Anda di halaman 1dari 34

STEP 1

Identifikasi Kata Sulit

1) Agenisi : suatu anomali gigi dimana tidak terbentuk satu atau lebih elemen
gigi
2) Odontogenesis : proses pembentukan gigi
3) Herediter : proses penurunan sifat dari induk ke turunannya

1
STEP 2
Rumusan Masalah

1) Mengapa pasien merasa nyeri saat minum dingin, gigi berwarna buram
dan mudah keropos?
2) Apakah ada keterkaitan sifat penurunan dari orang tua terhadap
skenario ini?
3) Apa penyebab gigi sensitif terhadap suhu?
4) Bagaimana proses odontogenesis sehingga pasien mengalami
gangguan?

2
STEP 3

Brainstorming

1) Diawali dari enamel yang mengalami kerapuhan, kemudian permukaan


dentin mulai terexpose sehingga pulpa merangsang rasa nyeri.
2) Ada keterkaitan seperti pada bentuk, ukuran, stuktur gigi yang diturunkan
ke anak, misalnya gigi yang berdesakan yang dialami orang tua maka anak
akan memiliki gigi yang dapat berdesakan pula.
Seperti di skenario juga dijelaskan terdapat agenisi pada gigi 14 dan 24
dimana faktor etiologinya adalah faktor herediter, yang berhubungan
dengan fenotip dan genotip orang tua yang diturunkan ke anaknya.
3) Akibat dari gigi yang mudah rapuh dapat membuat dentin hingga tubulus
dentin mudah terexpose sehingga pulpa akan sensitif terhadap suhu.
4) Karena pada proses aposisi dimana proses pembentukan matriks keras gigi
yang tidak dapat berjalan dengan baik.
Pada pasien terjadi amelogenesis imperfekta sehingga pasien mengalami
kekurangan kalsium yang disebut dengan hipokalsifikasi enamel.
Terjadi kelainan pembentukan enamel yang tidak lengkap dikarenakan
beberapa faktor:
Lokal : infeksi bakteri, sifilis kongenital, herediter
Lingkungan : radiasi

3
STEP 4
Mapping

4
STEP 5

Learning Objective

1) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang etiologi dari


gangguan tumbuh kembang pada gigi
2) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan jenis dan karakteristik
dari gangguan tumbuh kembang pada gigi
3) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patomekanisme terhadap
gangguan tumbuh kembang gigi
4) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan hubungan gangguan
akibat tumbuh kembang gigi terhadap faktor herediter dan diagnosanya

5
STEP 6

Mandiri

6
STEP 7

1) Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Etiologi Gangguan


Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi
Banyak hipotesa yang berbeda telah dikemukakan tentang etiologi kelainan jumlah
gigi, sehingga saat ini tidak ada yang dapat dikatakan dengan pasti sebagai etiologi,
tetapi sifat herediter mempunyai peranan dengan melihat ras dan tendensi keluarga (Rahayu,
2009) .
Faktor gen (terjadi mutasi gen)
MSX1 dan PAX9 adalah faktor transkripsi yang dibutuhkan untuk
perkembangan normal dari gigi. MSX1 merupakan Muscle segment
homebox yang bertindak berulang-ulang selama organogenesis. PAX9 merupakan
gen Paird box domain yang dinamai sesuai dengan keberadaan DNA yang
mengikat paired domain. PAX9 memainkan peranan penting sebagai pengatur
pluripotensi dan diferensiasi seluler selama pola embrio dan organogenesis.
MSX1 dan PAX9 akan berinteraksi selama tahap perkembangan gigi, PAX9
diketahui untuk mengaktifkan transkripsi MSX1 pada tahap tunas. Tanpa adanya
MSX1 maupun PAX9, pertumbuhan gigi akan terhambat (Rahayu, 2009).
Kasus Hipodonsia
Penyebab dari Kabuki Syndrome adalah mutasi pada gen MLL2. Gen ini
berfungsi untuk memberikan instruksi untuk membuat protein, ditemukan di
banyak organ dan jaringan tubuh.

Fungsi protein MLL2 adalah sebagai methyltransferase histon.


Methyltransferase histon merupakan enim yang memodifikasi protein yang
disebut histon. Histon adalah protein structural yang melekat/mengikat DNA dan
memberikan bentuk kromosom.

Dengan menambahkan molekul yang disebut kelompok metil untuk


histon, histon methyltransferase mengatur aktivitas gen tertentu, yang penting
untuk perkembangan normal dan fungsi. Methyltransferase histon dihasilkan dari
gen MLL2 yang mengaktifkan gen tertentu yang penting untuk perkembanyan.
(Catherine, 2006).

7
Faktor Lingkungan

Stress, geogragis, pola makan radiasi mampu memberikan dampak


terhadap pembentukan morfologi gigi pada suatu populasi. Kondisi lingkungan
berbeda dapat menghasilkan morfologi gigi yang berbeda karena sifat alami
manusia yang beradaptasi dengan lingkungan.

Faktor Nutrisi

Hipovitaminosis A (Kekurangan vitamin A) (retinol, beta-karoten; larut


dalam lemak) menyebabkan antara lain rabun senja dan perubahan didalam
selaput lender dan sistem syaraf sentral. Percobaan binatang dan lainnya member
kesan bahwa kekurangan vitamin A daoat mengganggu pembentukan matriks
enamel dan (pre) dentin. Hipervitaminosis A menghambat pertumbuhan dan
perkembangan gigi, antara lain diferensiasi dalam ameloblas dan odontoblas
(Schuurs, 1993).

Kelainan kongenital yang terjadi akibat dari pengaruh nutrisi sebagai


contoh adalah dental fluorosis. Sejak tahun 1962, konsumsi air minum yang
mengandung fluoride sangat dianjurkan dengan jumlah 0.7-1.2 ppm. Namun
konsumsi fluoride dalam jumlah yang berlebih dapat menyebabkan kelainan pada
enamel yang disebut dental fluorosis. (Neville et al, 2009).

Pada beberapa pasien, akan ditemukan stain berwarna coklat secara


permanen. Flouride dapat menunjukkan defect enamel yang signifikan melalui
mutasi terhadap memori protein amelogenin pada strutur enamel Hal ini yang
memicu terjadinya pembentukan enamel yang hipomaturasi.

Walaupun fluoride menyebabkan adanya stain pada gigi namun, pada studi
ditemukan kerentanan terhadap karies dibandingkan gigi normal. Tanda klinis
yang terlihat pada gigi adalah adanya daerah radiopak yang bercahaya pada
permukaan gigi dengan daerah yang mengalami diskolorasi menjadi coklat
kehitaman. (Neville et al, 2009).

8
Gambar 1. Dental Fluorosis. Pada gambar terlihat stain berwarna coklat pada gigi
anterior rahang atas dan rahang bawah yang disebabkan oleh konsumsi air minum
yang mengandung kadar fluor melebihi 1,2 ppm.

2) Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan tentang Jenis dan


Karakteristik dari Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

Kelainan tumbuh kembang gigi berdasarkan jumlah


1) Anadontia
Merupakan suatu kelainan dimana kegagalan seluruh gigi untuk
berkembang yang disebabkan oleh faktor herediter, paparan sinar radiasi
yang terlalu tinggi, dan penyakit sistemik. Anadontia dapat terjadi karena
adanya gangguan pada gen PAX9, MSX1, dan AXIN2. Terjadi apabila
pada tahap bud stage mengalami gangguan yaitu tidak terbentunya dental
lamina. Dental lamina sangat sensitive terhadap stimulus eksternal, dan
kerusakan yang terjadi sebelum pembentukan gigi akan menyebabkan
anadontia maupun hypodontia. Terdiri dari 3 tipe :
a. True Anadontia : kegagalan pertumbuhan seluruh gigi
b. False Anadontia : absennya gigi karena adanya ekstraksi gigi
c. Pseudoanadontia : absennya gigi karena impaksi

9
Gambar 2. True Anadontia. Pada gambar terlihat bahwa tidak ditemukan adanya
gigi pada rahang atas dan rahang bawah.
2) Partial Anadontia
Merupakan suatu kelainan dimana kegagalan satu atau beberapa
gigi yang disebabkan oleh faktor herediter. Terbagi menjadi 2 :
a) Hipodontia : Kehilangan 1 atau beberapa gigi. Terjadi apabila pada
tahap bud stage mengalami gangguan. Biasanya dikaitkan dengan
sindrom displasia ektodermal.

Gambar 3. Hipodontia. Pada gambar terlihat bahwa beberapa gigi anterior tidak
dapat tumbuh.
b) Oligodontia : kehilangan 6 atau beberapa gigi.

Gambar 4. Oligidontia. Pada gambar terlihat bahwa hanya terdapat 6 gigi yang
tumbuh.

10
3) Supernumerary teeth
Merupakan keadaan anomali gigi dimana terdapat pertumbuhan
gigi yang berlebih dari jumlah gigi normal. Terjadi akibat dari dikotomi
benih gigi dan pada tahap bud stage yang mengalami gangguan. Faktor
etiologinya adalah herediter. Bentuk gigi supernumerary ada beberapa
macam diantaranya :
a) Konus (kerucut)
b) Tuberkel (tonjol berlebih)
c) Odontome (bentuk tidak beraturan)
Berdasarkan lokasi ditemukannya supernumerary teeth dibagi menjadi:
a) Mesiodens : gigi tumbuh diantara insisif sentralis
b) Distomolar : gigi tumbuh di bagian distal Molar 3
c) Parapremolar : gigi tumbuh di regio premolar

Gambar 5. Mesiodens. Ditemukan mesiodens di antara gigi insisivus sentralis


pada rahang atas.

Kelainan tumbuh kembang gigi berdasarkan ukuran

1. Makrodonsia
Makrodonsia yaitu suatu keadaan yang menunjukkan ukuran gigi
lebih besar dari normal, hampir 80 % lebih besar (bisa mencapai 7,7-9,2
mm). Keadaan ini jarang dijumpai, sering di DD (Diferensial

11
Diagnosa/Diagnosa Banding) dengan Fusion Teeth. Gigi yang sering
mengalaminya adalah gigi insisivus satu atas.

Gambar 6. Makrodonsia. Gigi insisivus sentralis region 2 mengalami


makrodonsia.
2. Mikrodonsia
Mikrodonsia adalah suatu keadaan yang menunjukkan ukuran gigi
lebih kecil dari normal. Bentuk koronanya (mahkota) seperti conical atau
peg shaped. Sering diduga sebagai gigi berlebih dan sering dijumpai pada
gigi insisivus dua atas atau molar tiga. Ukuran gigi yang kecil ini dapat
menimbulkan diastema.

Gambar 7. Mikrodonsia. Mikrodonsia sering terjadi pada gigi insisivus lateral.

12
Kelainan Struktur Gigi

 Amelogenesis Imperfecta

Suatu kelainan formasi dari enamel atau permukaan luar gigi permanen yang
diturunkan. Dan terbagi menjadi 3 tipe :

1. Tipe 1 hipoplastik : Bentuk hipoplastik mencerminkan kerusakan matriks email


yang disebabkan oleh hancurnya ameloblas secara dini dalam pembentukan
cekungan-cekungan. Kurangnya email yang normal, menyebabkan mahkota
gigi nampak coklat kekuningan beralur.

Gambar 8. Amelogenesis Imperfecta Tipe Hipoplastik. Gambaran klinis yang


tampak adalah ditemukan adanya ceruk pada enamel.

Gambar 9. Amelogenesis Imperfecta Tipe Hipoplastik. Gambaran histologis


menunjukkan variasi ketebalan dan lamella yang irregular, dentin tampak normal.

13
2. Tipe 2 hipokalsifikasi : Email yang tidak teratur sangat lunak dan bahkan dapat
dikeruk. Warna gigi biasanya berwarna madu. Pada foto Rontgen email
elemen-elemen kelihatan seperti dimakan rayap yang menunjukkan bercak-
bercak gelap yang tidak teratur.

Gambar 10. Amelogenesis Imperfecta Tipe Hypokalsifikasi. Gambaran


klinisnya yaitu dentin yang terbuka karena lapisan enamel yang mudah lepas.

Gambar 11. Amelogenesis Imperfecta Tipe Hypokalsifikasi. Gambaran


histopatologisnya tampak enamel yang tipis dan rapuh.

3. Tipe 3 hipomaturasi : Emailnya lunak dan biasanya sonde dapat menembus


email yang agak lunak. Ameloblas terbukti dapat memproduksi matriks email,
tetapi tidak mampu meresorpsi matriks ini dalam ukuran cukup. Mineralisasi
juga tidak dapat sempurna. Email cenderung untuk patah dan berbintik coklat-
kuning.

14
Gambar 12. Amelogenesis Imperfecta Tipe Hypomaturasi. Gambaran klinisnya
adalah mottled enamel, dan putih opak dengan diskolorasi berwarna coklat yang
irregular.

Kelainan Warna Gigi

 Perubahan Warna Formatif


Pada jenis perubahan warna ini, sering bersifat congenital,
contohnya perubahan warna tetrasiklin. Dimana tetrasiklin asli yang
dipakai menyebabkan perubahan warna kuning. Oksidasi yang
dipengaruhi sinar matahari menggelapkan warna kuning menjadi coklat.
High dose menyebabkan enamel hypoplasia.

Gambar 13. Tetracycline Stain. Diskolorasi yang disebabkan karena konsumsi


tetracycline pada waktu kehamilan.

15
 Perubahan Warna Infiltratif
o Perubahan warna endogen infiltrative
Merubah warna masuk ke dalam elemen yang terbentuk melalui
pulpa. Contohnya : oleh karena perdarahan. Setelah trauma pada
elemen-elemen yang baru saja erupsi, timbul perdarahan interna di
dalam pulpa. Mulanya timbul perubahan warna merah muda, merah,
dalam beberapa hari menjadi biru abu-abu.
o Perubahan warna eksogen infiltrative
Perubahan warna yang berasal dari luar badan misalnya bahan
pengisi saluran akar. Contohnya : Amalgam. Penetrasi bagian-bagian
metal di dalam tubuli dentin menyebabkan perubahan warna biru hitam.
 Perubahan Warna Semu
o Perubahan warna semu eksogen
Perubahan warna ini yang terdiri dari endapan pada permukaan
elemen. Perubahan warna ini dikategorikan paling sering terjadi.
Contohnya akibat plak. Dimana plak sebagian besar terdiri dari
berbagai bakteri. Dan warna kekuningan baru dapat dilihat apabila telah
mencapai ketebalan tertentu.
o Perubahan warna semu pada kerusakan
Contohnya pada karies. Proses karies yang meluas melalui batas
email-dentin dapat menyebabkan perubahan warna coklat sampai
kehitaman.

Kelainan tumbuh kembang gigi berdasarkan bentuk/morfologi

1. Concrescence
Concrescence adalah pelekatan yang erat antara akar-akar gigi
yang berdekatan karena adanya pengendapan sementum. Etiologinya
yakni trauma dan crowding of teeth dengan resorpsi tulang interdental
yang menyebabkan dua akar menyatu dengan deposisi sementum
diantaranya. Dapat muncul sebelum dan sesudah gigi erupsi. Sering terjadi
pada gigi molar permanen rahang atas (McDonald, 2011).

16
Gambar 14. Concrescence. Pada gambar di atas tampak bahwa akar dari dua gigi
yang menyatu.

2. Dens in Dente
Dens in Dente atau biasa disebut dengan dens invaginatus
merupakan gigi didalam gigi. Dapat terjadi pada gigi sulung maupun gigi
permanen. Etiologinya yakni keturunan dengan autosomal dominan
dengan ekspresi yang bervariasi dan mungkin penetrasi yang tidak
sempurna. Sering terlihat pada daerah ceruk lingual gigi insisiv kedua atas.
Karakteristiknya yakni terdapat garis invaginasi di enamel dan
adanya foramen caecum dengan kemungkinan adanya hubungan antara
kavitas dengan pulpa. Terdapat pula debris dalam invaginasi membuat
kerusakan pada gigi yang tidak terdeteksi. Makanan dapat bersarang dalam
invaginasi tersebut dan mengakibatkan nekrosis. Terdapat 2 tipe, yaitu tipe
koronal dan tipe radikular (McDonald, 2011).

Gambar 15. Dens in Dente. Gambar sebelah kiri adalah tipe koronal dan gambar
sebelah kanan adalah tipe radikular.

17
3. Gigi Ganda (Fusion)
Definisi : Gigi ganda yaitu penyatuan (fusi) dua benih yang sedang
berkembang atau terbelahnya (partial dichotomy atau geminasi) benih
gigi, sehingga terdapat duagigi yang bersatu. Karena sulitnya menentukan
apakah gigi yang besar akibat fusi atau geminasi, maka digunakan istilah
gigi ganda saja. Dapat terjadi pada gigi sulung maupun gigi tetap.
Gambaran klinisnya adalah bentuk gigi yang besar dan tidak
normal ditunjukkan dengan adanya groove berbentuk longitudinal pada
mahkota atau adanya lekukan pada tepi insisal. Akar dapat terpisah secara
keseluruhan atau sebagian.

Gambar 16. Fusion Teeth. Pada gambar kiri tampak mahkota gigi insisivus
sentralis rahang atas bersatu. Pada gambar kanan tambak gambaran radiografi gigi
insisivus sentralis rahang bawah dengan mahkota yang bersatu dengan 2 akar.

4. Malformasi Insisivus Dua Atas


Insisivus dua atas sering mempunyai bentuk dan ukuran yang tidak
normal yang disebut dengan Peg Shaped. Gambaran klinisnya adalah
terdapat lekukan yang dalam pada bagian palatal, mahkota bentuknya
kecil, konus dan mirip gigi berlebih. Lekukan pada bagian palatal kadang-
kadang terbentuk sedemikian dalam serta membentuk rongga. Rongga ini
terbentuk akibat invaginasi benih gigi yang sedang berkembang, keadaan

18
ini dikenal dengan dens in dens. Daerah ini merupakan daerah yang mudah
terserang karies, perlu dilakukan ronsen foto untuk memastikannya.

Gambar 17. Malformasi Insisivus Dua Atas. Pada gambar tampak lekukan yang
dalam pada bagian palatalnya.

5. Dilaserasi
Dilaserasi adalah bentuk akar gigi atau mahkota yang mengalami
pembengkokan yang tajam (membentuk sudut/kurve) yang terjadi semasa
pembentukan dan perkembangan gigi tahap/fase kalsifikasi.
Kurve/pembengkokan dapat terjadi sepanjang gigi tergantung seberapa
jauh pembentukan gigi sewaktu terjadi gangguan. Etiologi : Diduga terjadi
akibat trauma selama pembentukan gigi.

Gambar 17. Dilaserasi. Pada gambar tampak akar yang bengkok.

19
6. Kelainan : Ectopic Enamel / Enamel Pearl
Ectopic enamel atau enamel pearl adalah struktur enamel
berbentuk hemisfer yang berada di tempat yang tidak sebagaimana
mestinya, sering di akar gigi. Enamel pearl ini terjadi akibat adanya
interaksi kelanjutan antara Hertwig’s root sheath dan dentin yang sedang
berkembang sehingga memicu induksi pembentukan enamel. Neville et al,
2009).

Gambar 19. Enamel Pearl. Pada gambar tampak adanya struktur enamel
berbentuk hemisfer pada daerah bifurkasi akar.

Kelainan tumbuh kembang gigi berdasarkan perubahan posisi gigi

1) Gigi rotasi : gigi yang berubah orientasinya di dalam lengkung gigi. Sering
berhubungan dengan gigi yang berjejal-jejal dan maloklusi
2) Transposisi : kondisi dimana dua gigi yang bersebelahan telah berganti posisi
dalam lengkung gigi. Gigi yang sering mengalami adalah caninus dengan
premolar atau caninus dengan insisif lateralis.
3) Translokasi : keadaan dimana gigi erupsi ke lokasi yang abnormal. Contoh:
insisif lateralis permanen hilang kongenital kemudian tumbuh caninus
permanen di lokasi insisif tersebut. Sedangkan caninus susu masih tetap atau
tidak mau tanggal.

20
Kelainan Berdasarkan Waktu Erupsi

1. Natal Teeth

Massler dan Savara (1950) menggunakan istilah gigi natal dan


neonatal. Gigi Natal adalah gigi yang telah erupsi/telah ada dalam mulut
padawaktu bayi dilahirkan. Gigi Neonatal adalah gigi yang erupsi selama
masa neonatal yaitu dari lahir sampai bayi berusia 30 hari. Gambaran
klinis : Gambaran klinis menunjukkan perkembangan yang kurang, ukuran
kecil, bentuk konikal, warna kuning (bahkan ada yang coklat) disertai
hipoplasia email dan dentin serta kurangnya atau tidak ada perkembangan
akar. Akibat tidak mempunyai akar atau kurangnya perkembangan akar,
maka gigi tersebut hanya melekat pada leher gingiva, tidak kuat sehingga
memungkinkan gigi tersebut dapat bergerak ke segala arah. Lokasi paling
sering adalah pada gigi insisivus bawah (85 %), pada rahang atas jarang
dijumpai.

Gambar 20. Natal Teeth. Pada gambar tampak gigi insisivus rahang bawah pada
bayi yang baru dilahirkan.

2. Kista Erupsi
Kista erupsi atau eruption cyst adalah suatu kista yang terjadi
akibat rongga folikuler di sekitar mahkota gigi sulung/tetap yang akan
erupsi mengembang karena penumpukan cairan dari jaringan atau darah.
Gambaran Klinis: Diawali dengan terlihatnya daerah kebiru-biruan pada
gigi yang akan erupsi, kemudian terjadi pembengkakan mukosa yang
disertai warna kemerahan. Akibat pembengkakan ini dapat menyebabkan

21
tergigit oleh gigi antagonisnya sehingga menimbulkan rasa tidak enak atau
rasa sakit .

Gambar 21. Kista Erupsi. Pada gambar tampak cairan kista berwarna kebiruan
yang ditutupi kapsul.

3) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patomekanisme


terhadap gangguan tumbuh kembang gigi
1. Hipoplasia Enamel
Hipoplasia enamel adalah salah satu bentuk dari amelogenesis
imperfekta yang merupakan kelainan cacat herediter pada enamel yang
tidak berhubungan dengan kelainan cacat umumnya. Cacat ini merupakan
gangguan pada lapisan ektodermal sedangkan lapisan mesodermalnya
normal.
Hipoplasia enamel merupakan gangguan pada masa pembentukan
matriks organik yang menyebabkan gangguan struktur pada enamel
sehingga secara klinis terlihat pada suatu bagian dari gigi tidak terbentuk
enamel dan kadang-kadang sama sekali tidak terbentuk enamel, serta
diikuti dengan perubahan warna pada gigi.
Adanya trauma yang meninggalkan jejas pada gigi hingga
menyebabkan infeksi pada periapikal gigi akan mengganggu ameloblas
pembentuk mahkota gigi permanen, akibatnya ameloblas yang semula
berbentuk kolumnar berubah menjadi bentuk kuboid sehingga susunan
epitel ameloblas menjadi berubah (abnormal). Selanjutnya akan terjadi
proses degenerasi pada sel ameloblas yaitu adanya perubahan pada inti sel.
Inti sel mengalami nekrosis berupa kariolisis (hilangnya inti sel karena

22
lisis) dan piknosis (inti sel mengecil, bulat dan gelap). Karena tidak
ditemukannya lagi inti sel pada ameloblas, secara berangsur-angsur
ameloblas akan berubah menjadi bentukan kista dan akan terlihat
sitoplasma yang bervakuola. Lisisnya inti sel pada sel ameloblas
menyebabkan terjadinya nekrosis pada sel ameloblas sehingga pada fase
formation atau fase pembentukan matriks organik enamel terganggu dan
proses penyusunan enamel terhenti dan menyebabkan enamel berkurang
atau bahkan enamel tidak terbentuk sama sekali pada daerah tersebut
sehingga membentuk groove dan pit yang dalam atau dangkal pada
permukaan gigi akibat terjadinya hipoplasia enamel.

Gambar 22. Hypoplasia Enamel. Pada gambar tampak struktur enamel yang
tidak lengkap sehingga menyebabkan dentin terbuka.

2. Multiple missing teeth


Biasanya merupakan manifestasi dari beberapa kelainan bawaan
(Ectodermal Displasia, Trisomi 21, S. William, S. Rieger, S.
Craniosynostosis) hypodonsia merupakan istilah yang menunjukan tidak
adanya benih gigi secara congenital dan biasanya merupakan manifestasi
dari kelainan herediter. Dalam hal ini biasa disebut Ectodermal dysplasia
yang merupakan kelainan perkembangan struktur yang berasal dari
ectoderm (rambut, gigi, kuku, kulit dan jaringan keringat). Merupakan
kelainan herediter yang dapat diturunkan melalui kromosom autosomal

23
maupun X-linked resesif yang mengenai kromosom tangan panjang X
(Xq12-Xq13.1). Ectodermal Displasia sering terjadi pada pria dan jarang
pada wanita (Wanita sebagai carrier)

Gambar 23. Multiple Missing Teeth. Pada gambar tampak gigi yang tidak
tumbuh.

3. Patofisiologi Amelogenesis Imperfecta

Mutasi pada gen AMELX, Enam, dan MMP20 gen


menyebabkan amelogenesis imperfecta. Gen AMELX, Enam, dan MMP20
membuat protein yang penting untuk perkembangan gigi yang normal.
Protein ini terlibat dalam pembentukan email gigi, yang membentuk lapisan
pelindung terluar setiap gigi. Mutasi pada salah satu gen mengubah
struktur protein atau mencegah gen membuat protein sama sekali.
Akibatnya, email gigi tidak normal, tipis atau lunak dan mungkin memiliki
warna kuning atau coklat.

Amelogenesis imperfecta juga mewarisi dalam pola resesif autosomal,


gangguan tersebut dapat disebabkan oleh mutasi pada ENAM atau
MMP20. Aamelogenesis imperfecta juga dapat disebabkan oleh mutasi
pada gen AMELX dan diwarisi dalam pola X-LINKED yang
menyebabkan gangguan tersebut terletak pada kromosom X, salah satu
dari dua kromosom seks.

24
4. Amelogenesis Imperfecta tipe hipomaturation
Pengerasan enamel terjadi pada tahap maturation amelogenesis.
Kegiatan utamanya adalah degradasi dan pergerakan ion keluar masuk
matriks enamel. Pada tahap maturation terdapat protein email yang
terdegradasi oleh KLK4 dan pada tingkat yang lebih rendah oleh MMP-20.
Oleh karena itu, mutasi pada KLK4 dan MMP-20 dapat menyebabkan
hypomaturation Amelogenesis Imperfecta. Selain itu, dasar maturation
adalah deposisi ion kalsium, tetapi mekanismenya yang mendasari
transport kalsium selama Amelogenesis Imperfecta belum diketahui secara
jelas. STIM1 dan ORAL1 memediasi kalsium untuk masuk ke matriks
email. SLC24A4 juga bertanggung jawab untuk pengangkutan aktif ion
kalsium keluar sel dank e dalam matriks enamel dengan bantuan energy
NA+. Maka jika terjadi cacat gen STIM1, ORAL1, SLC24A4 akan menjadi
penyebab hypomaturation Amelogenesis Imperfecta.

5. Dentinogenesis Imperfecta
Dentinogenesis Imperfekta (DI) adalah suatu kelainan herediter yang
bermanifestasi selama periode perkembangan histodiferensiasi gigi.
Dentinogenesis Imperfekta dapat mengenai gigi sulung maupun gigi tetap,
dengan ekspresi yang menunjukkan penetrasi tinggi dan tingkat mutasi
yang rendah. Cacat perkembangan ini diturunkan secara autosomal
dominan; terjadi pada satu dari 8000 kelahiran, dan mempengaruhi
produksi dan mineralisasi dentin. Beberapa peniliti, menghubungkannya
dengan abnormalitas jumlah fosfoprotein dentin dan terdapatnya penurunan
kandungan mineral yang diakibatkan oleh sedikitnya kristal hidroksi apatit
serta peningkatan kandungan air pada matriks ekstraseluler dentin dari gigi-
gigi dengan dentinogenesis imperfecta.
Manifestasi Dentinogenesis Imperfecta muncul selama periode
perkembangan histodiferensiasi gigi yaitu proses pembentukan sel-sel
spesialisasi yang mengalami perubahan histologis dalam susunannya. Pada
tahap histodiferensiasi, epitelium terus berlangsung berinvaginasi dan

25
mendalam hingga organ enamel membentuk “bell“. Selama tahap ini,
terjadi diferensiasi sel – sel dental papila menjadi odontoblas dan sel – sel
inner menjadi odontoblast. Histodiferensiasi menandakan akhir dari tahap
proliferatif dengan hilangnya kemampuan untuk membelah. Gangguan
diferensiasi pada pembentukan sel benih gigi berakibat pada keabnormalan
struktur dentin dan enamel. Kegagalan odontoblas berdiferensiasi dengan
baik, dan keabnormalan struktur dentin akan membentuk dentinogenesis
imperfecta.
Dentinogenesis Imperfecta terjadi akibat defisiensi fosfoprotein dentin
yang berperan penting dalam dentinogenesis yang berlangsung pada fase
maturasi dentin. Fosfoprotein mengandung protein yang penting dalam
kalsifikasi dentin seperti fosforesin. Proses maturasi dentin mulai
berkembang bila vesikel matriks pada sel-sel odontoblas mulai muncul.
Vesikel matriks mengandung membran yang kaya akan fosfatidilserin yang
memiliki kemampuan untuk mengikat kalsium. Akibat dari defisiensi
fosfoprotein ini proses kalsifikasi dentin akan terganggu sehingga
fosfatidilserin tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada DI terjadi
penurunan kandungan mineral akibat sedikitnya kristal hidroksi apatit.
Peningkatan kandungan air dalam matriks ekstraseluler dentin
menyebabkan gangguan struktur pada dentin, seperti dentin menjadi lunak,
akar gigi menunjukkan peningkatan kecenderungan menjadi fraktur ketika
terkena oleh tekanan yang ringan sekalipun.

4) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan hubungan gangguan


akibat tumbuh kembang gigi terhadap faktor herediter dan diagnosa
penyakit pada scenario

A. Diagnosa : Amelogenesis Imperfecta


B. Kriteria diagnosa :
1. Hipoplasia enamel menyeluruh pada semua gigi, baik gigi sulung
maupun gigi permanen

26
2. Riwayat kondisi serupa pada keluarga, walaupun dalam bentuk resesif,
atau mutasi baru dimana tidak ditemukan kondidi serupa sebelumnya
3. Ketidakterlibatan penyakit sistemik yang menyebabkan hypoplasia
enamel menyeluruh serupa dengan amelogenesis imperfecta, contohnya
penyakit sistemik yang melibatkan gangguan metabolisme kalsium
seperti ginjal dan hati)
4. Pasien tidak menderita Syndrom TDO (Trichodentoosseous) dan
ectodermal dysplasia
C. Tanda klinis :
 Diskolorisasi pada semua gigi
 Sensitif terhadap stimulus dan mudah rapuh
 Memiliki estetik yang rendah

(Hemagaran dan Arvind, 2014)

Gambar 24. Amelogenesis Imperfecta. Pada gambar tampak seluruh gigi telah
kehilangan enamel karena enamel yang terbentuk terlalu lunak sehingga sangat
rapuh.

D. Pola Penurunan Kelainan Gen-Tunggal pada Amelogenesis


Imperfecta
1. Kelainan Pewarisan Jenis Dominan Autosom
Kelainan pewarisan jenis dominan autosom adalah manifestasi
pada keadaan heterozigot, sehingga paling sedikit satu orang tua pada

27
kasus indeks (penderita penyakit) biasanya terkena; baik pria maupun
wanita terkena, dan keduanya dapat menurunkan keadaan tersebut.
Apabila individu yang terken menikah dengan individu yang tidak
terkena, tiap anak mempunyai satu dari dua kemungkinan (50%) untuk
memperoleh penyakit tersebut. Perangai berikut juga merupakan ciri
penyakit dominan autosom :
 Pada kelainan dominan autosom, sebagian penderita tidak
mempunyai orangtua yang terkena. Penderita semacam itu
memperoleh kemungkinan mutasi baru yang mengenai baik ovum
atau sperma dari mana mereka berasal. Saudara kandungnya tidak
terkena maupun tidak mengalami resiko yang meningkat untuk
terkena penyakit.
 Perangai klinis dapat berubah karena penetrasi yang berkurang
dan ekspresifitas yang beragam. Sebagian individu mewarisi gen
mutan tetapi normal secara fenotipe. Jenis ekspresi ini dikenal
sebagai penetrasi yang berkurang. Variable yang mempengaruhi
penetrasi tidak jelas dimengerti. Berlawanan dengan penetrasi,
jika suatu trait secara konsisten berhubungan dengan gen mutan
tetapi tereskpresi berbeda diantara individu yang menyandang gen
tersebut, fenomena ini disebut variable expressivity. Misalnya,
manifestasi neurofibromatosis 1 berkisar dari bercak kecoklatan
pada kulit sampai tumor multipel dan deformitas skelet.
 Pada banyak keadaan, usia pada saat permulaan penyakit
tertunda, dan gejala serta tanda penyakit tidak muncul sampai usia
dewasa (seperti pada penyakit Huntington).
 Pada kelainan dominan autosom, 50% reduksi dari produk gen
normal berhubungan dengan tanda dan gejala klinis. Karena 50%
kehilangan aktivitas enzim dapat mengalami kompensasi, gen
yang terkena pada kelainan dominan autosom biasanya tidak
menyandi protein enzim (Kumar, 2013).

28
2. Kelainan Pewarisan Jenis Resesif Autosom
Kelainan pewarisan jenis resesif autosom membentuk kelompok
yang paling besar dari kelainan jenis mendel. Mereka terjadi apabila
kedua alel pada lokus gen tertentu adalah mutan; oleh karena itu
kelainan semacam itu ditandai oleh perangai seperti berikut :
 Ciri penyakit biasanya tidak menjangkiti kedua orang tua, tetapi
anak mungkin menunjukkan kelainan.
 Anak mempunyai satu dari empat kemungkinan untuk terkena
(contoh risiko rekurens adalah 25% untuk tiap kelahiran.
 Jika gen mutan terjadi dengan frekuensi rendah pada, terdapat
kecenderungan kuat bahwa penderita yang terkena adalah hasil
perkawinan sedarah (saudara sepupu dekat) (Kumar, 2013).

Berlawanan dengan perangai penyakit dominan autosom, perangai


berikut biasanya ditemukan pada sebagian besar kelainan jenis resesif
autosom :
 Ekspresi cacat cenderung lebih seragam daripada kelainan jenis
dominan autosom
 Penetrans lengkap adalah lazim
 Permulaan penyakit seringkali pada masa dini kehidupan
 Walapun mutasi baru untuk kelainan resesif benar terjadi, mereka
jarang ditemukan secara klinis. Karena individu yang terjangkiti
adalah heterozigot tanpa gejala, beberapa generasi mungkin
bertahan sebelum keturunan berikutnya kwin dengan heterozigot
lain dan melahirkan anak.
 Pada banyak kasus, protein enzim mengalami mutasi. Pada
heterozigot, jumlah yang sama dari enzim yang normal dan yang
cacat dibentuk. Biasanya batas keselamatan alami mendukung sel
dengan separuuh dari komplemen enzim berfungdi normal
(Kumar, 2013).

29
3. Kelainan yang terkait X (X-linked)
Semua kelainan terkait seks (sex linked) adalah X-linked. Tidak
ada penyakit yang Y-linked yang diketahui. Unsur tertentu yang
mengatur diferensiasi pria terpelihara, cirri satu-satunya yang mungkin
terletak pada kromosom Y adalah sifat untuk telinnga yang berambut,
yang tidak menjadi penderitaan. Sebagian besar kelainan X-linked
adalah yang bersifat resesif dan ditandai oleh perangai berikut :
 Mereka diturunkan oleh pembawa sifat (carrier) wanita
heterozigot hanya pada anak laki-laki, yang tentu saja bersifat
hemizigot (separuh zigot) untuk kromosom X.
 Wanita heterozigot jarang mengekspresikan fenotip secara penuh,
karena mereka mempunyai alel normal yang berpasangan;
walaupun satu dari kromosom X pada wanita mengalami
inaktivasi, proses inaktivasi ini bersifat acak (random), yang
lazimnya memungkinkan munculnya cukup banyak sel dengan
alel yang berekspresi normal.
 Pria yang terjangkiti tidak dapat menurunkan kelainan pada anak
laki-laki, tetapi semua anak perempuan menjadi pembawa sifat
(carrier). Anak laki dari wanita heterozigot mempunyai satu dari
dua kemungkinan untuk menerima gen mutan. (Kumar, 2013).

E. Tipe-tipe Amelogenesis Imperfecta

1. Amelogenesis Imperfekta Tipe Hipoplastik


Enamel pada waktu erupsi seluruhnya atau sebagian besar tidak
ada. Kalau tipis, titik-titik kontak tidak ada; tetapi kerusakan ini dapat
dijumpai dalam bentuk cekungan-cekungan, kadang-kadang sebesar
kepala peniti. Harus diingat bahwa tempat-tempat dimana terdapat
kelainan bukan petunjuk bagi sebab terjadinya,berlawanan dengan
kelainan email ynang tidak herediter. Bentuk hipoplastik
mencerminkan kerusakan matriks email yang disebabkan oleh

30
hancurnya ameloblas secara dini dalam pembentukan cekungan-
cekungan. Absennya email mungkin membuktikan tidak adanya
diferensiasi epitel email yang lebih dalam (Schuurs, 1993).

2. Amelogenesis Imperfekta Tipe Hipomaturatif


Tebal email biasanya normal. Sonde dapat menembus email
yang agak lunak. Ameloblas terbukti dapat memproduksi matriks
email, tetapi tidak dapat meresorpsi matriks ini dalam ukuran cukup.
Mineralisasinya juga tidak dapat sempurna. Email cenderung untuk
patah. Elemen-elemen berbintik coklat kuning (Schuurs, 1993).

3. Amelogenesis Imperfekta Tipe Hipokalsifikasi


Email superfisialis yang tidak teratur, sangat lunak dan dapat
dikerok dengan alat yang agak tumpul, tetapi pada awalnya
mempunyai tebal normal. Kadang-kadang dijumpai jalur hipoplastik
pada tengah-tengah vestibular. Pada foto rontgen email elemen-elemen
kelihatan seperti dimakan rayap; email yang kelihatan terang
menunjukkan bercak gelap yang tidak teratur. Email normal berisi
hampir 5% bahan organik, tetapi pada elemen ini berisi 10% (Schuurs,
1993).

F. Patogenesis Amelogenesis Imperfecta


Alasan mengapa ameloblas, pada bentuk hipoplastik berhenti
dengan pembentukan email berhenti pada bentuk hipoplastik, Weinmann
et al (1945) menjawab dengan menentukan bahwa ameloblas terlalu awal
beralih dari fase formatif ke fase maturatif, Organ enamel berubah terlalu
cepat dan tidak terjadi membrane nasmyth (Schuurs, 1993).
Pada tipe hipomaturatif terutama pinggir prismata. Seperti
diketahui, kristalit yang menyusn prismata, terutama terorientasidalam
arah panjang prismata; pada bagian bawah, jadi pada serviks kristalit,
kristalit membuat sudut makin besar dengan sumbu yang panjang.

31
Pengapuran email dimulai dengan remobilisasi matriks organik ;
tetapi proses ini pada kristalit-kristalit didaerah serviks makin menjadi
jelek, karena penyimpangan orientasinya disana. Diduga bahwa
remobilisasi diatur dengan jalan lain dan oleh gen lain daripada kalsifikasi
(Schuurs, 1993). Tipe-tipe hipokalsifikasi berdasarkan atas matriks email
yang berubaH yang membiarkan mineralisasi yang tidak cukup (Schuurs,
1993).

G. Keterlibatan gen dalam Amelogenesis Imperfecta :


 Amelogenin : Merupakan protein produk dari AMELX Xq22. Penting
untuk mempengaruhi ketebalan enamel.
 Ameloblastin : Dihasilkan oleh sel ameloblas. Berfungsi mengikat
proliferasi sel ameloblas.
 Protease : Proteinase yang diekspresikan selama tahap amelogenesis
dan mengatur protein matriks enamel yang akan mendefinisikan
struktur dan komposisi enamel.
 Enamelin : Protein matriks ekstraseluler yang terbesar dan dihasilkan
oleh ameloblas.
 KLK-4 (Kalikrein 4) : Dihasilkan dari gen pada kromosom 19.
Hilangnya KLK-4 akan mempengaruhi tahap pematangan enamel. Dan
berperan dalam autosomal resesif hypomaturation.
 Enamelysin : Contohnya MMP-20 yang dihasulkan oleh ameloblas dan
odontoblas.

32
Daftar Pustaka

Catherine M. McNamara. Multidisplinary Management of Hypodontia in


Adolescents: Case Report. J Can Dent Assoc Vol 72(8):740–6. 2006
Crawford PJM, Aldred M, Bloch-Zupan A. 2007. Amelogenesis Imperfecta.
Orphanet Journal of Rare Disease 2:17

E.I.Auerkari, A.surjadi, S Mangondjaja. 1999. Jurnal Dentinogenesis Imperfekta :


ASPEK GENETIKA MOLEKULER, KLASIFIKASI DAN UPAYA
PENANGGULANGANNYA. Bagian Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia..Penerbit : FKGUI

Farmer ED & Lawton FE. 1996. Stone’s Oral and Dental Disease. 5th Ed.
London: The English Language Book Society and E & S Livingstone Ltd.

Hemagaran, Gemimaa, Arvind. M. (2014). “Amelogenesis Imperfecta - Literature


Review”. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS).
Volume 13, Issue 1 Ver. IX, 48-51.

Kumar, Vinay. 2013. Buku Ajar Patologi Robbins. Elsevier (Singapore) Pte Ltd.
Singapore

Langlais, Robert P. 2015. Atlas Berwarna Lesi Mulut yang sering ditemukan.
Jakarta : EGC

Mary Bath, Balogh and Margaret J. Fehrenbach. 2006. Dental Embriology,


Histology, and Anatomy. 2ed 65-9. USA : Elsevier Saunders.
McDonald. Avery. Dean. 2011. Dentistry for the child and Adolescent 8th Edition.
Elsevier
Nasution TH. 2000. Skripsi. Gangguan Struktur Email. Fakultas Kedokteran Gigi.
Universitas Sumatera Utara. Medan. Indonesia.

Neville, et al. 2009. Oral and Maxillofacial Pathology Third Edition. United
States of America : Elsevier.

33
Nigam, Pankhuri.2014. Amelogenesis Imperfecta: Review . Journal of Advanced
Medical and Dental Sciences Research

Rahayu YC, Setyorini D. The role of MSX1 and PAX9 in Pathogenetic


Mechanisms of Tooth Agenesis. Dental Journal, Vol. 42 (3): 141-6. 2009
Santos M.C.L.G, line S.R.P . 2005. The genetics of amelogenesis imperfecta. A
review of literature. J app oral sci.
Schuurs.A.H.B.1993.Patologi Gigi Geligi:Kelainan-kelainan Jaringan Keras
Gigi.Gajah Mada University Press.Yogyakarta

Scott, G.R. & Turner, C.G. 2000. The Antropology of Modern Human Teeth.
Cambridge University Press.

Soames JV & Southam JC. 1985. Oral Pathology. Oxford: Oxford University
Press.

Soediono, Janti. 2009. Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial. Jakarta :


EGC

Wang, Shih Kai.2014.A Dissertation of Tooth Development:Oral Health


Sciences.Michigan

34

Anda mungkin juga menyukai