Inviolita Annisaa M
160112170069
Pembimbing :
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2020
1. Faktor Predisposisi
Etiologi RAS terjadi belum diketahui secara pasti tetapi terjadinya RAS memiliki
kombinasi dari beberapa faktor predisposisi lain tersebut. Faktor-faktor tersebut terdiri
dari genetik, trauma, obat-obatan, siklus menstruasi, alergi, defiensi nutrisi, stres, dan
penyakit sistemik.
1) Genetik
adanya satu atau kedua orang tua yang memiliki riwayat RAS. Individu dengan
atau untuk diturunkan pada anaknya. Beberapa gen spesifik HLA yang telah
imun pada beberapa antigen yang mengarah pada pembentukan ulser atau
2) Stres Psikologis
Salah satu penelitian melaporkan bahwa tekanan mental sangat terkait dengan
terjadinya RAS lebih sering dibandingkan dengan stress fisik. Stress berhubungan
yang disekresikan oleh korteks adrenal dan digunakan sebagai indikator level
dan peningkatan hormone, termasuk yang di produksi oleh aksis HPA yang
3) Defisiensi Nutrisi
Defisiensi nutrisi seperi (besi, vitamin B12, dan asam folik) dan zink telah di
laporkan pada beberapa pasien RAS. Defisiensi zat besi, vitamin B12, atau asam
folik dapat menimbulkan anemia pada pasien RAS, karena pasien RAS dengan
mukosa mulut, sehingga menghasilkan adanya atrofi pada mukosa. Selain itu, zat
besi sangat penting untuk fungsi normal sel epitel rongga mulut dan
pembentukkan eritrosit, vitamin B12 dan asam folik berperan penting dalam
sintesis DNA, dan pembelahan sel. Sel epitel rongga mulut memiliki tingkat
pergantian sel yang tinggi, sehingga jika terjadi defisiensi zat besi, vitamin B12,
homocysteine darah tinggi (dikarenakan defisiensi vitamin B6, B12, dan asam
sehingga akan merusak epitel rongga mulut dan akhirnya menghasilkan ulserasi
pada rongga mulut. Selain itu, suatu penelitian menemukan adanya suplemen
4) Siklus Menstruasi
rongga mulut terdapat reseptor hormon seks steroid yang dipengaruhi oleh kadar
hormon seks steroid dalam darah sehingga perubahan kadar hormon yang terjadi
dapat menimbulkan efek pada sel atau jaringan yang lain termasuk pada rongga
progesteron. Progesteron yang meningkat lalu menurun secara bermakna saat fase
luteal pada siklus menstruasi akan mengaktivasi gejala RAS. Kadar progesteron
bakteri yang menjadi penyebab iritasi dalam rongga mulut, dan akhirnya
menyebabkan RAS setiap siklus menstruasi. Pada beberapa wanita tanda akan
datang siklus bulanannya dapat diprediksi juga dengan munculnya RAS pada
rongga mulutnya. Oleh karena itu, RAS hampir tidak pernah diderita oleh wanita
Beberapa makanan yang diduga dapat menyebabkan RAS adalah kacang, coklat,
kentang goreng, keju, susu, terigu, gandum, kopi, sereal, almond, stoberi, tomat,
lemon, dan nenas. Selain itu, berdaRASkan American Academy of Oral Medicine
adalah kayu manis dan asam benzoat (dapat ditemukan pada beberapa makanan
dan minuman ringan). Terjadinya RAS juga diduga disebabkan oleh reaksi alergi
Sodium Lauryl Sulfate (SLS) yang biasanya ditemukan pada pasta gigi sebagai
yang dapat mengakibatkan terjadinya RAS. Alergi terhadap piranti nikel pesawat
oleh sel T dan TNF terhadap antigen. Dalam hal ini antigen tersebut adalah
6) Trauma
Trauma yang dapat mengakibatkan RAS biasanya karena menyikat gigi dan
trauma dari bulu sikat gigi. Setelah terjadi trauma akan diikuti dengan adanya
edema dan inflamasi. Gejala ini langsung disertai oleh munculnya ulser pada
2. Patogenesis RAS
a. Fase Premonitori
tahap ini terdapat adanya infiltrasi sel mononuclear ke dalam epitel dan
b. Fase Preulseratif
Fase ini terjadi pada 18 sampai 72 jam pertama (3 hari). Pasien akan
ulser ditandai dengan adanya makula eritem atau papula dengan adanya
halo eritem yang sedikit keras. Lesi pada pipi atau bibir biasanya
berbentuk oval.
c. Fase ulseratif
Fase ini terjadi selama 1 sampai 16 hari, secara klinis terdapat papula dan
dan ulserasi. Ukuran lesi akan menjadi maksimum biasanya pada hari ke 4
sampai hari ke 6 setelah onset. 2 atau 3 hari kemudian, akan terjadi
tahap ini terjadi infiltrasi neutrofil, limfosit, dan sel plasma. Tahap ini
d. Fase penyembuhan
tanpa bekas luka pada 10 hingga 21 hari. Ulser akan ditutupi oleh
epitelium dan penyembuhan luka akan terjadi dengan rasa nyeri yang akan
Sel limfosit infiltrasi ke dalam epitel dan edem berkembang sebagai akibat
mengalami ulserasi dan di infiltrasi oleh neutrofil, limfosit, dan sel plasma, di
inflamaasi dapat di induksi oleh efek TNF alfa yang berikatan pada sel endothelial
dan adanya efek kemotaksi pada neutrofil. Peningkatan TNF alfa dan Interleukin
preulseratif dan fase ulseratif pada sel epitel basal tetapi antigen MHC tidak
terdeteksi selama proses penyembuhan sehingga MHC hanya berkontribusi untuk
menyerang jaringan lokal untuk diserang oleh sel T (sel CD8) selama proses
Akintoye, S. O.; Greenberg, M. S. 2015. Recurrent Apthous Stomatitis. Dent Clin North.
58(2):281-297.Available at
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3964366/pdf/nihms550882.pdf.
Cui, R. Z.; Bruce, A.J.; Rogers, R.S. 2016. Recurrent Apthous Stomatitis. Elsevier. 34 :
Khan,N. F.; Ghafoor, F.; Khan, A.A. 2006. Pathogenesis of Recurrent Aphthous
https://pdfs.semanticscholar.org/43f6/ed717ec081ba76c422b745920210a376ff09.
http://www.ijem.in/article.asp?
issn=22308210;year=2015;volume=19;issue=1;spage=56;epage=59;aulast=Naden