Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Definisi Odontoma


Odontoma dikategorikan di dalam kelompok tumor odontogenik oleh World Health
Organization (WHO) pada tahun 2005 Odontoma adalah tumor odontogenik yang paling
sering terjadi, dengan prevalensi 22% dari tumor odontogenik lain. Odontoma adalah salah
satu penyakit tumor jinak odontogenik yang paling umum dan termasuk kelainan
perkembangan gigi (hamartoma) oleh epitel odontogenik dan ektomesenkim. Biasanya
terbentuk selama periode odontogenesis kira-kira hingga 20 tahun dan mengandung empat
jaringan gigi (enamel, dentin, pulpa dan sementum). Tumor ini tumbuh lambat dan tanpa
gejala serta terutama terjadi pada regio gigi seri-kaninus dan regio molar ketiga. Tumor ini
baru terlihat pada pemeriksaan radiografi rutin atau saat memeriksa alasan penyebab
persistensi gigi sulung atau sebagai penyebab terhambatnya erupsi gigi permanen. (Balaji
SM, et al., 2018; Nasution FA, Azhari, 2019).

1.2 Epidemiologi Odontoma


Angka kejadian odontoma dilaporkan sebanyak 22-67% dari seluruh angka kejadian
tumor odontogenik yang terjadi di rahang atas. Odontoma dapat terjadi pada semua
kelompok umur, namun sebagian besar kasus odontoma ditemukan pada usia 20 tahun ke
bawah pada pemeriksaan radiografis. Gigi-gigi yang bersebelahan dengan lokasi odontoma
mengalami perubahan patologis pada 70% kasus odontoma, yaitu mengalami malformasi,
malposisi, devitalisasi, aplasia, dan erupsi terhambat. Frekuensi rendah odontoma pada data
yang tersedia dari Afrika sedangkan di sebagian besar penelitian di Amerika, odontoma
terjadi dengan frekuensi tertinggi. Perbedaan ini mungkin hasil dari variasi geografis.
Kelompok usia yang paling umum terkait dengan ameloblastoma adalah antara 21-50 tahun.
Beberapa peneliti melaporkan prevalensi yang lebih tinggi pada perempuan sementara yang
lain melaporkan prevalensi lebih tinggi pada laki-laki. Hidalgo O et al melakukan sebuah
meta-analisis tentang epidemiologi karakteristik odontoma pada tahun 2008. Mereka
mempelajari 3.065 kasus dan menyebutkan dalam hasil mereka bahwa 49,4% adalah pasien
perempuan dan 50,6% laki-laki. Menyimpulkan dari data tersebut , tidak ada perbedaan yang
signifikan menurut jenis kelamin; kesimpulan ini berbanding lurus dengan hasil penelitian
yang berbeda-beda pada prevalensi atas jenis kelamin (Jose D, 2016; Raj A, et al., 2017;
Barba L.T, et al., 2016).

1.3 Etiologi Odontoma


Etiologi odontoma masih belum diketahui. Odontoma diduga terkait dengan berbagai
kondisi patologis, seperti trauma lokal pada gigi sulung, proses inflamasi dan/atau infeksi,
ameloblas matur, sisa sel serres (sisa dental lamina) atau karena anomali herediter
(Gardner’s syndrome, Hermanns syndrome), hiperaktivitas odontoblastik, dan perubahan
komponen genetik yang menyebabkan penyimpangan dalam jalur pensinyalan terhadap
control perkembangan gigi. Hitchin menyarankan bahwa odontoma diwariskan atau
disebabkan oleh mutagen atau gangguan, mungkin pascanatal dengan kontrol genetik
perkembangan gigi. Beberapa faktor yang diduga sebagai etiologi odontoa sebagai berikut
(Patekar, 2018; Satish, 2011).
a. Penyebab Lokal
Munculnya odontoma dapat terjadi karena tekanan pertumbuhan karena ruang yang
tidak memadai yang memiliki berbagai efek pada perkembangan gigi. Teori tekanan ini
dikemukakan oleh Hitchin dan Ferguson (1958) bahwa hal ini mungkin timbul dari
perkembangan benih premolar bawah dari bentuk mahkota besar yang diwarisi yang dimiliki
oleh akar gigi desidui terdahulu menghasilkan efek tekanan.
b. Infeksi
Infeksi dari gigi sulung juga dapat menjadi faktor. Efek pada gigi yang mengalami
infeksi prenatal treponema paladium, pada anak-anak yang ibunya telah terinfeksi rubella
selama kehamilan, maksilitis akut pada masa bayi, bahwa infeksi piogenik akut seluruh
rahang atas terjadi segera setelah lahir di mana ketika diperiksa pada 6 1/2 tahun, ditemukan
memiliki compound odontoma. Hal ini disebabkan oleh infeksi piogenik yang menyebabkan
pembelahan benih gigi. Jadi pada kasus infeksi apapun, terjadinya odontoma dapat
disebabkan oleh pembelahan benih gigi atau dapat mengganggu perkembangan gigi. Hal ini
mungkin berhubungan secara patologis atau mempengaruhi kontrol genetik perkembangan
gigi.
c. Ameloblas Matur
Etiologi odontoma diyakini berasal dari ameloblas matur. Torreti et al menyarankan
bahwa sel-sel khusus ini memiliki potensi untuk mengembangkan tumor dengan variasi
tampilan dan isi yang luas.
d. Sisa Sel Serres (Sisa Dental Lamina)
Sisa sel serres (sisa dental lamina) dari gigi yang dipertahankan dengan beberapa
pulau epitel mengalami proliferasi untuk berkembang menjadi odontoma, sementara yang
lain mengalami degenerasi untuk membentuk rongga kistik yang menutupi gigi yang
stimulusnya mungkin merupakan cacat genetik pada proses pembentukan gigi.
e. Sel Epitel Odontogenik Asing
Ketika benih gigi dibagi menjadi beberapa partikel, benih-benih tersebut dapat
berkembang secara individual menjadi banyak gigi yang posisinya tidak tepat atau
membentuk struktur seperti gigi. Ketika benih gigi berkembang tanpa pembagian yang tidak
biasa dan terdiri dari gabungan jaringan gigi yang tidak teratur, maka dapat berkembang
menjadi complex odontoma. Namun, transisi dari satu jenis ke jenis lainnya umumnya
dikaitkan dengan berbagai tingkat morfodiferensiasi atau histodiferensiasi atau keduanya dan
seringkali sulit untuk membedakan kedua jenis tersebut.
f. Trauma
Riwayat trauma sebelumnya telah terlibat dalam produksi lesi, seperti gangguan pada
kontrol genetik perkembangan gigi, baik yang diturunkan, mutasi, atau karena kerusakan luas
dari benih gigi. Trauma pada benih gigi yang sedang berkembang juga dapat menghasilkan
odontoma jaringan keras. Andreasen (1994) menjelaskan odontoma seperti malformasi dari
benih gigi permanen karena luksasi intrusi atau avulsi gigi sulung. Malformasi ini merupakan
sekuel yang jarang dari trauma pada gigi sulung. Mekanisme yang dijelaskan oleh Andreasen
didasarkan pada riwayat trauma pra-erupsi dari benih gigi permanen.
Sebuah kekuatan yang diarahkan secara vertikal melalui sumbu panjang gigi insisivus
sulung ditransmisikan ke benih gigi permanen yang menyebabkan kerusakan yang luas.
Menurut teori ini, malformasi terjadi selama fase awal odontogenesis dan mempengaruhi
tahap morfogenetik dari perkembangan ameloblastik dari benih gigi permanen. Glasstone
(1952) telah menunjukkan bahwa jika benih gigi kelinci dipotong menjadi dua, setiap bagian
berkembang dalam kultur jaringan menjadi gigi rudimenter lengkap, dan Rushton (1957)
telah menggambarkan nodul besar pada email yang berkembang setelah trauma pada benih
gigi sebelum penutupan email selesai. Selain itu, ada kasus odontoma yang tampaknya
disebabkan oleh terlepasnya sebagian benih gigi yang mungkin berasal dari selubung epitel
Hertwig atau dari organ email.
g. Faktor genetik
Hipotesis mengenai etiologi odontoma jaringan keras adalah bahwa odontoma
diturunkan, mutasi, atau gangguan, mungkin pascanatal dengan kontrol genetik
perkembangan gigi. Odontoma dapat terjadi dalam satu atau lebih dari tiga cara berikut.
1. Dengan gangguan pada mekanisme dimana gen mengontrol pembentukan dan bentuk gigi
2. Dengan mutasi pada gen yang bersangkutan
3. Dengan pewarisan gen abnormal
Hitchin menyarankan bahwa mutasi pada sel epitel benih gigi dapat mengubah
kapasitas inheren epitel odontogenik untuk melewati tahap cap dan bell yang diperlukan
untuk pembentukan gigi, tetapi tetap mempertahankan kemampuannya untuk merangsang
diferensiasi mesenkim yang diperlukan untuk membentuk ameloblas fungsional dan
odontoblas, yang mengarah pada pembentukan odontoma.
Papagerakis et al menyarankan bahwa diferensiasi sel odontogenik normal dan tumor
disertai dengan ekspresi beberapa molekul. Produk gen yang ada pada beberapa sel
mesenkim juga terlihat pada epitel tumor odontogenik. Data mungkin terkait dengan ekspresi
berlebih spesifik tumor dari gen yang sesuai yang ditranskripsi pada tingkat yang tidak
terdeteksi selama perkembangan normal dan/atau dengan transisi epitel-mesenkim yang
diusulkan untuk terjadi selama pembentukan akar normal. Penjelasan yang masuk akal untuk
hasilnya adalah bahwa sel-sel epitel tumor odontogenik sedang merekapitulasi program
genetik yang diekspresikan selama odontogeneis normal, tetapi sel-sel tumor menunjukkan
pola ekspresi abnormal untuk gen-gen ini.

1.4 Klasifikasi Odontoma


Odontoma dikategorikan di dalam kelompok tumor odontogenik oleh World Health
Organization (WHO) pada tahun 2005. Dua tipe yang dikenal yaitu compound dan complex
odontoma (Nasution F.A, et al., 2018).
a. Compound odontoma biasanya memiliki jaringan gigi normal yang tersusun dalam
pola teratur dan terlihat seperti struktur gigi kecil dalam jumlah banyak yang disebut
odontoid atau denticles. Compound odontoma umumnya terjadi pada regio anterior
maxilla, diatas mahkota gigi yang impaksi atau di antara akar-akar gigi yang erupsi.
Biasanya tidak terjadi ekspansi tulang pada compound odontoma (Nasution F.A, et al.,
2018).

b. Complex odontoma terdiri dari massa yang irregular dari jaringan yang mengalami
kalsifikasi dengan sedikit atau tidak ada kemiripan dengan gigi normal. Secara histologi
enamel, dentin, sementum dan kadang-kadang jaringan pulpa terlihat, meskipun tipe
jaringan terlihat normal, tetapi anatomi mikro nya tidak normal. Complex odontoma lebih
sering terjadi pada regio posterior mandibula dan menyebabkan ekspansi tulang. Lesi
complex odontoma yang besar dapat menyebabkan gangguan pada struktur di sekitarnya,
seperti impaksi dan perubahan tempat gigi di dekatnya dan ditandai dengan perluasan
tulang kortikal (Nasution F.A, et al., 2018).

Odontoma dapat diklasifikasikan menurut presentasi klinisnya menjadi central


(intraosseous), peripheral (extraosseous), dan erupted odontoma. Odontoma intraosseous
atau sentral terjadi di dalam tulang dan dapat erupsi ke dalam rongga mulut. Odontoma
ekstraosseous atau perifer terjadi pada jaringan lunak yang menutupi bagian yang
menopang gigi dari rahang, memiliki kecenderungan untuk terkelupas. Erupsi odontoma
merupakan erupsi spontan odontoma ke dalam rongga mulut, yaitu paparan tumor melalui
mukosa mulut (Prabhu N, et al. 2019; da Silva Rocha, et al., 2020).
DAFTAR PUSTAKA

Balaji SM, Balaji PP. 2018. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 3rd Ed. India: Elsevier.
Barba, L. T., Campos, D. M., Rascón, M. M. N., Barrera, V. A. R., & Rascón, A. N. (2016). Descriptive
aspects of odontoma: literature review. Revista odontológica mexicana, 20(4), e265-e269.
da Silva Rocha, O. K. M., da Silva Barros, C. C., da Silva, L. A. B., de Souza Júnior, E. F., de
Morais, H. H. A., & da Costa Miguel, M. C. (2020). Peripheral compound odontoma: A
rare case report and literature review. Journal of cutaneous pathology, 47(8), 720-724.

Jose D. Odontoma Associated with Over Retained Primary Teeth that Caused Ectopic Eruption
of Canine: A Case Report. Austin J Dent. 2016; 3(1): 1029

Nasution FA, Sitam S. 2018. Analisis gambaran complex odontoma pada radiografi panoramik.
Jurnal Kedokteran Gigi Unpad; 30(2); 102-106.

Nasution FA,Azhari. 2019. GAMBARAN COMPOUND ODONTOMA DARI RADIOGRAF


PANORAMIK DAN CBCT. JITEKGI.15 (2) : 33.
Patekar, D., Kheur, S., Gupta, AA. 2018. Odontoma – A Brief Overview. Journal of Oral
Disease Markers. 2(1): 23.

Prabhu N, et al. 2019. Odontoma- An Unfolding Enigma. J Int Oral Health; 11(6): 334-339.

Raj A et al. 2017. Prevalence of odontogenic lesions among the Kanpur population: an
institutional study. Journal of Experimental Therapeutics and Oncology. 12: 35-42,

Satish, V., Prabhadevi, MC., Sharma, R. 2011. Odotome: A Brief Overview. International
Journal of Clinical Pediatric Dentistry. 4(3): 178-81.

Anda mungkin juga menyukai