Anda di halaman 1dari 22

PEMERIKSAAN PENANDA FUNGSI HATI

Fajar Hani Priandhika, drg

Tiene Rostini dr. Sp. PK (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS

PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2022
DAFTAR ISI

BAB I.................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................1

1.2 Tujuan...............................................................................................................1

BAB II...............................................................................................................................2

TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................2

2.1 Pengertian.........................................................................................................2

2.2 Indikasi Pemeriksaan Fungsi Hati..................................................................3

2.3 Jenis Pemeriksaan Fungsi Hati.......................................................................4

2.3.1 Penilaian Fungsi Hati...............................................................................5

2.3.2 Pengukuran Aktivitas Enzim.................................................................11

2.3.3 Mencari Etiologi Penyakit......................................................................14

BAB III............................................................................................................................18

KESIMPULAN...............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUA

1.1 Latar Belakang

Dalam menegakkan diagnosa, seringkali dokter memerlukan

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah atau spesimen lainnya. Di

antara pemeriksaan darah atau spesimen lain tersebut, salah satunya adalah

pemeriksaan penanda fungsi hati. Pemeriksaan fungsi hati dilakukan jika ada

indikasi yang mengarah kepada penyakit pada hati atau penyakit-penyakit lain

yang menyebabkan terganggunya fungsi hati. Untuk itu disusunlah makalah yang

berjudul Pemeriksaan Penanda Fungsi Hati ini.

1.2 Tujuan

1) Untuk mengetahui pengertian dari penanda fungsi hati.

2) Untuk mengetahui indikasi dilakukannya pemeriksaan fungsi hati.

3) Untuk mengetahui jenis-jenis pemeriksaan fungsi hati.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Hati sebagai organ kelenjar terbesar memiliki peran penting dalam

metabolisme glukosa dan lipid, membantu proses pencernaan, absorbsi lemak dan

vitamin yang larut dalam lemak, serta detoksifikasi tubuh terhadap zat toksik.

Posisi hati pada tubuh manusia yaitu di abdomen kuadrat kanan atas menyatu

dengan saluran bilier dan kandung empedu. Vaskularisasi hati berasal dari

sirkulasi sistemik melalui arteri hepatika dan menampung aliran darah dari sistem

porta yang mengandung zat makanan yang diabsorbsi usus. Secara mikroskopis,

hati tersusun oleh banyak lobulus dengan struktur serupa yang terdiri dari

hepatosit, saluran sinusoid yang dikelilingi oleh endotel vaskuler dan sel kupffer

yang merupakan bagian dari sistem retikuloendotelial. Tes fungsi hati adalah tes

yang menggambarkan kemampuan hati untuk mensintesa protein (albumin,

globulin, factor koagulasi) dan memetabolisme zat-zat yang terdapat dalam

darah.1 Pemeriksaan laboratorium penyakit hati sering diminta klinisi untuk

penapisan dan deteksi adanya kelainan atau penyakit hati, membantu

menengakkan diagnosis, memperkirakan beratnya penyakit, membantu mencari

etiologi suatu penyakit, menilai hasil pengobatan, membantu mengarahkan upaya

diagnostik selanjutnya serta menilai prognosis penyakit dan disfungsi organ hati.2

2
2.2 Indikasi Pemeriksaan Fungsi Hati

Pemeriksaan fungsi hati dapat dilakukan untuk membedakan di antara

beberapa penyakit hati berikut, yaitu hepatitis, sirosis, penyakit empedu, penyakit

pembesaran hati, sumbatan pasif dan kegagalan hati yang parah.3 Dalam literatur

lain dikatakan bahwa pemeriksaan fungsi hati ini dilakukan apabila pasien

dicurigai memiliki penyakit hati, pada pasien yang berisiko atau memonitor

keganasan dan sebelum memulai dan memantau pengobatan yang bersifat

hepatotoksik.4 Pemeriksaan tes fungsi hati ini juga dilakukan pada pasien yang

mana saat dilakukan pemeriksaan ditemukan mengarah ke penyakit hati,

misalnya ada kecurigaan keracunan (misal paracetamol), jaundice, riwayat

kebiasaan meminum minuman beralkohol, tanda-tanda penyakit liver kronik

termasuk asites, riwayat penyakit haemachromatosis pada keluarga. Tes fungsi

hati juga dilakukan pada pasien dengan resiko tinggi terkena infeksi virus, seperti

pada orang yang berkontak erat dengan penderita hepatitis, pemakai narkoba,

riwayat transfusi, serta pada pasien-pasien penderita penyakit lain tetapi memiliki

pengaruh terhadap fungsi hati seperti penyakit keganasan dan pada pasien

hipoksia. Penderita yang mendapat pengobatan jangka panjang seperti valproate

dan methotrexate juga dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan fungsi hati.4

Sebagaimana yang telah kita ketahui, fungsi dari hati yaitu:5

a. Fungsi ekskresi, hati berperan dalam pengaturan metabolisme bilirubin

dengan sekresi dan ekskresi bilirubin.

b. Fungsi sintesis, sintesis protein seperti albumin dan globulin, serta transport

protein juga terjadi di hati. Hati juga memproduksi trigliserida, kolesterol,

lipoprotein dan asam empedu. Albumin menjaga

3
tekanan osmotik plasma, transport berbagai senyawa dan bertindak sebagai

cadangan protein.

c. Fungsi metabolik, hati mengatur metabolism karbohidrat, lemak dan protein.

Glikogen diperoleh dari monosakarida yang disimpan di hati, Ketika intake

karbohidrat menurun, kadar gula darah dipertahankan melalui penghancuran

glikogen (glikogenolisis). Jika dibutuhkan, asam amino dan lemak dikonversi

menjadi gula oleh hati (gluconeogenesis). Sintesis trigliserida, fosfolipid,

kolesterol, dan lipoprotein terjadi di hati. Hati juga berperan dalam produksi

kolesterol untuk membentuk asam empedu. Asam empedu sangat penting

dalam penyerapan lemak dalam usus halus. Lipoprotein membantu dalam

proses transport lemak. Di samping sintesis protein dan enzim, hati juga

merupakan tempat penghancuran dan transaminase asam amino. Ammonia

dikonversi menjadi urea pada siklus urea dan didetoksifikasi di hati.

d. Hati adalah tempat penyimpanan zat besi, glikogen dan vitamin.

e. Pada saat janin di dalam kandungan, hematopoiesis terjadi di hati. Hati juga

menjadi tempat penghancuran dan perusakan sel darah merah (immune

hemolysis).

f. Hati adalah organ utama dalam katabolisme hormon steroid.

2.3 Jenis Pemeriksaan Fungsi Hati

Jenis pemeriksaan fungsi hati dapat dibagi menjadi tiga bagian besar,

yaitu penilaian fungsi hati, mengukur aktivitas enzim dan mencari etiologi

penyakit. Pada penilaian fungsi hati diperiksa fungsi sintesis hati, ekskresi dan

detoksifikasi.2

4
2.3.1 Penilaian Fungsi Hati

a. Fungsi Sintesis

1) Albumin

Hati merupakan tempat sintesis hamper semua protein plasna kecuali

gamma globulin yagn disintesis oleh plasma sel. Konsentrasi total serum

protein pada dewasa adalah 5,5-8,0 gm/dL sedangkan nilai normal serum

albumin 3,5-5 gm/dL. Serum albumin menyusun 60% dari total serum

protein. Albumin disintesis oleh hati dan berfungsi untuk mempertahankan

keseimbangan distribusi air dalam tubuh (tekanan onkotik koloid). Albumin

membantu transport beberapa komponen darah, seperti: ion, bilirubin,

hormon, enzim, obat. Implikasi klinis pemeriksaan albumin:1

 Nilai meningkat pada keadaan dehidrasi

 Nilai menurun pada keadaan malnutrisi, sindroma absorpsi, hipertiroid,

kehamilan, gangguan fungsi hati, infeksi kronik, luka bakar, edema,

asites, sirosis, nefrotik sindrom, SIADH dan perdarahan.

Inflamasi kronik akan menambah volume plasma menyebabkan

hypoalbuminemia. Karena waktu paruh albumin relatif lama (20 hari), serum

level masih terlihat normal pada penyakit hati akut.3

2) Prothrombin Time (PT)

Pemeriksaan Prothrombin time dilakukan untuk mengetahui

kemampuan hati dalam mensintesa faktor-faktor koagulasi (faktor I, II, V,

VII, IX, X) kecuali faktor VIII.1 Beberapa protein yang terlibat dalam

5
hemostasis dan fibrinolisis (faktor kolagulasi: α2-antiplasmin, antithrombin,

heparin cofactor II, high-molecular-weight kininogen, prekalikrein, protein C

dan S) disintesis oleh hati. Sintesis faktor II, VII, IX dan X dan protein C dan

S tergantung dari adanya vitamin K. Kemampuan hati untuk fungsi sintesis

dapat diperkirakan dari waktu prothrombin dan international normalized

ratio. PT/INR memanjang berarti kemungkinan terdapat kekurangan vitamin

K. Jika setelah diberikan terapi vitamin K pada pasien, nilai PT/INR menjadi

normal menunjukkan adanya defisiensi vitamin K. 6 Apabila waktunya tetap

memanjang setelah terapi dengan vitamin K artinya kemungkinan terdapat

obstruksi bilier.2 Penilaian Prothrombin Time juga digunakan untuk

menentukan MELD (Model for End Stage Liver Disease) yaitu mengetahui

perlu atau tidaknya transplantasi hati.3 Pemeriksaan Prothrombin Time

menilai faktor I, II, V, VII, IX dan X yang memiliki waktu paruh lebih

singkat dari pada albumin sehingga pemeriksaan PT untuk menilai fungsi

sintesis hati lebih sensitif. Pada kerusakan hati berat maka sintesis factor

koagulasi oleh hati berkurang sehingga PT akan memanjang.2

3) Globulin

Globulin merupakan unsur dari protein tubuh yang terdiri dari

globulin alpha, beta, dan gama. Globulin berfungsi sebagai pengangkut

beberapa hormon, lipid, logam, dan antibodi. Pada sirosis, sel hati mengalami

kerusakan arsitektur hati, penimbunan jaringan ikat, dan terdapat nodul pada

jaringan hati, dapat dijumpai rasio albumin:

6
globulin terbalik. Peningkatan globulin terutama gama dapat disebabkan

peningkatan sintesis antibodi, sedangkan penurunan kadar globulin dapat

dijumpai pada penurunan imunitas tubuh, malnutrisi, malababsorbsi, penyakit

hati, atau penyakit ginjal.2

4) Elektroforesis Protein

Pemeriksaan elektroforesis protein adalah uji untuk mengukur kadar

protein serum dengan cara memisahkan fraksi-fraksi protein menjadi 5 fraksi

yang berbeda, yaitu alpha 1, alpha 2, beta, dan gamma dalam bentuk kurva.

Albumin merupakan fraksi protein serum yang paling banyak sekitar 2/3 dari

total protein. Perubahan pola pada kurva albumin tersering adalah penurunan

kadar albumin atau hipoalbuminemia, karena albumin memiliki rentang nilai

rujukan yang besar maka penurunan ringan tidak akan terlihat. Fraksi alpha 1

globlin hamper 90% terdiri dari alpha 1 antitrypsin sisanya tersusun atas

alpha 1 acid glycoprotein, alpha-1 antichymotrypsin, alpha fetoprotein, dan

protein pengangkut seperti cortisol binding protein dan thyroxine- binding

globulin. Alpha-1 globulin merupakan protein reaksi fase akut sehingga

kadarnya akan meningkat pada penyakit inflamasi, penyakit degenerative,

dan kehamilan. Alpha 2 globulin terdiri dari haptoglobulin, seruloplasmin,

alpha 2 makroglobulin, dan alpha lipoprotein. Peningkatan kadar haptoglobin

terjadi sebagai protein fase akut pada peradangan. Penurunan kadar

haptoglobulin dapat dijumpai pada penyakit hati berat, anemia hemolitik

intravaskular. Hipogamaglobulinemia fisiologis dapat dijumpai pada

neonatus.

7
Penurunan gamma globulin dapat disebabkan imunodefisiensi, pengobatan

immunosupresif, kortikosteroid, dan kemoterapi. Pada myeloma tipe light

chain dapat dijumpai hipogamaglobulinemia yang harus dikonfirmasi dengan

pemeriksaan protein Bence Jones di urin. Hipergamaglobulinemia dapat

berupa penebalan pita yang difus atau poliklonal atau penebalan setempat

(monoclonal).

5) Cholinesterase (CHE)

Pengukuran aktivitas enzim cholinesterase serum membantu menilai

fungsi sintesis hati. Aktivitas cholinesterase serum menurun pada gangguan

fungsi sintesis hati, penyakit hati kronik, dan hipoalbumin karena albumin

berperan sebagai protein pengangkut cholinesterase. Penurunan

cholinesterase lebih spesifik dibandingkan albumin untuk menilai fungsi

sintesis hati karena kurang dipengaruhi faktor-faktor di luar hati. Pada

hepatitis akut dan kronik cholinesterase menurun sekitar 30%-50%.

Penurunan cholinesterase50%-70% dapat dijumpai pada sirosis dan

karsinoma yang metastasis ke hati. Pengukuran cholinesterase serial dapat

membantu untuk menilai prognosis pasien penyakit hati dan monitoring

fungsi hati setelah trasplantasi hati.2

b. Fungsi Ekskresi

1) Bilirubin

Bilirubin berasal dari pemecahan heme akibat penghancuran sel

darah merah oleh sel retikuloendotel. Akumulasi bilirubin berlebihan di

8
kulit, sklera, dan membran mukosa menyebabkan warna kuning yang disebut

ikterus.2 Kadar bilirubin lebih dari 2 mg/dL biasanya baru dapat

menyebabkan ikterus.3 Peningkatan bilirubin terjadi jika terdapat pemecahan

sel darah merah berlebihan atau jika hati tidak dapat mensekresikan bilirubin

yang dihasilkan. Terdapat dua bentuk bilirubin:1

- tidak langsung atau tidak terkonjugasi (terikat dengan protein).

- langsung atau terkonjugasi yang terdapat dalam serum.

Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi lebih sering terjadi akibat

peningkatan pemecahan eritrosit, sedangkan peningkatan bilirubin tidak

terkonjugasi lebih cenderung akibat disfungsi atau gangguan fungsi hati.

Implikasi klinik:1

 Peningkatan bilirubin yang disertai penyakit hati dapat terjadi pada

gangguan hepatoseluler, penyakit sel parenkim, obstruksi saluran empedu

atau hemolisis sel darah merah.

 Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dapat terjadi pada anemia

hemolitik, trauma disertai dengan pembesaran hematoma dan infark

pulmonal.

 Bilirubin terkonjugasi tidak akan meningkat sampai dengan penurunan

fungsi hati hingga 50%.

 Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat terjadi pada kanker

pankreas dan kolelitiasis.

 Peningkatan kadar keduanya dapat terjadi pada metastase hepatik,

hepatitis, sirosis dan kolestasis akibat obat – obatan.

9
2) Asam Empedu

Asam empedu disintesis di hati dan jaringan lain seperti asam

empedu yang dihasilkan oleh bakteri usus, sebanyak 250-500 mg per hari

asam empedu dihasilkan dan dikeluarkan melalui feses, 95 % asam empedu

akan direabsorbsi kembali oleh usus dan kembali ke dalam siklus

enterohepatik. Fungsi asam empedu membantu sistem pencernaan, absorbs

lemak, dan absorbs vitamin yang larut dalam lemak. Pada keruskan sel hati

maka hati akan gagal mengambil asam empedu sehingga jumlah asam

empedu meningkat. Pemeriksaan asam empedu sangat dipengaruhi oleh

makanan sehingga sebelum melakukan pemeriksaan asam empedu sebaiknya

puasa selama 8-12 jam. Terdapat 2 jenis asam empedu yaitu primer dan

sekunder. Asam empedu primer disintesis di dalam sel hati sedangkan asam

empedu sekunder merupakan hasil metabolism oleh bakteri usus. Pada sirosis

dijumpai penurunan sintesis asam empedu primer sehingga terjadi penurunan

rasio antara asam empedu primer terhadap asam amino sekunder, sedangkan

pada kolestasis asam empedu sekunder tidak terbentuk sehingga terjadi

peningkatan rasio asam empedu primer terhadap asam amino sekunder.2

c. Fungsi Detoksifikasi

Amonia

Pada keadaan normal di dalam tubuh ammonia berasal dari metabolism

protein dan produksi bakteri usus. Hati berperan dalam detoksifikasi

ammonia menjadi urea yang akan dikeluarkan oleh ginjal.

10
Gangguan fungsi detoksifikasi oleh sel hati akan meningkatkan kadar

ammonia menyebabkan gangguan kesadaran yang disebut ensefalopati atau

koma hepatikum.2 Nilai normal Amonia adalah 15–60 mcg/dL7

2.3.2 Pengukuran Aktivitas Enzim

a. Enzim Transaminase

Serum Aminotransferase merupakan penanda injuri hepatika. Pada

keadaan normal, aminotransferase ada di serum dalam jumlah yang rendah.

Jika sel yang ada enzim aminotransferase mengalami nekrosis atau kematian

sel, aminotransferase akan keluar dan meningkat jumlahnya di dalam darah.

Enzim transaminase yaitu:

1) Alanin Aminotransferase (ALT) dahulu disebut SGPT

2) Aspartat Aminotransferase (AST) dahulu disebut SGOT

 Nilai normal ALT adalah 5-35 U/L. Nilai normal AST adalah 5-

35 U/L. terdapat tiga jenis peningkatan jumlah ALT dan AST,

yaitu:

- Most Marked Elevation yaitu peningkatan ALT dan AST > 15x nilai

normal. Keadaan ini terjadi pada hepatitis akut, kerusakan

hepatocellular diinduksi oleh racun (misal carbon tetraklorida)

centrilobular necrosis karena iskemia (congestive heart failure).

- Moderate Elevation yaitu peningkatan ALT dan AST 5-15 kali nilai

normal. Keadaan ini terjadi pada hepatitis kronis, hepatitis autoimun,

hepatitis alkoholik, obstruksi saluran empedu akut, dan hepatitis yang

diinduksi obat.

11
- Mild Elevation yaitu peningkatan ALT dan AST 1-3 kali dari nilai

normal. Keadaan ini terjadi pada sirosis, cholestasis dan non- alcoholic

steatosis.

Selain keadaan penyakit, obat-obatan juga dapat meningkatkan serum

transaminase, yaitu:1

- Asetominofen

- Co-amoksiklav

- HMGCoA reductase inhibitors

- INH

- Antiinflamasi nonsteroid

- Fenitoin

- Valproat

b. Alkaline Phosphatase (ALP) dan Gamma Glutamyltransferase (GGT)

1) Gamma Glutamil transferase (GGT)

Nilai normal :

Laki-laki ≤94 U/L SI : ≤1,5 μkat/L

Perempuan ≤70 U/L SI: <1,12 μkat/

GGT terutama terdapat pada hati, ginjal terdapat dalam jumlah yang

lebih rendah pada prostat, limfa, dan jantung. Hati dianggap sebagai sumber

enzim GGT meskipun kenyataannya kadar enzim tertinggi terdapat di ginjal.

Enzim ini merupakan marker (penanda) spesifi k untuk fungsi hati dan

kerusakan kolestatis dibandingkan ALP. GGT adalah enzim yang diproduksi

di saluran empedu sehingga meningkat nilainya pada gangguan empedu.

Enzim ini berfungsi dalam

12
transfer asam amino dan peptida. Laki-laki memiliki kadar yang lebih tinggi

daripada perempuan karena juga ditemukan pada prostat. Monitoring GGT

berguna untuk mendeteksi pecandu alkohol akut atau kronik, obstruksi

jaundice, kolangitis dan kolesistitis.1

Implikasi klinik:1

- Peningkatan kadar GGT dapat terjadi pada kolesistitis, koletiasis, sirosis,

pankreatitis, atresia billier, obstruksi bilier, penyakit ginjal kronis,

diabetes mellitus, pengggunaan barbiturat, obat-obat hepatotoksik

(khususnya yang menginduksi sistem P450). GGT sangat sensitif tetapi

tidak spesifi k. Jika terjadi peningkatan hanya kadar GGT (bukan AST,

ALT) bukan menjadi indikasi kerusakan hati.

- Obat-obat yang menyebabkan peningkatan GGT antara lain

karbamazepin, barbiturat, fenitoin, serta obat yang menginduksi sistem

sitokrom P450.

2) Alkalin Fosfatase (ALP)

Nilai normal : 30 - 130 U/L

Enzim ini berasal terutama dari tulang, hati dan plasenta. Konsentrasi

tinggi dapat ditemukan dalam kanakuli bilier, ginjal dan usus halus.

Pelepasan enzim ini seperti juga indeks penyakit tulang, terkait dengan

produksi sel tulang dan deposisi kalsium pada tulang. Pada penyakit hati

kadar alkalin fosfatase darah akan meningkat karena ekskresinya terganggu

akibat obstruksi saluran bilier.1

Implikasi Klinik:1

13
- Peningkatan ALP terjadi karena faktor hati atau non-hati. Peningkatan

ALP karena faktor hati terjadi pada kondisi obstruksi saluran empedu,

kolangitis, sirosis, hepatitis metastase, hepatitis, kolestasis.

- Peningkatan ALP karena faktor non-hati terjadi pada kondisi penyakit

tulang, kehamilan, penyakit ginjal kronik, limfoma, beberapa

malignancy, penyakit infl amasi/infeksi, pertumbuhan tulang, penyakit

jantung kongestif

- Peningkatan kadar ALT dapat terjadi pada obstruksi jaundice, lesi hati,

sirosis hepatik, penyakit paget, penyakit metastase tulang, osteomalasis,

hiperparatiroidisme, infus nutrisi parenteral dan hiperfosfatemia.

- Penurunan kadar ALT dapat terjadi pada hipofosfatemia, malnutrisi dan

hipotiroidisme.

- Setelah pemberian albumin IV, seringkali terjadi peningkatan dalam

jumlah sedang alkalin fosfatase yang dapat berlangsung selama beberapa

hari.

2.3.3 Mencari Etiologi Penyakit

a. Penyakit Hati Autoimun

Beberapa antibodi dan protein tertentu dapat digunakan sebagai penanda

etiologi dari penyakit hati autoimun seperti antinuclear antibody (ANA) untuk

hepatitis autoimun kronis, anti-smooth muscle antibodies (SMA) dan

antimitochondrial antibody (AMA) untuk sirosis hati, hepatitis autoimum

kronis, dan sirosis.

14
b. Keganasan Sel Hati

Pada keganasan sel hati dapat dipilih parameter alfafetoprotein (AFP)

yaitu suatu protein yang disintesis pada masa fetus, kadar puncak AFP adalah

usia janin 12-16 minggu dan menurun segera setelah bayi lahir. Peningkatan AFP

yang sangat tinggi mengarah pada keganasan sel hati, tumor embriogenik

ovarium, tumor embriogenik testis, hepatoblastoma embriogenik, dan kanker

gastrointestinal. Peningkatan ringan AFP dapat disebabkan oleh beberapa

keadaan seperti hepatitis akut dan kronis, serta kehamilan.2

c. Infeksi Virus Hepatitis

Hepatitis adalah inflamasi jaringan hati dapat disebabkan oleh virus,

bakteri, protozoa, autoimun, obat-obatan, atau zat toksik. Infeksi dikatakan akut

jika gejala kurang dari 6 bulan sedangkan kronis jika infeksi sudah berlangsung

lebih dari 6 bulan.8 Diagnosis hepatitis virus sangat ditentukan oleh penanda

serologi dari bagian virus hepatitis. Nilai normal pemeriksaan ini adalah negatif.

Terdapat minimal empat jenis virus hepatitis. Bentuknya secara klinis sama,

tetapi berbeda dalam imunologi, epidemiologi, prognosis dan profilaksis.1 Jenis

virus hepatitis:

1) Hepatitis A; infeksius hepatitis,

 HAV-ab/IgM; dideteksi 4 – 6 minggu setelah terinfeksi dan

menunjukkan tahap hepatitis A akut.

 HAV-ab/IgG; dideteksi setelah 8 -12 minggu setelah terinfeksi dan

menunjukkan pasien sebelumnya pernah terpapar hepatitis A.

15
2) Hepatitis B; hepatitis serum /transfusi,

 HBs-Ag merupakan antigen permukaan hepatitis B yang ditemukan pada

4-12 minggu setelah infeksi. Hasil positif menunjukkan hepatitis B akut

(infeksi akut dan kronik)

 Hbe-Ag ditemukan setelah 4-12 minggu setelah terinfeksi. Hasil yang

positif menunjukkan tahapan aktif akut (sangat infeksius)

 Hbc-Ag (antibodi inti hepatitis B) ditemukan setelah 6 – 14 minggu

terinfeksi. Hasil yang positif menujukkan infeksi yang sudah lampau.

Merupakan penanda jangka panjang.

 HbeAb antibodi ditemukan 8-16 minggu sesudah terinfeksi,

menunjukkan perbaikan infeksi akut.

 Hasil positif antibodi HBs-Ab terhadap antigen permukaan hepatitis B

terjadi setelah 2-10 bulan infeksi. Menunjukkan pasien sebelumnya telah

terinfeksi/terpapar hepatitis B tetapi tidak ditemukan pada tipe hepatitis

yang lain. Merupakan indikator perbaikan klinik, juga dapat ditemui pada

individu yang telah berhasil diimunisasi dengan vaksin hepatitis B.

Pengukuran DNA virus dengan PCR dapat digunakan untuk memonitor

terapi HBV dengan obat antivirus.1

3) Hepatitis D selalu berhubungan dengan hepatitis B

 Diagnosa ditegakkan jika ditemukan serum IgM anti HDV positif

dan IgM anti HBc positif. IgM anti-delta muncul pada 1 minggu dan

menghilang pada minggu ke 5-6 kadang-kadang 12 minggu. RNA

HDV menjadi penanda awal infeksi.

16
 Superinfeksi terjadi jika infeksi HBV kambuh. Peningkatan serum

AST dan ALT menjadi satu-satunya indikasi infeksi. Diagnosis

ditegakkan jika ditemukan RNA HDV atau serum IgM anti HDV

terdeteksi bersamaan dengan IgG anti HBc.

 RNA HDV terdeteksi pada infeksi HDV akut dan kronik.9

4) Hepatitis C; dahulu non A atau non B. Orang yang berisiko hepatitis: pasien

dialisis, pasien onkologi/hematologi, pasien hemofili, penyalahguna obat

suntik, homoseksual.

 Antibodi anti HCV non reaktif, RNA HCV terdeteksi, artinya ada

infeksi hepatitis C akut atau hepatitis C kronik pada kasus

immunocompromised

 Jika antibodi anti HCV reaktif, RNA HCV tidak terdeteksi, terdapat

pada kasus infeksi HCV yang sedang dalam pengobatan.

 Jika antibodi anti HCV reaktif dan RNA HCV terdeteksi, terdapat

infeksi kronis HCV dan infeksi akut HCV (dapat dibedakan dengan

riwayat klinis pasien)

 Jika antibodi anti HCV nonreaktif, RNA HCV tidak terdeteksi, tidak

ada infeksi hepatitis C.10,11

17
BAB III

KESIMPULA

Pemeriksaan fungsi hati diindikasikan untuk penapisan atau deteksi adanya

kelainan atau penyakit hati, membantu menegakkan diagnosis, memperkirakan beratnya

penyakit membantu mencari etiologi suatu penyakit, menilai hasil pengobatan, membantu

mengarahkan upaya diagnostik untuk selanjutnya menilai prognosis penyakit atau

disfungsi hati, pada pasien dengan resiko tinggi terkena infeksi virus, seperti pada orang

yang berkontak erat dengan penderita hepatitis, penderita yang mendapat pengobatan

jangka panjang seperti valproate dan methotrexate juga dianjurkan untuk melakukan

pemeriksaan fungsi hati.

Jenis pemeriksaan fungsi hati dibagi menjadi tiga yaitu berdasarkan fungsi hati,

pengukuran aktivitas enzim, dan membantu mencari etiologi penyakit.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Interpretasi Data Klinis. 2011;(May

2016):1-83.

2. Rosida A. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Berk Kedokt.

2016;12(1):123. doi:10.20527/jbk.v12i1.364

3. Henry JB. Book Review: Clinical Diagnosis and Management by Laboratory

Methods. Vol 32.; 2001. doi:10.1309/xl9u-4dyg-mj76-xcc8

4. Akuyam SA, Uchenna OK, Adamu A, et al. Liver function tests profile in cancer

patients on cytotoxic chemotherapy: a preliminary report. Niger Postgrad Med J.

2011;18(1):34-33.

5. Kawthalkar S. Essentials of Clinical Pathology.; 2010.

doi:10.5005/jp/books/11417

6. Godara H, Hirbe A, Nassif M. The Washington Manual of Medical

Therapeutics, 34th Edition.; 2014.

7. Pediatric Self-Assessment Program REFERENCE VALUES FOR COMMON

LABORATORY TESTS. 2018;(Cl):2018.

8. Blanchard G, Metropolitan B, Council B, Executive S. Oxford Handbook of

Clinical Pathology. 1999;2(4):296-304.

9. Government of India: Ministry of Health and Family Welfare. National

Laboratory Guidelines for Testing of Viral Hepatitis. Published online 2018.

19
http://www.inasl.org.in/national-laboratory-guidelines.pdf

10. Gilson R, Brook MG. Hepatitis A, B, and C. Sex Transm Infect.

2006;82(SUPPL. 4):35-39. doi:10.1136/sti.2006.023218

11. Alter MJ, Kuhnert WL, Finelli L. Guidelines for laboratory testing and result

reporting of antibody to hepatitis C virus. Centers for Disease Control and

Prevention. MMWR Recomm Rep. 2003;52(RR-3).

20

Anda mungkin juga menyukai