Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Xerostomia
1. Definisi
Xerostomia atau lebih dikenal sebagai mulut kering, adalah
suatu kondisi kompleks yang ditandai dengan mengeringnya
rongga mulut yang dapat mempengaruhi fungsi stomatologis dan
menurunkan kualitas hidup individu yang mengalaminya.
Xerostomia biasanya disertai dengan hiposalivasi atau
berkurangnya aliran saliva. Pada dasarnya, xerostomia tidak
dianggap sebagai suatu penyakit, melainkan sebuah keluhan yang
kemunculannya menandakan adanya kelainan yang terkait dengan
kelenjar saliva maupun sebagai hasil dari suatu penyakit sistemik
lainnya.8
2. Etiologi
Xerostomia terjadi karena dua kemungkinan, yaitu laju aliran
saliva yang berkurang (hiposalivasi) atau karena adanya perubahan
komposisi pada saliva 18 Menurut sebuah studi, etiologi xerostomia
diklasifikasikan menjadi dua garis besar yaitu penyebab primer dan
sekunder. Kondisi yang secara langsung berhubungan dengan
kelenjar saliva seperti penyakit autoimun termasuk ke dalam
kelompok penyebab primer. Penyebab sekunder lebih mengarah
pada xerostomia yang terjadi sebagai efek samping obat-obatan
dan terapi radiasi atau kemoterapi kanker kepala dan leher.7
Namun, pada kenyataannya, masih banyak faktor lain yang juga
dapat menjadi pemicu munculnya kelainan rongga mulut ini.
Berikut faktor-faktor yang umum ditemukan sebagai penyebab
xerostomia:
5
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
a. Obat-obatan
Tidak sedikit jenis obat yang dapat memberikan efek
samping terhadap sekresi saliva terutama antikolinergik,
simpatomimetik, dan kelompok obat antihipertensi
terutama diuretik. Beberapa contoh medikasi lain seperti
antikonvulsan, antidepresan, ansiolitik, antiemetik,
antihistamin, antiparkinson, antipsikotik, dekongestan,
analgesik, sedatif, pelemas otot, bronkodilator, beberapa
jenis opioid, benzodiazepine, dan antimigraine juga
berkontribusi terhadap gangguan saliva.8,18,19
Kelompok antihipertensi mampu mengubah komposisi
pada saliva, contohnya golongan beta blocker seperti
atenolol dan propranolol yang dapat mereduksi kadar
protein. Sementara itu, obat golongan α1-antagonis seperti
terazosin dan prazosin serta golongan α2-agonis seperti
klonidin justru mereduksi laju aliran saliva.18
Antidepresan trisiklik paling berkontribusi di antara
golongan antidepresan lain terhadap timbulnya gejala
xerostomia. Namun, golongan antidepresan seperti selective
serotonine re-uptake inhibitors (SSRI), lithium, dll. juga
dapat memicu kondisi mulut kering.18,20
b. Kondisi sistemik
1) Diabetes melitus
Diabetes melitus adalah penyakit yang
disebabkan oleh gangguan pada kelenjar endokrin
yaitu hormon insulin. Munculnya xerostomia
sebagai manifestasi oral kondisi sistemik diabetes
melitus berkaitan dengan adanya komplikasi kronis
mikroangiopati. Patogenesis ini diawali dengan
adanya penyempitan lumen pembuluh darah atau
mikrovaskular akibat sel-sel endotel yang
6
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
mengalami pembesaran saat berusaha mendapatkan
nutrisi dari lemak dan protein sekitar. Hal ini
kemudian akan berhubungan dengan sel asinar
sebagai sel penyusun kelenjar saliva yang juga
membutuhkan suplai nutrisi sehingga pembesaran
sel asinar menyebabkan lumen duktus kelenjar
saliva menyempit dan mengurangi produksi saliva
yang diikuti dengan perubahan komposisinya.
Disfungsi kelenjar saliva akan lebih signifikan pada
pasien dengan kontrol glikemik yang buruk.21
Kemungkinan besar lain penyebab pasien diabetes
melitus seringkali mengalami xerostomia berkaitan
dengan dehidrasi akibat poliuria.11
2) Penyakit autoimun
Sindrom Sjögren adalah penyakit autoimun yang
paling umum menjadi salah satu penyebab utama
terjadinya xerostomia. Penyakit ini ditandai dengan
adanya inflamasi kelenjar eksokrin akibat infiltrasi
limfositik, termasuk di antaranya yaitu kelenjar
saliva dan kelenjar lakrimalis, sehingga
menghasilkan kondisi mulut dan mata yang kering.2
Hingga saat ini, belum diketahui secara jelas kinerja
sistem kekebalan tubuh yang menjadi kacau dan
berbalik menyerang sel-sel sehat di dalam kelenjar
eksokrin. Dugaan sementara kondisi ini yaitu
adanya kelainan genetik sebagai faktor predisposisi,
pengaruh lingkungan seperti infeksi bakteri ataupun
virus, dan faktor hormonal.22
Penderita sindrom Sjögren primer atau dikenal
juga sebagai sindrom sicca, merupakan penyakit
autoimun yang berdiri sendiri dengan gejala mulut
7
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
kering tanpa disertai kelainan jaringan ikat lainnya.
Sindrom Sjögren sekunder biasanya berhubungan
dengan penyakit autoimun lain seperti sklerosis
sistemik, rheumatoid arthritis (RA), atau systemic
lupus erythematosus (SLE). Sindrom Sjögren
memiliki prevalensi lebih tinggi pada orang dewasa
yang sudah lebih tua dan wanita
postmenopause.7,17,23
Pada tahap awal, mukosa masih tampak lembap,
tetapi hasil dari pengukuran laju saliva biasanya
akan menunjukkan berkurangnya sekresi saliva. Ciri
yang dapat terlihat dengan cukup jelas yaitu mukosa
mulut kering dan biasanya akan tampak kemerahan,
mengkilap, dan berkerut. Selain itu, lidah juga
memiliki ciri khas berwarna merah, dorsum lidah
akan berlobul-lobul seperti cobblestone appearance,
dan atrofi papila. Tak hanya itu, xerostomia pada
penderita sindrom Sjögren sering kali diikuti oleh
infeksi jamur kandida sebagai akibat perubahan
keseimbangan flora normal rongga mulut yang
terjadi setelah sekresi saliva menurun.24
3) Graft-versus-host disease (GVHD)
Graft-versus-host disease (GVHD) adalah suatu
penyakit yang dimediasi oleh imun dan melibatkan
banyak organ setelah dilakukan transplantasi sel
punca (stem cell) hematopoietik. Organ yang
biasanya mendapatkan dampak paling besar adalah
rongga mulut. Oleh karena itu, akan cukup sering
ditemui xerostomia sebagai manifestasi oral pada
pasien GVHD. Kemungkinan penyebab munculnya
xerostomia ada beberapa yaitu fibrosis, infiltrasi
8
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
limfositik, dan kerusakan pada jaringan kelenjar
saliva yang berasal dari pengenalan imun terhadap
perbedaan antigen antara pendonor dan
penerima.11,25
4) Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Xerostomia adalah salah satu kondisi yang sering
ditemukan pada individu yang terinfeksi virus HIV.
Studi menunjukkan bahwa perubahan pada kelenjar
saliva dapat menjadi indikasi terjadinya infeksi
virus HIV tahap awal. Oleh karena itu, seorang
individu yang mengalami xerostomia tanpa
dicurigai adanya kemungkinan faktor penyebab lain
yang memicu perlu melakukan deteksi virus sedini
mungkin. Perubahan kelenjar saliva yang dimaksud
di antaranya ada pembesaran kelenjar saliva mayor
dan perubahan komposisi saliva.26
5) Hepatitis C (HCV)
Studi menunjukkan bahwa ada peningkatan
insidensi xerostomia pada pasien yang terinfeksi
virus hepatitis C dan lebih meningkat lagi pada
pasien yang mengonsumsi antidepresan. Infeksi
virus hepatitis C juga dikatakan berpengaruh
terhadap kelenjar saliva. Bahkan, kelainan kelenjar
saliva pada pasien hepatitis C kronis (CHC) telah
dianggap sebagai manifestasi ekstrahepatik oral.
Hal ini membuat virus hepatitis C dianggap sebagai
virus sialotropik. 27
c. Pasca Terapi Radiasi dan Kemoterapi Kanker Kepala dan
Leher
Xerostomia merupakan salah satu komplikasi yang
paling umum ditemukan pada pasien pasca terapi radiasi
9
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
kanker kepala dan leher karena kelenjar saliva sangatlah
sensitif terhadap radiasi. Degenerasi pada kelenjar saliva
terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi yang kemudian
berlanjut dengan sekresi saliva yang berkurang. Namun,
respon pasien terhadap efek samping terapi radiasi kembali
lagi bergantung pada masing-masing individu serta dosis
paparan radiasi dan lokasi terapi diberikan. Efek terapi
radiasi dapat menimbulkan xerostomia jangka pendek
ataupun produksi saliva yang berkurang secara signifikan.19
Perubahan biasanya mulai terjadi pada minggu pertama
inisiasi terapi radiasi dilakukan. Kemudian, laju saliva
mulai berkurang secara drastis selama 6 minggu pertama
perawatan berjalan dan bisa mencapai lebih dari 3 tahun.28
Common Terminology Criteria for Adverse Events
(CTCAE) atau Common Toxicity Criteria (CTC) versi 3.0
merupakan suatu sistem evaluasi efek samping dari terapi
kanker. Xerostomia sebagai salah satu komplikasi terapi
radiasi kanker kepala dan leher dinilai dengan sistem yang
membaginya menjadi tiga grades atau kelas berdasarkan
gejala dan laju aliran salivanya. Grade 1 atau ringan (mild)
artinya simptomatik dengan gejala terasa kering atau saliva
mengental tanpa disertai perubahan pola makan dan untuk
laju aliran saliva tidak terstimulasi yaitu >0,2 ml/menit;
Grade 2 atau sedang (moderate) artinya bergejala dan
adanya perubahan asupan oral yang signifikan seperti
pemakaian lubrikan, konsumsi air dalam jumlah yang
banyak, dan diet makanan lunak dengan laju aliran saliva
tidak terstimulasi yaitu 0,1-0,2 ml/menit; Grade 3 atau
berat (severe) artinya gejala sudah mengarah kepada
ketidakmampuan asupan nutrisi untuk masuk melalui jalur
mulut sehingga perlu bantuan tabung atau merupakan
10
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
indikasi secara parenteral dengan nilai laju aliran saliva
tidak terstimulasi yaitu <0,1 ml/ menit.29
Selain terapi radiasi, kemoterapi juga dapat mengubah
sifat saliva serta jumlah yang diproduksi sehingga
kemoterapi menjadi salah satu faktor pemicu hiposalivasi
yang juga mendukung terjadinya xerostomia.18,30
d. Proses Penuaan
Seiring bertambahnya usia, penurunan fungsi organ di
dalam tubuh terjadi dengan signifikan. Degenerasi kelenjar
saliva menghasilkan produksi saliva yang semakin
menurun. Namun, banyak studi yang saat ini meyakini
bahwa xerostomia tidak serta-merta berhubungan langsung
dengan proses penuaan, tetapi lebih menitikberatkan
kepada terjadinya kelainan ini lebih umum ditemukan pada
kelompok lansia sebagai dampak penyakit penyerta dan
medikasi yang diperoleh.24,31 Pada proses penuaan, tubuh
akan semakin rentan terhadap kelainan atau penyakit yang
kemudian akan diikuti dengan semakin meningkatnya
frekuensi mengonsumsi obat-obatan.19
Selain itu, xerostomia akan semakin parah pada lansia
yang menggunakan gigi tiruan. Namun, beberapa studi
terdahulu mengatakan bahwa tidak terdapat perbedaan
jumlah sekresi saliva yang signifikan di antara kelompok
muda dan lansia sehat. Perubahan komposisi saliva seperti
kadar ion kalium dan natrium, protein kaya proline,
antibodi IgA, laktoferin, dan enzim lisozim pada rongga
mulut individu lansia justru menjadi perbedaan yang lebih
menonjol.19
3. Pemeriksaan Xerostomia
Dalam menentukan apakah seseorang mengalami xerostomia
atau tidak, maka diperlukan pemeriksaan secara subjektif serta
11
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
objektif. Pemeriksaan subjektif dapat dilakukan melalui anamnesis
atau tanya jawab yang dilakukan oleh dokter gigi dan pasien.
Beberapa informasi penting perlu diperhatikan terutama yaitu
gejala apa saja yang dialami, penggunaan medikasi atau terapi
yang sudah ataupun sedang dijalani, dan riwayat penyakit sistemik
pasien. Selain melakukan anamnesis, pengukuran secara subjektif
dapat dilakukan dengan pengisian kuesioner yang sudah tervalidasi
dan sudah banyak digunakan.2 Salah satu cara untuk mengukur
intensistas rasa sakit serta mengevaluasi secara subjektif efek dari
suatu terapi yang terbukti valid dan konsisten adalah melalui
Visual Analogue Scale (VAS).32,33
Untuk memastikan diagnosis kelainan xerostomia maka perlu
dilakukan pemeriksaan objektif. Dengan melakukan inspeksi
terhadap kondisi intraoral dari rongga mulut, beberapa tanda dapat
menjadi indikasi untuk menentukan apakah xerostomia termasuk
kasus ringan atau berat. Tanda-tanda xerostomia ringan pada
umumnya yaitu bibir kering, saliva yang berbuih, depapilasi ringan
pada sisi lateral lidah, dan konsistensi saliva mulai mengental.
Xerostomia dikategorikan berat apabila memiliki tanda-tanda
seperti mukosa yang mengalami atrofi, lidah berfisur, depapilasi
atau eritema pada permukaan dorsal lidah, banyak sisa makanan
tertinggal, dan karies servikal.34
Pemeriksaan klinis dapat dilakukan dengan menggunakan skala
Challacombe atau Clinical Oral Dryness Score (CODS) yang
terdiri atas 10 poin sebagai penanda kondisi mulut kering.
Penentuan tingkat keparahan xerostomia dilakukan dengan melihat
hasil akumulasi skor dari poin pertama hingga terakhir. Total skor
1-3 mengindikasikan xerostomia tingkat ringan (mild), skor 4-6
mengindikasikan xerostomia tingkat sedang (moderate), dan skor
7-10 mengindikasikan xerostomia tingkat berat (severe). Skala ini
dikembangkan di King’s College London Dental Institute di bawah
12
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
pengawasan Professor Stephen Challacombe. Sepuluh tanda
tersebut adalah :24,34,35
a. Kaca mulut menempel pada mukosa bukal
b. Kaca mulut menempel pada lidah
c. Saliva berbuih
d. Tidak terdapat genangan saliva pada dasar mulut
(gambar 1)
e. Papila pada lidah mulai menghilang
f. Tekstur gingiva berubah menjadi mulus
g. Mukosa rongga mulut terutama palatum tampak
mengkilap seperti kaca
h. Lobul atau fisur pada lidah (gambar 2)
i. Karies servikal lebih dari dua gigi atau baru saja
terjadi dalam 6 bulan terakhir
j. Debris pada palatum, tidak termasuk yang berada di
bawah gigi tiruan

Gambar 1. Tidak terdapat genangan saliva pada dasar


mulut34

13
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
Gambar 2. Lidah berfisur dan berlobul24

Selain dengan pemeriksaan secara klinis, pemeriksaan


penunjang terhadap kelenjar saliva dapat dilakukan untuk
mendukung hasil yang lebih akurat. Pemeriksaan penunjang yang
bisa digunakan bermacam-macam di antaranya yaitu pemeriksaan
sialometri atau dikenal juga sebagai pemeriksaan laju aliran saliva,
sialografi, sialochemistry untuk mengecek komposisi saliva, biopsi
kelenjar saliva minor untuk memeriksa perubahan patologis terkait
disfungsi kelenjar, ultrasonography, magnetic resonance imaging
(MRI), dan computed tomography.2,18
4. Komplikasi
Komplikasi yang biasanya menyertai kondisi xerostomia ialah
terdapat lesi-lesi oral, konsistensi saliva menjadi kental, saliva
berbuih, perubahan rasa saat mengecap, kesulitan mengunyah,
meningkatkan risiko karies terutama pada daerah servikal, akar,
atau permukaan gigi yang biasanya tidak rentan terhadap karies
seperti gigi insisivus bawah, demineralisasi, penyakit periodontal,
infeksi kelenjar saliva, sensasi mulut terbakar, infeksi jamur
(kandidiasis), hairy tongue, sulit mendapatkan retensi gigi tiruan
lengkap, dan lain-lain.8,18,36,37 Sekresi saliva yang berkurang dapat
menyebabkan halitosis atau bau mulut.18 Kondisi ini biasanya akan
membuat tingkat percaya diri pasien menurun.
14
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
B. Saliva
Saliva atau air liur adalah cairan eksokrin yang dihasilkan dan
disekresikan oleh kelenjar saliva. Kelenjar saliva terdiri atas tiga pasang
kelenjar mayor yaitu kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis
serta kelenjar saliva minor yang berasal dari lidah, palatum, bukal, bibir
bawah, dan faring. Pengukuran saliva dapat menunjukkan indikasi yang
jelas dalam mendiagnosis xerostomia. Whole saliva adalah sebutan untuk
keseluruhan saliva yang terdiri atas campuran cairan dari kelenjar saliva
mayor, minor, dan eksudat cairan krevikular gingiva.38
Berbagai komponen yang terkandung di dalam saliva meliputi 99% air,
sedangkan 1% sisanya berupa protein atau peptida, elektrolit, antibodi,
hormon, enzim, dan sedikit komponen organik yang dapat dijadikan
sebagai tolok ukur atau biomarker terhadap perubahan yang terjadi terkait
dengan kondisi patologis pada tubuh manusia.39 Elektrolit pada saliva
terdiri atas ion natrium, kalium, klorin, bikarbonat, kalsium, magnesium,
fosfat, tiosianat, dan fluoride.
Volume produksi saliva normal per hari berkisar di antara 600-1000
ml. Laju aliran saliva akan menjadi maksimal ketika distimulasi dan akan
menjadi minimal ketika tidak distimulasi. Rata-rata laju aliran saliva
normal terstimulasi pada individu dewasa sehat adalah 1-3 ml/menit,
sedangkan laju aliran saliva normal tidak terstimulasi adalah 0,25-0,35
ml/menit.40 Volume saliva paling banyak diproduksi selama dan sesaat
setelah makan. Namun, volume akan berkurang ketika malam hari saat
tidur karena tidak terstimulasi dengan laju aliran saliva sekitar 0,3-0,8
ml/menit.41 Menurut Łysik dkk., rentang normal laju aliran saliva tidak
terstimulasi yaitu 0,3–0,7 ml/menit dan untuk laju aliran saliva terstimulasi
baik secara mekanis, psikoneurologis, dan kimiawi yaitu sekitar 1,5-2 ml/
menit. Apabila nilai laju aliran saliva tidak terstimulasi per menitnya
menurun hingga di bawah 0,1ml dan untuk terstimulasi mencapai nilai di
bawah 0,5-0,7 ml, maka sudah bisa dikategorikan sebagai kondisi
hiposalivasi.8,19,30 Studi mengatakan bahwa penurunan laju aliran saliva
15
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
hingga mencapai sekitar 50% sudah diterima sebagai tanda dan gejala
manifestasi xerostomia.30
Saliva berperan penting dalam menjaga kesehatan rongga mulut dan
tubuh. Beberapa fungsi saliva yaitu sebagai lubrikan dan penyatu makanan
yang sudah dikunyah untuk dibentuk menjadi bolus licin sehingga mudah
ditelan dan tidak melukai mukosa. Saliva juga berperan dalam proses
pengecapan rasa pada makanan yang kering. Selain itu, penting untuk
diketahui bahwa sekresi saliva yang adekuat menjamin terjaganya
kebersihan rongga mulut. Saliva bersifat self cleansing dengan
membersihkan rongga mulut dari berbagai macam mikroba yang berasal
dari sisa-sisa makanan yang tertinggal. Hal ini juga berkaitan dengan
kondisi bau mulut yang dapat timbul apabila aliran saliva berkurang
karena adanya penumpukan bakteri yang tidak dibersihkan. Enzim lisozim
berperan dalam memecah bakteri dan mencegah pertumbuhan berlebih
dari mikroba. Dalam proses pencernaan, enzim alfa amilase (α-amilase)
pada saliva bertugas untuk memecah pati berupa polisakarida menjadi
maltosa.42 Peran saliva yang juga tak kalah penting yaitu sebagai
pengendali keseimbangan pH rongga mulut karena mengandung sifat
alkalin atau biasa dikenal dengan efek buffer. Oleh karena itu, kondisi
rongga mulut yang tadinya berubah menjadi asam dapat segera netral
kembali.43

C. Terapi
Pada dasarnya, terapi yang paling penting dilakukan adalah
mengidentifikasi serta mengeliminasi etiologi dan faktor risiko. Misalnya,
pasien mengalami xerostomia yang dipicu oleh obat diuretik yang ia
konsumsi secara rutin, maka pasien bisa dirujuk ke dokter spesialis
penyakit dalamnya untuk meminta alternatif obat antihipertensi lain.
Terapi yang diberikan untuk mengatasi xerostomia dapat dibagi
menjadi beberapa kategori. Berdasarkan tujuannya, ada dua jenis terapi
16
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
yaitu sialogogues atau stimulan dan pengganti saliva. Sialogogues
bertujuan untuk merangsang sekresi saliva, sedangkan pengganti saliva
berfungsi untuk menggantikan saliva alami yang sudah tidak dapat
diproduksi oleh kelenjar saliva.
Berdasarkan cara pemberiannya, terapi dapat dibagi dua juga yaitu
secara sistemik dan topikal.
1. Sialogogue Sistemik
Terapi yang diberikan secara sistemik memiliki cara kerja
sialogogue yang tujuannya merangsang kelenjar saliva untuk
menyekresikan saliva. Berdasarkan studi klinis, sialogogue
sistemik dianggap lebih memberikan efektivitas jangka panjang
dibandingkan dengan pengganti saliva.
Pilokarpin, sevimelin, bethanechol, carbocholine, dan
anetholtrihione merupakan contoh sialogogue sistemik yang
termasuk ke dalam golongan obat kolinergik dan agonis
parasimpatetik.12,18 Namun, pilokarpin dan sevimelin masih
dianggap sebagai jenis medikasi yang paling efektif dan paling
banyak digunakan. Walaupun efektif dalam mengatasi kelainan
xerostomia, terkadang pilokarpin memiliki efek samping yang
cukup mengganggu di antaranya yaitu produksi keringat berlebih,
rhinitis, sakit kepala, mual, cegukan terus-menerus, frekuensi
berkemih meningkat, perut kembung, penglihatan kabur, dan
kelainan sirkulasi.44 Hal yang juga perlu diingat bahwa pilokarpin
merupakan kontraindikasi terhadap pasien yang memiliki asma,
hipertensi tidak stabil, ulserasi gastrointestinal, glaukoma, penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK), dan penyakit kardiovaskular
tertentu.28
Berbeda halnya dengan bethanechol, kontraindikasi hanya
terbatas pada pasien yang menderita asma dan glaukoma sudut
tertutup atau sudut sempit (narrow-angle glaucoma). Selain itu,
bethanecol memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan
17
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
dengan pilokarpin.28
2. Inervensi Topikal
Intervensi secara topikal adalah usaha pemberian terapi yang
dilakukan secara langsung pada daerah intraoral dengan tujuan
untuk mengurangi gejala kelainan xerostomia. Terapi secara
topikal menjadi pilihan manajemen xerostomia yang paling umum
direkomendasikan.
a. Pengganti Saliva (Saliva Substitute)
Tujuan pemakaian pengganti saliva adalah sebagai
terapi simptomatik menirukan sifat alami saliva tanpa
mengubah laju aliran saliva. Kandungan yang terdapat pada
agen pengganti saliva biasanya meliputi ion fosfat, fluoride,
dan kalsium, karboksimetil selulosa atau hidroksietil
selulosa, minyak biji rami (linseed oil), minyak zaitun
(olive oil), betaine, pengawet, dan agen pemberi berbagai
jenis rasa.8,44 Bukan hanya sebagai pereda gejala
xerostomia, tetapi pengganti saliva juga harus memberikan
fungsi protektif terhadap demineralisasi.45 Berdasarkan
panduan pemeriksaan klinis dengan skala Challacombe,
pemberian terapi pengganti saliva sudah bisa mulai
diberikan pada tingkat xerostomia sedang (moderate).34
Agen pelembap rongga mulut atau disebut juga sebagai
pengganti saliva membantu dalam mengurangi gejala
xerostomia. Air atau ice chips yang dihisap adalah salah
satu penggunaan pengganti saliva konvensional yang
mudah didapat dan dilakukan. Selain itu, terdapat pengganti
saliva sintetis dengan properti yang bervariasi dan
bergantung pada respon penerimaan dari pasien. Pada
umumnya, pengganti saliva sintetis mengandung
karboksimetil selulosa, musin, gliserat polimer, berbagai
enzim saliva, dan tambahan seperti xylitol dan fluoride
18
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
untuk mencegah efek demineralisasi.12,18
Macam-macam pengganti saliva kini sudah tersedia
secara komersil di pasaran. Saliva buatan atau dikenal
sebagai artificial saliva adalah produk pengganti saliva
yang bertugas selayaknya saliva alami berfungsi pada
rongga mulut. Bahan dasar dan wujud pengganti saliva
termasuk saliva buatan bermacam-macam, di antaranya
meliputi gel, obat kumur, pasta gigi, dan musin dalam
bentuk semprotan (spray).8,12,46 Perlu diperhatikan bahwa
bahan musin ada yang berasal dari hewan sehingga penting
untuk dipastikan sebelum digunakan karena berkaitan
dengan larangan dalam agama tertentu. Untuk mengatasi
hal tersebut, pilihan lain yang juga banyak diminati yaitu
saliva buatan dengan kandungan karboksimetil selulosa.47
Seiring berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan,
saat ini sudah diproduksi saliva buatan yang aman untuk
dimakan. Saliva buatan ini berupa jelly sebagai lubrikan
yang mengandung perisa tambahan.15 Pada lansia pengguna
gigi tiruan lengkap yang mengalami xerostomia, pemakaian
saliva buatan dan bahan adhesif gigi tiruan akan
menghasilkan suatu kombinasi yang optimal.7
b. Perangsang Saliva atau Sialogogue Topikal
Perangsang saliva atau sialogogue topikal merupakan
altermatif pilihan yang baik dalam perawatan xertostomia
reversibel terutama jika medikasi adalah faktor
penyebabnya. Namun, jenis terapi ini memiliki efek
terapeutik yang cukup singkat. Kelebihan lain dari
pengaplikasian perangsang saliva adalah efek sampingya
hanya sedikit dan tidak terlalu menonjol.7,30 Efek samping
yang paling sering terjadi yaitu demineralisasi enamel serta
erosi dentin yang biasanya disebabkan oleh perangsang
19
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
saliva berbahan asam sitrat maupun asam malat. Oleh
karena itu, untuk mengatasi masalah ini, perangsang saliva
diberikan penambahan kandungan fluoride dan xylitol.30
Berbagai jenis perangsang saliva atau sialogogue topikal
yang saat ini banyak dipakai yaitu asam malat dapat berupa
semprotan (spray), pastilles, pasta gigi, dan gel, obat
semprot asam sitrat (spray), pilokarpin topikal, dan tipe
perangsang saliva yang bekerja secara mekanis yaitu
lozenges serta permen karet bebas gula dengan kandungan
sorbitol atau xylitol.13,18 Xylitol sebagai pengganti sukrosa
bermanfaat dalam menurunkan jumlah bakteri penyebab
karies khususnya Streptococcus mutans, tetapi tetap
memberikan sensasi rasa manis yang nyaman di mulut
pasien.46

Perbedaan utama pengganti saliva dengan perangsang saliva


terletak pada cara kerjanya. Menurut Food and Drug
Administration (FDA), pengganti saliva bekerja sebagai pelumas
dan pelembap rongga mulut tanpa merangsang kelenjar saliva.48
Pengganti saliva digunakan sebagai indikasi perawatan xerostomia
dengan kondisi kelenjar saliva pasien yang sudah mengalami
kerusakan lebih parah sehingga kemampuan menyekresi saliva
jauh lebih menurun atau bahkan saliva tidak tersekresi lagi.
Pengganti saliva idealnya dapat menggantikan fungsi properti
saliva alami dengan memberikan fungsi protektif tambahan berupa
remineralisasi dan antimikroba. Biasanya pengganti saliva mulai
digunakan ketika pemakaian perangsang saliva sudah tidak
efektif.49 Sebaliknya, perangsang saliva atau sialogogue topikal
lebih diperuntukkan bagi pasien dengan kondisi kelenjar saliva
yang masih bisa berfungsi sehingga peningkatan sekresi saliva
alami menjadi tujuan terapi.46 Terapi ini berpotensi menstimulasi

20
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
kelenjar saliva minor secara langsung setelah diaplikasikan.13

D. Instrumen Pengukuran
Pemberian terapi tentunya diharapkan akan menghasilkan nilai yang
positif terhadap kondisi pasien baik berkurangnya gejala suatu penyakit,
peningkatan kualitas hidup, atau bahkan kesembuhan. Dalam menentukan
bahwa pasien sudah mengalami perbaikan kondisi atau belum maka
dibutuhkan suatu metode atau instrumen pengukuran yang dapat
diandalkan. Biasanya di dalam suatu penelitian dan pemeriksaan secara
langsung oleh tenaga kesehatan, pengukuran secara subjektif dilakukan
dengan menggunakan kuesioner dan skala pengukuran tertentu. Hal
penting yang perlu diperhatikan adalah apakah kuesioner tersebut valid
dan reliabel. Peneliti bisa menggunakan kuesioner buatannya sendiri yang
tentunya harus melewati proses validasi terlebih dahulu atau menggunakan
instrumen pengukuran yang sudah terbukti validitas dan reliabilitasnya
dari penelitian-penelitian terdahulu. Selain itu, skala pengukuran yang
biasanya digunakan untuk masing-masing kuesioner juga bervariasi.
Beberapa contoh jenis skala yang banyak digunakan yaitu salah
satunya ada 100 mm Visual Analog Scale (VAS) yang pada dasarnya
digunakan untuk menilai tingkat rasa nyer subjek ataupun efektivitas suatu
medikasi. Pada penelitian terkait xerostomia, VAS digunakan sebagai
rating scale atau skala pengukuran tingkat keparahan gejala mulut kering
yang dialami. Umumnya, nilai yang semakin tinggi mengindikasikan
xerostomia yang semakin parah, tetapi ada juga yang sebaliknya. Oleh
karena itu, bila penelitian berhubungan dengan efektivitas suatu medikasi,
nilai VAS yang diharapkan di akhir penelitian adalah terjadinya
penurunan.32,33 Skala lain yang juga sering dipakai yaitu skala Likert.
Skala ini merupakan skala ordinal yang bisa terdiri atas beragam poin
biasanya 4, 5, 7, atau 11 poin sebagai representatif tingkat rasa setuju
terhadap pernyataan yang dikorelasikan dengan preferensi, pikiran,
21
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
perasaan, dan perilaku subjek.50 Kemudian ada skala dikotomi atau
dikenal juga sebagai skala Guttman, yaitu skala yang menggunakan sistem
pertanyaan tertutup, artinya subjek hanya dapat memilih salah satu
jawaban di antara dua pilihan “Ya” atau “Tidak” serta “Benar” atau
“Salah”.51
Hingga saat ini sudah banyak sekali kuesioner yang diciptakan secara
khusus untuk mengukur gejala subjektif xerostomia serta dampaknya
terhadap kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa contoh kuesioner
tervalidasi yang sudah beberapa kali digunakan pada penelitian :
1. Xerostomia Inventory (XI)
Kuesioner ini terdiri atas 11 butir pernyataan maupun
pertanyaan terkait gejala subjektif xerostomia yang diukur
memakai skala Likert dengan respon “Tidak Pernah” hingga
“Selalu”. Tingkat keparahan xerostomia diindikasikan oleh total
skor yang semakin tinggi.52 Kuesioner XI juga tersedia dalam versi
yang dipersingkat menjadi 5 butir pertanyaan yaitu Summated
Xerostomia Inventory (SXI).53
2. Xerostomia Questionnaire (XQ)
XQ merupakan kuesioner yang sengaja diciptakan untuk
mengevaluasi xerostomia pada pasien kanker kepala dan leher.
Kuesioner ini telah terbukti memiliki validitas dan reliabilitas yang
baik. XQ terdiri atas 8 butir pertanyaan yang berisi perintah untuk
menilai tingkat keparahan gejala xerostomia yang dirasakan
dengan menggunakan 11 poin skala ordinal Likert dari 0 hingga
10. Pertanyaan tersebut terbagi menjadi dua bagian besar yaitu 4
butir seputar masalah selama makan atau mengunyah dan sisanya
seputar masalah keringnya mulut pada saat sedang tidak makan
atau mengunyah. Total skor didapat dengan mengalikan hasil
akumulasi 8 butir pertanyaan dengan 1,25 sehingga rentang skor
akhir berada antara 0 sampai 100. Skor yang semakin tinggi
menunjukkan tingkat xerostomia yang semakin buruk.54,55
22
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
3. Dry Mouth Questionnaire (DMQ)
DMQ digunakan untuk mengumpulkan informasi subjektif
dalam menentukan tingkat keparahan xerostomia sebelum dan
sesudah diberikan intervensi serta untuk menilai efektivitas suatu
terapi dalam mengurangi gejala. Penilaian menggunakan skala
ordinal dari 0 hingga 4 yang menggambarkan semakin tinggi nilai
DMQ yang diperoleh maka kondisi gejala xerostomia pada rongga
mulut dianggap semakin membaik atau efektivitas terapi yang
dilakukan memberikan hasil yang positif.56,57

E. Rapid Review
1. Definisi dan Indikasi
Rapid systematic review atau biasa disebut sebagai rapid review
adalah suatu metode sintesis pengetahuan dengan tahapan
menyerupai systematic review yang disederhanakan sehingga
didapat kumpulan informasi dalam periode waktu yang lebih
singkat.58,59 Rapid review merupakan metode tinjauan yang saat ini
sering digunakan pada ilmu kesehatan masyarakat seperti
mengevaluasi suatu pelayanan kesehatan. Selain itu, rapid review
juga dapat digunakan bila tujuan penelitian terkait dengan
penilaian efektivitas suatu intervensi.60
Beberapa hal yang membedakan rapid review dengan scoping
review adalah tingkat risiko bias yang kemungkinan dihasilkan.
Hal terserbut berkaitan dengan dilaksanakannya tahap penilaian
kualitas studi yang akan disintesis pada rapid review. Selain itu,
pada rapid review pencarian data grey literature lebih dibatasi
sehingga hal ini akan mengurangi jumlah studi yang masih kurang
relevan.61 Interpretasi data primer yang didapatkan dari studi akan
disajikan secara naratif sebagai bentuk pendekatan sintesis
kualitatif, hal ini menjadi salah satu perbedaan rapid review dan
23
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
systematic review yang menggunakan pendekatan berupa analisis
kuantitatif. Perbedaan lain terdapat pada rentang waktu
penelusuran dan peninjauan yang hanya dilakukan dalam satu
minggu hingga enam bulan setelah protokol sudah dinyatakan
layak, sedangkan systematic review membutuhkan waktu sekitar
enam bulan hingga dua tahun.60
2. Tahap Pelaksanaan
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah menentukan topik
bersama di dalam sebuah tim yang terdiri atas minimal dua orang.
Setelah itu, untuk mempermudah dalam menyeleksi serta
menelusuri pustaka yang akan digunakan, mengidentifikasi
pertanyaan dengan formulasi PICO(T). PICO(T) adalah singkatan
dari Patient/Population, Intervention, Comparator, Outcomes, dan
Timeframe.62
Langkah selanjutnya yaitu pembuatan protokol penelitian
lengkap yang berisi latar belakang, tujuan, dan metode penulisan
maupun penelusuran yang akan digunakan. Kriteria inklusi dan
eksklusi studi serta kata kunci dengan metode Boolean search juga
penting untuk ditentukan sebelum melakukan pengumpulan
data.59,63–65 Penelusuran artikel yang akan dipakai harus dilakukan
secara komprehensif dan sistematis dengan menggunakan minimal
dua database elektronik yang terbukti berkualitas seperti PubMed,
EMBASE, Scopus, Web of Science, Wiley Online Library, dll.64
Supaya lebih transparan dan mudah dalam menyeleksi studi,
pembuatan diagram Preferred Reporting Items for Systematic
reviews and Meta-analyses (PRISMA) akan sangat membantu.65
Studi yang pada akhirnya sudah berhasil disaring dapat dilanjutkan
dengan atau tanpa penilaian kualitas studi. Penilaian kualitas studi
dilakukan untuk mendapatkan studi yang relevan dengan risiko
bias yang rendah. Instrumen penilaian yang digunakan disesuaikan
dengan jenis desain studi yang akan diolah datanya. Sesudah
24
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022
didapat hasilnya, data-data primer pada studi tersebut dimasukkan
ke dalam dummy table atau tabel ekstraksi data kemudian siap
untuk disintesis secara deskriptif dan disajikan secara naratif.59,62,63
Akhirnya, kesimpulan serta limitasi tinjauan dijelaskan sebagai
penutup.

25
Efektivitas Medikamen Pengganti Saliva pada Pasien Xerostomia ditinjau dari Durasi dan
Frekuensi Penggunaannya
Fransiska Victoria Kusuma, 2022

Anda mungkin juga menyukai