Anda di halaman 1dari 15

JOURNAL READING RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI

“Bilateral Mandibular Molariform Second Premolars”

Disusun oleh:

NAMA : Yon Aditama


NIM : 04074881921022
DOSEN PEMBIMBING : drg. Shanty Chairani, M.Si.

PROGRAM PROFESI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2020
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Makrodonsia adalah gigi yang memiliki ukuran lebih besar dari ukuran
normal.1 Makrodonsia dapat diklasifikasikan menjadi: true generalized
makrodonsia yaitu seluruh gigi lebih besar dari normal dan dapat terjadi pada
penderita pituitary gigantism, isolated atau localized true makrodonsia yaitu satu
atau beberapa gigi lebih besar dari normal yang dapat ditemui secara unilateral
pada penderita hemihipertrofi wajah, relative generalized makrodonsia yaitu gigi
normal atau sedikit lebih besar pada rahang yang memiliki ukuran lebih kecil dari
normal.2,3 Sinonim untuk makrodonsia meliputi megalodontia, megadontia, dan
makrodontism.3,4
2. Epidemiologi
Prevalensi makrodonsia berdasarkan penelitian yang dilakukan di India
pada bulan November 2011 hingga Agustus 2013 yaitu sebanyak 7 dari 3000
pasien dengan persentase 0,23 %.5 Predileksi kasus ini lebih banyak terjadi pada
laki-laki dibanding perempuan.2 Predileksi usia pada makrodonsia berada dalam
rentang usia 5-12 tahun. Predileksi ras pada kasus makrodonsia lebih tinggi pada
ras kulit coklat dibanding ras kulit putih dan hitam.6
3. Etiopatogenesis
Etiologi dari makrodonsia masih belum diketahui. Namun makrodonsia
sering dihubungkan dengan kelainan pembuluh darah yang dapat menyebabkan
peningkatan ukuran dan mempercepat perkembangan gigi yang berdekatan.
Makrodonsia juga bisa terjadi pada kelainan kelenjar pituitary. Pengaruh
keturunan dan lingkungan juga tampak aktif pada makrodonsia. Dalam studi
tentang monozigot kembar, kesesuaian yang kuat tidak ditemukan, tetapi jika
salah satu kembar menunjukkan makrodonsia, saudara kembar secara signifikan
meningkatkan risiko menunjukkan sifat yang sama (13 kali lipat dalam satu
penelitian).1,7 Terdapat juga laporan yang menghubungkan antara terapi hormonal
somatotropin dengan terjadinya makrodonsia.8
Patogenesis makrodonsia terjadi karena adanya gangguan pada tahap
tumbuh kembang gigi, yaitu pada bud stage. Pada tahap ini terjadi proses
proliferasi sel dan pertumbuhan lamina gigi menjadi bentuk kuncup yang
kemudian berpenetrasi kedalam lapisan ektomesenkim di sekelilingnya. Adanya
peningkatan proliferasi sel pada bud stage dapat mengakibatkan gigi tumbuh
dengan ukuran lebih besar daripada seharusnya.9

4. Gambaran Klinis

Gambaran klinis kasus ini, meliputi :

a. Gejala Klinis/Keluhan

Makrodonsia biasanya bersifat asimptomatik. Bila terdapat keluhan


biasanya pasien mengeluhkan ukuran giginya yang terlihat lebih besar dan
tampilan kurang estetik.1,10,11,12,13

b. Klinis Ekstraoral
Makrodonsia tidak tampak secara klinis ekstraoral.

c. Klinis Intraoral

Makrodonsia sering dijumpai pada gigi insisif dan kaninus, tetapi


dapat juga dijumpai pada gigi premolar 2 dan molar 3, biasanya hanya
terjadi pada satu atau dua gigi, namun dapat terjadi juga pada banyak gigi
sekaligus. Secara klinis, pada makrodonsia gigi tampak lebih besar dari
ukuran normal dan dapat terlihat adanya jumlah cusp yang lebih banyak,
crowding , maloklusi, atau impaksi pada gigi.1,10,12
Gambar 1. Makrodonsia pada insisif central menunjukkan ukuran gigi yang lebih
besar dibandingkan gigi sebelahnya.11

5. Gambaran Radiografis
a. Lokasi
Epicenter makrodonsia biasanya terletak pada mahkota gigi
anterior. Makrodonsia dapat terjadi pada seluruh gigi, baik gigi sulung
atau gigi permanen, namun khas terjadi pada gigi insisif dan kaninus.
Makrodonsia dapat bersifat terlokalisir (localized) baik unilateral ataupun
bilateral, dan juga dapat bersifat generalized. Dapat berjumlah single
ataupun multiple. Memiliki ukuran lebih besar dari ukuran normal gigi
hingga bisa mencapai dua kali lipat.1,10,13,14,15
b. Batas tepi dan bentuk
Batas tepi jelas dengan bentuk gigi normal atau mengalami distorsi
ringan. 1,10,13
c. Struktur internal
Struktur internal gigi makrodonsia normal.
d. Efek terhadap jaringan sekitar

Dapat menyebabkan terjadinya crowded dan impaksi pada gigi lain


yang berdekatan. 1,10,13

e. Gambar
Gambar 2. Gambar panoramik yang menunjukkan ukuran lebih besar pada
mahkota gigi premolar dua dibandingkan dengan premolar satu.

6. Diagnosis Banding
a. Fused teeth1,8,10,12,13
 Persamaan :
 Lokasi: Dapat terjadi pada semua periode gigi, baik gigi
desidui atau permanen dan lebih sering terjadi pada gigi
anterior yaitu gigi insisif dan kaninus. Ukuran gigi lebih besar
dari normal.
 Efek terhadap jaringan sekitar: mengakibatkan terjadinya
maloklusi.
 Perbedaan :
 Lokasi: Pada fusi jumlah keseluruhan gigi berkurang satu
akibat dari menyatunya dua gigi sedangkan pada makrodonsia
jumlah gigi normal.
 Bentuk: Fusi memiliki bentuk yang bervariasi, dengan atau
tanpa bifid crown, dan dengan akar yang menyatu atau terpisah.
Sedangkan pada makrodonsia bentuk gigi normal.
 Efek terhadap jaringan sekitar: Fusi menyebabkan adanya
spacing dan diastema pada gigi sedangkan makrodonsia
meyebabkan impaksi dan crowded pada gigi yang berdekatan.
Gambar 3. Fused teeth1

b. Geminasi1,8,10,12,13
 Persamaan :
 Lokasi: Dapat terjadi pada semua periode gigi, baik gigi
desidui atau permanen dan lebih sering terjadi pada gigi insisif.
Ukuran gigi lebih besar dari normal.
 Efek terhadap jaringan sekitar: mengakibatkan terjadinya
maloklusi, crowding, dan impaksi.
 Perbedaan :
 Bentuk: Terdapat invaginasi atau partial cleft (celah) pada
mahkota gigi sedangkan pada makrodonsia bentuk gigi normal.
 Efek terhadap jaringan sekitar: Area hypoplasia dan cleft
(celah) pada gigi geminasi menghasilkan daerah rentan karies
sedangkan pada makrodonsia tidak terdapat daerah rentan
karies.
Gambar 4. Geminasi

7. Gambaran histopatologi
Tidak terdapat gambaran histopatologi.

8. Perawatan
Makrodonsia umumnya tidak memerlukan perawatan apapun.1 Apabila
makrodonsia dianggap mengganggu secara estetik maka dapat diatasi
menggunakan crown dan gigi tiruan jembatan serta perawatan ortodonti untuk
mengatasi maloklusi.10,14 Jika gigi impaksi maka diindikasikan untuk
ekstraksi.15

TERJEMAHAN JURNAL

Bilateral Molariform premolar kedua mandibula

Makrodonsia adalah kelainan gigi langka yang mengacu pada gigi yang tampak
lebih besar dari normal. Makrodonsia tergeneralisasi dapat dikaitkan dengan
kondisi dan sindrom medis tertentu. Laporan kasus ini menyajikan temuan klinis
dan radiografi dari makrodonsia bilateral terisolasi pada anak berusia 14 tahun.
Pasien dirujuk ke klinik dengan crowding lokal gigi rahang atas dan rahang
bawah. Temuan radiografi menunjukkan adanya impaksi gigi premolar dua
rahang bawah di satu sisi dan erupsi gigi premolar makrodontik di sisi lain dan
penampilan morfologisnya yang berbeda, dengan karakteristik besar,
multituberkular, dan mahkota molariform dan meruncing, akar tunggal.

1. Pendahuluan

Makrodonsia adalah perubahan morfoanatomis yang dapat mempengaruhi gigi apa


pun dengan cara membuat badan gigi membesar dan akarnya lebih kecil. Gigi yang
terkena memiliki proporsi akar yang pendek, dan ruang pulpa diperbesar sebagai akibat
perpanjangan apikal. Gigi dapat muncul dalam berbagai variasi ukuran dan bentuk yang
tidak selalu sesuai dengan deskripsi yang diterima. Saat ukuran gigi dan anatomi
menunjukkan karakteristik yang menyimpang dari rentang normalitas yang seharusnya,
maka gigi tersebut dikatakan anomali.

Gigi premolar dua rahang bawah telah menunjukkan peningkatan variabilitas


morfologi mahkota. Anatomi gigi ini sangat tidak dapat diprediksi, begitu juga dengan
potensi erupsi dan posisinya di lengkung gigi. Gigi premolar kedua mandibula mungkin
menunjukkan anomaly yang sangat jarang: molarisasi. Morfologi menyerupai gigi molar
pada premolar terdiri dari tiga cusp bukal dan tiga, dua,satu, atau tidak adanya cusp
lingual. Etiologi anomali gigi sebagian besar masih belum jelas, tetapi beberapa anomali
dalam struktur gigi,bentuk, dan ukuran disebabkan oleh banyak faktor dari kelainan
selama tahap perkembangan morfodifferensiasi.

Identifikasi pola spesifik gigi yang terkait anomali dapat dihubungkan dengan faktor
genetik dan lingkungan tertentu yang berkontribusi terhadap kelainan gigi yang berbeda
subphenotypes. Makrodonsia (atau megadontia) adalah anomali langka pada gigi yang
ditandai dengan pembesaran yang berlebihan pada semua struktur gigi dan, dalam
beberapa kasus, dapat berhubungan dengan anomali morfologi. Anomali gigi dapat
dikategorikan sebagai berikut: true generalized (sebagian besar gigi), relative generalized
(seluruh gigi), dan makrodonsia terisolasi pada gigi tunggal. Makrodonsia multipel itu
aneh, tetapi mungkin terkait dengan beberapa penyakit seperti diabetes resisten insulin,
sindrom otodental, atau facial hemihyperplasia. Makrodonsia tergeneralisasi juga
mungkin dihasilkan oleh ketidakseimbangan hormon, seperti yang telah dijelaskan dalam
pituitary gigantisme. Makrodonsia pada satu gigi adalah kondisi yang relatif jarang dan
sering dilaporkan pada gigi molar atau premolar rahang bawah. Hal tersebut mungkin
mempengaruhi gigi seri, molar ketiga, dan gigi premolar dua rahang bawah. Ditandai
dengan pembesaran mesiodistal dan dimensi gigi faciolingual dengan area oklusal
mahkota meningkat.

Prevalensi makrodonsia adalah 1-2% pada pria dan 0,9% pada wanita, tetapi
makrodonsia gigi premolar kedua mandibula mempengaruhi kedua jenis kelamin secara
merata. penting untuk mengetahui tentang makrodonsia karena dapat menyebabkan
masalah pada estetika dan juga gigi bertumpuk jika ada ketidaksesuaian antara dimensi
gigi dan ukuran basis gigi. Selain itu, gigi ini lebih rentan terhadap karies dan
berhubungan dengan gangguan perkembangan oklusi oleh morfologi oklusal.

2. Laporan Kasus

Seorang anak perempuan berusia 14 tahun mengunjungi bagian rawat jalan dokter
gigi anak dengan keluhan utama gigi tidak teratur di rongga mulut. Pasien nonsyndromic
dan semua tanda-tanda vitalnya dalam kisaran normal. Tidak ada riwayat keluarga dari
setiap anomali. Pada pemeriksaan intraoral pasien terapat gigi berjejal pada lengkung
mandibula dan terdapat gigi premolar kedua yang sangat bulat di sisi kanan dan memiliki
penampilan seperti molar. Radiografi periapikal intraoral gigi menunjukkan bahwa gigi
tersebut memiliki ruang pulpa yang membesar dan akar pendek, diduga makrodonsia
(Gambar 1). pada sisi kiri terdapat gigi molar dua desidui dipertahankan.
Orthopantomograph menunjukkan gigi premolar kedua impaksi pada sisi kiri yang juga
cukup bulat dengan mahkota dan ruang pulpa yang besar dengan akar yang relatif lebih
kecil (Gambar 2).Kedua gigi premolar memiliki banyak cusp yang mengarah ke ciri
molariform seperti yang dijelaskan dalam literatur.

Tidak ada kelainan gigi lain yang terlihat jelas di ortopantomograf serta cetakan
(Gambar 3 dan 4). Rencana pengobatannya meliputi ekstraksi gigi molar kedua desidui di
sisi kiri rahang serta bedah ekstraksi makrodontik premolar pada sisi yang sama dengan
perawatan endodontik dan mahkota untuk makrodontik molariform premolar kedua pada
sisi kanan diikuti dengan crown pada gigi tersebut. Hal tersebut diikuti dengan koreksi
ortodontik. Sayangnya pasien tidak muncul untuk pengobatan dikarenakan orang tua
pasien tidak setuju untuk operasi pengangkatan gigi yang impaksi sebab tidak
memberikan keluhan pada anak. Pasien disuruh datang untuk pemeriksaan rutin guna
melihat kemajuan kasus dan intervensi nanti saat pasien setuju untuk perawatan gigi di
rongga mulut.

Gambar 1
Pada gigi 35 terdapat perbesaran ukuran mahkota, kurang lebih 13 mm, single,
berbatas jelas, berbentuk menyerupai gigi molar dengan 4 cusp, akar lebih
pendek dan ramping, struktur internal normal, efek mengakibatkan impaksi
distoangular pada gigi 35 dan prolonged retention gigi 75.

Gambar 2

Pada gigi 35 dan 45 terdapat perbesaran ukuran mahkota, masing-masing


sebesar kurang lebih 13 mm dan 12 mm, bilateral, jumlah double, batas jelas,
berbentuk menyerupai gigi molar dengan 4 cusp, akar lebih pendek dan
ramping, struktur internal normal, efek mengakibatkan impaksi distoangular
pada gigi 35, prolonged retention gigi 75, dan crowding pada gigi 44,45,46,47.

Gambar 3
Gambar 4

3. Diskusi

Makrodonsia bilateral non-sindromik dari gigi premolar kedua rahang bawah


merupakan kelainan gigi yang sangat langka dengan sangat sedikit kasus yang
dilaporkan hingga saat ini. Premolar kedua rahang bawah menunjukkan banyak
variasi dalam morfologi mereka; artinya, anatomi gigi ini sangat sulit untuk
diprediksi. Bisa jadi terdapat variasi pada cusp dimana kita bisa melihat satu, dua,
atau tiga cusp pada sisi bukal dan lingual gigi.Terlepas dari semua variasi ini yang
termasuk dalam rentang variasi normal, gigi tersebut dapat menunjukkan bentuk
anomali yang sangat langka yaitu molarisasi. Banyak kasus dimana gigi premolar
kedua rahang bawah memiliki berbagai perbedaan yang terdapat dalam literatur
termasuk gigi tanggal, hipodontia, dens in dente, duplikasi gigi premolar, dan
yang sangat jarang molarisasi.

Menjadi kondisi yang sangat langka, makrodonsia gigi premolar dua rahang
bawah telah dilaporkan secara eksklusif pada anak-anak (8-14 tahun) dengan
hanya sedikit pengecualian. Memang, gangguan erupsi premolar kedua yang
makrodotia dan bersamaan gangguan perkembangan oklusi atau pembesaran
alveolar / gingiva menjadi jelas sebelum atau antara usia 11 dan 12 tahun, saat
terjadi erupsi gigi premolar dua rahang bawah biasanya muncul. Jadi,intervensi
apapun harus diselesaikan sebelum maturitas, dan, berdasarkan laporan
sebelumnya, ekstraksi tampaknya menjadi satu-satunya intervensi yang tersedia.
Setelah ekstraksi,perawatan ortodontik harus dimulai tepat waktu karena
gangguan pada lengkungan dan oklusi setelah intervensi bedah. Dalam kasus
kami, ekstraksi juga direncanakan diikuti dengan intervensi ortodontik. Ukuran
mesiodistal gigi 35 (13 mm) lebih tinggi dari 7,3 mm untuk ukuran normal
premolar kedua seperti yang dilaporkan oleh yang lainnya tetapi lebih rendah dari
kisaran antara 10.6 dan 13.1 mm untuk premolar makrodontik yang dilaporkan
oleh Dugmore dengan cara ini; Namun, secara bukolingual, gigi 35 (8 mm)
menunjukkan ukuran yang serupa seperti yang dijelaskan oleh Sicher dan Dubrul
dan Dugmore. Selanjutnya gigi 45 menjalani pengukuran lebar mesiodistal 12 mm
dan lebar bukolingual 10 mmyang sesuai dengan yang diberikan oleh orang lain.

Dental anomali, termasuk makrodonsia, disebabkan oleh berbgai faktor


interaksi kompleks meliputi genetik, epigenetik, dan faktor lingkungan selama
proses panjang dari perkembangan gigi. Pasien dalam kasus kami menunjukkan
makrodonsia bilateral karena pembesaran yang berlebihan pada mahkota dari
kedua gigi premolar dua rahang bawah, seperti yang dilaporkan pada kasus lain.
Menurut klasifikasi makrodonsia,kasus ini berhubungan dengan makrodonsia
yang terisolasi. Hal yang jarang terjadi untuk melihat makrodonsia yang
terlokalisasi saja, karena pada umumnya dikaitkan dengan sindrom; tapi pasien
kami dan riwayat keluarganya tidak menunjukkan kondisi atau sindrom
lain.Istilah premolar macrodont molariform telah digunakan oleh Dugmore untuk
menggambarkan gigi premolar yang lebih besar menjadi besar terlihat seperti gigi
molar. Karena gigi premolar ini multituberkuler, mereka disebut molariform.
Kami juga menyebut gigi premolar ini sebagai makrodontik molariform premolar
karena ukurannya lebih besar dari gigi premolar normal dan multituberkular
seperti gigi molar.

4. Kesimpulan

Sangat penting bagi seorang praktisi gigi untuk mengenal makrodonsia tidak
hanya berkaitan dengan komplikasi klinis tetapi juga pengelolaannya.
Makrodonsia juga bias memberikan petunjuk berharga dalam mendeteksi
hubungannya dengan banyak sindrom dan kondisi sistemik lainnya.

PEMBAHASAN

Jurnal ini membahas laporan kasus terhadap seorang pasien perempuan


berusia 14 tahun, namun tidak disebutkan ras pasien. Makrodonsia sering ditemui
pada pasien dengan usia berkisar antara 5 sampai 12 tahun serta lebih sering
terjadi pada laki-laki dan ras kulit coklat, namun pada kasus ini makrodonsia
diketahui pada usia 14 tahun saat pasien berkunjung ke dokter gigi, padahal
kelainan tersebut sudah ada sejak usia 12 tahun yang merupakan awal periode gigi
permanen, dan terjadi pada pasien perempuan.
Pasien datang dengan keluhan giginya yang tidak teratur, tidak terdapat
keluhan lainnya dan tidak ada riwayat keluarga yang dapat dihubungkan dengan
keluhan pasien. Umumnya pasien dengan makrodonsia tidak memiliki adanya
keluhan, kalaupun ada biasanya mengenai ukuran gigi yang lebih besar dan
tampilan yang tidak estetik, namun pada kasus pasien hanya mengeluhkan giginya
yang tidak teratur, yang kemungkinan dapat disebabkan oleh makrodonsia,
misalnya crowding. Pada pemeriksaan ekstraoral tidak ditemukan kelainan
apapun dan semua tanda vitalnya dalam batas normal, dimana hal tersebut umum
ditemui pada pasien dengan makrodonsia. Pada pemeriksaan intraoral pasien
terdapat gigi berjejal dan malposisi baik pada maksila maupun mandibula serta
terdapat gigi 75 prolonged retention, selain itu terdapat mahkota gigi 45 yang
lebih besar dan berbentuk bulbous (membulat) serta memiliki penampilan dengan
banyak cusp (6 cusp) seperti molar juga permukaan oklusalnya yang rata.
Makrodonsia biasanya ditemukan pada satu atau dua gigi terutama gigi insisif
atau kaninus, namun pada kasus ini selain ukuran mahkota gigi yang besar
sehingga menyebabkan gigi crowded dan malposisi, terdapat juga perubahan
bentuk gigi 45 yang harusnya terdiri dari 2 atau 3 cusp menjadi 6 cusp dan
permukaan oklusal yang umumnya ada groove berubah menjadi rata, serta
terdapat gigi 75 prolonged retention kemungkinan disebabkan gigi 35 yang
makrodonsia sehingga tidak erupsi.

Pada foto panoramik dan periapikal terdapat perbesaran ukuran mahkota


gigi dengan batas jelas, struktur internal normal, efek mengakibatkan impaksi dan
crowding, maka suspek radiodiagnosis pada kasus ini adalah makrodonsia.
Makrodonsia umumnya terjadi pada gigi anterior dan memiliki bentuk gigi yang
normal, namun pada kasus ini makrodonsia terjadi pada gigi 35 dan 45 serta
mengalami perubahan bentuk menyerupai gigi molar dengan 4 cusp yang mana
hal ini jarang terjadi. Pada kasus ini dilakukan dua teknik foto radiografi, yaitu
foto periapikal dan panoramik, foto periapikal dilakukan untuk melihat
keseluruhan mahkota, akar, dan struktur internal secara detail agar diagnosis dapat
ditegakkan dengan tepat, sedangkan foto panoramik digunakan untuk melihat
keseluruhan gigi yang mengalami makrodonsia.

Diagnosis banding pada kasus ini adalah fused teeth. Persamaan dari
kedua anomali ini adalah terjadinya perbesaran ukuran mahkota jika dibandingkan
pada gigi normal. Perbedaannya adalah pada kasus fused teeth, maka akan
terdapat gigi yang hilang dan akarnya dapat lebih dari satu (menyatu) sedangkan
pada gambaran radiografis jumlah gigi lengkap dan hanya ada satu akar.

Rencana perawatan meliputi ekstraksi gigi molar kedua desidui di sisi kiri
mandibula serta bedah ekstraksi premolar makrodontik pada sisi yang sama
dengan perawatan endodontik dan mahkota untuk makrodontik molariform
premolar kedua pada sisi kanan diikuti dengan crown pada gigi tersebut.
Kemudian dapat dilakukan koreksi ortodontik untuk menghilangkan keluhan
utama pasien. Sebelum dilakukan koreksi ortodontik dilakukan scaling dan
restorasi terlebih dahulu apabila diperlukan. Rencana perawatan ini meliputi
tindakan ekstraksi, scaling, konservasi, ortodonti, dan prostodonti.

Pasien pada kasus ini menolak untuk dilakukan tindakan bedah ekstraksi
pada gigi yang impaksi karena merasa tidak adanya keluhan pada gigi tersebut.
Pasien disuruh datang untuk pemeriksaan rutin guna melihat kemajuan kasus dan
intervensi nanti saat pasien setuju untuk dilakukan perawatan gigi di rongga
mulut. Seharusnya ekstraksi pada gigi yang impaksi harus segara dilakukan
mengingat umur pasien yang masih 14 tahun, karena pada usia ini akar gigi belum
berkembang sempurna sehingga lebih mudah diangkat. Tindakan kontrol yang
dapat dilakukan apabila telah dilakukan bedah ekstraksi berupa observasi terhadap
jahitan dan penyembuhan luka seminggu setelah dilakukan tindakan.

Kesimpulan

Radiodiagnosis pada kasus ini adalah makrodonsia berdasarkan temuan


yang menunjukkan gambaran perbesaran ukuran mahkota, kurang lebih 13 mm,
bilateral, multiple, batas jelas, berbentuk menyerupai gigi molar dengan 4 cusp,
akar lebih pendek dan kecil, struktur internal normal, efek mengakibatkan impaksi
distoangular pada gigi 35 dan prolonged retention gigi 75. Namun kasus ini unik
karena gigi premolar yang mengalami makrodonsia berubah bentuk menyerupai
gigi molar atau yang biasa disebut dengan molarisasi.

Daftar Pustaka

1. Mallya SM, Lam EWN. White and pharoah's oral radiology: principles and
interpretation. 8th ed. Toronto: Elsevier, 2019. 843 p.
2. Puranik CP, Gandhi RP. Developmental dental anomalies of primary and
permanent dentition. J Dental Sci. 2019;4(5):1-20.
3. Canoglu E, Canoglu H, Aktas A, Cehreli ZC. Isolated bilateral macrodontia
of mandibular second premolars: a case report. Eur J Dent 2012;6:330-334.
4. Krishnan AR, Jayakrishnan, Raj SV, Sooraj S, Kamal SS, Rajan A. Bilateral
mandibular second premolar macrodontia: an enigmatous anomaly. IJDSR.
2014;2(6): 12-14.
5. Javali R, Meti M. Prevalence of developmental of dental anomalies of teeth
in a group of north Karnataka population, india. IJDR. 2015;3(1):5-9.
6. Pedreira FRO, et al. Association between dental anomalies and malocclusion
in Brazilian orthodontic patients. JOS. 2016: 58(1):75-81.
7. Fehrenbach MJ, Popowics T. Illustrated dental embryology, histology, and
anatomy. 4th ed. Missouri: Elsevier, 2015. 351 p.
8. Neville BW, Damm DD, Allen CM. Color atlas of oral and maxillofacial
disease. Philadelphia: Elsevier, 2019. 546p.
9. Soxman JA, Wunsch PB, Haberland CM. Anomalies of the developing
dentition. Department of Pediatric dentistry, 2019. 128 p.
10. Ghom AG, Ghom SA. Textbook of oral radiology. 2nd ed. India: Elsevier,
2016. 573 p.
11. Hubar JS. Fundamental of oral and maxillofacial radiology. USA : Willey
Blackwell.2017.258p.

Anda mungkin juga menyukai