Anda di halaman 1dari 27

Tumor Jinak

Kelenjar Saliva

Mucocele & Ranula

Pembimbing: Disusun Oleh:


drg. Tenny Setiani Dewi sp. PM (K) Fajar Hani Priandhika || 160721220002
M.Kes Oral Medicine 2022 Padjajaran University
“MUCOCELE

2
Definisi & Epidemiologi
▫ Mukokel adalah tumor jinak (benign), berupa lesi kistik yang berisi mucus
dan umum terjadi pada kelenjar saliva minor.
▫ Mukokel juga sering disebut lesi pseudocystic dikarnakan gambaran
histopatologisnya.
▫ Angka prevalensi mukokel adalah 2,4 kasus per 1000 orang
▫ Persentase tertinggi (70%) terjadi pada rentang usia 3-20 tahun.
▫ Umumnya terletak di bagian lateral mengarah ke midline mukosa labial.
▫ Beberapa kasus ditemui pada mukosa bukal dan ventral lidah, dan jarang
terjadi pada bibir atas.
Etiopatogenesis
▫ Etiologi utama dari mukokel ada 2, yaitu :
▫ 1. Trauma lokal atau mekanis pada kelenjar saliva  Mukus ekstravasasi
▫ Dapat berupa dampak dari lip sucking (diastema memperparah), lip biting, kebiasaan menggesekkan
ventral lidah pada gigi anterior bawah)
▫ Pada bayi yang baru lahir dapat berupa 3 faktor: trauma akibat proses kelahiran bayi yang
menggunakan alat bantu forceps, trauma pada saat dilakukan suction untuk membersihkan saluran
nafas sesaat setelah bayi dilahirkan, ataupun trauma yang disebabkan karena ibu jari bayi yang
dilahirkan masih berada dalam posisi sucking (menghisap) pada saat bayi melewati jalan lahir 
congenital mucocele
▫ Duktus glandula saliva minor rusak, akibatnya saliva keluar menuju lapisan submukosa kemudian
cairan mukus terdorong dan sekresinya tertahan lalu terbentuk inflamasi (adanya penumpukan
jaringan granulasi di sekeliling kista) mengakibatkan penyumbatan pada daerah tersebut
Etiopatogenesis
▫ 2. Adanya genangan mukus dalam duktus ekskresi yang tersumbat dan melebar (terjadi
penyumbatan)  Mukus Retensi
▫ Genangan mukus dalam duktus ekskresi yang tersumbat dan melebar dapat disebabkan karena plug
mukus dari sialolith atau inflamasi pada mukosa  menekan duktus glandula saliva minor 
terjadinya penyumbatan pada duktus glandula saliva minor  terjadi dilatasi akibat cairan mukus
yang menggenang dan menumpuk pada duktus glandula saliva  rupture  lapisan subepitel
digenangi oleh cairan mukus dan menimbulkan pembengkakan pada mukosa mulut
Etiopatogenesis
▫ Contributing factor lainnya dapat berupa :

▫ chronic inflammation/irritation (missal dari panas atau asap rokok)


▫ excretory duct fibrosis
▫ trauma intubasi
▫ sialolithiasis pada kelenjar saliva minor (jarang)
Klasifikasi
▫ Berdasarkan etiopatogenesisnya: mucus ekstravasasi dan mucus retensi

▫ Berdasarkan lokasinya :
Superficial Mucocele : tepat dibawah lapisan mukosa, dengan ukuran 1-4 mm
Classic Mucocele : tepat diatas lapisan submucosa, dengan ukuran <1 cm
Deep Mucocele : dibawah lapisan submucosa atau lebih dalam lagi.
Gambaran Klinis
▫ Massa yang fluktuatif, berwarna translusen kebiruan (apabila massa belum
begitu dalam letaknya), atau warnanya normal seperti warna mukosa mulut
(apabila massa terletak lebih dalam)

▫ Asimptomatik (tidak sakit saat palpasi)

▫ Diameter massa berkisar antara 1 mm hingga 1 cm


Gambaran Klinis
Gambaran Histopatologi

Tipe ekstravasasi memperlihatkan glandula yang Tipe retensi menunjukkan adanya


dikelilingi oleh jaringan granulasi epithelial lining
“RANULA”

11
Definisi & Epidemiologi
▫ Ranula adalah istilah yang digunakan untuk menyebut mukokel yang letaknya di dasar
mulut.
▫ Kata ranula yang digunakan berasal dari bahasa latin “RANA” yang berarti katak,
karena pembengkakannya menyerupai bentuk tenggorokan bagian bawah dari katak.
▫ Merupakan pembengkakan dasar mulut yang berhubungan dan melibatkan glandula
sublingualis (90% kasus), terkadang melibatkan submandibularis, dapat juga
melibatkan glandula salivari minor
▫ Angka prevalensi ranula adalah 0,2 kasus per 1000 orang
▫ Seperti halnya mukokel, ranula seringkali terjadi di masa remaja atau dewasa muda
Etiopatogenesis
▫ Etiologi Ranula hampir sama dengan mucocele
▫ Penyebab lain yang menyebabkan pembentukan ranula termasuk inflamasi kronis (sarkoidosis dan
sindrom Sjogren) atau infeksi (HIV) dengan periductal scarring, ductal hypoplasia, ductal stenosis,
ductal agenesis, dan neoplasia.
▫ Variasi anatomi dalam sistem duktus kelenjar sublingual dapat meningkatkan risiko perkembangan
ranula. Risiko tampaknya meningkat ketika saluran Bartholin terhubung dan bermuara ke saluran
Wharton
Etiopatogenesis
▫ Terdapat dua konsep patogenesis ranula superfisial. Pertama pembentukan kista akibat obstruksi duktus saliva dan
kedua pembentukan pseudokista yang diakibatkan oleh injuri duktus dan ekstravasasi mukus. Obstruksi duktus saliva
dapat disebabkan oleh sialolith, malformasi kongenital, stenosis, pembentukan parut pada periduktus akibat trauma,
agenesis duktus atau tumor.
▫ Ekstravasasi mukus pada glandula sublingual menjadi penyebab ranula servikal. Pseudokista ini berpenetrasi ke otot
milohioideus. Sekresi mukus mengalir ke arah leher melalui otot milohioideus dan menetap di dalam jaringan fasial
sehingga terjadi pembengkakan yang difus pada bagian lateral atau submental leher. Sekresi saliva yang berlangsung
lama pada glandula sublingual akan menyebabkan akumulasi mukus sehingga terjadi pembesaran massa servikal
secara konstan.
▫ Trauma dari tindakan bedah yang dilakukan untuk mengeksisi ranula menimbulkan jaringan parut atau disebut juga
jaringan fibrosa pada permukaan superior ranula, sehingga apabila kambuh kembali ranula akan tumbuh dan
berpenetrasi ke otot milohioideus dan membentuk ranula servikal
Klasifikasi
▫ Berdasarkan letaknya ranula dibedakan menjadi dua, yaitu :
▫ Simple Ranula yang juga disebut dengan oral ranula merupakan ranula yang terbentuk karena obstruksi duktus
glandula saliva tanpa diikuti dengan rupturnya duktus tersebut. Letaknya tidak melewati ruang submandibula, dengan
kata lain tidak berpenetrasi ke otot milohioideus.
▫ Plunging/Diving Ranula yang juga disebut cervical ranula merupakan massa yang terbentuk akibat rupturnya
glandula saliva tanpa diikuti rupturnya ruang submandibula yang kemudian menimbulkan plug pseudokista yang
meluas hingga ke ruang submandibula atau dengan kata lain berpenetrasi ke otot milohioideus.
▫ Ranula juga dapat dibedakan atas fenomena ekstravasasi mukus dan kista retensi mukus. Ekstravasasi mukus
merupakan akibat dari trauma, sedangkan kista retensi mukus terjadi akibat obstruksi duktus glandula saliva.
▫ Selain tipe ranula di atas, dikenal pula ranula kongenital, yaitu ranula yang diakibatkan anomali kongenital, misalnya
atresia duktus saliva atau kegagalan pada proses pembentukan kanal/duktus ekskresi. Varian ini sangat jarang ditemui.
Gambaran Klinis
▫ Massa yang fluktuatif, berwarna translusen kebiruan (apabila massa belum begitu dalam letaknya),
atau warnanya normal seperti warna mukosa mulut (apabila massa terletak lebih dalam)
▫ Asimptomatik (tidak sakit saat palpasi), jika dipalpasi warna tidak berubah pucat
▫ Diameter massa berkisar antara 1 mm hingga 1 cm
▫ Keluhan yang paling sering diungkapkan pasien adalah mulutnya terasa penuh dan lidah terangkat
ke atas.
▫ Ranula yang berukuran besar akan menekan duktus glandula saliva dan menyebabkan aliran saliva
menjadi terganggu  muncul gejala obstruksi glandula saliva seperti sakit saat makan atau sakit
pada saat glandula saliva terangsang untuk mengeluarkan saliva  kelenjar saliva membengkak.
▫ Plunging Ranula akan menimbulkan pembengkakan pada leher, biasanya berdiameter 4-10 cm dan
melibatkan ruang submandibula.
Gambaran Klinis
Gambaran Histopatologi
Secara histopatologi, kebanyakan ranula tidak mempunyai lapisan epitel dan dinding dari ranula terdiri dari
jaringan ikat fibrous yang menyerupai jaringan granulasi. Seringkali juga dijumpai gambaran mucin

Gambaran histopatologi ranula simpel yang menunjukkan histiosit yang mendominasi pada ruang kista dan pada serabut
penghubung pseudokista.
Gambaran Radiologi
Differential Diagnosis,
Treatment Plan,
Complication,
Prognosis
Penegakan Diagnosa
▫ Anamnesa (allo/auto)  pemeriksaan KU, riwayat pembengkakan, deteksi gejala, pemeriksaan
IO/EO, KGB.
▫ Pemeriksaan keadaan abnormal dengan memperhatikan konsistensi, warna, dan jenis keadaan
abnormal, kemudian pemeriksaan intra oral yaitu secara visual melihat pembengkakan pada rongga
mulut yang dikeluhkan pasien dan melakukan palpasi pada massa tersebut. Diperhatikan apakah ada
perubahan warna pada saat dilakukan palpasi pada massa. Ditanyakan kepada pasien apakah ada
rasa sakit pada saat dilakukan palpasi.
▫ Pemeriksaan Penunjang  Radiologi : CT-scan / Ultrasonografi / MRI
Differential Diagnosis

▫ Fibroma
▫ Oral Hemangioma / Oral Lymphoma / Oral Lipoma
▫ Kista Dermoid
▫ Sialolithiasis
▫ Neoplasma (Jinak/Ganas) Kelenjar Saliva
▫ Abses Submandibular / Sublingual
Treatment Plan

Bedah Eksisi Marsupialisasi

Ablasi Laser Cryosurgery, Electrocautery

23
Treatment Plan

▫ Bidang IPM
▫ Terapi Farmakologis  Pencegahan infeksi sekunder menggunakan mouthwash (bacteriostatic
CHX 0,2%), deteksi fokal infeksi (pulpitis atau gingivitis)
▫ KIE  Edukasi pasien untuk eliminasi faktor penyebab (jika ada)  contoh : bad habit (lip
sucking, lip biting, kebiasaan menggesekkan ventral lidah pada gigi anterior bawah)
▫ Rujuk ke Bedah Mulut untuk terapi pembedahan.
▫ Rujuk ke spesialisasi terkait untuk eliminasi focal infection
Komplikasi
▫ Komplikasi pada mukokel dan ranula dapat berupa :
▫ Intraoperatif  Hemorhage, damage pada Warthon duct yang berujung ductal stenosis atau
obstructive sialadenitis, parestesia (Lingual/Facial nerve injury)
▫ Post-Operative  Hematoma, Infection, Dehiscence (kematian jaringan) pada luka
▫ About half of the plunging or cervical ranulas arise as a result of the failure to excise oral ranulas
completely. These plunging ranulas may enlarge and result in a respiratory compromise or acute
mediastinitis, a life-threatening complication.
Prognosis
▫ Secara keseluruhan prognosis untuk mukokel dan ranula cukup baik.
▫ Lesi ini hadir sebagai pembengkakan tanpa rasa sakit dan asimtomatik di rongga mulut tanpa
morbiditas atau mortalitas terkait.
▫ Beberapa lesi berukuran besar dapat mengganggu bicara, pengunyahan, penelanan, atau bahkan
pernapasan tergantung pada lokasinya.
▫ Dengan eksisi lengkap lesi bersama dengan kelenjar penyebab, tingkat kekambuhan secara
signifikan rendah.
▫ Sebaliknya, prosedur lain, termasuk marsupialisasi dan aspirasi kista, dikaitkan dengan tingkat
kekambuhan yang lebih tinggi.
▫ Dalam studi pediatrik baru-baru ini, tingkat kekambuhan berkisar antara 6% -8% setelah operasi.
THANKS FOR YOUR ATTENTION

Any questions?
Fell Free to Ask!

27

Anda mungkin juga menyukai