Anda di halaman 1dari 22

Tugas Diskusi Topikal Flour

Pembimbing :
drg. Naninda, Sp.KGA

Mahasiswa :
Inviolita Annisaa M
160112170069

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2019
1. Frekuensi Makan dengan Karies

Faktor yang dapat berkontribusi secara signifikan terhadap terjadinya karies yaitu

frekuensi konsumsi dan pola makan anak. Penelitian yang dilakukan Gustaffson

(1994) mengenai penilaian terhadap frekuensi makan-makanan yang manis

diantara jam makan dapat meningkatkan insidensi karies pada individu dengan

kesehatan mulut dan gigi yang buruk. Pada setiap gigi yang terekspos makanan

karbohidrat yang difermentasi serta gula menjadikan adanya peningkatan asam

pada rongga mulut dan memungkinkan terjadinya demineralisasi yang di inisiasi

pada permukaan enamel gigi terluar1. Selama 2-3 menit memakan makanan manis

atau berkumur dengan cairan yang manis, menyebabkan pH plak menurun dari

rata-rata sekitar 6.8 menjadi pH 5 dan membutuhkan waktu sekitar 40 menit

untuk kembali ke pH normal/remineralisasi. Jika pH dibawah 5.5, demineralisasi

pada akan enamel terjadi, dan disebut juga dengan pH kritis, hal ini berdasarkan

kurva Stephen (Gambar 1). Selain itu, kondisi asam yang sering terjadi di rongga

mulut tidak memungkinkan terjadinya proses remineralisasi karena resting period

(periode istirahat) terlalu singkat untuk memberikan kapasitas buffering saliva

untuk menetralkan ph asam2. Oleh karena itu, konsumsi gula yang sering dan

berulang-ulang akan tetap menahan pH rongga mulut di bawah normal dan

menyebabkan demineralisasi email terus terjadi3.


Gambar 1. Stephen

Curve

Makanan manis lebih baik dimakan pada saat jam makan utama, seperti

sarapan, makan siang, dan makan malam, karena pada waktu jam makan utama

biasanya air ludah yang dihasilkan cukup banyak, sehingga dapat membantu

membersihkan gula dan bakteri yang menempel pada gigi. Lamanya waktu yang

dibutuhkan karies menjadi suatu lubang pada gigi sangat bervariasi, diperkirakan

antara 6-48 bulan. Golongan anak sering terjadi serangan karies dalam kurun

waktu 2-4 tahun sesudah erupsi gigi, yaitu biasanya pada anak usia 4-8 tahun.

Gigi susu lebih mudah terserang karies daripada gigi tetap. Hal ini disebabkan

karena enamel pada gigi tetap lebih banyak mengandung mineral, maka enamel

pada gigi tetap semakin padat dibandingkan enamel pada gigi susu. Hal ini

menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak 3.

Hal yang paling penting terhadap pertahanan alami terhadap terjadinya

karies yaitu saliva. Jika laju aliran saliva terganggu, maka karies dapat
berkembang lebih cepat. Adanya makanan pada rongga mulut dapat menstimulus

saliva. Saliva bukan hanya dapat menghilangkan substrat dan asam yang

dihasilkan oleh plak pada mulut, tetapi berperan penting kapasitas penyangga pH

pada saliva dan plak. Aliran salirva yang tinggi/cepat menunjukkan pH alkalin

hingga mencapai 7.5-8.0 dan sangat penting dalam meningkatkan pH rongga

mulut yang sebelumnya diturunkan oleh adanya paparan gula dan karbohidrat.

Gigi sebagian besar terdiri dari kalsium dan fosfat, konsentrasi kalsium dan fosfat

dalam saliva dan plak dianggap penting dalam menentukan perkembangan atau

regresi karies. Juga, telah diketahui bahwa fluoride membantu proses

remineralisasi 4.

2. Mekanisme Terjadinya Karies

Proses tterjadinya karies gigi dimulai adanya Asam (H+) terbentuk karena

adanya gula (sukrosa) dan bakteri dalam plak. Gula (sukrosa) akan mengalami

fermentasi oleh bakteri dalam plak sehingga terbentuk asam (H+) dan dextran.

Dextran akan melekatkan asam (H+) yang terbentuk pada permukaan email gigi.

Apabila individu hanya satu kali malam gula (sukrosa), maka asam (H+) yang

terbentuk sedikit. Apabila berkali-kali makan gula (sukrosa), maka akan terbentuk

asam (h+) sehingga lama kelamaan pH plak menjadi 5, sehingga frekuensi

makan-makanan yang bergula sangat mempengaruhi plak.

Asam (H+) dengan pH 5 akan masuk ke dalam email melalu enamel rod,

tetapi permukaan emai memiliki lebih banyak kandungan Kristal fluorapatit yang
lebih tahan terhadap asam, sehingga asam (H+) akan melarutkan Kristal

hidroksiapatit yang ada dan akan terbentuk reaksi kimia sebagai berikut :

Ca10 (PO4)6 (OH)2 + 8 H+ ------------- 10 Ca++ + 6HPO4 = +2H2O

Apabila asam yang masuk ke permukaan email sudah banyak, maka reaksi

akan terjadi berulang kali. Jumlah Ca2+ yang lepas bertambah banyak yang lama

kelamaan Ca2+ akan keluar dari email. Proses ini disebut dekalsifikasi yang

terjadi pada bagian bawah email maka biasa disebut dekalsifikasi bagian bawah

email 4.

3. Perbedaan White Spot dan Flourosis

White spot adalah tahap awal karies / prekavitasi lesi awal yang terlihat

berwana titik putih. White spot dapat terjadi dalam beberapa minggu jika kondisi

memungkinkan untuk berkembang. Pada umumnya, memerlukan waktu sekitar 2-

4 tahun untuk berkembangnya karies dari enamel hingga dentin pada bagian

proksimal. White spot dapat terlihat secara klinis dan dalam permukaan yang

kering. Hal ini karena ketika enamel demineralisasi maka akan terjadi porus,

porus berisi air, dan jika kering maka air yang berada pada porus akan digantikan

dengan udara dan lesi akan menjadi lebih jelas. Jika karies terus berlangsung,

maka lesi akan menjadi lebih jelas meskipun dalam keadaan basah/lembab 4.

Fluorosis gigi merupakan suatu kelainan struktur email yang disebabkan

oleh asupan fluor berlebih selama periode pembentukan gigi. Mekanismenya

berupa hancurnya ameloblas dan timbulnya bintik- bintik abnormal pada email.

Pada fluorosis gigi ditemukan kelainan gigi yang awalnya berupa suatu garis
putih menyilang pada permukaan email sedangkan pada tingkat berat dapat

merubah bentuk gigi. Tanda awal gigi terpapar fluor berlebih ialah email yang

tampak berbintik-bintik, disebut mottled enamel. Bintik-bintik ini bisa berwarna

kuning atau coklat akibat permukaan email gigi yang tidak sempurna4.

White spot dan Flourosis dibedakan berdasarkan faktor seperti lokasi lesi

dan karakteristik permukaan. Karies sering terjadi pada gingival margin dan

proksimal gigi. Lesi karies yang aktif berwarna matt white, berporus dan kasar,

sedangkan arrested lesion berwarna glossy. Sedangkan fluorosis biasanya terjadi

di bagian labial gigi serta permukaan yang halus. Selain itu, adanya lesi karies jug

dapat dideteksi melalui radiografi4.

Perawatan Flourosis terdiri dari veneering dan mikroabrasi. Veener

merupakan lapisan bahan restorasi tipis dari resin, porselen, dan hidrosi apatit,

dilekatkan ke permukaan fasial gigi yang telah dipreparasi. Mikroabrasi salah satu

teknik pengurangan email pada permukaan gigi yang ditujukan untuk

menanggulangi karies gigi dan menghilangkan fluorosis terbatas pada permukaan

email. Teknik ini merupakan alternatif terbaik setelah menggunakan metode bor

biasa dalam melakukan perawatan gigi baik restorasi konvensional maupun

perawatan perubahan warna, tidak memerlukan anestesi injeksi, tidak

menimbulkan rasa sakit, nyeri, linu, tidak menghasilkan getaran, gesekan dan

panas sepertimetodebor,sertamenghilangkan jaringan email sedikit saja. Prosedur

perawatannya selektif karena hanya menghilangkan struktur gigi yang rusak, lebih

mudah, biayanya mudah, waktu kerja yang lebih cepat dan nyaman bagi pasien.
Teknik mikroabrasi terdiri dari aplikasi pasta asam dan scrubbing pada

area yang terlibat pertama yang dilakukan adalah isolasi gigi dengan rubberdam

untuk melindungi gingiva dari zat asam dan dapat ditambahkan rubberdum flow

pada area gingiva yang terpapar jika dibutuhkan. Kemudian campurkan pasta

dengan pumis (tanpa gliserol) dan asam hidroklorit 18% dan tambahkan

sejumlah kecil pasta pada area yang mengalami defek dan gunakan stik

dental untuk menggosok area defek maksimal 5 detik. Selanjutnya bilas gigi dan

periksa permukaannya. Ulangi prosedur ini maksimal 10 kali selama 5 detik

hingga diperoleh hasil yang diinginkan dan hentikan prosedur jika email menjadi

tipis. Aplikasikan larutan Sodium Fluoride 2% pada permukaan email selama 3-

4 menit untuk proses remineralisasi dan kemudian lepaskan rubberdam.

Sarankan pasien untuk berkumur degan obat kumur NaF 0.2% pada pagi dan sore

hari selama 1 bulan untuk meningkatkan remineralisasi permukaan email dan

lakukan evaluasi hasil perawatan setelah 4 minggu dan evaluasi apakah

dibutuhkan prosedur tambahan dengan bleaching5.

Perawatan white spot yaitu dengan Casein phosphopeptide-amorphous

calcium phosphate complexes (CPP-ACP) adalah produk dari susu yang mampu

membantu proses remineralisasi sehingga mencegah munculnya karies. CPP-ACP

mengandung kasein berupa fosfoprotein kasein (CPP), kalsium dan fosfat tinggi,

sehingga mampu menghambat demineralisasi. Kasein yang terkandung dalam

CPP-ACP juga mempunyai kemampuan untuk menghambat metabolisme bakteri

dengan berbagai cara, yaitu rangkaian fosfoprotein kasein (CPP) akan memutus

struktur ikatan antara matrik protein polisakarida ekstraseluler bakteri dengan


reseptor bakteri pada pelikel saliva. Bakteri dapat melekat pada permukaan

gigi melalui ikatan yang terbentuk dari matrik protein polisakarida ekstraseluler

bakteri dengan reseptor pelikel saliva, namun CPP memutus ikatan tersebut.

Hal ini menyebabkan perlekatan bakteri pada permukaan gigi terlepas. CPP

kemudian akan berikatan dengan reseptor pelikel saliva, sehingga terbentuk

hasil akhir berupa ikatan antara CPP dengan pelikel saliva5.

Indikasi penggunaan CPP-ACP, yaitu:

a. Memperbaiki keseimbangan mineral pada pasien-pasien yang mengalami

defisiensi saliva seperti xerostomia  atau ketika tindakan membersihkan gigi sulit

dilakukan.

b. Memperbaiki keseimbangan setelah tindakan perawatan seperti scalling,

root planing dan kuretase, juga mengurangi akibat apapun dari hipersensitif

dentin.

c. Riset membuktikan Recaldent (CPP - ACP) juga dapat mengubah warna gigi

karena white-spot ke arah gigi yang terlihat translusens alamiah.

d. Dapat digunakan untuk gigi permanen, aman untuk diaplikasikan pada bayi

terutama anak-anak di bawah usia dua tahun dengan lesi karies awal.

e. Digunakan untuk pasien dengan kebutuhan khusus seperti yang dengan gangguan

intelektual, gangguan perkembangan dan fisik,serebral palsi, Down sindrom dan

pasien dengan masalah medis seperti terapi radiasi.

Kontra indikasi penggunaan CPP-ACP,yaitu :

Pada anak atau pasien yang terdapat riwayat alergi pada jenis makanan yang

mengandung susu.
Selain itu, perawatan fluorosis dapat dilakukan dengan teknik resin

infiltration. Perawatan resin infiltration digambarkan sebagai teknologi minimal

invasive yang mengisi, memperkuat, dan menstabilkan email yang terdemineralisasi

tanpa membuang struktur jaringan gigi yang sehat, menghindari sejauh mungkin

kebutuhan untuk restorasi. Prinsip resin infiltration adalah menutupi microporosity

enamel yang bertujuan untuk menghentikan perkembangan lesi. Cara menutupi

microporosity dibuat melalui difusi asam dan bahan pelarut. Prosedur resin

infiltration dilakukan dengan menggunakan gel asam klorida 15% selama 2 menit,

dilanjutkan dengan pengeringan dan aplikasi resin tipe TEGDMA (Tri-Ethylene

Glycol Dimethacrylate) dengan viskositas rendah 6.

4. Caries Risk Assestment

 CAMBRA
Skor akhir :

o Ya pada kolum 1 : indikasi high risk

o Ya pada kolum 2 dan 3 : bergantung dengan keseimbangan karies

Penentuan resiko karies high, moderate / low.

o High Risk.

Jika terdapat ceklis Ya pada kolum 1 (1 atau beberapa indicator penyakit),

pasien berada pada kategori High risk. Jika tidak terdapat ya pada

indicator penyakit, maka tetap dalam kateori high risk jika faktor resiko

melebih faktor perlindungan. Ibu atau pengasuh anak yang memiliki karies

kemungkinan besar mengindikasikan resiko high risk pada anak. Tulis Ya

pada setiap kolum fakotr resiko dan faktor perlindungan agar dapat

memvisuasilisasikan keseimbangan karies, dimana pada bagian kanan

tingkat resiko rendah.

o Moderate Risk

Jika tidak terdapat indicator penyakor, dan faktor resiko dan faktor

perlindungan dalam keadaan seimbang, maka dikatakan resiko karies

moderate. Jika ragu, pindahkan klasifikasi moderate ke high risk.

o Low Risk

Jika tidak terdapat indicator penyakit, terdapat sedikit atau tidak ada fakotr

resiko dan faktor perlindungan yang ada, sehingga pasien dikategorikan

low risk.
Bagian kolom yang dinyatakan ya dapat digunakan sebagian topic untuk

memodifikasi perilaku atau menentukan terapi tambahan. Gunakan

modifikasi keseimbangan karies dapat memperlihatkan hasil keseluruhan

dan menentukan level resiko pasien :

Penambahan komponen hubungan karies untuk pengasuh anak/konseling pasien

 Frekuensi penggunaan pasta gigi fluoride dan lainnya

 Penggunaan fluoride diamin silve pada beberapa kasus

 Konsultasi nutrisi untuk mengurangi frekuensi dan jumlah karbohidrat yang

difermentasi, khususnya sukrosa, fruktosa, dan jus buah (seperti jus apel)

 Botol yang digunakan berkelanjutan pada saat tidur atau ketika menyusui

 Anak-anak yang mengidap gangguan perkembangan/anak yang berkebutuhan

khusus (CHSN)

 Aliran saliva yang kurang dan penggunaan obat, kondisi medis atau sakit.
Menentukan resiko karies low, moderate, high atau extreme.

Tulis di kolum Ya pada setiap indicator penyakit (kolum 1) dan faktor resiko (kolum 2).

Cek dan lihat total indicator penyakit dengan kolum Ya pada faktor perlindungan (kolum

3). Gunakan angka tersebut untuk menentukan apakah pasien memiliki resiko faktor yang

tinggi atau fakor perlindungan atau sama. Gunakan kurva keseimbangan karies untuk

memperlihatkan hasil dan menentukkan level resiko.


Indikator Ya digunakan untuk memodifikasi perilaku atua menentukan terapi
tambahan.

Adapun penentuannya yaitu :

 High and Extreme risk

Satu atau lebih indicator penyakit paling sedikit pada kategori high risk. Jika

terdapat hiposalivasi, pasien termasuk pada kategori extreme risk. Walaupun jika

tidak terdapat indicator penyakit, pasien tetap dalam high risk jika pasien di luar

dari kategori faktor perlindungan. Lihat kembali keseimbangan karies.

 Low risk

Jika tidak ada indicator penyakit terdapat sedikit atau tidak ada fakotr resiko dan

faktor perlindungan yang ada, sehingga pasien dikategorikan low risk.

 Moderate risk

Jika pasien tidak berada pada resiko tinggi atau ekstrim dan tidak pada reskio

rendah, maka pasien berada pada moderate risk dan di perhatikan kembali dengan

adanya tambhan terapi kimia. Sebagia contoh pasien yang memiliki perawatan

saluran akar sebagai hasil karies 4 tahun yang lalu dan tidak emmiliki lesi karies
yang baru, tetapi tereksposnya akar gigi dan hanya menggunakan pasta gigi

fluoride sekali sehari.

 AAPD

Lingkari kondisi tersebut yang sesuai dengan keadaan pasien. Penilaian

kategori risiko karies yaitu low, moderate, high sesuai dengan fakotr dominan

pada individu. Namun penilaian klinis dapat digunakan untuk penilaian satu

faktor (contohnya lesi di interproksimal, laju aliran saliva yang renda) untuk

menentukan risiko keseluruhan.


Lingkari kondisi tersebut yang sesuai dengan keadaan pasien. Penilaian

kategori risiko karies yaitu low, moderate, high sesuai dengan fakotr dominan

pada individu. Namun penilaian klinis dapat digunakan untuk penilaian satu

faktor (contohnya frekuensi tereksposnya gula yang berada pada snacks atau

makanan lainnya, lebih dari 1 gigi berlubang, hilang, atau permukaan gigi yang

sudah ditambah untuk menentukan semua resiko.


 ADA
Lingkari atau centang kotak yang berdasarkan sesuai kondisi pasien. Low

risk = menandakan hanya di kolom ‘low risk’, moderate risk = hanya kondisi

dalam kolom ‘low’ dan atau ‘moderate risk’ yang ada, High risk = satu atau lebih

kondisi di kolom ‘high risk’ yang ada. Penilaian klinis dokter gigi dapat menilai

adanya perubahan level resiko pasien (meningkat/menurun) berdasarka lembaran

penilaian ini. Sebagai contohnya, kehilangan gigi mungkin tidak di anggap

sebagai resiko tinggi, atau faktor resiko lainnya yang tidak tertulis.

5. Merk Dagang Fluor

 Frutti Fluor

o Indikasi : aplikasi topical fluoride

o Komposisi : 1,23 fluor

o Sediaan : gel topical

 Tooth Mousse Plus

o Indikasi : topical krim dengan kalsium dan fosfat

o Komposisi : water, glycerol, CPP-ACP, D-sorbitol, CMC-Na,


propylene glycol, silicon dioxide, Titanium dioxide, Xylitol, Phosphoric acid,

Flavoring, Zinc Oxide, Sodium saccharin, Ethyl p-hydroxybenzoate,

Magnesium oxide, Guar gum, Propyl p-hyroxybenzoate, Butyl p-

hyroxybenzoate

o Sediaan : krim

 Ftor Lux

o Indikasi : untuk perawatan fluoride dan remineralisasi enamel dan

dentin, preventif terhadap hipersensitivitas pada bagian servikal,

melapisi/melindungi gigi vital setelah preparasi, karies makula cariosa dan

pencegahan gigi susu pada tahap awal karies.

o Komposisi : sodium fluoride 1%, calcium fluoride 4%, aminofluoride

(0.5%),

o Sediaan : larutan.
 Clinpro White Varnish

o Indikasi : untuk perawatan fluoride dan remineralisasi enamel dan

dentin, preventif terhadap hipersensitivitas pada bagian servikal,

melapisi/melindungi gigi vital setelah preparasi, karies makula cariosa dan

pencegahan gigi susu pada tahap awal karies.

o Komposisi :

- Sodium fluoride 5%,

- Alkohol (pelarut) untuk melarutkan resin dan menjadi flowable, sehingga

mudah di aplikasikan ke permukaan gigi,

- Resin merupakan bahan yang membantu menjaga kesehatan mulut pada

pasien dengan hipersensitif,

- Air membantu alcohol dalam melarutkan bahan-bahan tertentu,

- Rasa digunakan untuk meningkatkan rasa nyaman pada pasien dan

memberikan kesegaran setelah varnish di aplikasikan.

o Sediaan : larutan.

 MI Varnish
o Indikasi : untuk perawatan pencegahan hipersensitivitas pada

berbagai situasi klinis yatiu, area servikal, insisif & molar yang

hypomineralisasi (MIH), setelah pembersihan mekanis gigi, dan pemakaian

oklusal.

o Komposisi :

- Fluoride

- Kalsium

- Fosfat

- Casein Phosphopetides (CPP)

- Amorphous Calcium Phosphate (ACP)

o Sediaan : gel.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kandelman, Daniel. 1997. Sugar, Alternative Sweeteners and Meal Frequency in

Relation to Caries Prevention : New Perspectives. British Journal of Nutrition.

77(1):121-128. Available at https://www.cambridge.org/core/services/aop-

cambridgecore/content/view/621E55DA8901950C95859FA2D48F5938/S00071145

97000147a.pdf/sugar_alternative_sweeteners_and_meal_frequency_in_relation_to_c

aries_prevention_new_perspectives.pdf. Accessed December 15 2019.

2. Febrian, Rasyid R, Noviantika D. Analisis Hubungan Jenis dan Frekuensi

Mengkonsumsi Makanan Kariogenik dengan Kejadian Rampan Karies pada Anak

Usia 5-6 Tahun di Kota Padang. Andalas Dental Journal. 1-13. Available at

http://repo.unand.ac.id/3879/1/ANALISIS%20HUBUNGAN%20JENIS%20DAN

%20FREKUENSI%20MENGKONSUMSI%20JAJANAN%20KARIOGENIK

%20DENGAN%20KEJADIAN%20RAMPAN%20KARIES%20PADA%20ANAK

%20USIA%205-6%20TAHUN%20DI%20KOTA%20PADANG.pdf. Accessed

December 15 2019.

3. Kartikasari, H. Y.; Nuryanto. 2014. Hubungan Kejadian Karies Gigi dengan

Konsumsi Makanan Kariogenik dan Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar. Journal

of Nutrition College. 3(3):414-421. Available at

https://media.neliti.com/media/publications/185789-ID-hubungan-kejadian-karies-

gigi-dengan-kon.pdf. Accessed December 15 2019.


4. Welbury, R.; Duggal, M. 2005. Paediatric Dentistry 3rd edition. Oxford University

Press : New York. 108-109.

5. Yulina, V.; Gartika, M. 2018. Mikroabrasi Salah Satu Teknik Perawatan Defek

Email Gigi Anak. Journal of Indonesian Dental Association. 1(2):1-6. Available at

http://jurnal.pdgi.or.id/index.php/ijpd/article/view/382/300. Accessed December 15

2019.

6. Desneli, Muryani A. Penatalaksanaan White Spot Lesion Setelah Perawaran

ortodontik dengan Teknik Resin Infiltration. Journal Kedokteran Gigi Unpad. 2019

Anda mungkin juga menyukai