Anda di halaman 1dari 28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK

Kelainan Akibat Gangguan Pertumbuhan Dan Perkembangan Pada


Tahap Kalsifikasi Gigi

Disusun oleh :
Kubbahseny A/P Rasendren (180631003)
Loshene A/P Mohan (140600205)
Syaza Nasyita (180631004)
Wong Lung Lung (180631017)

Dosen Pembimbing:
Zulfi Amalia Bachtiar, drg., MDSc.
NIP : 198408282009122007 ........................................

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
1

BAB 1
PENDAHULUAN

Perkembangan gigi-geligi pada masa embrional dimulai pada minggu ke-6


intrauterin.1,2 Perkembangan gigi ditandai dengan proliferasi epitel oral yang berasal
dari jaringan ektodermal membentuk penebalan epitel yang disebut dengan primary
epithelial band.1 Primary epithelial band melanjutkan aktivitas proliferasi dan
terbentuknya lamina vestibular dan lamina dental.1,3 Lamina vestibular memisahkan
bibir dan pipi dari daerah bantalan gigi, sedangkan lamina dental berperan dalam
pembentukan benih gigi.1
Tahap perkembangan gigi dapat dibagi menjadi 5 tahap fisiologis, yaitu tahap
inisiasi, tahap proliferasi, tahap morfodiferensiasi, tahap histodiferensiasi, tahap
aposisi dan dilanjut dengan tahap kalsifikasi.1,4 Seiring dengan perubahan morfologis
yang terjadi pada benih gigi, proses fisiologis berlangsung secara bersamaan untuk
memastikan pembentukan gigi dengan ukuran, bentuk, dan struktur yang normal.1
Tahap perkembangan gigi yang akan dibahas pada makalah ini adalah tahap aposisi
dan tahap kalsifikasi.
Tahap aposisi adalah pembentukan matriks keras gigi dengan deposisi dua
jaringan mineralisasi utama, yaitu enamel dan dentin yang diproduksi oleh ameloblas
dan odontoblas.1,3,4 Proses ini terjadi pada tahap histodifferensiasi dimana epitel
enamel berdifferensiasi menjadi ameloblas dan papila dental menjadi odontoblas.1,3
Gangguan yang terjadi pada histodiferensiasi ameloblas akan menyebabkan
amelogenesis imperfekta, ditandai dengan gangguan pada pembentukan enamel.
Sedangkan, gangguan pada histodiferensiasi odontoblas menyebabkan suatu kondisi
yang disebut dengan dentinogenesis imperfekta.1,5
Tahap kalsifikasi adalah suatu tahap pengendapan matriks dan garam-garam
kalsium. Tahap ini dimulai pada akhir bulan ke-5 atau pada minggu ke 20
intrauterin.2 Kalsifikasi akan dimulai di dalam matriks yang sebelumnya telah
mengalami deposisi.4 Deposisi dentin oleh odontoblas berdiferensiasi dimulai pada
2

dentino-enamel junction pada daerah ujung cusp, berkembang ke dalam dan ke arah
servikal.1,2 Ameloblas berdiferensiasi mengendap enamel di atas lapisan dentin yang
dimulai pada tepi insisal atau ujung puncak di dentino-enamel junction dan
berkembang ke arah luar dan ke arah servikal.1,4 Oleh karena itu, enamel yang lebih
matang terletak di puncak, dan enamel yang baru terbentuk berada di daerah
servikal.4
Gangguan pada salah satu tahap ini berpotensi untuk menyebabkan kelainan
pada perkembangan gigi. Kerusakan pada benih gigi pada setiap tahap akan
menyebabkan efek klinis yang berbeda.4,5 Kelainan yang terjadi pada enamel adalah
akibat dari gangguan pada tahap aposisi dan mineralisasi (kalsifikasi) perkembangan
gigi.6 Hipoplasia enamel adalah gangguan kuantitatif dan konsekuensi dari gangguan
pembentukan matriks enamel.2 Gangguan pada pembentukan matriks enamel dapat
menyebabkan hipoplasia, sedangkan gangguan kalsifikasi dari hasil matriks organik
dapat menyebabkan hipokalsifikasi. Gangguan pada pembentukan kristal pada rod
enamel dan sheaths menyebabkan terjadinya hipomaturasi.6
Amelogenesis imperfekta (AI) adalah gangguan pada perkembangan dan
pembentukan enamel tanpa adanya gangguan sistemik.5,7 Secara umum, ini
mempengaruhi keseluruhan atau hampir semua gigi baik pada gigi sulung maupun
permanen.5-7 Perkiraan frekuensi amelogenesis imperfekta berkisar antara 1:700
hingga 1:14.000 tergantung pada populasi yang diteliti.7,8
Displasia dentin merupakan kelainan dentin yang diturunkan dengan
gambaran karakteristik melibatkan morfologi dentin dan akar.5 Displasia dentin lebih
jarang terjadi daripada dentinogenesis imperfekta, dimana hanya mempengaruhi
1:100.000.5,9 Menurut klasifikasi Shields, displasia dentin terbagi berdasarkan
penampilan klinis dan radiografi yaitu tipe 1 (displasia dentin) dan tipe II (displasia
anomali dentin).9
Dentinogenesis imperfekta (DI) adalah gangguan perkembangan herediter
pada dentin yang berasal dari tahap histodifferensasi perkembangan gigi.5 Gangguan
ini diturunkan dalam mode dominan autosom dengan penetrasi tinggi dan tingkat
mutasi rendah.10 Dentinogenesis imperfekta dapat dilihat sendiri atau bersamaan
3

dengan gangguan herediter sistemik pada tulang, osteogenesis imperfekta (OI).5


Insiden dentinogenesis imperfekta adalah sekitar 1:8000.5,10
4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelainan enamel


Proses pembentukan enamel gigi terbagi kepada tiga tahapan, yaitu tahap
pembentukan matriks, tahap kalsifikasi, dan tahap maturasi. Tahapan ini terbentuk
dari pengaruh genetik dan lingkungan dimana kelainan dari enamel gigi dapat terjadi
jika ada gangguan pada tahapan ini.11 Beberapa kelainan pada jaringan enamel telah
diamati sebagai kelainan bawaan yang hanya mempengaruhi sebagian atau seluruh
dari permukaan enamel gigi.6 Terdapat juga faktor – faktor lain yang telah dibahas
dalam beberapa penelitian di antaranya adalah faktor lokal dan lingkungan.6,11 Faktor
lokal termasuk trauma dan infeksi kronis, sedangkan faktor lingkungan termasuk
penyakit sistemik dam malnutrisi.6 Kelainan enamel dapat terjadi pada gigi sulung
maupun gigi permanen.11,12,13 Kelainan dari enamel memiliki banyak etiologi seperti
penyebab genetik, sistemik, lokal, atau tidak diketahui, dan dapat menyebabkan
berbagai gambaran klinis tergantung pada penyebab dan gangguan pada tahap
pembentukan enamel.14

2.1.1 Hipoplasia enamel


Hipoplasia enamel atau Turner’s tooth adalah kelainan akibat kekurangan
deposisi matriks organik pada amelogenesis.11,13,14 Kelainan ini sering dilaporkan
pada anak – anak kurang gizi dan berat badan lahir yang rendah. Kekurangan nutrisi
merupakan salah satu faktor sistemik pada pembentukan hipoplasia.13 Faktor sistemik
lainnya berupa penyakit neonatal, kelahiran yang terlambat dan stress.13,14 Trauma
merupakan salah satu faktor lokal dari hipoplasia enamel yang dapat terjadi pada gigi
sulung seperti gigi yang intrusi maupun avulsi yang dapat menghasilkan penampilan
hipoplasia enamel.14 Tampilan hipoplasia enamel juga dapat dilihat pada gigi
permanen dimana telah terjadinya infeksi lokal pada gigi sulung anterior dan
5

posterior.14 Secara klinis, penampilan permukaan enamel berupa pits, groove atau
pengurangan permukaan enamel secara umum.15 Pits yang berbentuk oval atau bulat
dan groove yang terlihat seperti garis horizontal atau vertikal (pada kelainan genetik)
yang kasar dan pewarnaan pada gigi yang mengenai kedua gigi sulung dan/ atau
permanen.14
Hipoplasia enamel secara umumnya terbagi dua yaitu localized dan
generalized hipoplasia enamel. Localized dan generalized hipoplasia enamel
berhubungan dengan kelahiran bayi prematur dengan massa tulang kortikal yang
rendah.16 Localized hipoplasia enamel merupakan kelainan hipoplasia enamel yang
mengenai satu gigi atau beberapa gigi dan generalized hipoplasia enamel mengenai
semua atau hampir keseluruhan gigi di dalam rongga mulut.4 Kedua tipe ini terbentuk
pada enamel maupun pada dentin.12 Pada localized hipoplasia enamel, ukuran lesi
ditentukan oleh lamanya paparan dan tingkat keparahan dari agen penyebab yang
ditandai dengan lokasi keberadaan lesi pada permukaan gigi. Sedangkan pada
generalized hipoplasia enamel, lesi biasanya tidak melibatkan keseluruhan
permukaan gigi dan biasanya memiliki diskolorisasi pada permukaan gigi.4
Perawatan hipoplasia enamel dapat bervariasi sesuai dengan tingkat
keparahan, usia dan perilaku anak seperti aplikasi topikal fluor hingga prosedur
restoratif, rehabilitatif dan estetika.11 Pada kasus hipoplasia enamel yang mengenai
gigi anterior, dimana terjadi perubahan warna dan peningkatan opasitas pada gigi
dapat mempengaruhi senyuman dan estetik pasien sehingga membutuhkan perawatan
kombinasi bleaching dan restorasi.3 Perawatan yang berupa restoratif yaitu restorasi
adhesi direk memberikan keuntungan jangka waktu perawatan yang pendek,
kemudahan prosedur dan estetik yang memuaskan dengan biaya yang rendah.11,12
Restorasi direk dengan bahan seperti resin komposit dapat mengembalikan anatomi
dan karakteristik warna asli gigi serta meminimalkan jumlah jaringan gigi yang akan
dipreparasi.11,12 Jika bleaching dibutuhkan sebelum perawatan restoratif, konsentrasi
gel bleaching yang rendah digunakan.12
6


Gambar 1. Localized hipoplasia Gambar 2. Localized hipoplasia
enamel pada insisivus sentralis enamel pada insisivus sentralis
maksila: permukaan labial.12 maksila: insisal.12








Gambar 3. Localized hipoplasia Gambar 4. Localized hipoplasia
enamel pada: insisivus sentralis enamel pada: insisivus mandibula.12
maksila.12

Gambar 5. Generalized hipoplasia enamel


pada gigi sulung lainnya tetapi tidak pada
gigi insisivus permanen mandibula.12
7

2.1.2 Amelogenesis imperfekta


Amelogenesis imperfekta (AI) merupakan kondisi herediter yang
mempengaruhi kualitas dan/atau kuantitas dari struktur jaringan enamel tanpa
kelainan sistemik lainnya.5,7,13,14,17,18 Kelainan ini dijumpai pada semua atau hampir
semua gigi sulung maupun permanen.4-7,11,17,19 Pasien dengan amelogenesis
imperfekta mengalami peningkatan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Pasien
juga mengalami penurunan fungsi pengunyahan serta penampilan estetis karena
perubahan warna pada gigi anterior akibat dari kehilangan enamel.7,14 Gigi dengan
kelainan ini memiliki kontak interproksimal yang kurang akibat dari terkikisnya
jaringan enamel serta hilangnya dimensi vertikal yang disebabkan oleh atrisi
gigi.7,11,14 Akibatnya, pasien dengan amelogenesis imperfekta mengalami kesulitan
psikososial yang berhubungan dengan interaksi sosial, kepercayaan diri dan kualitas
kehidupan peribadi.14
Etiologi dari kelainan ini adalah hasil mutasi gen tunggal yang mengikuti pola
autosom dominan, resesif autosomal, atau kromosom terkait-X.4-7,14,17,18,20,22 Terdapat
4 gen spesifik yang terlibat dalam kelainan ini yaitu ENAM (gen enamelin),
AMELX/AMELY(kromosom X/Y pada gen amelogenin), MMP20 (matriks
metalloproteinase 20 atau gen enamelisin) dan KLK4 (gen kallikrein 4).5,14,17,18,20
Selain mutasi gen, amelogenesis imperfekta juga terjadi akibat kelainan dari
metabolism enamel protein matriks amelogenin, ameloblastin dan enamelin.6,14,18,20
Amelogenesis imperfekta diklasifikasi berdasarkan keturunan dari masing –
masing fenotip yang menggambarkan manifestasi klinis yang berbeda.5,7,14,17,18,20
Kelainan ini diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yaitu hipoplastik; hipomaturasi;
hipoklasifikasi; dan hipomaturasi-hipoplastik disertai taurodontism
4-7,11,14,17,19,21,22,23
(combined/mixed). Tipe hipoplastik adalah bentuk amelogenesis
imperfekta yang paling sering dijumpai, diikuti dengan tipe hipomaturasi, kemudian
tipe hipoklasifikasi dan tipe combined atau mixed.14
8

Tabel 1: Perbedaan etiologi, gambaran klinis dan radiografis dari klasifikasi


amelogenesis imperfekta.4,7,11,14,17, 19,21
Hipomaturasi-
Hipoplastik Hipomaturasi Hipokalsifikasi
hipoplastik
(Tipe 1) (Tipe 2) (Tipe 3)
(Tipe 4)
Etiologi Jumlah matriks Gangguan dari Gangguan dari Berkurangnya
enamel kurang, kualitas proses kualitas proses jumlah matriks
tetapi proses mineralisasi/ mineralisasi/ enamel disertai
mineralisasi/ kalsifikasi kalsifikasi dengan gangguan proses
kalsifikasi yang dengan kuantitas kuantitas matriks mineralisasi.
normal matriks enamel enamel yang
menyebabkan yang normal. normal.
terjadi
pengurangan
ketebalan
enamel.
Gambaran − Pengurangan − Ketebalan − Ketebalan − Gabungan
ketebalan enamel enamel normal gambaran klinis
Klinis
enamel. normal. dengan hipomaturasi
− Sudut gigi − Enamel kehilangan dan hipoplastik.
membulat. hipomineralisas translusensi asli − Penampilan
− Gigi i dan dari enamel. mottled dari
berukuran cenderung − Hipomineralisasi permukaan
lebih kecil. rapuh. enamel dengan enamel
− Enamel − Warna enamel konsistensi berwarna
termineralisasi dipengaruhi yang lunak, kuning
dengan baik, oleh sangat rapuh kecoklatan
tidak serapuh pewarnaan dan mudah aus. terlihat pada
tipe lainya. (staining) dari − Warna enamel permukaan
− Warna enamel faktor lokal. dipengaruhi labial dan pada
translusen − Penampilan oleh pewarnaan area
kekuningan mottled dari (staining) dari hipomaturasi.
hingga permukaan faktor lokal. − Sering disertai
kecoklatan enamel − Warna gigi dari taurodonsia.
tergantung berwarna kuning-oren
derajat kuning yang kemudian
translusensi kecoklatan akan berubah
dari dentin. hingga merah menjadi hitam
− Permukaan kecoklatan. kecoklatan.
kasar, irreguler − Tampilan
dan berlubang seperti snow-
disertai capped pada
dengan/tanpa permukaan
groove insisal atau
vertikal. oklusal dari
gigi.
9

Gambaran Enamel dengan Enamel dengan Enamel kurang − Enamel dengan


radiodensitas pengurangan radiopak dari pengurangan
Radiografis
normal tetapi radiodensitas dentin. radiodensitas
dengan yang mirip yang mirip
pengurangan dengan dentin. dengan dentin.
ketebalan − Kamar pulpa
enamel. membesar, dasar
kamar pulpa dan
furkasi
menunjang ke
apikal.

Amelogenesis imperfekta dapat dinilai dengan radiografi dan dihubungkan


dengan kehilangan gigi kongenital, keterlambatan erupsi gigi, resorpsi makhkota/akar
serta kalsifikasi pulpa.5,17,18 Gambaran radiografi pada kelainan ini dapat dievaluasi
dengan penggunaan foto bite-wing atau periapikal yang berkontras tinggi untuk
menentukan pengurangan radiodentisitas dari enamel dan membandingkan
radiodensitas dari enamel dan dentin. Radiodensitas pada tipe hipoplastik sangat
bervariasi, sedangkan pada tipe hipokalsifikasi memiliki nilai rata – rata radiodensitas
yang rendah disebabkan oleh pengurangan kandungan mineral.18
Penanganan amelogenesis imperfekta memerlukan tiga aspek yang harus
diperhatikan, yaitu pencegahan, restorasi, dan estetik. Diagnosis dini, manajemen
nyeri, pencegahan, restorasi dan kontrol berkala merupakan kunci dari perawatan
amelogenesis imperfekta.17 Namun pada saat ini tidak ada standar perawatan yang
ditetapkan untuk menangani pasien dengan kelainan ini selama tahap gigi bercampur.
Penanganan amelogenesis imperfekta yang berupa mempertahankan struktur gigi
harus menjadi tujuan utama, dan beberapa studi telah merekomendasikan bahan
restorasi seperti ionomer kaca, resin komposit, dan mahkota stainless steel.14
Restorasi pada gigi sulung anterior dapat dilakukan dengan menggunakan
mahkota polikarbonat atau veneer resin komposit, sementara pada gigi sulung
posterior dapat dilakukan restorasi mahkota stainless steel atau nickel chrome/gold
inlay.5,6,17,19,20,23 Secara alternatif, penggunaan mahkota stainless steel pada gigi
sulung anterior dengan resin komposit pada permukaan labial dilaporkan berhasil.23
Gigi yang berubah warna dengan struktur enamel yang baik, dapat dilakukan
10

bleaching atau mikroabrasi.5,17,19 Restorasi dengan bahan resin komposit pada


permukaan enamel yang tidak adekuat (pada tipe hipoklasifikasi) diperlukan bahan
bonding atau semen ionomer kaca yang diaplikasikan terlebih dahulu sebagai
pengikat dentin sebelum mengaplikasikan resin komposit.23 Jika gigi dengan
permukaan enamel yang tidak memungkinkan di bonding, maka dilakukan
pembuatan mahkota penuh.5,17 Jika permukaan dentin lebih banyak terpapar,
penggunaan semen ionomer kaca sebagai semen luting dalam pemasangan mahkota
lebih disarankan daripada penggunaan semen zink fosfat.23 Penanganan pasien
dengan kelainan ini bukan hanya pada restoratif tetapi juga pada periodontal.
Pembersihan kalkulus, sikat gigi dengan teratur serta penggunaan obat kumur dapat
meningkatkan kesehatan periodontal. Aplikasi flour dan bahan desensitisasi dapat
mengurangi sensitifitas pada gigi.5,17 Perawatan pada gigi sulung maupun gigi
permanen biasanya melibatkan rencana perawatan yang kompleks dan membutuhkan
kerjasama dari berbagai disiplin ilmu seperti dokter gigi spesialis konservasi,
ortodontis dan periodontis dengan dokter gigi spesialis anak.5,7,17,20 Semua anak–anak
dan orang dewasa dengan kelainan amelogenesis imperfekta memerlukan perawatan
restoratif yang berkualitas tinggi untuk mempertahankan fungsi gigi dan estetik.

Gambar 6. Amelogenesis imperfekta Gambar 7. Amelogenesis imperfekta tipe


tipe hiploplastik: enamel yang tipis hiploplastik: kasus ringan dengan
dengan diastema serta bentuk gigi diastema dan bentuk gigi membulat.12
membulat (Catatan: kehilangan gigi
insisvus lateral maksila) 12
11

Gambar 1. Amelogenesis imperfekta tipe Gambar 2. Amelogenesis imperfekta tipe


hipokalsifikasi: enamel yang terhakis hipokalsifikasi: pasien yang lebih muda
pada seluruh permukaan mahkota gigi, dengan gigi posterior yang mengalami
sebagian besar lapisan enamel sudah abrasi dan sebagian lapisan enamel pada
hilang dan memaparkan dentin.12 insisivus telah terhakis.12

Gambar 3. Amelogenesis imperfekta tipe hipomaturasi


dengan bentuk mahkota yang normal dengan
pembentukan enamel yang tidah normal. Enamel bening
pada ujung insisal/cusp dengan ketebalan normal, tetapi
dengan pits pada permukaan gigi.12
12

Gambar 11. Amelogenesis imperfekta tipe Gambar 12. Amelogenesis imperfekta tipe
combined atau mixed combined atau mixed
(hipoplastik/hipomaturasi): tampilan dari (hipoplastik/hipomaturasi): tampilan
depan.12 oklusal atas.12

2.2 Kelainan dentin


Dentin terbentuk dari komponen jaringan keras utama gigi untuk mahkota dan
akar gigi. Dentin merupakan jaringan hidup karena terdapat proses odontoblastik di
dalam tubulus dentin yang berasal dari pulpa.14 Dentin terdiri dari sekitar 70%
mineral anorganik, 20% matriks organik, dan 10% air. Matriks organik utama dentin
terdiri dari kolagen tipe I (sekitar 85%) diikuti oleh asam protein dan
proteoglikan.14,24
Pembentukan dentin dapat dipengaruhi oleh mekanisme yang mirip dengan
enamel, dengan melibatkan lebih banyak kolagen dibandingkan dengan mineral
(dentin memiliki mineral lebih sedikit dibanding enamel).4 Kelainan dalam
pembentukan dentin dapat dijumpai pada tahap histodifferensiasi, dimana sel dental
papilla berdifferensiasi menjadi pre odontoblast dan akhirnya menjadi matriks
gigi.14,24
Kelainan dentin selama tahap aposisi dimana pre odontoblast mulai
mengubah matriks dentin yang terdiri dari kolagen tipe I dan menjadi odontoblas.
Kelainan dentin pada tahap histodifferensiasi adalah dentinogenesis imperfekta dan
kelainan dentin pada tahap aposisi adalah displasia dentin.14 Menurut klasifikasi
13

Shields, kelainan dentin dibagi menjadi lima tipe: dua tipe displasia dentin (DD) dan
tiga tipe dentinogenesis imperfekta (DI).4,14,24,25

2.2.1 Displasia dentin


Displasia dentin (DD) adalah anomali struktural dentin yang sangat jarang
dijumpai tanpa adanya riwayat genetik.14 Kelainan ini diturunkan sebagai suatu sifat
gen autosomal yang dominan baik pada gigi sulung maupun gigi permanen. Kelainan
ini tidak mengenai suatu jenis kelamin yang khusus dan memiliki jangka waktu yang
sama untuk terbentuk karena semua gigi memiliki mantel dentin yang normal.14,24
Shields mengklasifikasikan displasia dentin menjadi tipe I dan tipe II.
Displasia dentin tipe I adalah perkembangan gigi dengan mahkota yang normal baik
dari bentuk, matriks dan konsistennya tapi memiliki akar yang pendek, konus dan
konstriksi pada ujung apikal, bisa mengenai gigi sulung dan permanen.26,27 Displasia
dentin tipe II hanya mengenai gigi permanen dengan akar gigi yang terlihat normal
tetapi terjadi perubahan warna coklat keabu-abuan ditambah dengan terbentuknya
tanduk pulpa yang berbentuk seperti duri pada rongga pulpa.14,27

Tabel 2: Gambaran klinis dan radiografi klasifikasi dari dentin displasia.14,24,27,28,30


Displasia Dentin Displasia Dentin
Tipe I Tipe II
(Displasia Dentin Radikular) (Displasia Dentin Koronal)
Etiologi - Displasia dentin terjadi memiliki sifat terisolasi, diwariskan oleh transmisi
keturunan autosomal dominan yang berhubungan dengan kromosom.
- Mutasi pada gen sialophosphoproprotein dentin (DSPP) menjadi penyebab
terjadinya displasia dentin.

Gambaran - Warna gigi kuning kecoklatan - Warna gigi amber translusen.


Klinis - Terdapat mobiliti gigi - Terdapat atrisi gigi.
- Tidak terdapat atrisi gigi - Tidak terdapat mobiliti gigi.
- Umumnya tidak mengenai gigi
permanen.
14

Gambaran - Akar pendek - Obliterasi pulpa


Radiografi - Radiolusen di periapikal - Kamar pulpa thistle
- Obliterasi pulpa - Mahkota bulbous


Gambar 13. Gigi sulung translusen dan
berwarna kuning, gigi permanen insisivus
sentralis erupsi
normal.25

Gambar 13. Gigi sulung translusen dan


berwarna kuning, gigi permanen insisivus
sentralis erupsi normal.25

Gambar 14. Displasia dentin tipe I terkait


dengan mobiliti dan kehilangan gigi dini:
ayah.4

Gambar 15. Displasia dentin tipe I terkait Gambar 16. Displasia dentin tipe I terkait
dengan mobiliti dan kehilangan gigi dini: dengan mobiliti dan kehilangan gigi dini:
anak laki.4 anak perempuan.4
15

Gambar 17. Gambaran panoramik menunjukkan dentin yang abnormal,


tidak ada pulpa, dan akar pendek.4

Gambar 18. Bentuk tabung thistle pada displasia Gambar 19. Bentuk tabung
dentin tipe II: gambaran ortopantomografi.4 thistle pada dysplasia dentin tipe
II: foto periapikal.4

Gambar 20. Pertumbuhan gigi permanen


dengan displasia dentin tipe II. Ruang pulpa
lebih kecil dari normal.24
16

Pasien dengan displasia dentin umumnya pasien memiliki indeks karies yang
rendah dimana mahkota gigi tidak menunjukkan kelainan terhadap morfologi gigi.14
Pasien menunjukkan nilai ambang yang rendah dalam tes pulpa dan timbul rasa nyeri
karena kondisi pulpa yang abnormal. Morfologi akar yang tidak normal, kehilangan
gigi yang dini akan menyebabkan prognosis untuk perawatan buruk.14,27 Perawatan
yang dianjurkan adalah preventive dental care.

2.2.2 Dentinogenesis imperfekta


Dentinogenesis imperfekta (DI) adalah kelainan genetik yang mempengaruhi
kolagen dentin. Dentinogensis imperfekta merupakan suatu kelainan perkembangan
dentin yang dapat mengenai baik gigi sulung maupun gigi permanen dengan
karateristik produksi dentin dari mineralisasi yang abnormal. Gambaran klinis
termasuk berwarna kuning, abu–abu hingga ungu kebiruan, rapuh, mahkota
berbentuk bulat pendek, akar sempit dan obliterasi pulpa.14,25 Perkembangan
abnormal dari dentin ini disebabkan oleh adanya mutasi dari gen
14
dentinsialophosphoprotein (DSPP).
Gen DSPP merupakan gen protein non kolagen pembentukan dentin yang
mengandung serin. Serin ini dapat terfosforilasi dan membantu terjadinya proses
mineralisasi dentin.14 Apabila gen ini bermutasi maka terdapat abnormalitas dari
jumlah fosfoprotein dentin sehingga tampilan klinis gigi berwarna biru-keabuan atau
kuning-kecoklatan serta mineralisasi dentin terganggu sehingga kandungan mineral,
kristal hidroksiapatit dentin juga menurun. Klasifikasi dentinogenesis imperfekta
dibagi menjadi tiga, yaitu dentinogenesis imperfekta tipe 1, tipe 2 dan tipe 3.14,24,25,30
17

Tabel 3: Gambaran klinis dan gambaran radiografi dari dentinogenesis imperfekta.14,25,29,30


Tipe I Tipe II Tipe III
(Osteogenesis (Dentin Opak (Brandywine Isolate
imperfekta) Herediter) Hereditary
Opalescent Dentin)
Gambaran Klinis - Gigi berwarna - Penampilan sama - Gigi berwarna
amber translusen. dengan DGI tipe I kuning kecoklatan.
- Enamel mudah - Enamel hilang
pecah - Abrasi ditemui lebih
- Abrasi dan atrisi awal
lebih parah pada gigi
sulung.
Gambaran - Obliterasi pulpa - Obliterasi kamar - Kamar pulpa besar
Radiografi - Mahkota bulbous pulpa dan dentin tipis
- Akar pendek - Morfologi abnormal (Shell teeth)
dari mahkota dan - Mahkota bulbous
akar - Akar pendek

Gambar 21. Dentinogenesis Gambar 22. Dentinogenesis


imperfekta: Gambaran klinis imperfekta: Gambaran oklusal gigi
diskolorisasi gigi coklat- yang menunjukkan atrisi gigi sulung.4
kekuningan.4
18

Gambar 23. Dentinogenesis Gambar 24. Dentinogenesis


imperfekta: Masa gigi bercampur.4 imperfekta: Gigi permanen.4

Gambar 25. Kondisi atrisi yang parah Gambar 26. Kondisi atrisi yang parah
pada permukaan oklusal pada gigi pada permukaan oklusal pada gigi
sulung dan gigi permanen: Oklusal sulung dan gigi permanen: Oklusal
rahang atas.4 rahang bawah.4

Gambar 27. Dentinogenesis imperfekta dengan ukuran gigi


kecil dan tidak ada ruangan pulpa.4
19

Gambar 28. Pasien dengan Blue sclera dengan kelainan


dentinogenesis imperfekta.4

Perawatan dapat bervariasi tergantung pada usia pasien dan tingkat


keparahannya.14 Dentinogenesis imperfekta pada anak dapat dilakukan dengan
merestorasi gigi sulung dengan mahkota stainless steel dan mahkota komposit.
Perawatan yang dapat dilakukan di rumah adalah menjaga kebersihan mulut. Oleh
karena dentinogensis imperfekta yang mengenai gigi sulung lebih parah keadaannya
daripada dentiogenesis imperfekta pada gigi permanen, maka diagnosis dan
perawatan sejak dini perlu dilakukan. Pertimbangan dini perawatan penting untuk
dilakukan di samping dapat membantu upaya pencegahan dan restoratif sejak dini,
jumlah gigi asli dapat dipertahankan secara maksimal.29,30
Dentinogenesis imperfekta tipe 1 (osteogenesis imperfekta) dapat dilakukan
dengan terapi bifosfonat. Bifosfonat di dalam darah dapat berikatan langsung dengan
kristal hidroksiapatit tulang dan bertindak sebagai agen anti resorpsi dan aktivitas
osteoklas. Jika ada abses, perawatan pulpa tidak memungkinkan maka gigi perlu
dicabut. Onlay oklusal gigi molar dan premolar permanen mengurangi atrisi gigi dan
dapat mempertahankan vertikal dimensi oklusal.14.30
Oleh karena itu, rencana perawatan dentinogenesis imperfekta sangat
tergantung pada individual dan harus dimulai sedini mungkin, dimulai pada masa
pertumbuhan gigi sulung, dan ditangani pada masa gigi bercampur hingga ke tahap
pertumbuhan gigi permanen. Perawatan dentinogenesis imperfekta harus
mempertimbangkan perkembangan gigi normal, vertikal dimensi, dan estetika.14,30
20

Perawatan multidisiplin meliputi:14


1. Restorasi penuh.
2. Overdenture dan partial denture dapat mempertahankan hubungan intra dan
inter-lengkung. Contohnya, untuk kasus gigi yang atrisi parah sampai
setentang margin gingiva.
3. Pembedahan ortodontik untuk memperbaiki maloklusi parah.
4. Ortodontik untuk merapikan gigi dan memperbaiki fungsi dan estetika yang
lebih baik.
21

BAB 3
PEMBAHASAN

Anomali gigi umumnya disebabkan oleh berbagai faktor seperti yang terkait
dengan genetik, penyakit, dan lebih spesifik, ke faktor lokal (trauma, tekanan,
kehilangan awal gigi sulung, kebiasaan buruk, dll). Kualitas keturunan memiliki
pengaruh yang signifikan pada formasi, kalsifikasi, erupsi, bentuk, struktur, ukuran
dan jumlah gigi, dan juga pada lebar dan kedalaman lengkung gigi. Selain itu, ada
juga anomali dari aspek antropologis sehubungan dengan evolusi rahang manusia dan
gigi. Perubahan filogenik terakhir dari gigi merupakan acuan dari bentuk dan
ukurannya.31,32 Di sisi lain, hubungan antara ukuran gigi, rahang dan kepala telah
berubah selama filogenik transisi umat manusia. Sulit untuk mempelajari literatur
yang relevan dengan prevalensi berbagai anomali gigi karena tampaknya hanya
sedikit penelitian yang membuktikan anomali perkembangan ini.14
Amelogenesis imperfekta (AI) adalah kondisi yang mempengaruhi gigi sulung
dan permanen yang menghasilkan formasi enamel kuantitatif/kualitatif yang
abnormal. Kelainan ini tidak memiliki hubungan dengan berbagai kondisi sindrom
yang memiliki enamel yang rusak sebagai suatu bagian dari sindromnya.7,14
Diperkirakan 1:14.000 orang di Amerika Serikat dipengaruhi oleh AI dan telah
diklasifikasikan ke dalam empat kategori dengan beberapa subtipe berdasarkan mode
keturunan dan presentasi fenotip. Jenis AI hipoplastik adalah tipe yang paling sering
ditemukan (61,2%) diikuti oleh AI hipomaturasi (32,2%) dan oleh AI hipokalsifikasi
serta gabungan hipomaturasi /hipoplastik AI (3,2%). Tiga protein struktural utama
yang terlibat dalam AI adalah amelogenin yang paling utama ditemukan, amelobastin
terdiri sekitar 5% dari protein enamel serta enamelin, yaitu protein terbesar tetapi
paling sedikit ditemukan.2,14
Pasien yang mengalami kelainan AI mengalami peningkatan sensitivitas
terhadap panas dan dingin, dan penampilan estetik yang berkurang karena perubahan
warna gigi anterior serta mengalami penurunan dalam fungsi pengunyahan.
22

Kehilangan enamel meyebabkan pasien dengan kelainan ini mengalami kekurangan


pada kontak interproksimal dan hilangnya dimensi vertikal. Pasien dengan AI juga
mengalami gangguan psikososial karena mereka mengalami ansietas sosial terutama
apabila berinteraksi dengan orang, kepercayaan diri yang rendah, serta kualitas hidup
yang rendah yang dirasakan pasien sendiri.14,31
Restorasi pada pasien dengan AI mempunyai tingkat kesuksesan yang rendah.
Setelah 5 tahun hanya 50% kasus restorasi yang mampu bertahan terhadap tingkat
keparahan kondisi ini. Berbagai jenis AI menghasilkan tingkat kesuksesan restorasi
yang berbeda, tipe hipoplastik mempunyai tingkat kesuksesan lebih tinggi
dibandingkan dengan tipe hipomaturasi atau tipe hipokalsifikasi. Ketika
mempertimbangkan perawatan restoratif untuk pasien AI harus ingat bahwa
manajemen pasien yang optimal adalah dengan mempertimbangkan fase
perkembangan gigi.14 Merawat pasien pada periode gigi bercampur biasanya lebih
sulit dan pada saat ini masih tidak ada standar perawatan yang ditetapkan untuk
merawat pasien dengan kondisi AI selama periode gigi bercampur.2,8,14
Tujuan utama adalah ntuk mempertahankan struktur gigi dan perawatan yang
diberikan pada gigi permanen harus konservatif ketika mempertimbangkan fakta
bahwa gigi molar dan insisivus yang terlalu banyak dipreparasi akan menjadi sulit
untuk direstorasi dengan mahkota tuang yang lebih definitif nantinya. Studi Soxman
JA dkk. telah merekomendasikan bahan restoratif seperti ionomer kaca, resin,
amalgam, dan mahkota stainless steel.14 Para penulis telah melaporkan kegagalan
restorasi resin pada gigi dengan AI dan mereka merekomendasikan bahwa restorasi
resin harus dipertimbangkan sebagai restorasi sementara selama perawatan restoratif
yang lebih definitif dapat diberikan. Namun, rata-rata pasien mengalami penurunan
sensitivitas dan kepercayaan diri yang lebih baik karena perawatan restoratif awal.5,14
Dentinogenesis imperfekta (DI) adalah kondisi yang mempengaruhi kedua
gigi sulung permanen yang menghasilkan pembentukan gigi abnormal dan
mempengaruhi 1:8000 orang.5,10 Studi-studi sebelumnya tentang DI menyebutnya
sebagai dentin yang opak karena warna ungu dari enamel dan warna coklat dari
dentin yang terpapar. Beberapa peneliti menggambarkannya sebagai gigi dengan
23

warna coklat kebiruan dengan permukaan enamel normal, produksi berlebihan dari
dentin yang menghilangkan pulpa serta dentin atipikal yang menunjukkan
peningkatan matriks dentin dengan susunan tubulus dentin yang tidak teratur.10,14,32
Beberapa penelitian telah menggambarkan dentin sebagai jaringan lunak
yang menyebabkan keausan berlebihan dan bahwa dentin mengandung banyak sel
interglobular dengan kandungan air yang tinggi dan kandungan matriks anorganik
yang rendah. Pada tahun 1939, Hodge et al. menyimpulkan gambaran klinis dari DI,
dimana gigi berwarna kuning dan translusen serta mempunyai kecenderungan untuk
patah/aus yang tinggi.14 Gambaran radiografi dengan ukuran akar yang berkurang,
tidak adanya ruang pulpa, dan kehilangan parsial/total pulpa. Secara klinis, selain
warna bening, mahkota gigi muncul bulbous karena penyempitan pada bagian
servikal dari akar dan meruncing dan akar berbentuk spike-like yang pendek.10,14
Dokter gigi memainkan peranan penting dalam merawat pasien dengan DI.
Diagnosis dan perawatan dini sangat penting dalam peningkatan kualitas hidup
pasien. Perkembangan karies lambat karena atrisi yang cepat pada gigi yang
disebabkan oleh dentin yang lunak.11,14 Kondisi gigi yang buruk membutuhkan
perawatan dini yang dapat membantu mencegah kehilangan dimensi vertikal dan
ruang interproksimal karena kerusakan yang disebabkan oleh gesekan oklusal yang
cepat atau karena pencabutan gigi yang tidak dapat direstorasi lagi. Perawatan dini
dari aspek psikologis juga dapat membantu pasien yang memiliki gigi dengan
kelainan warna dan maloklusi.10,14,29
Perawatan dapat bervariasi tergantung pada usia pasien dan tingkat keparahan
kondisinya. Oleh karena itu, rencana perawatan harus dimulai sedini mungkin, yaitu
pada pertumbuhan gigi sulung, dan ditangani pada periode gigi bercampur hingga
periode pertumbuhan gigi permanen. Perawatan harus mempertimbangkan
14,31
perkembangan gigi yang normal, vertikal dimensi, dan estetik.
24

BAB 4
KESIMPULAN

Anomali perkembangan gigi memerlukan pemeriksaan dan perencanaan


perawatan yang sangat teliti. Apabila ada satu anomali pada pasien tersebut, dokter
gigi sudah harus curiga bahwa anomali lain mungkin juga muncul. Anomali
perkembangan gigi mempunyai berbagai variasi, dimana tidak akan ada dua anomali
dari jenis yang sama yang menunjukkan gejala yang sama. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang berbagai kriteria dan gejala dari berbagai jenis anomali
perkembangan gigi yang telah diteliti sebelumnya sangat berguna untuk
mengidentifikasi dan mengklasifikasi anomali tersebut. Hal ini sangat penting untuk
keperluan diagnosa pasien dengan anomali tertentu dan melakukan rencana
perawatan yang tepat dan individual.31,32 Oleh karena itu, perlu peningkatan
pengetahuan bagi seorang dokter gigi untuk mengetahui manifestasi klinik serta
penatalaksanaan terhadap kelainan-kelainan yang terjadi akibat gangguan
pertumbuhan dan perkembangan gigi.
25

DAFTAR PUSTAKA

1. Jose M. Essentials of Oral Biology. India: CBS Publishers, 2017: 40-64.


2. Caruso S, Bernardi S, Pasini M. The process of mineralization in the
development of human tooth. J European Paed Dent 2016; 17(4): 322-26.
3. Edward K, Jiang R. Development of teeth. United States: Elsevier Inc, 2018:
1-11.
4. Ansari G, Golpayegani MV, Welbury R. Atlas of pediatric oral and dental
developmental anomalies. New Jersey: Wiley-Blackwell, 2019: 16-44.
5. Review Council. Dental management of heritable dental developmental
anomalies. J American Academy of Pead Dent 2013; 39(6): 348-53.
6. Tahmassebi JF, Day PF, Toumba KJ, Andreadis GA. Paediatric dentistry in
the new millennium: 6 dental anomalies in children. Dent Update 2003; 30:
534-40.
7. Roma M, Hegde S. Amelogenesis imperfecta: a review of the literature. J of
Pharmaceutical Science and Research 2016; 8(9): 1024-44.
8. Mehta DN, Shah J, Thakkar B. Amelogenesis imperfecta: four case reports. J
of Natural Science, Biology and Medicine; 4(2): 462-65.
9. Singh A, Gupta S, Yuwanati MB. Dentin dysplasia type 1. J British Medical
2013; 1-3.
10. Sapir DMD, Shapira J. Dentinogenesis imperfecta: an early treatment
strategy. J American Academy Pediatric Dent 2001; 23(3): 232-37.
11. Barzotto I, Rigo L. Clinical decision making for diagnosis and treatment of
dental enamel injuries. J Hum Growth Dev 2018; 28(2): 189-98.
12. Carvalho LD dkk. Hypoplastic enamel treatment in permanent anterior teeth
of a child. Operative Dentistry 2013; 38(4): 363-8.
13. Anitha. Roopashri G, David MP. Prevalance of developmental dental
anomalies – a clinical study. Int J of Comtemperary Med Research 2018; 2(3):
22-4.
26

14. Soxman JA, Wunsch PB, Haberland CM. Anomalies of the developing
dentition: a clinical guide to diagnosis and management. Switzerland:
Springer Nature AG 2019: 109-20.
15. Slayton RL dkk. Prevalance of enamel hypoplasia and isolated opacities in the
primary dentition. Pediatric Dentistry AAPD 2001; 23(1): 32-6.
16. Seow WK, Masel JP, Wier C. Mineral deficiency in the pathogenesis of
enamel hypoplasia in prematurely born, very low birthwieght children. The
American Academy of Pediatric Dentistry 1989; 11(4): 297-302.
17. Hertiana E. Penatalaksanaan Amelogenesisimperfekta: laporankasus.
Cakradonya Dent J 2018; 10(1): 38-43.
18. Collins MA dkk. Dental anomalies associated with amelogenesis imperfecta:
a radiographic assessment. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol, and
Endod 1999; 88(3): 358-64.
19. Fonseca RB dkk. Enamel hypoplasia or amelogenesisimperfecta – a
restorative sapproach. Braz J Oral Sci 2006; 5(16): 941-3.
20. Crawford PJM, Aldred M, Bloch-Zupan A. Amelogenesisimperfecta.
Orphanet J of Rare Diseases 2007; 2: 17-28.
21. Witkop CJ Jr. Amelogenesisimperfecta, dentinogenesisimperfecta and dentin
dysplasia revisited: problem in classification. J Oral Pathol 1989; 17: 547-53.
22. Dunlop C. Abnormalities of teeth. U of Missouri-Kansas City 2004: 1-10.
23. Seow WK. Clinical diagnosis and management strategies of
amelogenesisimperfecta variants. Pediatric Dent 1993; 15(6): 384-93.
24. J.-W. Kim, and J.P. Simmer. Hereditary Dentin Defects. J of Dental Research.
2007; 392-397
25. Barron MJ, McDonnell ST, MacKie I, Dixon MJ. Hereditary dentine
disorders: dentinogenesis imperfecta and dentine dysplasia. Orphanet J of
Rare Diseases 2008; 3-31
26. Rocha CT, Filho PN, Silva LAB, Assed S, Queiroz AM. Variation of Dentin
Dysplasia Type I: Report of Atypical Findings in the Permanent Dentition.
Braz Dent J 2011) 22(1): 74-78.
27

27. Rasaratnam L, Djemal S. Type-1 Dentine Dysplasia − Diagnostic and


Clinical Challenges in Restorative Management. Dental update 2017 (3): 174-
180
28. Toomarian L,Mashhadiabbas F,Mirkarimi M, Mehrdad L. Dentin dysplasia
type I: a case report and review of the literature. J Of Medical Case Reports.
2010; 1-6
29. Bratanata O, Soehartona AW, Auerkari EI. Manifestasi klinis, aspek genetika
molekular dan management dentinogenesis imperfekta. 2007; 14(1) :41-47
30. Prameswari ZT, Sjafei A, Winoto ER. Kelainan gigi pada pasien osteogenesis
imperfecta. Orthodontic Dental J 2011(2): 16-25
31. Hajrija K et al.: Dental anomalies among students of faculty of dentistry in
Sarajevo. Bosnia: Acta Medica Academica 2006;35:23-29
32. Setyarini D, Shita ADP: Stomatognatic: J.KG.Unel 2009; 6: 45-50

Anda mungkin juga menyukai