Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Judul dari makalah yang kami buat adalah “Variasi Normal
2”.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Penyakit Mulut 1. Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini
dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena
itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Penulis berharap semoga dengan makalah ini pembaca dapat mengerti definisi variasi
normal, definisi mukosa mulut dan variasi normal yang terjadi pada rongga mulut beserta
gambaran klinis, penyebab, akibat, serta perawatanya.

Jakarta, 4 April 2019

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………...………..……. 1

Daftar Isi …………………………………………………………………………………... 2

Bab 1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang ……………………………………………………….……………….. 3

1.2. Rumusan Masalah ……………………………………………………….……………. 3

1.3. Tujuan …………………………………………………………………….……...…… 3

1.4. Manfaat …………………………………………………………………….……...….. 3

Bab 2 Pembahasan

2.1 Variasi Normal Rongga Mulut ……………………………………………………...…4


2.2 Perbedaan Mukosa Oral Normal dengan Variasi Normal Rongga Mulut…………...… 4
2.3 Macam Variasi Normal Rongga Mulut
2.3.1 Leukodema ……………………………………………………………………... 5
2.3.2 Linea Alba ……………………………………………………………………… 6
2.3.3 Morsicatio Buccarum …………………………………………………............... 7
2.3.4 Frictional Keratosis …………………………………………………………….. 8
2.3.5 White Sponge Nevus …………………………………………………………… 10
2.3.6 Eksostosis ………………………………………………………………………. 11
2.3.7 Torus Palatinus dan Torus Mandibularis ……………………………..................12
2.3.8 Ductus Stenson Prominent …………………………………………………....... 14

Bab 3 Penutup

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………………. 16


Daftar Pustaka ………………………………………………………….….……………. 17

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rongga mulut memiliki kondisi lingkungan yang sangat kompleks banyak faktor yang
mempengaruhi kondisi rongga mulut seperti faktor lokal ataupun sistemik. Faktor–faktor ini
dapat menyebabkan perubahan di dalam rongga mulut yang selanjutnya disebut variasi
rongga mulut. Diantara semua penyakit–penyakit mukosa mulut, terdapat beberapa kondisi
yang dikategorikan sebagai variasi normal pada struktur anatomis mukosa mulut. Kondisi–
kondisi ini terkadang diabaikan oleh dokter gigi ketika melakukan pemeriksaan klinis, hal
ini dapat terjadi karena kondisi – kondisi tersebut tidak terasa sakit dan kebanyakan pasien
tidak menunjukkan keluhan atau bahkan tidak menyadari akan akan keberadaan kondisi–
kondisi variasi normal tersebut.
Namun, apabila pasien secara tidak sengaja menemukan kondisi seperti ini pada rongga
mulut mereka, mereka akan khawatir dan bahkan mengira bahwa kondisi tersebut
merupakan suatu kondisi kanker. Variasi anatomis normal struktur dan tampilan mukosa
mulut terdiri dari leukoedema, linea alba, eksostosis, morsicatio buccarum, frictional
keratosis, white sponge nervus, eksostosis , torus palatinus dan mandibularis, ductus stenson
prominent.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa variasi normal pada rongga mulut?
2. Apa perbedaan mukosa normal dengan variasi normal?
3. Apa saja yang termasuk variasi normal pada mukosa mulut?

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami pengertian dari variasi normal pada rongga mulut.
2. Untuk mengetahui variasi normal yang mencakup gejala klinis, penyebab, akibat, serta
perawatannya.

1.4 Manfaat
Diharapkan pembaca dapat mengetahui tentang kelainan-kelainan variasi mukosa mulut
yang mencakup definisi, gejala klinis, akibat, penyebab dan perawatannya.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Variasi Normal Rongga Mulut
Variasi normal adalah variasi struktural tulang rahang dan jaringan lunak mulut di
atasnya yang kadang-kadang keliru diidentifikasi sebagai tumor, tetapi mereka biasanya
mudah dikenali sebagai dalam kisaran variasi normal untuk rongga mulut. Variasi normal
rongga mulut bukan merupakan suatu gambaran klinis yang tidak biasa, tetapi ada
beberapa gambaran klinis yang merupakan bukti adanya gambaran klinis dari variasi
normal rongga mulut. Biasanya tidak ada penyebab apapun dari variasi normal ini tetapi
kemungkinan karena adanya faktor genetik atau stress emosional.
Pada variasi normal rongga mulut menunjukkan penampakan simetris bilateral pada
lokasi atau perluasan, biasanya asimptomatik, statis atau tidak berubah, dan merupakan
variasi dari suatu jaringan normal yang akan lebih terlihat seiring bertambahnya usia.

2.2 Perbedaan Mukosa Oral Normal dengan Variasi Normal Rongga Mulut
1) Visual
a. Kontur
Dengan mengenali kontur normal kita dapat mendiagnosis sebuah kelainan
b. Warna
 Pink menunjukan warna normal karena epitel squamous stratified
semitransparan, terdapat variasi warna karena perbedaan ketebalan lapisan
epitel atau lebih sedikitnya vaskularisasi dan padatnya komponen kolagen.
 Putih menunjukan variasi normal, merupakan keadaan patologis
 Merah (menipisnya lapisan epitel, peningkatan vaskularisasi, kerusakan
sebagian komponen kolagen jaringan subepitel).
 Kuning (banyaknya jaringan lemak di bawah membrane basalis, c/ Fordyce’s
granules).
 Coklat/hitam (terjadi karena adanya melanin, hemosiderin, logam berat, atau
kumpulan cairan bening)
c. Tekstur dan permukaan
Mukosa oral normal memiliki tekstur permukaan yang halus dan mengkilap.
Variasi normal menunjukkan permukaan suatu keadaan patologis, yaitu
halus/papilomatous/ulserasi/erosi/keratinisasi, nekrotik.

4
2) Palpasi
a. Suhu
b. Mobilitas
c. Perluasan
d. Konsistensi
e. Penebalan jaringan
f. Ukuran dan bentuk
g. Fluktuasi

2.3 Macam Variasi Normal Rongga Mulut


2.3.1 Leukodema
Definisi
Leukoedema adalah variasi normal yang tampak bilateral, putih, opalescent dari
mukosa bukal yang mungkin mewakili variasi normal dalam anatomi mulut.
Leukoedema ditandai oleh putih keabu-abuan, keriput, dan area opalescent dari mukosa
bukal yang menghilang saat peregangan. Leukoedema memiliki distribusi simetris.
Area tidak tampak menebal dan lesi tidak hilang saat digosok.
Etiologi
Meskipun secara umum diyakini bahwa itu adalah variasi normal, leukodema
memiliki insiden yang relatif lebih tinggi pada pengguna tembakau. Meskipun
leukoedema dianggap sebagai lesi perkembangan, warna putih dapat lebih menonjol
pada perokok dan dapat sedikit menghilang atau tidak terlalu memburuk setelah
berhenti merokok.
Pengaruh turun temurun juga telah diusulkan oleh beberapa penyelidik. Meskipun
leukoedema dianggap sebagai variasi normal dari mukosa mulut, ada cukup bukti untuk
membuktikan bahwa itu adalah kondisi yang didapat.
Epidemiologi
Leukoedema menunjukkan kecenderungan untuk kulit hitam, di antaranya telah
dijelaskan pada 70% hingga 90% orang dewasa dan 50% anak-anak. Pada kulit putih,
kondisi kulit mereka memiliki presentasi yang lebih ringan dan mungkin hampir tidak
terlihat. Leukoedema pada orang kulit hitam mungkin tampak lebih jelas karena kontras
antara mukosa edematous dan pigmentasi latar belakang.
Gambaran klinis

5
Leukoedema adalah tampilan putih dan menyerupai kerudung pada mukosa mulut
yang dianggap sebagai variasi normal. Kondisi ini sering dijumpai secara bilateral dan
simetris di mukosa bukal dan kadang-kadang di batas lidah. Leukoedema kurang jelas
secara klinis setelah peregangan mukosa tetapi muncul kembali setelah manipulasi ini
dihentikan. Pada kasus yang lebih jelas, leukoedema disertai dengan lipatan mukosa.
Kondisi ini asimptomatik dan tidak memiliki potensi ganas.
Leukodema sering terlihat pada permukaan mukosa yang tampak agak terlipat dan
menghasilkan garis-garis putih atau kerutan. Penampilan putih diciptakan oleh
peningkatan ketebalan epitel permukaan, yang mencakup banyak sel dengan edema
intraseluler yang menonjol.
Gambaran klinis sering membantu dalam diagnosis. Namun, lesi yang
dipertimbangkan dalam diagnosis banding adalah reticular lichen planus, leukoplakia
awal, dan nevus spons putih.
Secara histologis, epitel tampak menebal. Tampilan lesi yang putih mungkin
disebabkan oleh adanya air di dalam sel-sel spinosus yang menyebabkan cahaya
memantul kembali sebagai keputihan. Hal ini dianggap bahwa hasil edema intraseluler
dari perubahan membran semipermeabel sel dan kemudian memungkinkan penyerapan
jumlah abnormal cairan ekstraseluler.
Kerusakan atau hipofungsi dalam metabolisme seluler menyebabkan degenerasi
hidropik sel dan akhirnya spongiosis stratum spinosum. Edema intraseluler menjadi
lebih jelas ketika sel bermigrasi ke stratum spinosum.

Penatalaksanaan
Dapat dengan mudah diatasi dengan peregangan dan pipi yang kekar, yang akan
mengakibatkan hilangnya perubahan warna putih yang opalescent. Tidak diperlukan
perawatan atau biopsi.

6
Tidak ada permintaan untuk perawatan karena kondisinya tidak bergejala dan tidak
memiliki komplikasi, termasuk fitur premaligan.

2.3.2 Linea Alba


Definisi
Linea alba merupakan variasi dari struktur dan penampakan mukosa rongga
normal. Linea alba merupakan bentuk umum dari hyperkeratosis fisiologis yang
merupakan kondisi yang terdiri dari penebalan epitel mukosa sebagai respon terhadap
suatu friksi atau gesekan secara berulang.
Etiologi
Linea alba dapat terjadi karena iritasi kronis mukosa bukal akibat kontak dengan
gigi yang berdekatan. Biasanya disebabkan karena kebiasaan buruk seperti bruxism,
menghisap pipi, dan lain-lain.
Epidemiologi
Anak-anak cenderung mengalami linea alba daripada orang dewasa.
Gambaran klinis
Linea alba biasanya hadir secara bilateral, terlihat garis putih yang memanjang
pada mukosa bukal, memanjang dari komisura posterior, sejajar dengan bidang oklusal.

Penatalaksanaan
Tidak ada perawatan yang diperlukan, hanya menghilangkan penyebabnya, seperti
menjelaskan kepada pasien untuk menghilangkan kebiasaan buruknya yang dapat
menimbulkan linea alba.

2.3.3 Morcicatio Buccarum


Definisi
Morsicatio adalah variasi normal yang di sebabkan oleh kebiasaan mengunyah.

7
Etiologi
Morsicatio di sebabkan oleh kebiasaan mengunyah. Perilaku parafungsional ini
dilakukan secara tidak sadar dan karenanya sulit untuk diatasi.
Dalam kasus morsicatio yang lebih luas dengan kebiasaan mengunyah yang buruk,
gangguan psikis harus dicurigai.
Epidemiologi
Morsicatio tiga kali lebih sering terjadi di kalangan wanita, prevalensi telah
dilaporkan berada di kisaran 1,12%-0,5%. Prevalensi yang lebih tinggi dari morsicatio
mucosae oris klasik telah ditemukan pada orang yang sedang stres atau yang
menunjukkan kondisi psikologis. Peningkatan prevalensi telah dicatat pada wanita dan
pada pasien yang lebih tua dari 35 tahun.
Gambaran klinis
Morsicatio paling sering terlihat pada mukosa bukal dan bibir dan tidak pernah
ditemukan di daerah yang tidak mungkin mengalami trauma dengan kebiasaan
mengunyah.
Morsicatio memiliki penampilan klinis yang sangat khas, dan diagnosis relatif
mudah dilakukan, dengan satu pengecualian.
Jika lesi mengenai batas lidah, mungkin akan menyerupai leukoplakia berbulu. Ini
juga berpengaruh pada gambaran histopatologis, yang ditandai dengan hiperkeratosis
dan morsicatio dari daerah retrocommissural mukosa bukal kiri.

Penatalaksanaan
Manajemen terbatas pada jaminan, dan pasien harus diberi tahu tentang perilaku
parafungsional. Tidak diperlukan pengobatan lesi oral, dan tidak ada kesulitan jangka
panjang yang timbul dari adanya perubahan mukosa. Untuk pasien yang menginginkan
konfirmasi penyebab atau terapi pencegahan, konstruksi dan penggunaan perisai akrilik
untuk memisahkan gigi dari mukosa yang berdekatan dapat dilakukan.

8
2.3.4 Frictional Keratosis
Definisi
Frictional keratosis adalah bercak putih dengan permukaan kasar yang jelas terkait
dengan sumber iritasi mekanik dan yang akan hilang selama periode waktu dengan
pengangkatan rangsangan.
Etiologi
Frictional keratosis diamati di daerah yang mengalami peningkatan abrasi, yang
menstimulasi epitel lium untuk merespons dengan kation yang dapat dianggap sebagai
respons fisiologis terhadap trauma minor. Konsumsi rokok dan alkohol telah dilaporkan
sebagai faktor predisposisi. Dengan demikian, perkembangan hiperkeratosis gesekan
difasilitasi ketika mukosa mulut terkena faktor-faktor ini meningkatkan produksi
keratin.
Epidemiologi
Dalam studi populasi, prevalensi telah dilaporkan berada dalam kisaran 2% -7%
Faktor predisposisi seperti merokok dan alkohol akan meningkatkan prevalensi, dan
hiperkeratosis gesekan adalah lesi mukosa yang paling umum pada individu dengan
kebiasaan ini.
Gambaran klinis
Frictional keratosis sering terlihat di daerah edentulous dari alveolar ridge tetapi
juga dapat diamati di bagian lain dari mukosa mulut yang terkena peningkatan gesekan
atau trauma. Lesi tidak menunjukkan gejala tetapi dapat menyebabkan kecemasan pada
pasien karena dapat dianggap sebagai lesi ganas atau premaligna. Diagnosis banding
terhadap leukoplakia homogen adalah berdasarkan klinis pada kombinasi fitur seperti
situs yang terkena dampak dan demarkasi yang lebih menyebar.

Penatalaksanaan

9
Tidak ada intervensi bedah diindikasikan. Informasi tentang sifat lesi yang tidak
ganas dan upaya untuk mengurangi faktor predisposisi sudah cukup.
Perawatan yang dianjurkan pada frictional keratosis yaitu hilangkan penyebab
iritasi kronis seperti gigi yang tajam dan patah, restorasi yang rusak, atau gigi tiruan
yang tidak stabil. Pemberian terapi paliatif topikal yang dapat mempercepat
penyambuhan dengan diberikan Benzocaine atau Triamcinolone.

2.3.5 White Sponge Nevus


Definisi
White sponge nerve adalah Gangguan dominan autosomal yang tidak biasa dan
ditandai dengan plak putih yang menginfeksi mukosa mulut.
Etiologi
White sponge nevus adalah kondisi autosomal dominan yang disebabkan oleh
mutasi pada kode gen untuk keratin 4 dan atau 13. Hal ini mempengaruhi mukosa mulut
secara bilateral dan simetri.
Epidemiologi
White sponge nervus telah terdaftar sebagai gangguan langka oleh Institut
Kesehatan Nasional, karna hanya terdapat 1 dari 200.000. Dalam penelitian,populasi
181.338 laki laki yang berusia antara 18 dan 22 tahun,hanya terdapat dua kasus white
sponge Nevus yang teridentifikasi. Penampilan klinis biasanya terlihat selama masa
remaja, dan bisa terjadi baik laki- laki maupun perempuan seperti yang telah
dilaporkan.
Gambaran klinis
Penamilan klinis white sponge nervus secara khas berupa Lesi putih biasanya
menunjukkan plak putih tebal dan bilateral yang memiliki batas tidak jelas melibatkan
mukosa bukal. Lesi ini juga dapat ditemui di daerah lain dari rongga mulut yang ditutupi
oleh parakeratinized atau epitel non-keratinized seperti mukosa labial, mukosa lingual

10
dan palatum. Gangguan ini mungkin juga melibatkan daerah ekstraoral, seperti
kerongkongan, nasal, mukosa vagina, esofagus, dan anal. Meskipun lesi tidak
menimbulkan gejala apapun, tetapi dapat menyebabkan disfagia ketika bearada di
kerongkongan.

Penatalaksanaan
White sponge nervus tidak memiliki gejala apapun oleh karena itu tidak diperlukan
pengobatan. Antibiotik sistemik telah digunakan dalam upaya untuk mengatasi
gangguan, tetapi hasilnya tidak konsisten karena ketika efek positif diperoleh, tingkat
kekambuhan cukup besar. White sponge nevus merupakan kondisi yang jinak.

2.3.6 Eksostosis
Definisi
Eksostosis adalah tonjolan nodular tulang kortikal padat. Eksostosis rahang yang
paling umum dan paling terkenal adalah torus mandibularis dan torus palatinus.. yang
akan dibahas kemudian dalam bab ini. Namun, eksostosis dapat timbul dari permukaan
kortikal di area rahang lain, terutama sepanjang aspek bukal dari proses alveolar atau
palatal ke molar maksila.
Etiologi
Penyebab spesifik eksostosis tidak pasti, meskipun mereka kemungkinan terkait
dengan faktor genetik dan tekanan lokal yang ditempatkan pada tulang melalui fungsi
oklusal. Eksostosis bukal ("buttressing bone") muncul sebagai barisan bilateral nodul
bertulang halus di sepanjang proses alveolar wajah mandibula dan / atau rahang atas.
Epidemiologi
Prevalensi eksostosis bukal dalam studi yang berbeda bervariasi dari 0,09% hingga
hampir 19%, mungkin tergantung pada kriteria diagnostik yang digunakan dan populasi
yang diteliti. Eksostosis palatal lebih sering terjadi pada pria. Prevalensi palatal
eksostosis yang dilaporkan juga sangat bervariasi, mulai dari 8% hingga 69% dalam
berbagai penelitian. Banyak pasien dengan eksostosis bukal atau palatal juga memiliki
tori palatal dan/atau mandibula. Jika eksostosis cukup besar, kepadatan tulang yang
relatif meningkat mungkin diperhatikan pada radiografi.
Gambaran klinis
Ekostosis biasanya tanpa gejala, meskipun trauma pada mukosa tipis di atasnya
kadang-kadang dapat menyebabkan ulserasi superfisial.

11
Eksostosis palatal terjadi di sepanjang aspek lingual molar maksila dan mungkin
unilateral atau bilateral.

2.3.7 Torus Palatinus dan Mandibularis


a. Torus Palatinus
Definisi
Torus palatinus adalah eksostosis umum yang berkembang di daerah garis
tengah palatum keras.
Etiologi
Seperti dengan eksostosis rahang lainnya, etiologinya kemungkinan
multifaktorial, terkait dengan kerentanan genetik dan faktor lingkungan (seperti
tekanan oklusal).
Epidemiologi
Prevalensi palatal tori yang dilaporkan, seperti halnya tori mandibula, sangat
bervariasi, mulai dari yang serendah 4% hingga lebih dari 60%. Variasi ini dapat
memperbaiki perbedaan genetik di antara populasi, kriteria klinis yang digunakan
untuk membuat diagnosis, dan apakah penentuan dilakukan pada pasien yang masih
hidup atau tengkorak yang dikeringkan. Tampaknya ada prevalensi yang lebih tinggi
pada populasi Asia dan Inuit. Hampir semua penelitian menunjukkan bahwa torus
palatinus lebih sering terjadi pada wanita (rasio perempuan-laki-laki sama dengan 2:
1.
Gambaran klinis
Torus palatinus berkembang di daerah garis tengah palatum keras. adang-
kadang mereka telahdikategorikan berdasarkan dasar morfologi menjadi subtipe
fat, spindle, nodular, dan lobular.Kebanyakan palatal tori asimtomatik, dan beberapa
pasien mungkin tidak menyadari kehadiranmereka. Tori yang lebih besar lebih

12
rentan terhadap trauma akibat makan, yang kadang-kadang menyebabkan abrasi
superficisal atau ulserasi.
Penatalaksanaan
Kebanyakan palatal tori tidak memerlukan perawatan apa pun. Namun, operasi
pengangkatan mungkin diperlukan sebelum pembuatan gigi tiruan rahang atas atau
jika trauma berulang mengganggu pasien.
b. Torus Mandibularis
Definisi
Torus mandibularis adalah bentuk umum dari eksostosis yang berkembang di
sepanjang aspek lingual mandibula di atas garis mylohyoid.
Etiologi
Seperti dengan eksostosis rahang lainnya, etiologinya kemungkinan
multifaktorial, terkait dengan kerentanan genetik dan faktor lingkungan (seperti
tekanan oklusal).
Epidemiologi
Prevalensi mandibular tori yang dilaporkan sangat bervariasi, yang mungkin
terkait dengan populasi yang diteliti dan kriteria diagnostik yang digunakan. Dalam
berbagai penelitian dari seluruh dunia, frekuensinya berkisar dari serendah 3% di
Malaysia hingga setinggi 58% di Jepang.
Gambaran klinis
Tori mandibula biasanya terjadi di daerah premolar, tetapi contoh yang lebih
besar juga dapat melibatkan daerah gigi taring dan molar pertama. . Dalam
kebanyakan kasus, mereka bilateral dan simetris, meskipun contoh unilateral
terkadang dapat dicatat.Kebanyakan lesi terjadi sebagai single bony nodules; contoh
yang lebih besar dapat muncul sebagai deretan lobulus dengan ukuran bervariasi
yang dapat menghasilkan radiopasitas yang ditumpangkan pada akar gigi mandibula.
Dalam kasus yang jarang terjadi, tori dapat tumbuh sangat besar sehingga mereka
benar-benar bertemu di garis tengah ("kissing tori"). Tori mandibula biasanya dicatat
sebagai temuan insidentil, meskipun trauma dapat menyebabkan ulserasi superfisial
sementara atau abrasi.
Penatalaksanaan

13
Tori asimptomatik tidak memerlukan perawatan apa pun, tetapi pengangkatan
dengan pembedahan mungkin diperlukan untuk mengakomodasi prostesis
mandibula. Kadang-kadang, tori mandibula dapat kambuh apabila gigi masih ada di
daerah tersebut.

2.3.8 Ductus Stenson Prominent


Definisi
Ductus stenson adalah ductus yang dibentuk ductus-ductus yang berasal dari lobus-
lobus glandula parotis. Ductus stensom bermuara ke dalam vestibulum oris pada paila
parotidea. Letak ductus tinggi di daerah pipi tepat di belakang molar kedua. Setiap
mukosa normal pada manusia memiliki ductus stenson. Tonjolan yang terjadi pada
ductus stenson akibat infeksi disebut dengan ductus stenson prominent.
Etiologi
Bengkak yang terjadi akibat sariawan yang terbentuk langsung di atas ductus.
Daerah ini bisa menjadi meradang dan sakit akibat bakteri memasuki ductus, infeksi
alami ini disebut infeksi retrograde karena disebabkan oleh pembaikan arah aliran
cairan di ductus.
Gambaran klinis
Biasanya terdapat lipatan kecil dari mukosa berwarna merah muda kebiruan, seperti
pada sekitar mukosa bukal. Kasus ini bisa berwarna kemerahan karena peradangan yang
di sebabkan aphthous.

14
Penatalaksanaan
Infeksi biasanya akan hilang dengan sendirinya.

15
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Variasi normal rongga mulut bukan merupakan suatu gambaran klinis yang tidak biasa,
tetapi ada beberapa gambaran klinis yang merupakan bukti adanya gambaran klinis dari
variasi normal rongga mulut. Biasanya tidak ada penyebab apapun dari variasi normal ini
tetapi kemungkinan karena adanya faktor genetik atau stress emosional. Variasi anatomis
normal struktur dan tampilan mukosa mulut terdiri dari leukoedema, linea alba, eksostosis,
morsicatio buccarum, frictional keratosis, white sponge nervus, eksostosis , torus palatinus
dan mandibularis, ductus stenson prominent.
Perbedaan mukosa oral normal dengan variasi normal ronggal mulut dapat diketahui
secara visual (kontur,warna,tekstur dan permukaan) dan palpasi (Suhu, mobilitas,
perluasan, konsistensi, penebalan jaringan, fluktuasi, ukuran dan bentuk).

16
DAFTAR PUSTAKA
John P. Textbook of Oral Medicine. 3rd ed. London:Jaypee Brothers Medical Publisher. 2014:
232-233.

Odell EW. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. 9th ed. London:Elsevier.
2017: 292-296.

Glick M. Burket’s Oral Medicine. 12th ed. Shelton:PMPH-USA. 2015: 117-120.

Neville BW, Damm DD, Allen CM, dan Chi AC. Oral and Maxillofacial Pathology.
Missouri:Elsevier. 2016: 7-8, 18-21, 259-260, 691-692

Neville BW, Damm DD, Allen CM, dan Chi AC. Color Atlas of Oral and Maxillofacial
Diseases. Philadelphia:Elsevier. 2019: 8-23, 170-171.

Ongolen R dan Praveen BN. Textbook of Oral Medicine, Oral Diagnosis and Oral Radiology.
2nd ed. India:Elsevier. 2013: 134-135, 166-167.

Brunch JM dan Treister NS. Clinical Oral Medicine and Pathology. 2nd ed. Boston:Springer.
2017: 27-29, 45-48.

17

Anda mungkin juga menyukai