Anda di halaman 1dari 9

2.

5 Patofisiologi odontoma
Odontoma terjadi karena proliferasi neoplastik sel-sel odontogenik benih gigi
di mana sel-sel epitel dan mesenkim berdiferensiasi menjadi ameloblastik dan
odontogenik, tetapi tidak berhasil mencapai keadaan normal sehingga substansi gigi
terbentuk secara abnormal. Hal ini menyebabkan mineralisasi enamel organ yang
menyimpang. Disregulasi pada morfogenesis dan mineralisasi gigi mengakibatkan
terhentinya perkembangan gigi normal yang puncaknya membentuk odontoma. Sel-
sel epitel dan mesenkim berdiferensiasi membentuk email, dentin, dan sementum
yang tersusun dalam susunan jaringan abnormal, yaitu dalam bentuk dentikel,
kemudian jaringan stroma berhentik aktivitasnya membentuk kapsul, dan kadang
membagi tumor dalam bentuk septa-septa (Patekar D, et al., 2018).
Odontoma kompleks berkembang dari lamina gigi atau organ email di
tempatnya dari gigi normal. Setiap cedera di area pembentukan gigi juga dianggap
menginduksi odontoma. Odontoma compound dapat dihasilkan oleh pembelahan
berulang dari benih gigi atau dengan beberapa tunas dari lamina gigi dengan
pembentukan banyak kuman gigi. Dimulai sebagai lesi lunak di dalam tulang selama
periode pembentukan gigi. Pada pertumbuhan gigi normal, pembentukan jaringan
keras diikuti dengan degeneras lamina dental, dan odontoma complex berhubungan
dengan hal itu. Morfodiferensiasi pada odontoma complex hanya sedikit sehingga
bentuknya tidak mirip seperti gigi normal. Sementara itu, odontoma compound
memiliki derajat morfodiferensiasi dan histodiferensiasinya tinggi, sehingga akan
dijumpai kalsifikasi yang memberikan gambaran mirip anatomi gigi normal (Balaji
SM, 2018; Patekar D, et al., 2018).

2.6 Manifestasi klinis odontoma


Untuk manifestasi klinis yang terdapat pada pasien diskenario tersebut
terdapat benjolan di rahang bawah kiri, untuk ekstraoral pasien normal, untuk intra
oral pasien terdapat bentukan keras berwarna kekuningan di area gigi 36-38 yang
menyerupai dentin dan tidak beraturan, gingiva disekitar lesi mengalami
pembengkakan dengan warna menyerupai jaringan disekitar. Erupsi odontoma
spontan akan menimbulkan rasa sakit, inflamasi jaringan lunak dan infeksi yang
ditandai adanya supurasi. Odontoma biasanya tidak menimbulkan gejala, sehingga
temuan radiografinya kebetulan, seperti yang juga dilaporkan dalam penelitian ini.
Manifestasi ini terutama terkait dengan tidak adanya erupsi gigi, di mana odontoma
mencegah erupsinya (Nasution FA, 2018).

Odontoma biasanya baru diketahui secara tidak sengaja dari gambaran


radiologis karena adanya gigi yang tidak tumbuh, atau adanya rasa nyeri di daerah
gigi yang tidak tumbuh tersebut. Bentuk dari odontoma compund adalah suatu massa
radiopak iregular yang biasanya berbentuk bulat tidak rata, yang sebenarnya tersusun
dari jaringan epitel email dentin dan sementum, serta jaringan mesenkim pulpa.
Penanganan odontoma adalah ekstirpasi massa odontoma secara operatif yang disertai
dengan pengambilan gigi yang tidak tumbuh karena adanya odontoma tersebut
(Rahardjo, 2011).

2.7 Pemeriksaan klinis odontoma


Odontoma umumnya bersifat asimptomatik dan terdeteksi secara kebetulan
pada pemeriksaan radiografi rutin pada dekade kedua dan ketiga kehidupan. Pada
pemeriksaan klinis, odontoma ditemukan tumbuh lambat dan bersifat non agresif.
Gejala paling umum yang terkait dengan odontoma adalah nyeri, pembengkakan,
maloklusi, dan anomali patologis yang diamati pada gigi yang bersebelahan.
Odontoma menyebabkan gangguan erupsi pada gigi sulung, impaksi atau erupsi gigi
permanen yang tertunda, diikuti oleh retensi berkepanjangan dari gigi sulung dan gigi
yang berdekatan dalam rahang, serta perpindahan letak gigi (Torul, 2020; Meneses-
Santos, 2018; Gedik, 2014).
Pemeriksaan klinis dapat dilakukan secara ekstra oral dan intra oral sebagai
berikut.
A. Pemeriksaan Ekstra Oral
Pemeriksaan ekstra oral ini bertujuan untuk melihat penampakan
secara umum dari pasien, misalnya pembengkakan di muka dan leher, pola
skeletal, dan kompetensi bibir. Hal ini dapat dilakukan dengan cara palpasi
limfonodi, otot-otot mastikasi, dan pemeriksaan TMJ (Temporo mandibular
Joint) (Bakar, 2018).
1. Pemeriksaan Limfonodi
Pemeriksaan limfonodi dengan palpasi dapat dilakukan pada bagian kepala
leher dengan area seperti terlihat pada gambar di bawah.

Gambar Limfonodi Kepala dan Leher (Bakar, 2018)

2. Pemeriksaan Otot-Otot Mastikasi


Untuk melakukan palpasi pada otot/musculus, maka teknik palpasi yang
dilakukan tergantung dengan otot mastikasi (pengunyahan) seperti pada tabel
di bawah (Bakar, 2018).

Otot/Musculus Palpasi

Masseter Palpasi dilakukan secara


bimanual, tangan yang satu
(dengan satu jari) di bagian
intraoral

Temporalis Palpasi langsung pada region n


temporal dan meminta pasien
untuk mengoklusikan gigi-
geliginya

Pterygoid Lateral Dengan menempatkan sedikit


jari di belakang tuberositas
maksila

Pterygoid Medial Palpasi secara intra oral pada


bagian lingual pada ramus
mandibula

3. Pemeriksaan Temporo Mandibular Joint (TMJ)


Dalam melakukan pemeriksaan TMJ, seorang dokter gigi dapat melakukan
palpasi pada bagian pre aurikuler pasien dengan menggunakan jari telunjuk
atau menggunakan stetoskop untuk mendengarkan adanya kliking atau
krepitasi (Bakar, 2018).

B. Pemeriksaan Intra Oral


Pemeriksaan intra oral merupakan pemeriksaan yang dilakukan
dalam rongga mulut. Pemeriksaan intra oral berkaitan dengan gigi dan
jaringan sekitar (jaringan lunak maupun jaringan keras). Beberapa gambaran
yang dapat ditemukan pada pemeriksaan intraoral terdapat pada tabel di bawah
ini (Bakar, 2018).

Bagian yang Gambaran yang Dapat


Diperiksa Ditemukan

Bibir Sianosis (pada pasien dengan


penyakit respirasi atau jantung),
angular cheilitis, fordyce spots,
mucocele.

Mukosa labial Normalnya tampak lembab dan


prominent.

Mukosa bukal Kaca mulut dapat digunakan


untuk melihat mukosa bukal,
dalam keadaan normal kaca
mulut licin bila ditempelkan dan
diangkat. Bila menempel di
mukosa, maka bisa disimpulkan
adanya xerostomia.

Dasar mulut dan Bila terdapat adanya benjolan,


bagian ventral lidah maka kemungkinan ada
permulaan penyakit tumor

Bagian dorsal lidah Tes indra pengecap dapat


dilakukan dengan
mengaplikasikan gula, garam,
dilusi asam asetat dan 5% asam
sitrat pada lidah dengan
menggunakan cotton bud atau
cotton swab. Dengan
menggunakan kaca mulut juga
dapat dilihat keadaan posterior
lidah, orofaring, tonsil.

Palatum Durum dan Rugae terletak pada papila


Molle incisivus. Bisa dilihat pula
adanya benjolan atau tidak. Pada
palatum dapat dilihat adanya
tidaknya torus palatina.

Gingiva Gingiva sehat tampak datar, pink


pucat, dengan permukaan
stipling.

Gigi Geligi Dilihat adanya ekstra teeth


(supernumary teeth), kurang gigi
(hypodontia, oligodontia), atau
tidak ada gigi sama sekali
(anodontia), karies, penyakit
periodontal, polip, impaksi,
malformasi, hipoplas, staining,
kalkulus, dan kelainan gigi
lainnya.

Pada kasus dengan adanya pembengkakan, sebaiknya diperiksa lebih


teliti dengan memperhatikan hal-hal berikut (Bakar, 2018).
a. Batas-batas pembengkakan : Jelas atau tidak jelas
b. Konsistensi : Keras, kenyal, lunak
c. Fluktuasi : Positif atau negatif
d. Warna : Sama atau beda dengan jaringan sekitar
e. Mobilitas : Bergerak atau tidak bergerak
f. Bentuk permukaan : Rata atau tidak rata
g. Mudah berdarah : Positif atau negatif
h. Tangkai : Sessile atau pedinculated
i. Palpasi : Sakit atau tidak sakit
j. Supurasi : Positif atau negatif

Pemeriksaan obyektif pada gigi dapat ditempuh dengan beberapa


cara, antara lain sebagai berikut (Bakar, 2018).
a. Inspeksi: Memeriksa dengan mengamati obyek (gigi) bagaimana
dengan warna, ukuran, bentuk, hubungan anatomis, keutuhan, permukaan
jaringan, permukaan, karies, abrasi, dan resesi.
b. Sondasi: Dengan menggunakan sonde atau eksplorer dapat diketahui
kedalaman kavitas, dan reaksi pasien. Rasa sakit yang menetap atau sebentar
dan adanya rasa ngilu.
c. Perkusi: Dilakukan dengan cara mengetukkan jari atau instrumen ke
arah jaringan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya
peradangan pada jaringan periodontal atau tidak.
d. Palpasi: Dilakukan dengan cara menekan jaringan ke arah tulang atau
jaringan sekitarnya. Untuk mengetahui adanya peradangan pada jaringan
periosteal tulang rahang, adanya pembengkakan dengan fluktuasi atau tapa
fluktuasi.
e. Tes mobilitas: Gigi dimobilisasi untuk memeriksa ada tidaknya
luksasi.
f. Tes suhu: Tes yang dilakukan dengan iritan dingin ataupun panas
untuk mengetahui vitalitas gigi. Lazim digunakan chlor ethyl yang
disemprotkan pada kapas kemudian ditempelkan pada bagian servikal gigi.
g. Tes elekrik: Pemakaian alat pulp tester untuk mengetahui vitalitas gigi.
h. Transiluminasi: Menggunakan iluminator dari arah palatal atau lingual.
Untuk mengetahui adanya karies di lingual palatal, membedakan gigi
nekrosis dan gigi vital, serta membantu mendetekasi fraktur yang tidak
terlihat.

2.8 Pemeriksaan penunjang radiografi odontoma


Lebih dari setengah kasus odontoma (57%) didiagnosis dari pemeriksaan
radiologis rutin biasanya antara usia 10 dan 19 tahun. Pada radiografi, lesi ini tampak
radiopak, berbatas tegas, lebih padat daripada tulang dan dikelilingi oleh tepi
radiolusen yang mewakili jaringan ikat folikel gigi. Karena elemen-elemen ini melalui
beberapa tahap kalsifikasi, gambaran odontoma pada teknik pencitraan tergantung
pada tahap perkembangannya (Prabhu, 2019; Carlos, 2016).
Radiografi odontoma dapat dikategorikan menjadi tiga jenis tahap
perkembangan berbeda berdasarkan pada derajat kalsifikasi. Tahap pertama ditandai
dengan penampilan radiolusen karena kurangnya kalsifikasi yang diikuti oleh tahap
peralihan di mana lesi sebagian terkalsifikasi. Pada tahap akhir, odontoma
menunjukkan radiopasitas dengan fokus kepadatan variabel yang dikelilingi oleh
halo radiolusen dan garis sklerotik tipis. Radiolusen halo adalah kapsul jaringan ikat
dari folikel gigi normal, sedangkan garis sklerotik tipis menyerupai batas kortikasi
yang terlihat pada kripta gigi normal. Compound odontoma muncul sebagai lesi
unilokular yang mungkin memiliki beberapa struktur seperti gigi yang dikenal sebagai
dentikel. Complex odontoma memiliki gambaran radiopak padat, terkadang massa
papiliformis, dikelilingi oleh lapisan radiolusen tipis yang memisahkannya dari tulang
di sekitarnya (Prabhu, 2019; Carlos, 2016).
Gambar
(A) Compound odontoma menunjukkan struktur seperti gigi multipel pada
mandibular anterior;
(B) Complex odontoma terlihat sebagai massa rasiopak yang menutupi gigi yang
belum erupsi pada mandibular posterior (Lesler, 2021)

Dapus
Bakar A. 2018. Kedokteran Gigi Klinis. Yogyakarta: CV. Quantum Sinergis Media.
Balaji SM, Balaji PP. 2018. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 3rd Ed. India:
Elsevier.
Carlos DPL, Myriam FM, Veronica BC. 2016. Erupted Odontoma: A case report and
a literature review. Odontoestomatologia. XVIII(28): 59.
Gedik R, Muftuoglu S. 2014. Compound Odontoma: Differential Diagnosis and
Review of The Literature. West Indian Med J. 63(7): 794.
Lesler DR, Thompson MD. 2021. Odontoma. Ear, Nose & Throat Journal. 100(S5):
S374.
Nasution FA, Sitam S. 2018. Analisis gambaran complex odontoma pada radiografi
panoramik Panoramic radiograph analysis of complex odontoma. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran; 30(2): 102-106.
Patekar D, Kheur S, Gupta AA. 2018. Odontoma - A brief overview. Journal of Oral
Disease Markers; 2: 23-25.
Prabhu N, et al. 2019. Odontoma-An Unfolding Enigma. Journal of International
Oral Health. 11(6): 337.
Rahardjo. 2011. Odontoma kompleks pada impaksi gigi molar ketiga rahang bawah
Complex odontoma in impacted mandibular third molar. Dentofasial; 10(2):
93-96.
Santos-Meneses D, et al. 2018. Compound Odontoma Associated to Permanent Teeth
Impaction in Jaw: Case Report. Journal of Oral Diagnosis. 2018: 4.
Torul D, Keskin M, Gun S, Odabasi D. 2020. Complex-Compound Odontoma: A
Rare Clinical Presentation. ODOVTOS-Int. J.Dent. Sc. 22(1): 27.

Anda mungkin juga menyukai