Anda di halaman 1dari 4

1.

FORDYCES SPOTS
Fordyce granules sering disebut sebagai fordyce’s conditions, fordyce’s spots, fordyce
disease, dan juga sering disebut sebagai seboglandulia buccalis. Kondisi ini awalnya
dideskripsikan oleh Kolliker pada tahun 1861, tetapi dinamakan sesuai dengan nama Fordyce
yang melaporkan kondisi yang sama pada tahun 1896. Lesi ini merupakan suatu kondisi
dimana terdapat kelenjar sebasea ektopik atau sebaceous choristomas (jaringan normal
pada lokasi yang abnormal) pada mukosa rongga mulut. Normalnya, kelenjar sebasea
terlihat pada dermal adnexa, dan memiliki asosiasi dengan folikel rambut; tetapi
bagaimanapun juga fordyce granules tidak memiliki asosiasi dengan struktur rambut pada
kavitas oral. Etiologi dari fordyce granules ialah developmental origin.17,23 H. S. Goldman
dan M. Z. Marder (1982) juga mengatakan bahwa fordyce granules bukan merupakan suatu
penyakit, namun merupakan gangguan developmental.
Fordyce granules memilik karakteristik gambaran klinis berupa butiran- butiran
berwarna putih kekuning-kuningan yang kecil, berbatas jelas, dan sedikit terangkat yang
dapat terisolasi atau bergabung menjadi suatu kesatuan. 16 Butiran-butiran ini sering
terjadi secara bilateral dan simetris. Fordyce granules merupakan lesi yang asimtomatik dan
sering ditemukan pada pemeriksaan rutin.21 Terkadang, dengan pemeriksaan menggunakan
kaca mulut, duktus dari kelenjar dapat ditemukan. 17 Biasanya, setiap glandula atau butiran
memiliki diameter 1-2 mm, tetapi butiran-butiran tersebut dapat juga bergabung menjadi
suatu kesatuan hingga mencapai beberapa sentimeter diameternya. Hal ini menyebabkan
pasien dapat merasakan butiran-butiran ini dengan lidahnya.
Menurut R. A. Cawson dan E. W. Odell (2002), mukosa bukal merupakan lokasi
utama, namun terkadang bibir dan bahkan walaupun jarang lidah pun dapat terlibat. 23
Pernyataan ini sesuai dengan studi epidemiologi yang menunjukkan bahwa terdapat 71%
kasus yang terjadi pada mukosa bukal dan 49% kejadian pada area bibir pada semua
kelompok usia.16 Namun, K. Bork (1993) menyatakan bahwa lokasi yang paling sering
ialah area bibir, tetapi mukosa bukal juga sering terlibat. 22 Fordyce granules juga sering
ditemukan pada anterior tonsillar pillar, alveolar ridge, gingiva, dan lidah namun sangat
jarang ditemukan pada lokasi-lokasi ini dan dapat dianggap suatu keadaan yang ektopik
bila ditemukan pada lokasi-lokasi ini.26 Fordyce granules tidak terlihat atau tidak lazim
pada anak-anak, tetapi akan bertambah jumlahnya kira-kira pada masa pubertas dan
setelahnya, dan akan lebih terlihat pada mukosa bukal pada hampir semua orang
dewasa.27,28 Referensi lain juga menyatakan bahwa anak-anak lebih jarang memiliki
penampakan butiran-butiran ini daripada orang dewasa karena kelenjar sebasea dan
rambut belum mengalami perkembangan sempurna sampai dengan saat pubertas. 29
Kondisi ini lebih sering terjadi pada pria daripada wanita seiring bertambahnya usia. 17,22,26
Dari studi di luar negeri, hal ini didukung dengan studi yang dilakukan di India oleh A. L.
Mathew (prevalensi pada pria dan wanita secara berturut-turut ialah 8,9% dan 2,48%),
studi di Israel oleh M. Gorsky (prevalensi pada pria dan wanita secara berturut-turut ialah
96,6% dan 93,7%), dan studi di Spanyol oleh M. J. Garcia-Pola Vallejo dan A. I.
Martinez Diaz-Canel (55% pada pria dan 47,2% pada wanita). 8,9,11 Hal ini juga sesuai
dengan studi yang dilakukan Marija Kovac-Kavcic dan Uros Skaleric di Slovenia (62,7%
pada pria dan 38% pada wanita) dan juga studi oleh dos Santos di Brasil.
Fordyce granules akan lebih jelas terlihat saat bibir terinflamasi, sebagaimana saat
terjadinya infeksi herpes simpleks.22 Walaupun diagnosis klinis dari kondisi normal ini dapat
dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis, pasien yang menemukan kondisi ini dalam mulut
mereka akan merasa takut bahwa kondisi ini adalah suatu kanker (cancer-phobia).28 Kelenjar
ini sering dianggap sebagai penyakit oleh pasien, namun mereka dapat diyakinkan bahwa
massa heterotopik dari jaringan kelenjar sebasea ini tidak memiliki tanda-tanda
patologis.15,20,21,24,25 Bila dilakukan biopsi, maka akan terlihat bahwa kondisi ini menunjukkan
kelenjar sebasea yang normal dengan 2 atau 2 lobul. 23 Tetapi biasanya biopsi sama sekali
tidak diperlukan karena fordyce granules dapat didiagnosa berdasarkan penampakan klinisnya
saja.25 Kondisi ini tidak menyebabkan ketidaknyamanan apapun, merupakan lesi jinak dan
sama sekali tidak berbahaya sehingga sama sekali tidak dibutuhkan perawatan kecuali
memberikan pasien pengertian. Namun, mungkin terkadang dapat dilakukan tindakan operatif
pada fordyce granules yang berlokasi di bibir untuk alasan estetik.14

BUKU SAKU IPM


 Definisi : granula Fordyce adalah kondisi dimana terdapat kelenjar sebasea ektopik pada
rongga mulut mulut
 Etiologi : lesi merupakan varian keadaan normal
 Gambaran klinis : tampak sebagai bitnik putih kekuningan yang sedikit menonjol,
asimtomatik dan multiple. Tempat predileksi lesi adalah tepi vermillion bibir atas,
komusura dan mukossa pipi. Lesi ditemukan pada 80% populasi dewasa pada kedua
jwnis kelamin.
 Perawatan :-
 Dd : lichen planus, leukoplakia, dan kandidiasis
2. GEOGRHAPIC TONGUE
Geographic tongueatau dikenal juga sebagai eritema migran merupakan lesi jinak yang
sering ditemukan, terutama pada lidah dan jarang terjadi pada mukosa mulut lainnya.
Geographic tongueini biasanya jelas terjadi pada anak-anak sekolah dasar dan jarang
menimbulkan gejala. Menurut Fatemeh Rezaei dkk., terdapat 53% dari anak sekolah
dasarmengalami geographic tonguedi Kermanshah, Iran pada tahun 2015. Geographic
tonguelebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki dengan rasio 1,5:1.
Kondisi lidah ini disebut geographic tonguekarena biasanya terlihat seperti peta. Lesi ini
memiliki ciri khas berada di satu area untuk waktu tertentu, kemudian menghilangsama sekali
dan muncul kembali di daerah yang lain. Menurut Global Journal of Health Science, orang
dengan keadaan geographic tonguedapat mengalami rasa sakit dan tidak nyaman pada saat
makan.Menurut Regezi et al., meski ringan dan dapat sembuh sendiri,apabila frekuensinya
tinggi, geographic tongueini dapat mengganggu individu yang menderitakarena keluhan iritasi
dan rasa terbakar pada lidah, khususnya apabila mengkonsumsi makanan yang pedas dan
asam sehingga dapat mengganggu asupan nutrisi serta kenyamanan penderita terutama saat
bicara sehingga penting untuk diketahui.Terdapat 162 (57,24%) orang dari 283 orang dengan
keadaan geographic tonguemengalami rasa sakit dan tidak nyaman saat makan.1,3,4 Etiologi
dari kondisi ini sebenarnya masih belum diketahui secara jelas, tetapi dapat disebabkankarena
peranan dari faktor genetik, hormonal, dan temuan fisiologis. Menurut Greenberg et al. tahun
2008, lesi ini dilaporkan lebih sering muncul pada periodestres.Menurut Jainkittivong et al.,
prevalensi geographic tonguedi Negara Thailand adalah 39,4%. Bhattaharya Preeti
mengemukakanprevalensi geographic tonguepada suku Indian adalah 3,6%pada tahun
2016.Sejauh ini belum ada penelitian tentang prevalensi geographic tonguedi Negara
Indonesia.1,3,4Terdapat laporan bahwa lesi timbul sehubung dengan stres emosional. Redman
et al. menemukan prevalensi geographic tonguelebih tinggi pada pasien dengan gangguan
mentaldan enam kali lebih tinggi pada peserta didik dalam keadaan sakit secara psikologi
akibat gangguan emosional. Temuan ini mendukung kemungkinan peranan faktor psikologis
dalam etiologi geographic tongue.5Faktor psikosomatis memainkan peranan pentingdalam
etiologi geographic tongue.Pemilihan objek penelitian pada anak sekolah dasar kelas 3 dan 4
dikarenakan anak usia ini rentan terhadap stres, mengingat kemampuan anak usia ini untuk
mengatasi stres masih terbatas, interaksi sosial meluas, mencakup lingkungan sosial yang tak
lagi terbatas pada lingkungan rumah dan mulai berhubungan dengan individu dari berbagai
usia dan latar belakang, aktivitas anak menjadi beragam, terjadi perubahan fisik yang
memengaruhi kondisi psikis, dan emosi mulai berkembang namun anak sebagai individu
belum mampu mengolahnya secara tepat.5,6

BUKU SAKU IPM


 Definisi : geographic tongue atau eritema migran, merupakan lesi jinak yang sering
ditemukan terutama terjadi pada lidah , jarang terjadi pada bagian mukosa mulut lainnya
 Etiologi : masih bellum diketahui, kemungkinan ada faktor genetik yg berperan
 Gambaran klinis : lesi terlihat sebagai bercak depapilasi eritematosa, berbatas jelas,
dikelilingi oleh tepi lesi yang berwarna putih dan lebih tinggi sedikit dibanding sekitarnya
, multipel biasanya ditemukan pada dorsum lidah. Lesi ini memiliki ciri khas berada
disatu area untuk waktu tertentu, kemudian menghilang sama sekali san muncul kembali
di area lain. Lesi biasanya bersifat asimtomatik, dapat muncul bersamaan dengan
fissired tongue.
 Perawatan : meyakinkan pasien bahwa kelainan tersebut tidak berbahaya
 Dd : kandidiasis, lichen planus, psoriasis.

Geographic tongue atau benign migratory Geographic tongue atau benign migratory
glossitis atau erythema migrains adalah suatu lesi inflamasi pada lidah yang bersifat jinak dan
tidak memiliki kecenderungan berubah menjadi ganas. Kelainan ini sesuai dengan
namanya,terjadi pada lidah khususnya pada bagian dorsum atau pada bagian lateral lidah. Lesi
pada GT bersifat asimptomatik karena terdapat atrofi papilla atau depapilasi dari papilla
filiformis yang mampu mengubah sensasi[1].
Etiologi dari lesi ini masih belum diketahui secara pasti, meskipun banyak penelitian dan
studi yang meneliti tentang geographic tongue. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa faktor
genetik atau herediter berperan besar dalam lesi ini [2]. Faktor predisposisi juga mendukung
terjadinya kelainan ini seperti defisiensi nutrisi,tress, dan lain-lain. Lesi ini lebih sering terjadi
pada wanita dibandingkan pria diduga karena adanya pengaruh hormonal pada wanita dan juga
adanya pengaruh dari siklus kontrasepsi yang digunakan oleh wanita, dari beberapa penelitian
didapatkan hasil bahwa prevalensi geographic tongue pada wanita lebih tinggi
Geographic tongue merupakan lesi asimptomatik serta lesi ini bukan merupakan suatu
kondisi dimana pasien selalu merasakan sakit akibat munculnya lesi tersebut, melainkan hanya
saat terdapat faktor pencetus rasa sakitnya, seperti makanan yang pedas, panas dan asam serta
minuman yang berkarbonasi atau beralkohol. Lesi geographic tongue juga kadang muncul saat
periode menstruasi atau pada saat kondisi pasien sedang stress, selain itu kelainan ini dapat
sembuh sendiri dan kemudian muncul lagi di tempat yang berbeda[7].
Geographic tongue merupakan sebuah kelainan yang mampu sembuh tanpa pengobatan,
tetapi adanya lesi ini dapat menganggu aktifitas penderita apabila terlalu sering timbul. Lesi
geographic tongue akan mengganggu fungsi mastikasi dan fungsi bicara dari penderita yang
nantinya bisa menurunkan kualitas hidup penderita dan asupan gizi bagi penderita itu sendiri.
Dari uraian diatas penulis merasa keberadaan dari lesi ini penting untuk diketahui untuk
meningkatkan kesadaran penderita akan keberadaan lesi ini yang nantinya dapat dilakukan
sebuah terapi atau perawatan untuk lesi ini.

Anda mungkin juga menyukai