Anda di halaman 1dari 20

Lesi pada Rongga Mulut:

Lesi Primer Lesi Sekunder


1. Plak: 1. Erosi:
Daerah meninggi, luas dan berbatas Hilangnya sebagian permukaan
jelas epithelium tanpa terbukanya lapisan-
lapisan yang lebih dalam atau jaringan
ikat di bawahnya
2. Papula: 2. Ulser:
Daerah meninggi yang sempit, Hilangnya seluruh ketebalan epithelium
berbatas jelas dan terbukanya jaringan ikat di
bawahnya
3. Vesikel: 3. Fisura:
Akumulasi cairan yang berbatas
jelas, berdiameter kecil tidak lebih
dari 5 mm. Bisa intraepithelial dan
tunggal/jamak
4. Bulla: 4. Deskuamasi:
Akumulasi cairan yang berbatas
jelas, berdiameter besar, lebih dari 5
mm. Mungkin intraepithelial dan
tunggal/jamak
5. Tumor: 5. Sikatriks:

6. Nodul:

7. Pustula:

Stratum:

1. Stratum korneum
2. Stratum granulosum
3. Stratum spinosum
4. Stratum basalis

Mukosa:

1. Berkeratin:
a. Palatum
b. Gingiva
c. Dorsal lidah
2. Non Keratin:
a. Mukosa labial
b. Mukosa bukal
c. Ventral lidah
LESI NON TERAPI

1. Crenated Tongue

Disebut juga scalloped tongue, manifestasinya berupa: terdapat lekukan pada


tepi lidah, biasanya bilateral tapi dapat juga unilateral atau terisolasi pada daerah di
mana lidah berkontak dengan gigi-geligi; lekukan tersebut berbentuk sesuai lekukan
gigi. Etiologi dan faktor predisposisi berupa keadaan yang menyebabkan tekanan
abnormal pada lidah seperti gerakan gesek dari lidah terhadap gigi, kebiasaan
menjulurkan lidah, menghisap lidah, clenching, atau lidah yang berukuran besar.

2. Fissured Tongue

Etiologi: herediter. Manifestasinya berupa: dorsal lidah berfisur, retak-retak


atau terbelah dengan kedalaman 3-5 mm. Kadang hanya satu dan berada di tengah lidah,
namun bisa juga bercabang-cabang. Tidak sakit dan tidak berbahaya. Perawatan:
peningkatan kebersihan lidah dengan menyikat lidah oleh karena keadaan ini akan
meningkatkan retensi makanan dan dapat menyebabkan halitosis.

a. Definisi

Fissured tongue (lingua plicata) adalah varian normal yang umum atau
tanda usia permukaan lidah, yang tidak memerlukan perawatan. Lidah dikenal
sebagai cermin kesehatan mulut dan umum. Fissured tongue adalah kelainan
bawaan yang dimanifestasikan dengan fisur yang dapat bervariasi
kedalamannya. Fissured tongue adalah gangguan lidah yang sering dijumpai
dalam kedokteran gigi, juga disebut sebagai lidah skrotum atau lingua plicata
yang sering muncul sebagai fisur yang memanjang antero-posterior dengan
beberapa celah cabang memanjang ke samping, yang tidak memerlukan
perawatan.(7)

b. Gambaran Klinis

Fissured tongue memiliki gambaran awal berupa fisur yang memanjang


anteroposterior pada bagian tengah dorsum lidah dengan cabang multiple yang
meluas kearah sisi lateral lidah. Kedalaman fisur ini berkisar dari 2 mm sampai
6 mm. Kebanyakan, pada awalnya fisur sentral yang pertama kali terbentuk
pada tengah dorsum lidah. Kemudian akan bertambah dalam, dan beberapa fisur
transversal akan terbentuk disekitarnya.(7)

3. Linea Alba

Manifestasinya berupa: garis bergelombang putih, menimbul, panjang


bervariasi dan terletak pada garis oklusi di mukosa pipi. Perubahan epitel yang menebal
itu terdiri atas jaringan hiperkeratotik yang merupakan suatu respon terhadap gesekan
pada gigi geligi.

4. Lingual Varices

Etiologi: penurunan elastisitas (atau terjadinya dilatasi) pada dinding pemulug


darah vena pada ventral lidah. Manifestasinya berupa: edema berwarna merah
keunguan yang fluktuan pada 2/3 anterior ventral lidah. Gejala: asimptomatik, bersifat
jinak dan terlokalisir pada ventral dan posterolateral lidah. Biasanya terjadi pada
individu yang berusia 40 tahun, dan prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia.
Penatalaksanaan apabila ada keluhan: cryosurgery yang merupakan suatu prosedur di
mana jaringan dibekukan untuk membunuh sel-sel yang abnormal; atau dengan
scleroterapi yang merupakan suatu prosedur untuk membuat vena menjadi sklerosis lalu
hancur.

5. Torus

Etiologi: herediter. Manifestasinya berupa: adanya penonjolan tulang, bilateral


simetris, tidak sakit, permukaan halus, bisa noduler ataupun lobuler. Terdapat dua jenis
torus  torus mandibula (pada gingiva lingual regioo antara p1 dan p2 mandibula); dan
torus palatina (pada palatum durum maksila). Perawatan: tidak ada perawatan kecuali
bila mengganggu (ex: pemasangan GTL).

6. Georaphic Tongue
a. Definisi

Geografic tongue juga dikenal dengan nama benign migratory glossitis,


annulus migrans, lingual erythema migrans, exfoliation linguae areata, areata
stomatitis migrans, dan ruam yang tersebar pada lidah. Lesi ini biasanya muncul
pada dorsum lidah dan meluas sampai tepi lateral lidah.(6)

b. Gambaran Klinis
Geographic tongue dicirikan oleh area hilangnya papila yang
meninggalkan bercak atrofik eritematosa di atas dorsum lidah yang berbatas
tegas, sedikit terangkat, dikelilingi daerah berwarna putih, kuning atau
serpiginous keabu-abuan. Saat diamati selama beberapa jam atau hari, daerah
ini bisa berubah ukuran dan bentuknya serta melibatkan area lain dari lidah atau
menghilang sama sekali untuk periode yang bervariasi.(6)

7. Bifid Tongue
a. Definisi

Bifid tongue adalah variasi yang jarang ditemukan yang dapat terjadi
secara sindromik atau non sindromik dan biasanya ditemukan berhubungan
dengan keadaan rongga mulut lainnya. Bifid tongue biasanya dilaporkan
berhubungan dengan ditemukannya sindrom oro-facial-digital dan Tessier type
30 cranifacial cleft.(8)

b. Gambaran Klinis

Bifid tongue memiliki gambaran ujung lidah terpisah secara longitudinal


dengan jarak tertentu pada dua pertiga anterior lidah.(9)

8. Ankyloglossia
a. Definisi

Ankyloglossia (juga dikenal sebagai ikatan lidah atau frenum lingual


pendek) adalah anomali oral bawaan yang dapat menurunkan mobilitas ujung
lidah dan disebabkan oleh frenum lingual yang pendek dan tebal (yang
merupakan selaput yang menghubungkan bagian bawah lidah dengan lidah).
lantai mulut). Secara etimologis, istilah "ankyloglossia" berasal dari kata
Yunani "agkilo" (melengkung) dan "glossa" (lidah).(10)

Menurut Wallace, definisi fungsional merupakan kondisi dimana ujung


lidah tidak dapat digerakkan ke depan melewati gigi insisivus bawah karena
frenulum yang pendek. Selain itu, pergerakan lidah lebih kompleks dari hanya
gerakan ke depan, dan hasil kriteria penilaian fungsional termasuk gerakan ke
lateral, mengangkat lidah, melebarkan lidah, melikukan/menutup lidah, dan
melipat lidah ke belakang.(10)
b. Gambaran Klinis
Ankyloglossia biasanya disebut juga dengan tongue-tie, merupakan
kelainan kongenital dengan tanda klinis frenulum lingualis rendah yang dapat
mempengaruhi terbatasnya pergerakan lidah, kesulitan bicara dan menelan,
menyusui serta sulit untuk menjaga kebersihan rongga mulut dan masalah
lingkungan sosial.(11)
LESI TERAPI: KASUS SEDERHANA

1. ULKUS TRAUMATIK
a. Definisi

Ulkus traumatik merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada
rongga mulut, yang ditandai dengan terbentuknya lesi ulseratif disertai
hilangnya lapisan epitel hingga ke membran basalis.(1) Pada jurnal lain
dikatakan bahwa ulkus merupakan keadaan patologis yang ditandai dengan
hilangnya jaringan epitel (lapisan epitelium), akibat dari ekskavasi permukaan
jaringan yang lebih dalam dari jaringan epitel.(2)

b. Epidemiologi

Ulkus yang disebabkan oleh terjadinya trauma pada rongga mulut


merupakan jenis ulkus yang paling sering terjadi. Tercatat bahwa prevalensi
terjadinya ulkus traumatik di Thailand dan Malaysia adalah 13,2% dan 12,4%.
Akan tetapi, prevalensi yang lebih sedikit tercatat pada Spanyol (7,1%),
Denmark (4,4%), dan Chile (3,5%).(4) Sedangkan di Indonesia sendiri,
prevalensi terjadinya ulkus di rongga mulut rata-rata berkisar antara 15-30%.
Kejadian ulkus di rongga mulut cenderung pada wanita usia 16-25 tahun dan
lebih jarang terjadi pada usia di atas 55 tahun.(2)

c. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Ulkus traumatik dapat terjadi karena trauma fisik, termal maupun


kimiawi.(5) Yang termasuk ke dalam trauma fisik berupa: tidak sengaja
menggigit bagian rongga mulut saar sedang berbicara, tidur, atau makan;
adanya gigi yang fraktur, karies, ataupun malposisi; protesa yang
penempatannya tidak baik; serta penggunaan alat ortodontik.(4),(3),(6) Sedangkan
yang termasuk ke dalam trauma termal adalah: mengonsumsi makanan atau
minuman yang panas sehingga mulut terasa terbakar.(6) Dan trauma kimiawi
berupa: penggunaan obat-obatan ataupun bahan kedokteran gigi.

d. Gambaran klinis

Tanda dan gejala klinis dari ulkus traumatik adalah(2),(3):

 Rasa sakit pada daerah lesi


 Terdapat pseudomembran berwarna putih kekuningan
 Tepi berwarna kemerahan
 Bentuk, ukuran dan lokasi bervariasi sesuai penyebab trauma
 Pada saat proses penyembuhan, biasanya akan terbentuk ‘keratotic halo’
 Dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu 10-14 hari apabila iritan
penyebab dihilangkan
e. Patogenesis
f. Perawatan

Secara umum, pengobatan yang dilakukan dengan pemberian obat yang


bersifat farmakologis dan non farmakologis yang bertujuan menjaga kebersihan
mulut, mencegah infeksi sekunder dan timbulnya jamur serta mengurangi
peradangan. Salah satu terapi farmakologis yang dapat diberikan adalah dengan
menggunakan obat-obatan secara topikal seperti kortikosteroid untuk
mengurangi peradangan.(2)

Pada kasus ini, dilakukan pemberian obat topikal berupa Aloclair Gel
yang mengandung(2),(7):

 Ekstrak lidah buaya, yang berfungsi sebagai antiinflamasi, antijamur,


antibakteri dan regenerasi sel. Lidah buaya dapat menstimulasi
pembentukan pembuluh darah baru sehingga dapat meningkatkan
penyembuhan luka.
 Sodium hyaluronate, senyawa yang bertindak sebagai lubrikan pada
kulit dengan meningkatkan kelembaban sehingga mencegah gesekan
dan abrasi
 Glycyrrhetic acid, yang memiliki sifat anti alergi, antibakteri dan
antivirus.
 Plyvinylpyrrolidone (PVP), yang berfungsi membentuk suatu lapisan
tipis di atas ulkus sehingga menutupi dan melindungi akhiran saraf yang
terbuka. Lapisan tipis ini dapat mengurangi rasa nyeri dan mencegah
iritasi pada ulkus.
2. SAR MINOR
a. Definisi

Stomatitis apthosa rekuren (SAR) juga dikenal sebagai aphthae / canker


sores / reccurent aphthous ulcerations (RAU), merupakan suatu peradangan
jaringan lunak mulut yang ditandai oleh ulkus yang rekuren tanpa disertai gejala
penyakit lain. SAR secara klinis dibagi menjadi 3 tipe, yaitu stomatitis apthosa
rekuren minor, mayor dan herpetiformis.1

b. Epidemiologi

SAR minor adalah penyakit kronis yang paling umum dari rongga
mulut, mempengaruhi sekitar 5% -25% dari populasi. Ini terjadi di seluruh
dunia tetapi lebih umum terjadi di negara berkembang. Puncak kejadian SAR
minor terjadi antara usia 10 sampai 19 tahun dan dapat bertahan hingga dewasa,
tanpa kecenderungan jenis kelamin. Sekitar 80% orang melaporkan pertama
kali mengalami kejadian stomatitis aphthous sebelum usia 30 tahun. Selain itu,
ada laporan variasi etnis. Di Amerika Serikat, misalnya, aphthous stomatitis
menjadi tiga kali lebih umum pada orang berkulit putih daripada orang berkulit
hitam.2 Pada laporan lain juga mengatakan SAR menyumbang 25% dari ulkus
rekuren pada orang dewasa dan 40% pada anak-anak.3 Dari seluruh kejadian
SAR, SAR minor merupakan penyakit dengan presentasi paling banyak, sekitar
70%-85%.2

c. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Meskipun etiologi yang mendasarinya masih belum jelas, tetapi banyak


faktor yang diketahui mempengaruhi munculnya SAR, seperti faktor genetik,
alergen makanan, trauma lokal, perubahan endokrin, siklus menstruasi, pasta
gigi, stres dan kecemasan psikologis, berhenti merokok, produk kimia tertentu,
dan agen mikroba.2

Selain itu, beberapa faktor predisposisi lainnya adalah:

 Genetik
 Trauma
 Hormonal (siklus menstruasi dan kehamilan)
 Stres
 Alergi
 Anemia
 Kekurangan hematinik (zat besi, folat, dan vitamin B12)
 faktor gastrointestinal
 infeksi bakteri dan virus.
 imunologi yang abnormal1,5,6
d. Gambaran Klinis

Gambaran klinis dari SAR minor berupa: lesi bulat atau oval kecil yang
ditutupi oleh pseudomembran putih keabu-abuan dan dikelilingi oleh halo
eritematosa. Setiap episode melibatkan penampakan ulkus satu sampai lima
dengan diameter kurang dari 1 cm, yang sembuh sendiri dan sembuh dalam 14
hari tanpa disertai jaringan parut.2 SAR minor biasanya terbatas pada bibir,
lidah, dan mukosa bukal.3

e. Patogenesis
i. Oleh karena stress

Salah satu faktor yang dapat mengubah respon imunologis yaitu


stres. Stres psikologis memiliki efek pada sistem kekebalan tubuh, yang
dapat menjelaskan mengapa beberapa kasus berkorelasi langsung dengan
stres.2

Keadaan stres akan merangsang hipotalamus untuk menghasilkan


Corticotropic Releasing Hormone (ACTH) di hipofisis. Pelepasan ACTH
akan menimbulkan perangsangan korteks adrenal pada akhirnya
melepaskan kortisol. Korteks adrenal juga mengeluarkan hormon
progesteron, sebagai bahan dasar untuk pembuatan kortisol. Peningkatan
kadar kortisol akan mempengaruhi semua aktivitas fisiologis tubuh
sampai tingkat biomolekuler.4 Stres mengakibatkan sekresi kortisol dapat
meningkat sampai 20 kali. Reseptor kortisol tergolong ke dalam reseptor
intraseluler, karena kortisol terikat dengan reseptor dalam sitoplasma.
Ikatan tersebut akan bergerak ke dalam inti sel dan berinteraksi dengan
kromatin. Interaksi kortisol dengan reseptornya akan menginduksi proses
transkripsi, yakni dengan jalan berinteraksi dengan bagian DNA yang
disebut glucocorticoid response element (GREs). Glukokortikoid sudah
diketahui secara luas memiliki sifat imunosupresif, sehingga
menyebabkan kelambatan pembentukan antibodi dalam merespon
patogen.5

Imunopatogenesis SAR diduga melibatkan mekanisme respons


imun yang dimediasi oleh sel dan melibatkan produksi sel-T, interleukin,
dan tumor necrosis factor alpha (TNF-α), Yang merupakan sitokin
proinflamasi yang terkait dengan perkembangan SAR. Selain itu,
mekanisme yang dimediasi limfosit telah diusulkan selain kompleks imun,
juga reaktivitas silang antara streptokokus dan mukosa oral. Perubahan
kekebalan telah diamati, dimulai dengan stimulasi antigenik dari
keratinosit yang tidak diketahui dan menghasilkan aktivasi limfosit T,
sekresi sitokin (termasuk TNF-α), dan kemotaksis leukosit. TNF-α
diyakini memainkan peran penting dalam pengembangan lesi SAR baru
dan telah ditemukan meningkat dua hingga lima kali lipat dalam air liur
pasien yang terkena. Perubahan juga telah dilaporkan dalam unsur-unsur
sistem pertahanan saliva seperti enzim superoksida dismutase, yang
berpartisipasi dalam respon inflamasi ulkus ini.2

ii. Oleh karena defisiensi nutrisi

Kekurangan zat besi, asam folat, dan vitamin B12 dilaporkan


terjadi pada lebih dari 20 % pasien yang menderita RAS. Zat besi, asam
folat, dan vitamin B12 sangat penting untuk proses eritropoisis. Sel
darah merah dalam sirkulasi darah tubuh, mengangkut oksigen ke
jaringan bersama haemoglobin yang didapat dari zat besi berada di
dalamnya. Sel darah merah yang normal berbentuk bikonkaf, kecuali
jika terjadi gangguan maka sel darah merah menjadi tidak beraturan
dalam bentuk dan ukuran. Hal ini menunjukkan tidak berfungsinya sel
darah merah dengan baik yang secara tidak langsung dapat mengganggu
transpor oksigen dan nutrisi keseluruh tubuh.

Aktivitas enzim-enzim pada mitokondria dalam sel menurun


karena terganggunya transpor oksigen dan nutrisi, sehingga
menghambat diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel. Akibatnya proses
diferensiasi terminal sel-sel epitel menuju stratum korneum terhambat
dan selanjutnya mukosa mulut akan menjadi lebih tipis oleh karena
hilangnya keratinisasi normal, atropi, dan lebih mudah mengalami
ulserasi.6

f. Perawatan

Penatalaksanaan SAR adalah mengatasi atau menghilangkan faktor


predisposisi dan medikasi topical seperti steroid topikal dan antiseptik topikal
untuk menghilangkan gejala. Pada pasien ini, diberikan pengobatan berupa
pemberian povidone iodine dan gel ekstrak aloevera. Povidone iodine berfungsi
sebagai bakterisida dan dapat menjaga kebersihan mulut.1 Sedangkan aloevera
memiliki beberapa fungsi, Studi telah membuktikan sifat antiseptik, anti-
inflamasi, antimikroba, antivirus dan antijamur dari aloevera ini. Selain itu,
Telah dilaporkan oleh beberapa penulis bahwa fraksi yang berbeda dari aloevera
serta gel utuh yang tidak terfraksi memiliki efek anti-oksidan. Aktivitas
glutathione peroxidase, enzim superoksida dismutase dan anti-oksidan fenolik
ditemukan hadir dalam aloevera gel, yang mungkin bertanggung jawab atas
efek anti-oksidan ini. Gel aloevera dalam konsentrasi 1 banding 50 juga
menghambat produksi prostaglandin E2 dari biopsi kolorektal yang meradang,
tetapi tidak berpengaruh pada pelepasan tromboxana B2.6
3. EKSFOLIATIF CHEILITIS
a. Definisi

Cheilitis merupakan keadaan inflamasi atau peradangan yang terjadi


pada bibir (kulit sekitar bibir, vermilion border, ataupun mukosa labial). Salah
satu jenis cheilitis adalah eksfoliatif cheilitis, yang merupakan kondisi inflamasi
kronis yang terlokalisir pada vermilion border, ditandai dengan terjadinya
pengelupasan atau eksfoliasi lapisan keratin, sedangkan bagian lain mengalami
hiperkeratinisasi.

b. Epidemiologi
c. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi terjadinya eksfoliatif cheilitis adalah:

 Kebiasaan buruk suka menjilat dan menggigit bibir


 Excessive sun exposure
 Udara atau cuaca yang terlalu dingin
 Kebiasaan buruk bernapas melalui mulut
 Infeksi bakteri atau jamur
 Merokok
d. Gambaran Klinis

Tanda dan gejala klinis dari eksfoliatif cheilitis berupa:

 Rasa gatal/geli pada bibir


 Terasa sakit
 Rasa kering
 Terdapat ulser atau fisur pada bibir
 Dan biasa terjadi perdarahan
e. Patogenesis
f. Perawatan
4. CHEILOSIS
a. Definisi

Secara terminologis, cheilos berarti bibir dan osis berarti keadaan


abnormal. Jadi cheilosis adalah keadaan abnormal yang terjadi pada bibir.

b. Epidemiologi

Cheilosis sering terjadi pada saat musim dingin dan musim panas.3

c. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Bibir ditutupi oleh lapisan tipis stratum korneum dan memiliki fungsi
barier kulit yang buruk dan kapasitas kelembaban yang rendah. Warna
merahnya diyakini sebagai hasil dari kombinasi penurunan kepadatan keratin
dan transparansi jaringan yang memungkinkan kapiler yang menjadi dasar
dapat terlihat.2

Sebagai hasil dari barier yang buruk dan kapasitas penahan air yang
rendah, bibir sangat rentan terhadap efek lingkungan, seperti angin, matahari,
merokok, dan suhu yang ekstrem. Kerusakan lingkungan ini serta obat-obatan
tertentu dapat menyebabkan bibir menjadi kering, pecah-pecah, dan berwarna
kusam. Selain efek lingkungan, ada perubahan terkait usia pada bibir dan kulit
perioral. Jumlah kerutan dan visibilitas berhubungan secara linear dengan usia,
menjadi lebih terlihat selama dekade kelima. Analisis histologis bibir atas
mengungkapkan bahwa serat kolagen dan elastis dalam cutis mengalami proses
degenerasi selama proses penuaan dengan penipisan cutis.2

Etiologi dari cheilosis adalah Defisiensi nutrisi, kurang asupan air,


cahaya matahari, suhu dingin, trauma kronis, stress, reaksi alergi.1

d. Gambaran Klinis

Tanda dan gejalanya yaitu keadaan Bibir yang kering dan mengelupas
serta tidak sakit.1

e. Patogenesis

Bibir ditutupi oleh lapisan tipis stratum korneum dan memiliki fungsi
barier kulit yang buruk dan kapasitas kelembaban yang rendah ditambah lagi
saat bibir terus menerus dibasahi oleh saliva, saliva lebih cepat menguap dan
mengering.3

f. Perawatan
LESI TERAPI: KASUS KOMPLEKS

1. ANGULAR CHEILITIS
a. Definisi

Angular cheilitis memiliki nama lain yaitu perleche, angular cheilosis,


dan angular stomatitis, merupakan peradangan di sudut mulut yang sering
diawali dengan kelainan pada mukokutan dan berlanjut ke kulit.1

b. Epidemiologi

Angular cheilitis sering terlihat pada anak-anak dan remaja2 selain itu
Angular cheilitis juga lebih sering terjadi pada wanita dibandingankan pria.3
Prevalensi terjadinya angular cheilitis menurut beberapa penelitian
menunjukkan angka yang cukup tinggi. Di Indonesia penelitian mengenai
angular cheilitis pernah dilakukan terhadap 200 anak umur 6-12 tahun di enam
panti asuhan kota Medan, 47% menderita angular cheilitis.4 Beberapa laporan
menunjukkan bahwa ada hubungan antara kekurangan gizi dengan angular
cheilitis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Baghdad 35,3% dari 82
pasien yang terkena angular cheilitis menderita kekurangan zat besi. Pada
penelitian lain menunjukkan bahwa anak-anak dengan status gizi lebih kecil
kemungkinannya menderita angular. cheilitis 1,96 kali lebih besar daripada
anak-anak yang memiliki status gizi yang baik.2

c. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Angular cheilitis memiliki etiologi yang bervariasi. Ada alasan kuat


untuk meyakini bahwa faktor etiologis langsung adalah infeksi oleh jamur,
stafilokokus, atau streptokokus. Organisme Candida dapat hidup di kulit dan
selaput lendir hingga 75% dari populasi. Angular cheilitis adalah jenis penting
kandidiasis oral. Namun tampaknya, infeksi tersebut merupakan faktor
sekunder dari faktor predisposisi lokal atau sistemik. Dengan demikian terapi
lesi topikal tidak akan menghasilkan penyembuhan permanen jika kondisi
predisposisi tidak dihilangkan.3 Selain itu, penyakit ini juga dapat disebabkan
oleh defisiensi vitamin B kompleks, defisiensi zat besi darah, denture sore
mouth dan faktor-faktor lain seperti bernafas melalui mulut, membasahi bibir
dengan lidah, dan menjilati sudut mulut dengan lidah.1
Berikut ini adalah perubahan dalam struktur mulut yang mengarah ke
perubahan keadaan sudut mulut bibir dan peningkatan pengumpulan saliva dan
maserasi pada komisura labial:
 Kehilangan normal turgor kulit karena penuaan, merokok, atau
penurunan berat badan yang cepat
 Hilangnya dimensi vertikal wajah karena keausan gigi yang parah,
keadaan edentulous dan gigi palsu yang tidak pas meningkatkan
overhang bibir atas ke bawah (overclosure)
 Maloklusi retrognatik
 Kondisi yang terkait dengan bibir yang membesar seperti oro-facial
granulomatosis (OFG). Hingga 20% pasien OFG menderita AC,
tetapi Candida biasanya tidak terisolasi dari lesi.
 Down Syndrome: 25% pasien menderita AC karena macroglossia
yang menyebabkan penonjolan lidah dan air liur
 Dermatitis kontak alergi atau iritan menyebabkan hingga 22% kasus
AC dan 25% hingga 34% dari cheilitis umum. Penyebab umum
termasuk nikel (pada individu dengan kawat gigi ortodontik [2]),
makanan (karena perasa dan pengawet), pasta gigi, obat kumur,
komponen tabir surya dari lip balm kadaluarsa, kosmetik bibir
(karena pengawet, natrium laurel sulfat, emolien, kolofoni ,
Cocamidopropyl betaine), produk jerawat, dan permen karet.
Mungkin tidak mungkin membedakan dermatitis kontak iritan dan
alergi tanpa uji tempel.
 Kekurangan kekebalan imun menyebabkan AC, sering melalui
pengembangan kandidiasis oral dengan ekstensi ke commissures
labial. Penggunaan steroid kronis (terhirup atau oral), HIV/AIDS,
aplasia timus, sindrom kombinasi imunodefisiensi parah (SCID),
sindrom DiGeorge, defisiensi myeloperoxidase herediter, dan
sindrom Chediak-Higashi. Diskrasia darah dan keganasan mungkin
juga menimbulkan penekanan kekebalan seperti yang terlihat pada
leukemia akut dan agranulositosis.
 Kekurangan nutrisi juga salah satu penyebab dan rentan pada orang
tua, anak-anak, pasien penyakit celiac, yang miskin, yang sakit
mental, vegan dan bayi mereka yang disusui tidak menerima
suplementasi vitamin, operasi bariatric dan pasien reseksi ileum,
gastritis kronis dan penderita pankreatitis kronis, pasien penyakit
Crohn, dan mereka yang mengalami anemia pernisiosa. Hingga 25%
dari AC memiliki kekurangan zat besi atau vitamin B. Berikut ini
terkait dengan cheilitis sudut: Kekurangan vitamin B (terutama
sianokobalamin, folat, riboflavin), kekurangan mineral (seng atau
besi), malnutrisi protein.3
d. Gambaran Klinis

Penyakit ini ditandai dengan lesi kemerahan yang menyebar dalam


bentuk fissur, kulit tampak terkikis, permukaan ulkus berlapis dan disertai
dengan gejala subjektif seperti nyeri, sensasi terbakar, dan sakit. Gambaran
klinisnya ditandai oleh adanya fisura dan eritema di sudut mulut, yang meluas
ke bibir bawah dan mungkin meluas ke mukosa bukal. Gejala awal angular
cheilitis adalah rasa gatal di sudut mulut dan tampak penampilan kulit meradang
dan bintik-bintik merah.1

Karakteristik dari angular cheilitis adalah terdapat erosi, fissure,


ulserasi, dan kemerahan disertai sensasi terbakar, nyeri dan kekeringan di sudut
mulut. Ciri klasik dari lesi ini adalh tidak meluas di luar batas mukokutan.
Remisi dan eksaserbasi juga sering terjadi. Pada kasus yang parah, sudut mulut
bisa berdarah saat membuka mulut dan menyebabkan krusta

e. Patogenesis
i. Oleh karena defisiensi nutrisi

Defisiensi nutrisi biasanya disebabkan oleh asupan vitamin B


kompleks (riboflavin), zat besi dan asam folat yang tidak memadai.
Vitamin B12 memiliki peran yang sangat besar dalam proses sintesis
DNA, karena tanpa vitamin B12, asam folat tidak dapat
ditransformasikan menjadi bentuk aktifnya sehingga gugus 5-metil
tetrahidrofolat tidak dapat membantu proses pembentukan
methylcobalamin yang akan memberikan gugus metil ke homosistein
untuk metionin sintase, yang membentuk metionin dan tetrahidrofolat.
Tetrahidrofolat adalah prekursor untuk kofaktor folat yang dibutuhkan
dalam sintesis sel DNA untuk membentuk purin dan timin. Demikian
pula, dalam pembentukan sel darah, anemia megaloblastik akibat
defisiensi vitamin B12 terletak pada peran B12 dalam reaksi yang
dipengaruhi oleh siklus metionin sintase ini.2

Proses sel sintesis DNA membutuhkan vitamin B12 dan asam


folat. Vitamin B12 berfungsi sebagai kofaktor dalam reaksi enzimatik
yang dibutuhkan dalam sintesis DNA. Asam folat memiliki peran
penting dalam pembentukan reaksi purin dan timin, yang merupakan
komponen penting yang membentuk DNA. Jika ada kekurangan vitamin
B12, asam folat, atau keduanya, proses sintesis DNA akan terganggu,
sehingga terjadi gangguan dalam proses mitosis sehingga sel-sel tidak
matang dan sel yang terbentuk mungkin tidak berfungsi. Sel-sel ini
rapuh, mudah pecah dan memiliki umur lebih pendek dari sel normal.
Perubahan jelas akan terlihat dengan mudah pada sel-sel yang
membelah dengan cepat, seperti sel-sel dalam sumsum tulang, akan
menjadi gangguan dalam proses hematopoiesis, dan menyebabkan
pembentukan sel darah merah terganggu dengan karakteristik sel
makrositik dengan oval bentuknya yang tidak beraturan menandakan
sel-selnya belum matang.2

Pada saat sel-sel tubuh mengalami gangguan akibat defisiensi


nutrisi, infeksi bakteri dan faktor mekanis sering terjadi pada anak-anak
dengan kebiasaan buruk seperti menjilati sudut bibir dan mengisap jari.
Ini akan menumpuk air liur di sudut mulut dan tanpa disadari
memberikan lingkungan yang sempurna untuk agen infeksi dalam
menyebabkan Angular cheilitis.1

f. Perawatan

Pengobatan angular cheilitis pada anak-anak tidak berbeda dengan


orang dewasa. Perawatan tergantung pada etiologinya. Jika etiologi spesifik
tidak ditemukan, lesi ini bisa sulit disembuhkan dan bisa bertahan hingga
beberapa tahun. Harus diingat bahwa infeksi adalah etiologi sekunder. Jika
penyebab utama tidak diobati, pengobatan infeksi tidak akan menghasilkan
hasil yang permanen. Angular cheilitis yang disebabkan oleh defisiensi vitamin
B harus diobati dengan menyediakan suplemen vitamin B kompleks atau
multivitamin yang mengandung vitamin B. Namun, defisiensi satu jenis vitamin
biasanya diikuti oleh defisiensi nutrisi, maka dalam perawatan, pemberian
multivitamin lebih efektif daripada vitamin B kompleks sendiri.1

Selain pemberian suplemen vitamin, pasien ini juga diberikan


pengobatan topical untuk mempercepat proses penyembuhan. berupa
pemberian povidone iodine dan gel ekstrak aloevera. Povidone iodine berfungsi
sebagai bakterisida dan dapat menjaga kebersihan mulut.5 Sedangkan aloevera
memiliki beberapa fungsi, Studi telah membuktikan sifat antiseptik, anti-
inflamasi, antimikroba, antivirus dan antijamur dari aloevera ini. Selain itu,
Telah dilaporkan oleh beberapa penulis bahwa fraksi yang berbeda dari aloevera
serta gel utuh yang tidak terfraksi memiliki efek anti-oksidan.6

Anda mungkin juga menyukai