Anda di halaman 1dari 13

Pendahuluan

Mukosa rongga mulut yang menutupi bagian dalam mulut merupakan suatu
struktur kompleks yang telah disesuaikan dengan fungsi dan letak anatominya.
Rongga mulut yang meliputi jaringan keras dan lunak memegang peranan penting
diantaranya untuk fungsi pengunyahan, penelanan dan bicara. Jaringan keras seperti
gigi atau tulang dan jaringan lunak seperti pipi, bibir, gusi dan lidah secara bersama-
sama bekerja untuk melancarkan fungsi tersebut. Jika ditemukan penyakit pada gigi
dan atau jaringan lunak m ulut maka dapat menyebabkan manusia mengalami
gangguan fungsi penelanan bicara dan penguyahan, sehingga kesehatan rongga mulut
senantiasa harus dijaga dan diperhatikan (1). Beberapa kondisi dalam rongga mulut
meskipun ciri fisiknya berbeda namun tetap dianggap normal. Berdasarkan teori
Cowson, kondisi tersebut bersifat pseudo-patologis dan tidak dianggap sebagai
kelainan patologis. Kondisi lesi tersebut perlu diketahui oleh seorang dokter gigi, hal
tersebut dikarenakan keadaan lesi tersebut tidak memerluka perawatan (2).

Lesi non terapi di dalam rongga mulut terdiri dari beberapa jenis yaitu linea
alba bukalis, fordyces spot, torus palatine, torus mandibular, fissure tongue, coated
tongue, crenated tongue, geographic tongue, hairy tongue. Linea Alba (Garis Putih).
Seperti namanya, ini mengacu pada garis putih horizontal umum yang timbul bergigi
di kedua sisi dalam mukosa bukal sepanjang bidang oklusal yang memanjang dari
sudut mulut menuju gigi molar dan diarahkan ke raphe pterigomandibular. Fordyce
granule adalah berupa papul-papul kekuningan) pada mukosa bukal. Torus
merupakan kondisi pertumbuhan tulang yang normal pada rongga mulut. Torus bisa
muncul lobular besar. Torus umumnya muncul sebagai massa solittorer digaris tengah
palatum durum, biasanya dikenal sebagai Palatine Torus. Torus mandibula dapat
terjadi sebagian besar bilateral di anterior lingual mandibula dan inferior daerah
premolar . ( 2)

Fissure tongue adalah gambaran celah-celah pada dorsum lidah. Coated


tongue gambaran selaput putih pada dorsum lidah yang dapat dikerok tanpa
meninggalkan jaringan eritema. Crenated tongue adalah Kondisi ini normal yang
diakibatkan tekanan pada gigi pada lidah. Terlihat pada lateral dan ujung lidah dan
biasa terdapat pada lidah makroglossia (2). Geographic tongue atau benign migratory
Geographic tongue atau benign migratory glossitis atau erythema migrains adalah
suatu lesi inflamasi pada lidah yang bersifat jinak. Kelainan ini sesuai dengan
namanya, terjadi pada lidah khususnya pada bagian dorsum atau pada bagian lateral
lidah. Lesi pada Geographic tongue bersifat asimptomatik karena terdapat atrofi
papilla atau depapilasi dari papilla filiformis yang mampu mengubah sensasi. Black
hairy tongue (BHT) adalah kondisi normal yang didapat yang ditandai dengan
munculnya papila filiformis yang mengalami hipertrofi dan memanjang secara
abnormal pada permukaan dorsal lidah. (3).

Berdasarkan latar belakang diatas maka akan ditulis artikel review tetang
macam-macam lesi non terapi di dalam rongga mulut.
PEMBAHASAHAN

1. Linea Alba Bukalis

Linea Alba (Garis Putih). Seperti namanya, ini mengacu pada garis putih
horizontal umum yang timbul bergigi di kedua sisi dalam mukosa bukal sepanjang
bidang oklusal yang memanjang dari sudut mulut menuju gigi molar dan diarahkan
ke raphe pterigomandibular. Penyebab dari munculnya linea alba bukalis adalah
mengunyah bagian dalam mukosa pipi tekanan dari gigi tiruan, tekanan dari plat
ortodontik, gigi yang malposisi Keadaan linea alba bukalis merupakan keadaan jinak
yang terjadi karena deposisi keratin berlebih pada mukosa bukal. Linea alba bukalis
dapat muncul secara bilateral. Linea alba bukalis paling sering mengenai usia dewasa
dibandingkan anak-anak. Linea alba bukalis juga sering ditemukan pada wanita,
karena wanita memiliki kebiasaan menggigit (4,5).

Pasien dengan diagnosa linea alba bukalis tidak ada perawatan khusus yang
dapat dilakukan dokter gigi bisa menyarankan menyarankan pasien untuk
menghentikan kebiasaan buruk kemudian menjaga kebersihan mulut, melakukan
penyesuaian alat ortodontik, gigi tiruan . Pasien juga dapat melakukan konseling
untuk membantu mengelola kebiasaan buruk menggit mukosa pipi (4,5).

2. Fordyces spot

Fordyce granule adalah berupa papul-papul kekuningan pada mukosa bukal.


Fordyces spot bermanifestas butiran bilateral kecil berwarna kuning "seperti debu"
yang tersebar di mukosa mulut. Fordyce granule merupakan kelenjar sabasea ektopik
yang tidak termasuk pada keadaan patalogis. Biasanyaa keadaan ini muncul pada
vermillion border, mukosa vestibular, dan area retromolar Fordyce granule tidak
memberikan gejala apapun, kecuali sensasi mukus yang kasar. Gambaran Fordyce
granule sering disalahartikan sebagai infeksi jamur atau papula lichen planus.
Keadaan fordyces granule tidak diperlukan perawatan. (6)
3. Torus

Torus palatinus (TP) dan torus mandibularis (TM) adalah tonjulan tulang non-
patologis. Tonjolan dengan etiologi yang tidak diketahui terlihat pada permukaan
alveolar rahang atas dan rahang bawah. Torus palatine adalah pertumbuhan tulang
(exophytic) di garis tengah langit-langit keras. Torus mandibularis adalah
pertumbuhan tulang (exophytic) tulang kortikal lingual dari rahang bawah (torus
mandibularis). Torus palatinus dan torus mandibularis juga termasuk kedalam lesi
non terapi (7,8).

Menurut bentuknya, Torus Palatinus bisa diklasifikasikan sebagai datar,


berbentuk gelendong, nodular, dan lobular, sedangkan Torus Mandibularis dapat
diklasifikasikan sebagai unilateral dan soliter bilateral unilateral dan multipel bilateral
dan gabungan bilateral. Berdasarkan ukuran, Tarus Palatinus diklasifikasikan
sebagai kecil (kurang dari 3 mm), sedang (3–6 mm), dan besar (lebih dari mm) tori.
Ukuran dari tori dapat berubah sepanjang hidup, dan mungkin berkisar dari beberapa
milimeter hingga sentimeter. Peningkatan ukuran dapat diamati di awal masa dewasa,
tetapi mungkin menunjukkan penurunan dalam ukuran pada kelompok usia yang
lebih tua karena tulang resorpsi. Etiologi perkembangan tori adalah masih belum
diketahui dan beberapa faktor telah diusulkan seperti: Genetik, pengunyahan stres,
anomali perkembangan, infeksi, malnutrisi, dan pertumbuhan yang terhenti (7,8)..

Diagnosis didapatkan dari pemeriksaan klinis. Biopsi, oral radiografi dan CT


scan mampu membantu menegakkan diagnosis. Sinar-x menunjukkan gambaran
radiopak dengan densitas yang lebih tinggi dibandingkan tulang sekitar. Gambaran
histopatologi daritorus adalah tulang hiperplastik terdiri atas mature cortical,lamellar
dan trabekula tulang, dan permukaan luar nampak halus, sekeliling permukaannya
bulat (7,8)..

Torus memerlukan perawatan setidaknya agar tidak membesar yang


mempengaruhi fungsional, penempatan gigi tiruan dan mencegah terjadinya
permukaan ulser traumatik.Torus palatina akan mengganggu perawatan prostetik
dalam penempatan gigi posterior ketika implan dan penatalaksanaan bedah torus
tidak dilakukan. Kesehatan sistemik, keuangan, dan keinginan individu
mengeliminasi pilihan implan pada beberapa pasien torus palatina. Pengambilan torus
tidak selalu dibutuhkan. Beberapa alasan yang diindikasikan melakukan pengambilan
torus, misalnya gangguan bicara, membatasi pergerakan mastikasi, sensitivitas pada
lapisan tipis mukosa, inflamasi traumatik, ulser pada daerah traumatik, retensi
makanan, alasan estetik, gigitiruan yang tidak stabil, pasien dengan ketakutan kanker,
kebutuhan perawatan prostetik, dan sumber tulang autogenous kortikal untuk grafts
(7,8).

4. Lip Pit

Lip pit adalah suatu cekungan di tepi vermilion bibir. Lip pit biasanya terbentuk
secara bilateral namun bisa juga terjadi secara unilateral atau terlokalisasi di tengah
bibir bawah. Lip pit terjadi pada kelainan genetic pada dominan autosom. Etiologi lip
pit karena kegagalan obliterasi sulkus lateral yang sedang berkembang rahang bawah.
Keadaan terjadi karena kurangnya fusi dari bagian bawah lengkung cabang pertama.
Terkadang lubang ini dapat berkomunikasi dengan kelenjar ludah minor sehingga
keluarnya cairan saliva. Lubang-lubang ini biasanya terletak di perbatasan antara
vermilion dan mukosa. Kedalaman lubang ini antara 5mm hingga 25mm. Mereka
biasanya terjadi di kedua sisi garis tengah bibir bawah, dan umumnya terjadi secara
bilateral. Secara klinis lubang ini tampak asimtomatik (kasus kami) dengan hanya
sedikit depresi perbatasan vermilion atau fistula yang menembus ke dalam kelenjar
ludah minor yang berdekatan mengeluarkan air liur. (9).

Keadaan lip pit berhubungan dengan anomali kongenital lainnya. Keadaan lip pit
telah dilaporkan berhubungan dengan dengan syngnathia, hypodontia, symblepheron,
syndactyly, polythelia, bilateral talipes equinovarus, retardasi mental,
ankyloblepharon, uvula bifida, otitis media kronis dan anomali ekstremitas. Indikasi
untuk perawatan bedah pada lip pit dilakukan karena kebutuhan kosmetik dan adanya
peradangan berulang. Pada perawatan lip pit ditemukan adanya kesulitan dalam eksisi
lengkap sinus. Pembentukan mukocoel berulang merupakan komplikasi yang
mungkin terjadi selama pembedahan. Jadi selama pembedahan pentingnya
pengangkatan semua kelenjar ludah minor untuk menghindari komplikasi mukocoel.
(9).

5. Coated Tongue

Coated tongue merupakan gambaran selaput putih pada dorsum lidah yang dapat
dikerok tanpa meninggalkan jaringan eritema. Pada sebuah penelitian di India,
penelitian ini melakukan pemeriksaan prevalensi lesi mukosa mulut. Hasil penelitian
tersebut menyatakan bahwa coated tongue memiliki prevalensi tertinggi yaitu
sebanyak 28,0%. Penelitian yang dilakukan oleh Darwazeh et al di populasi Yordania
menyatakan bahwa prevalensi coated tongue dilaporkan sebesar 8,2%. Penelitian
serupa pada populasi Turki menemukan bahwa coated tongue merupakan lesi yang
paling umum dengan prevalensi sebanyak 2,1% (10,11)

Spesies mikroba yang diisolasi dari lidah meliputi Provotella intermedia,


Porphyromonas gingivalis, Aggregatibacter actimomycetemcommitans, spirochaetes,
dan Capnocytophaga. Mikroba anaerob pada biofilm lidah adalah salah satu yang
berperan dalam pelepasan senyawa sulfur, yang secara langsung terlibat dalam
timbulnya halitosis. Pada lidah juga terbentuk tongue coating atau debris lidah yang
terdiri dari bakteri, sejumlah besar sel-sel epitelial deskuamasi yang berasal dari
mukosa oral, leukosit dari poket periodontal, metabolit darah, dan berbagai nutrien
yang berbeda. Penelitian mikroskopis pada ultrastruktur lidah menunjukkan bahwa
pembentukan tongue coating berhubungan erat dengan multiplikasi sel- sel epitelial
dan jumlah desmosome dan granula membran-coating (10,11).

Menyikat gigi dan lidah adalah tindakan yang dilakukan secara luas dan diterima
oleh masyarakat sebagai upaya menjaga kebersihan mulut dan telah sekian lama
dianggap sebagai salah satu komponen dasar dari pencegahan penyakit gigi dan
mulut. Untuk mencegah infeksi dan keadaan patologis lainnya di dalam rongga
mulut, pembersihan lidah telah disarankan untuk mengurangi jumlah debris dan
pertumbuhan mikroorganisme di dalam mulut. Oleh karena itu, pembersihan lidah
sangatlah penting karena mengingat permukaan dorsum lidah adalah tempat utama
bagi pertumbuhan mikroorganisme, khususnya bakteri anaerob. Tindakan
pembersihan lidah selain dapat meningkatkan tampilan klinis, juga dapat mengurangi
halitosis dan mengeliminasi sebagian bakteri fakultatif anaerob dan obligat anaerob
yang berperan dalam penyakit periodontal. Pada beberapa negara di Afrika, Amerika,
India, Arab, Eropa, anjuran mengenai tata cara pembersihan lidah telah lama
diterapkan, salah satunya dengan pengerokan dan penyikatan lidah. American Dental
Association juga merekomendasikan pembersihan lidah untuk menjaga kesehatan
mulut. Dalam rangka mengurangi biofilm lidah dan mencegah bau mulut, maka dapat
digunakan instrumen yang spesifik (tongue scraper) atau sikat gigi. Membersihkan
lidah dapat meningkatkan tampilan klinis dan mengurangi populasi bakteri. Ripich
dkk menyatakan bahwa tongue scraper didesain khusus untuk menghilangkan plak,
tar, sisa makanan, bakteri dari permukaan lidah khususnya fisur, celah, dan kontur
lain yang terdapat pada papil lidah, terutama di sekitar papila fungiformis dan
filiformis sampai dasar permukaan dorsum lidah (10,11).

6. Fissure Tongue

Fissure Tongue adalah kelainan lidah yang biasa ditemui dalam praktik
kedokteran gigi disebut lidah skrotum atau lingua plicata sering muncul sebagai
fissure yang berorientasi antero-posterior dengan beberapa fissure yang meluas ke
lateral. Fissure Tongue (lingua plicata) adalah varian normal umum yang tidak
membutuhkan perawatan. Fissure Tongue adalah kelainan dengan manifestasi fissure
dalam lidah dengan yang kedalaman yang bervariasi (12).

Kedalaman fissure tersebut berkisar dari 2 mili-meter sampai dengan 6 mm.


Diagnosis Fissure Tongue didasarkan pada pemeriksaan klinis, biopsi jarang
dilakukan. Etiologi yang tidak diketahui namun sering kali disebabkan karena genetic
yang diturunkan dari autosomal dominan. Pada umumnya Fissure Tongue terjadi
lebih sering pada pria dibandingkan dengan wanita dan meningkat seiring
bertambahnya usia pada keduanya jenis kelamin. Seiring bertambahnya usia
prevalensi juga meningkat hal ini dapat dikaitkan dengan penurunan respon imun,
atrofi jaringan mulut terkait usia, saliva hipofungsi, defisiensi vitamin dan kandidiasis
(12).

7. Geographic tongue

Geographic tongue atau benign migratory Geographic tongue atau benign


migratory glossitis atau erythema migrains adalah suatu lesi inflamasi pada lidah
yang bersifat jinak dan tidak memiliki kecenderungan berubah menjadi ganas.
Prevalensi geographic tongue adalah sekitar 1-2,5% , selain itu prevalensi lain dari
kelainan ini dari beberapa negara antara lain, seperti di Amerika yaitu 1-14%, Afrika
Selatan 0,6%, Brazil 27,7% dan India Selatan 5,71% , di Indonesia sendiri pernah
dilakukan sebuah penelitian tentang prevalensi geographic tongue di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, pada penelitian tersebut didapatkan
prevalensi geographic tongue sebesar 3,2% dari total 312 pasien . Lesi ini lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pria diduga karena adanya pengaruh hormonal pada
wanita dan juga adanya pengaruh dari siklus kontrasepsi yang digunakan oleh wanita,
dari beberapa penelitian didapatkan hasil bahwa prevalensi geographic tongue pada
wanita lebih tinggi dibandingkan pria (13).

Kelainan ini sesuai dengan namanya, terjadi pada lidah khususnya pada bagian
dorsum atau pada bagian lateral lidah. Lesi pada GT bersifat asimptomatik karena
terdapat atrofi papilla atau depapilasi dari papilla filiformis yang mampu mengubah
sensasi. Etiologi dari lesi ini masih belum diketahui secara pasti, meskipun banyak
penelitian dan studi yang meneliti tentang geographic tongue. Beberapa peneliti
menyebutkan bahwa faktor genetik atau herediter berperan besar dalam lesi ini.
Faktor predisposisi juga mendukung terjadinya kelainan ini seperti defisiensi nutrisi,
stress, dan lain-lain.. Lesi geographic tongue secara klinis tampak berwarna kuning,
putih atau abu-abu pada bagian tepinya dengan bentukan yang ireguler, lesi ini juga
tampak seperti lingkaran merah dengan tepi berwarna putih yang tidak teratur pada
bagian samping, maupun tengah lidah. Bercak merah merupakan suatu keadaan
dimana adanya atrofi dari papilla filiformis dan batas putih dari bercak merah adalah
papilla filiformis yang bergenerasi dan bercampur dengan keratin dan netrofil. Lesi
ini biasanya muncul selama satu atau dua minggu lalu menghilang dan muncul
kembali pada tempat yang berbeda dari lidah. (13).

Geographic tongue merupakan lesi asimptomatik serta lesi ini bukan


merupakan suatu kondisi dimana pasien selalu merasakan sakit akibat munculnya lesi
tersebut, melainkan hanya saat terdapat faktor pencetus rasa sakitnya, seperti
makanan yang pedas, panas dan asam serta minuman yang berkarbonasi atau
beralkohol. Lesi geographic tongue juga kadang muncul saat periode menstruasi atau
pada saat kondisi pasien sedang stress, selain itu kelainan ini dapat sembuh sendiri
dan kemudian muncul lagi di tempat yang berbeda . Geographic tongue merupakan
sebuah kelainan yang mampu sembuh tanpa pengobatan, tetapi adanya lesi ini dapat
menganggu aktifitas penderita apabila terlalu sering timbul. Lesi geographic tongue
akan mengganggu fungsi mastikasi dan fungsi bicara dari penderita yang nantinya
bisa menurunkan kualitas hidup penderita dan asupan gizi bagi penderita itu sendiri.
(13).

8. Hairy Tongue

Black hairy tongue (BHT) adalah kondisi yang ditandai dengan penampilan
yang tidak normal papila filiformis yang mengalami hipertrofi dan memanjang pada
permukaan dorsum lidah. Etiologi dan patofisiologinya belum sepenuhnya dijelaskan
dan kemungkinan multifaktorial. Jenis kelamin laki-laki, usia lebih tua, merokok,
penggunaan alkohol, kebersihan mulut yang buruk, dan obat-obatan tertentu
menempatkan pasien pada risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan BHT.
Diagnosis untuk keadaan BHT dapat dilakukan dengan visual inspeksi. Prognosis
keseluruhan sangat baik karena penyakit ini sebagian besar sembuh sendiri dan jarang
membutuhkan intervensi procedural (3).

Populasi yang dipilih memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan BHT.
Pasien dengan gangguan onkologis, perokok, peminum teh hitam, dan mereka yang
kebersihan mulutnya buruk lebih mungkin untuk mengembangkan BHT. BHT juga
menunjukkan kecenderungan gender dan usia yang jelas. Pria sekitar tiga kali lebih
banyak umumnya terkena dibandingkan wanita . Hal ini dapat dikaitkan dengan
perokok yang lebih menonjol dan angka yang lebih tinggi kebersihan mulut yang
buruk pada pria. BHT berkorelasi positif dengan bertambahnya usia dengan beberapa
penelitian menunjukkan prevalensi hampir 40% pada pasien di atas usia 60 Meskipun
jarang, pada pasien lanjut usia. Etiologi BHT masih belum jelas dan kemungkinan
besar multifactorial, hasil kombinasi local dan sistemik. Lidah kemungkinan besar
berasal dari perbedaan dalam faktor ekstrinsik (lingkungan) dan intrinsik (mikroflora
oral kromogenik) yang berpotensi. Meski merokok biasa menimbulkan sedikit
peningkatan risiko jika dibandingkan dengan BHT untuk non-perokok penggunaan
tembakau secara berlebihan menyebabkan perkiraan prevalensi 58% pada pria dan
33% pada wanita. konsumsi teh hitam yang berat menyebabkan peningkatan
prevalensi BHT pada pasien pria dan wanita (3)..

Penggunaan alkohol dan obat-obatan intravena, konsumsi kopi yang berlebihan,


kebersihan mulut yang buruk, kelemahan umum, dan terapi radiasi terkini ke daerah
kepala dan leher sedang faktor risiko penting yang mempengaruhi perkembangan
BHT. Penggunaan obat kumur pengoksidasi yang mengandung natrium perborat,
natrium peroksida, dan hidrogen peroksida juga telah dikaitkan dengan
perkembangan BHT. Konsumsi makanan herbal teh dan gula dapat menurunkan pH
pada dorsum lidah yang dapat meningkatkan pertumbuhan berlebih bakteri
kromogenik . (3).

Penggunaan obat-obatan sistemik dan lokal umumnya terlibat dalam


pengembangan BHT. Antibiotik, termasuk penisilin, aureomisin, eritromisin,
doksisiklin, dan neomisin paling sering dikaitkan dengan ini. Selain itu, agen
xerostomie, termasuk antipsikotik (olanzapine dan klorpromazin) dapat
mempengaruhi pasien untuk mengembangkan BHT. Selain itu, BHT telah dilaporkan
pasien dengan trigeminal neuralgia. Kondisi trigeminal neuralgia akan memubuat
pasien mengalami penurunan fungsi pengunyahan, keadaan ini dapat akan membatasi
pergerakan lidah, yang mengakibatkan penurunan gesekan lidah dengan makanan,
langit-langit, dan gigi dan pada akhirnya menghalangi deskuamasi normal dari papila
filiform berkeratin, sehingga menyebabkan perkembangan BHT. (3).
Patofisiologi BHT belum diketahui secara penuh. Diperkirakan muncul dari
deskuamasi permukaan dorsum lidah.. Hipertrofi yang dihasilkan dan perpanjangan
papila filiform tampak seperti rambut pada permukaan lidah. Biasanya panjangnya
kurang dari 1 mm, memanjang papila bisa mencapai panjang 12-18 mm dan lebar 2
mm keadaan ini dapat menyebabkan akumulasi jamur dan bakteri. Akumulasi ini
dapat mengandung residu dari tembakau, kopi, teh, dan makanan lainnya yang
menghasilkan organisme kromogenik dalam flora mulut, yaitu memberi lesi warna
yang khas. Keadaan "hairy" timbul dari papila yang bermodifikasi memanjang dari
deskuamasi sel yang tertunda di papila filiform (3).

Kesimpulan

Seorang dokter gigi harus mengetahui jenis jenis lesi non terapi hal tersebut
dikarenakan lesi non terapi merupakan lesi yang tidak memerluka perawatan.
Keadaan lesi non terapi harus dibedakan dengan lesi patalogis, dari artikel review kali
ini kita dapat mengetahui macam macam lesi non terapi diantaranya adalah yaitu
linea alba bukalis, fordyces spot, torus palatine, torus mandibular, fissure tongue,
coated tongue, crenated tongue, geographic tongue, hairy tongue. Linea Alba (Garis
Putih). Seperti namanya, ini mengacu pada garis putih horizontal umum yang timbul
bergigi di kedua sisi dalam mukosa bukal. Fordyce granule adalah berupa papul-
papul kekuningan) pada mukosa bukal. Torus merupakan kondisi pertumbuhan tulang
yang normal pada rongga mulut. Fissure tongue adalah gambaran celah-celah pada
dorsum lidah. Coated tongue gambaran selaput putih pada dorsum lidah yang dapat
dikerok tanpa meninggalkan jaringan eritema. Crenated tongue adalah Kondisi ini
normal yang diakibatkan tekanan pada gigi pada lidah. Terlihat pada lateral dan ujung
lidah dan biasa terdapat pada lidah makroglossia. Geographic tongue adalah suatu lesi
inflamasi pada lidah yang bersifat jinak. Kelainan ini sesuai dengan namanya, terjadi
pada lidah khususnya pada bagian dorsum atau pada bagian lateral lidah. Black hairy
tongue (BHT) adalah kondisi normal yang didapat yang ditandai dengan munculnya
papila filiformis yang mengalami hipertrofi dan memanjang secara abnormal pada
permukaan dorsal lidah.
DAPUS

1. Nuraeny dkk. EDUKASI DAN EVALUASI TERHADAP KONDISI


COATED TONGUE BAGI KADER KESEHATAN PUSKESMAS UJUNG
BERUNG INDAH. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. 2017; 1(1): 24-27
2. Agel S, Esfehani M, Zarabadipour M. The Frequency of Normal Variations of
Oral Mucosa in Patients Referred to Qazvin School of Dentistry, Spring,
2015. International Journal of Ayurvedic Medicine, 2018;9(1): 34-38
3. Gurvits GE, Tan A. Black hairy tongue syndrome. World Journal of
Gastoenterology. 2014; 20(31): 10845-10850
4. Sharmila. Prevalance of Linea Alba Buccalis in Chennai Population. J. Pharm.
Sci. & Res. 2016; 8(8): 835-837
5. Kumar dkk. Linea Alba Buccalis a Normal Anatomic Variation of Oral
Cavity, Not an Oral Cancer, Awareness among Patients and Professionals: A
Case Report. Sch. J. Dent. Sci., 2016; 3(4):124-125
6. Vella dkk. The Pseudolesions of the Oral Mucosa: Differential Diagnosis and
Related Systemic Conditions. MDPI. 2019; 9(2412): 1-8
7. Hassanabadi dkk. Prevalence and Pattern of Torus Mandibularis and Torus
Palatinus among Iranian Population. Int J Med Invest. 2018; 7(4): 48-56
8. Hasan dkk. Palatine torectomy. Makassar Dent J 2019; 8(2): 79-82
9. Chhabda VG , Chhabda GS. Congenital lower lip pits: Van der Woude
syndrome. J Clin Exp Dent. 2018;10(11):1127-1129
10. Ragunathan M, Herawati E, Epsilawati L. Gambaran klinis dan faktor
predisposisi dari coated tongue pada mahasiswa gigi klinik Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Jurnal Radiologi
Dentomaksilofasial Indonesia. 2019;3(3): 17-20
11. Arintya NF, Hidayat W, Dewi TS. Hubungan oral hygiene dengan Coated
Tongue Padjadjaran. J Dent Res Student. Februari 2018;2(1):65-70
12. Bhat dkk. Fissured tongue: A cross-sectional study Fissured tongue: A cross-
sectional study. International Journal of Applied Dental Sciences 2018; 4(3):
133-135
13. Pinasthuka PA, Mashartini A, Widy R. Prevalensi dan Distribusi Penderita
Geographic Tongue pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Jember Angkatan 2014 – 2016. e-Jurnal Pustaka Kesehatan.2018; 6(1): 186-
191.

Anda mungkin juga menyukai