non-reaktif disertai gejala klinis dapat berarti
sifilis primer dini atau fenomena prozone pada sifilis sekunder.
• Spesifik
▪ Treponema Pallidum Haemagglutination Assay (TPHA)
Sampel pada pemeriksaan ini berupa serum ataupun cairan serebrospinal. Pemeriksaan
TPHA harus memperhatikan beberapa hal, yaitu: (1) Serum tidak hemolisis; (2) Serum/ plasma
bebas dari sel darah dan kontaminasi mikrobiologi; (3) Pada penundaan pemeriksaan, serum
disimpan pada suhu 2-8°C dapat bertahan selama 7 hari dan pada suhu -2°C serum dapat
bertahan lebih lama; (4) Serum/plasma beku harus dicairkan dan dihomogenkan sebelum
pemeriksaan; (5) Reagen harus disimpan (suhu 2-8°C) jika tidak digunakan dan jangan
menyimpan reagen dalam freezer. Pemeriksaan TPHA harus menyertakan kontrol negatif
berupa serum manusia yang bebas dari antibodi terhadap T. pallidum dan kontrol positif yaitu
sediaan serum manusia yang mengandung antibodi terhadap T. pallidum.
Pemeriksaan TPHA semi kuantitatif dilakukan dengan cara: setelah semua komponen
kit dan sampel dikondisikan suhu kamar, semua reagen dihomogenkan perlahan. Sumur
mikrotitrasi disiapkan dan diberi label no. 1 sampai 8. Pengenceran sampel dibuat di sumur
berbeda dengan sumur mikrotitrasi dengan mencampur 190 μL diluent dan 10 μL sampel.
Sumur no. 1 dikosongkan, pada sumur no. 2 – 8 ditambahkan 25 μL diluent. Sumur no. 1 dan
2 ditambahkan 25 μL sampel yang telah diencerkan. Campuran sumur 2 dipipet 25 μL
ditambahkan pada sumur 3, lalu dihomogenkan seterusnya sampai sumur 8. Campuran sumur
8 dipipet 25 μL dan dibuang. Kontrol sel 75 μL ditambahkan pada sumur no. 1, dihomogenkan.
Tes sel 75 μL ditambahkan pada sumur no. 2-8, dihomogenkan. Setelah sumur diinkubasikan
selama 45-60 menit baca aglutinasi dan tentukan titernya. Titer dibaca berdasarkan
pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan aglutinasi. Sumur 1 merupakan titer kontrol
sel, sumur 2 titer 1:80, sumur 3 titer 1:160, sumur 4 titer 1:320, sumur 5 titer 1:640, sumur 6
titer 1:1280, sumur 7 titer 1:2560, dan sumur 8 titer 1:5120.
Pemeriksaan TPHA secara teknis, pembacaan hasilnya mudah, cukup spesifik, sensitif,
serta hasilmenunjukkanreaktifcukupdini. Faktoryang memengaruhi hasil antara lain waktu
pembacaan kurang dari 1 jam dapat memberikan hasil positif palsu karena hemaglutinasi belum
terbentuk sempurna. Serum lisis juga dapat menyebabkan positif palsu.
Diagnosis pada kasus diatas adalah sifilis. Sifilis merupakan penyakit infeksi menukar
seksual yang diseabkan oleh troponema pallidum yang dapat menyerang seluruh organ tubuh.
Pada kasus diatas pasien mengalami sifilis sekunder yang ditandai dengan pembesaran
pembuluh limfe, timbulnya demam, malaise dan pada sifilis sekunder lesi akan simetris yang
berbentuk makula atau papula, folokulitis papulaskuamosa dan pustul. Sifilis sekunder
adalah tahapan yang akan terjadi beberapa minggu setelah luka di sekitar alat kelamin, dubur,
bibir, atau mulut menghilang. Gejala yang ditimbulkan dari sifilis sekunder yaitu munculnya
ruam di beberapa bagian tubuh, seperti telapak tangan atau kaki.Ciri khas dari sifilis sekunder
adalah mengenai kulit mukosa dan pembesaran kelenjar limfe yang generalisata. 4
Sesuai dengan kasus diatas dan pernyataan nomor 4 pasien mengalam sifilis yang
termasuk klasifikasi sifilis sekunder didukung dengan pernyataan pada skenario adanya demam
pada pasien, terdapat bercak merah ditelapak tangan juga, kaki teradapat makula pada palatum,
erosi pada mukosa bukal. Hal tersebut dapat mendorong dan memberikan keyakinan pasien
mengalami sifilis dengan klasifikasi sekunder. Sebelumnya terdapat 3 klasifikasi sfifilis yaitu:
1) Sifilis Primer, pada sifilis primer teredapat ulkus yang bernama sanker, disertainadanya
pembesaran kelenjar limfe inguinal medial bilateral yang tidak ada eksudst, kassr juga
indurasi, pada perjalanan atau teradinya sifilis primer paien tidak merasakan sakit dan
tidak adanya demam saat lesi tersebut muncul. Dan terbentuk ulkus nya khas ditandai
dengan dimana tempat tersebut tersentuh bagian yang terinfeksinmaka disitulah
ulkusnya muncul.
2) Sifilis Sekunder, Merupakan keadsan atau lesi yang akan timbuk setelah atau sebelum
terjadinya lesi primer yang ditandai dengan pembesaran pembuluh atau kelenjar limfe
generalisata, akan munculmdemam dan terdapat atau terbentuk bersaan ruam pada kaki
tangan atau pun seluruh tubuh, lesi nya akan mirip seperti penyakitkulit yang lain
biasanya simetris terdapat makula, papula, folokulitis, papulaskuamosa, dan pustul
3) Sifilis Tertier (Sifilis benigna)! Merupakan klasfikasi sfilis atau lesi yang timbul
beberapa tahun menderita sfilis yang tidak diobati, lesi ini bersfta destruktif atau
merusak. 7
4) Sifilis Kongenital
5) Sifilis Kardiovaskular
6) Neurosifilis
6. Berikan argumen bagaimana pertimbangan oral pasien tersebut!
Menurut skenario pada mukosa bukal dijumpai erosi, oval, bilateral dengan batas
kekuningan. Gingiva terlihat oedem, mudah berdarah dan merah. Poket absolut pada gigi 17,
16, 15 dengan kedalaman 5 mm. Edentulus pada gigi 46, 47. Indeks plak 2,3. Indeks debris 1,8.
Indeks kalkulus 1,5. Kondisi pasien memiliki oral hygiene yang buruk yang tercantum dari
indeks plak dan kalkulusnya, selain itu pasien memiliki infeksi pada mukosa labialnya yang
erosi, oval, bilateral dengan batas kekuningan di sebabkan oleh sifilis, dimana terdapat sanker
pada mulut pasien yang juga menyebar ke seluruh tangan dan kakinya. chancer tersebut sakit
dapat menyebar daerah mukosa mulut jika berkontak langsung dengan chancer. Oral hygiene
pasien buruk karena pasien sulit melakakukan penyikatan gigi dengan baik akibat dari luka
tersebut, selain itu di skenario pasien juga mengalami periodontitis pada beberapa gigi. 7
7. Uraikan bagaimana penatalaksanaan oral pasien tersebut?
Pengobatan Sifilis Sekunder:
Penisilin G, diberikan secara parenteral, adalah obat pilihan untuk mengobati orang
dalam semua tahap sifilis. Obat yang dipilih untuk semua stadium sifilis sekunder adalah
benzatin penisilin G, 2,4 juta unit IM dalam dosis tunggal. Rejimen doksisiklin 100 mg oral
dua kali sehari selama 14 hari dan tetrasiklin (500 mg empat kali sehari selama 14 hari) telah
digunakan selama bertahun-tahun untuk mengobati pasien sifilis yang alergi terhadap penisilin.
Dalam kasus ini, pasien diberikan benzatin penisilin G, 2,4 juta unit IM dalam dosis tunggal. 9
Dalam penatalaksaan kasus masalah mulut pasien dapat dilakukan dalam beberapa fase.
Fase emerjensi dapat mengobati masalah pada luka ataupun ulkus dimulut, Fase I scalling and
root planing, Fase II perawatan bedah yaitu kuretase dan fase 3 juga fase 4 edukasi pasien dan
menentukan jadwal kontrol, dalam segala fase harus dilakukan pengecekan kembali apakah
ada perubahan dalam setiap tindakan yang dilakukan.
Pada kasus ini pasien mengalami sifilis, lebih terpatnya sifilis sekunder. Pasien perlu di
rujuk ke dokter SpKK (Spesialis Kulit Kelamin), karena sifilis termasuk ke dalam penyakit
menular seksual yang dapat di tangani oleh ahli.
Kondisi kebersihan rongga mulut pasien berdasarkan skenario dikatakan bahwa gingiva
terlihat oedem, mudah berdarah dan merah. Poket absolut pada gigi 17, 16, 15 dengan
kedalaman 5 mm. Edentulus pada gigi 46, 47. Indeks plak 2,3. Indeks debris 1,8. Indeks
kalkulus 1,5.
Cara pengukuran OHI-S yaitu debris index ditambah dengan kalkulus index, diketahui
dari skenario bahwa Indeks debris 1,8 dan Indeks kalkulus 1,5. Sehingga didapatkan hasilnya
3,3. Pada kriteria skor OHI-S dikatakan bahwa rentang index dari 3,1-6,0 sudah termasuk
buruk. Jadi pada kasus ini pasien termasuk yang memiliki oral hygiene yang buruk. Tidak
hanya itu pasien juga memiliki gingiva yang oedematus dan mudah berdarah, dan periodontitis
dengan dikatakan di skenario bahwa terdapat poket absolut pada gigi 17, 16, 15 dengan
kedalaman 5 mm. Pada mulut pasien juga terdapat luka, hal ini memperberat pasien dalam
membersihkan rongga mulut karena terdapat luka di dalam mulutnya, jadi sulit untuk
membersihkan keadaan rongga mulut
BAB III
PENUTUP
3. Kesimpulan
Pekerjaan dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi prevalensi sifilis.
Kemiskinan dan masalah sosial memaksa perempuan, kadang juga laki-laki untuk berprofesi
sebagai penjaja seks. Pada WPSL (wanita pekerja seks langsung) didapatkan kasus sifilis 10%
pada tahun 2010, dan pada tahun 2013 ditemukan 5% kasus, sedangkan pada WPSTL (wanita
penjaja seks tidak langsung) ditemukan kasus sifilis sebesar 3% pada tahun 2011 dan 1,8%
pada tahun 2013.7,8 Penularan sifilis berkaitan dengan hubungan seksual. Pasangan seksual
menjadi faktor berisiko dalam penularan sifilis. Pasangan seksual bisa dilihat berdasarkan
orientasi seksual (ketertarikan secara emosional dan seksual kepada jenis kelamin tertentu).
Homoseksual (ketertarikan terhadap sesama jenis) menjadi salah satu bagian dari orientasi
seksual yang berisiko terhadap penularan sifilis.
Gejala klinis sifilis dibedakan berdasarkan stadiumnya, yaitu stadium dini dan stadium
lanjut. Stadium dini terdiri dari sifilis primer, sekunder, dan sifilis laten dini. Stadium lanjut
terdiri dari sifilis laten lanjut dan sifilis tersier. Pengobatan pasien sifilis bisa dilakukan dengan
pemberian penisilin ataupun antibiotik lain seperti tetrasiklin, eritromisin dan doksisiklin jika
pasien alergi terhadap penisilin. Penisilin yang digunakan adalah benzatin penisilin G.
Pengobatan pada kasus sifilis sebaiknya tidak hanya mengobati pasiennya saja, tapi juga jangan
lupa mengobati pasangan seksualnya karena pasangannya juga berisiko terkena sifilis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dian Mauli. Tanggung Jawab Hukum Dokter Terhadap Kesalahan Diagnosis Penyakit
Kepada Pasien. Jurnal Cepalo 2018; 2 (1): 33-42.
2. Anum Q, Gustia R, Marina SB. Satu kasus sifilis pada pasien dengan HIV positif. J
Ked Syiah Kuala 2022; 22 (3): 128-134.
3. French P, Gupta S, Kumar B. Infectious syphilis. In: Gupta S, Kumar B, ed tors.
Sexually transmitted infections. 2nd Ed. New Delhi: Elsevier; 2012.p. 454-77.
4. F Yin, Z Feng, X Li. Spatial analysis of primary and secondary syphilis incidence in
China, 2004 – 2010. International Journal of STD and AIDS. 2012. 23:870
5. Gaton JG, Armitage G, Berglundh T, Chapple LLC, Jepsen S, Komman KS, et al. A
new classification scheme for periodontal and peri-implant diseases and conditions-
Introductions and key changes from the 1999 classification. J Of Clinical
Periodontology 2018; 45(45): 51-8.
6. Adhi Djuanda. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke – 6. Jakarta. Balai Penerbit
FK UI. 2011. H; 189-197.
7. Rahadiyanti DD, Damayanti. Sifilis sekunder pada pasien HIV: Laporan kasus. J
Periodical of Dermatology and Venereology 2018; 30(2): 183.
8. Pamungkas BY. Prevalensi lesi rongga mulut akibat infeksi menular seksual pada
pekerja seks komersial di lokalisasi Sunan Kuning Kota Semarang (Studi terhadap
pekerja seks komersial di lokalisasi Sunan Kuning Semarang) [Undergraduate thesis].
Semarang: Universitas Islam Sultan Agung; 2019.
9. Carrillo JLM and V.E, O.E, F.C, M.I, K.M, L.D. Pathogenesis of periodontal disease.
Intech open. 2019; 1-19.