Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PRAKTIKUM

APLIKASI TEKNOLOGI LABORATORIUM I


ACARA 4. PEMERIKSAAN UJI FUNGSI HATI DAN GINJAL SERTA
ANALISA URIN

Disusun oleh:
Nama :
NIM :
Kelompok :

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN TEKNOLOGI VETERINER


DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN VETERINER
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2021
FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM
APLIKASI TEKNOLOGI LABORATORIUM I
ACARA 4. PEMERIKSAAN UJI FUNGSI HATI DAN GINJAL SERTA
ANALISA URIN

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui dan memahami uji fungsi hati
2. Mengetahui dan memahami uji fungsi ginjal
3. Mengetahui dan memahami perhitungan hasil pemeriksaan SGPT
4. Mengetahui dan memahami perhitungan hasil pemeriksaan BUN
5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan fisik urin
6. Mengetahui dan memahami pemeriksaan kimia urin
7. Mengetahui dan memahami uji sedimentasi dan interpretasinya

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Uji Fungsi Hati
1. 4 Unit Anatomi Hati dan Fungsi Hati
Hati merupakan suatu organ yang terletak di bagian kanan
atas rongga perut, di bawah diafragma, dan di atas perut, ginjal
kanan, dan usus. Hati berbentuk seperti kerucut, hati adalah organ
berwarna coklat kemerahan gelap yang beratnya sekitar 3 pound.
Hati terdiri dari empat lobus:
1. Lobus kanan (right lobes)
2. Lobus kiri yang lebih besar (left lobes)
3. Lobus berekor yang lebih kecil dan (caudate lobes)
4. Lobus kuadratus. (quadrate lobes)
(Collvile, 2016)

Lobus kiri dan kanan dibagi oleh ligamen falciform


(“berbentuk sabit” dalam bahasa Latin), yang menghubungkan hati
ke dinding perut. Lobus hati dapat dibagi lagi menjadi delapan
segmen, yang terdiri dari ribuan lobulus (lobus kecil). Masing-
masing lobulus ini memiliki duktus yang mengalir menuju duktus
hepatikus komunis, yang mengalirkan empedu dari hati.

Hati memiliki fungsi mengatur sebagian besar kadar kimia


dalam darah dan mengeluarkan produk yang disebut empedu. Hal
tersebut membantu membawa produk limbah dari hati. Semua darah
yang meninggalkan lambung dan usus akan melewati hati.
Kemudian hati akan memproses darah ini, memecah,
menyeimbangkan, dan menciptakan nutrisi serta memetabolisme
obat menjadi bentuk yang lebih mudah diserap oleh seluruh tubuh
atau yang tidak beracun. Beberapa fungsi hati yang umum adalah
(Guyton, 1997) :

1. Produksi empedu, yang membantu


membuang limbah dan memecah lemak di
usus kecil selama pencernaan
2. Produksi protein tertentu untuk plasma darah
3. Produksi kolesterol dan protein khusus untuk
membantu membawa lemak ke seluruh tubuh
4. Konversi kelebihan glukosa menjadi
glikogen untuk penyimpanan (glikogen
nantinya dapat diubah kembali menjadi
glukosa untuk energi) dan untuk
menyeimbangkan dan membuat glukosa
sesuai kebutuhan
5. Pengaturan kadar asam amino dalam darah,
yang membentuk blok pembangun protein
6. Pemrosesan hemoglobin untuk penggunaan
kandungan zat besinya (hati menyimpan zat
besi)
7. Konversi amonia beracun menjadi urea (urea
adalah produk akhir metabolisme protein dan
diekskresikan dalam urin)
8. Membersihkan darah dari obat-obatan dan zat
beracun lainnya
9. Mengatur pembekuan darah
10. Melawan infeksi dengan membuat faktor
kekebalan dan menghilangkan bakteri dari
aliran darah
11. Pembersihan bilirubin, juga dari sel darah
merah. Jika terjadi akumulasi bilirubin, kulit
dan mata menjadi kuning.
12. Menyimpan Vitamin dan Mineral : Hati
menyimpan sejumlah besar vitamin A, D, E,
K, dan B12, serta zat besi dan tembaga.
(Guyton, 1997)

Gambar 1. Anatomi hati (Bellwood dan


Caston)
2. Substansi Umum yang Diukur Pada Hati
Substansi yang diukur pada hati diantaranya adalah
1. ALT (Alanine Aminotransferase) : ALT yang meningkat
membantu mengidentifikasi penyakit hati atau kerusakan hati yang
disebabkan oleh sejumlah penyebab, termasuk hepatitis. Tes alanine
aminotransferase (ALT) adalah tes darah yang memeriksa kerusakan
hati. Sehingga dapat diketahui apakah suatu penyakit, obat, atau
cedera telah merusak hati.
2. AST (Aspartate Aminotransferase) : Seiring dengan peningkatan
ALT, AST juga memeriksa kerusakan hati.
3. Alkaline phosphatase : Alkaline phosphatase hadir dalam sel yang
mensekresi empedu di hati; itu juga di tulang. Tingkat tinggi sering
berarti aliran empedu keluar dari hati tersumbat.
4. Bilirubin, kadar bilirubin yang tinggi menunjukkan adanya
masalah pada hati.
5. Albumin, Sebagai bagian dari kadar protein total, albumin
membantu menentukan seberapa baik hati bekerja.
6. Amonia : Kadar amonia dalam darah akan meningkat ketika hati
tidak berfungsi dengan baik.
(Cochran, 2011)
3. Macam – Macam Penyakit Hati (+gambar)
Penyakit hati sering terjadi pada hewan besar. Peningkatan
enzim hati serum dan konsentrasi asam empedu total dapat
menunjukkan disfungsi hati, gangguan, penyakit, atau kegagalan.
Penyakit yang sering menyebabkan gagal hati pada kuda antara lain
penyakit Theiler, penyakit Tyzzer (anak kuda), toksikosis alkaloid
pirolizidin, lipidosis hati, kolangitis supuratif atau kolangiohepatitis,
kolelitiasis, dan hepatitis aktif kronis. Gangguan obstruktif (batu
empedu, perpindahan kolon dorsal kanan, neoplasia, ulserasi dan
striktur duodenum, torsi hepatik, trombosis vena portal),
aflatoksikosis, leukoencephalomalacia, penyakit pankreas,
keracunan kleingrass atau semanggi, portal caval shunts, abses hati,
dan virus herpes perinatal 1 infeksi secara sporadis mengakibatkan
gagal hati. Lebih jarang, gagal hati dikaitkan dengan endotoksemia,
pemberian steroid, anestesi inhalan, penyakit granulomatosa
sistemik, amiloidosis yang diinduksi obat, hiperamonemia pada
anak kuda Morgan, kerusakan parasit, (Cochran, 2011)
Pada ruminansia, penyakit hepatobilier berhubungan dengan
lipidosis hati, abses hati, endotoksemia, alkaloid pirolizidin dan
toksikosis tanaman lainnya, penyakit klostridial tertentu, cacing hati,
mikotoksikosis, dan toksikosis mineral (tembaga, besi, seng) atau
defisiensi (kobalt). Kekurangan vitamin E atau selenium (hepatosis
dietetica), aflatoksikosis, migrasi ascarid, hepatitis bakteri, dan
konsumsi zat beracun (misalnya, tar batubara, sianamida, ganggang
biru-hijau, tanaman, gossypol) berhubungan dengan cedera hati
pada babi.
Meskipun kejadian pasti penyakit hati pada unta (llama,
alpacas). Lipidosis hati (lebih sering sekunder daripada primer)
merupakan penyakit hati yang paling umum pada llama dan alpacas.
Bakteri ( Salmonella spp, Escherichia coli , Listeria spp, Clostridium
spp) cholangiohepatitis, hepatitis adenoviral dan pneumonia,
hepatitis jamur (coccidioidomycosis), hepatopati toksik (tembaga),
nekrosis hati yang diinduksi halotan, neoplasia hati
(lymphosarcoma, hemangiosarcoma, adenoma), dan infestasi cacing
hati juga ada pada unta (Cochran, 2011)

Beberapa contoh penyakit hati yang terjadi pada hewan adalah :

1. Hepatic Lipidosis Pathogenesis

Sejumlah kecil lemak biasanya ada di hepatosit. Sumber asli


lemak ini adalah dari makanan. Dari usus diserap ke dalam aliran
darah, mengikat albumin dan kemudian ke hepatosit. Lemak ini ada
dalam beberapa bentuk, yang utama adalah kolesterol, trigliserida,
dan asam lemak. Lemak digunakan untuk energi, produksi hormon
seks dan steroid, dan dalam integritas dinding sel, dan sebagai
penyimpanan untuk kebutuhan energi di masa depan. Dalam hati
yang normal, tingkat di mana lemak dari aliran darah memasuki hati
dan tingkat di mana hati menggunakan lemak ini kira-kira sama.
Ketika ada ketidakseimbangan antara tingkat deposisi lemak di
hepatosit dan tingkat pemanfaatan lemak ini, jumlah trigliserida
menumpuk dan hasil lipidosis. Pada banyak spesies, kelebihan
lemak di hepatosit ini tidak menyebabkan masalah serius, tidak
demikian pada kucing. Mekanisme pasti yang menyebabkan
ketidakseimbangan ini pada kucing tidak diketahui. Diperkirakan
bahwa simpanan lemak berlebih pada kucing gemuk akan
membebani hati ketika simpanan lemak ini dibutuhkan untuk energi
(kucing yang tidak makan atau kelaparan). Hal tersebut memicu
serangkaian peristiwa yang melibatkan insulin, glukosa, dan enzim
lipase, yang menyebabkan akumulasi trigliserida yang berlebihan di
hepatosit (Corbridge, 2013)

Gambar 2. Histopatologi Hepatic Lipidosis Pathogenesis

Gambar 3. Gambaran lemak pada hati kucing

2. Portosystemic Shunt (PSS)

Amonia berasal dari bakteri di usus dan ketika otot


memanfaatkan protein sebagai sumber energi. Pada hewan normal,
amonia ini dikirim melalui vena portal langsung ke hati. Sel-sel hati
memetabolisme amonia menjadi urea, yang diekskresikan oleh
ginjal. Hati juga mendetoksifikasi bakteri dan obat-obatan yang juga
diserap dari usus sebelum mereka masuk ke sirkulasi umum dan
pergi ke seluruh tubuh.
Shunts terjadi ketika suplai darah melalui hati tidak normal.
Pembuluh darah abnormal mengalirkan darah di sekitar hati, bukan
melalui hati. Dengan melewati hati, racun yang biasanya
dimetabolisme oleh hati (terutama amonia) diizinkan masuk ke
sirkulasi umum sebelum hati memiliki kesempatan untuk
mendetoksifikasinya. Penumpukan amonia inilah yang
menyebabkan sebagian besar gejala yang diamati dengan PSS. Ia
juga dikenal sebagai ensefalopati hepatik (HE) karena efek
toksiknya pada otak.

Beberapa faktor dapat menambah HE. Diet tinggi protein


akan menambah kadar amonia darah, bersamaan dengan infeksi,
kanker, dan penggunaan kortison yang berlebihan. Penyakit ginjal
bersama dengan sembelit juga akan menambah masalah. Beberapa
obat, terutama barbiturat, valium, dan anestesi juga bisa menjadi
faktor.

Shunt bisa banyak atau tunggal. Shunt dapat terjadi di dalam


hati (intrahepatik) atau dalam suplai darah sebelum memasuki hati
(ekstrahepatik). Anjing ras yang lebih besar lebih rentan terhadap
shunt intrahepatik, shunt ekstrahepatik lebih sering terjadi pada
anjing dan kucing ras kecil. Penting untuk membedakan mereka
untuk tujuan terapeutik (Cochran, 2011).

Gambar 4. Hati normal dengan hati PSS

3. Hepatitis aktif kronis


Penyakit ini juga dikenal sebagai Chronic Canine
Inflammatory Hepatik Disease (CCHID). Ini adalah serangkaian
penyakit hati yang berbeda dengan karakteristik serupa ketika
dianalisis di bawah mikroskop (histopatologi). Ini memiliki
kesamaan dengan sirosis yang ditemukan pada humanoids. Sistem
kekebalan membuat antibodi yang mempengaruhi sel-sel hati.
Senyawa beracun menambah masalah. Beberapa senyawa ini
termasuk kolesterol, besi, tembaga, dan racun yang terletak di dalam
pembuluh darah. Semua ini menyebabkan peradangan, dan akhirnya
penggantian sel hati normal (hepatosit) dengan jaringan fibrosa.
Akhirnya, aliran darah melalui hati terganggu, tekanan darah di hati
meningkat (hipertensi), dan banyak PSS ekstrahepatik berkembang
(lihat PSS di atas). Tubuh kemudian menunjukkan tanda-tanda
penumpukan cairan di perut (asites) dan HE. Setelah periode waktu
yang bervariasi sering terjadi gagal hati (Cochran, 2011).

Gambar 5. Hati Anjing yang terkena Chronic Canine


Inflammatory Hepatik Disease
Gambar 6. Histopatologis Chronic Canine Inflammatory
Hepatik Disease

4. Copper Toxicosis

Tingkat tembaga dalam tubuh dipertahankan oleh ekskresi


empedu. Pada penyakit ini tembaga terakumulasi dalam hepatosit,
akhirnya menyebabkan peradangan dan jaringan parut, yang
akhirnya menyebabkan gagal hati (mirip dengan CCIHD).
Kelebihan tembaga yang dilepaskan dari hati dapat menyebabkan
anemia hemolitik (Collvile, 2016).

Gambar 7. Gambaran histologis copper toxicosis

4. Sebab – Sebab Terjadinya Kebocoran SGOT dan SGPT

Perubahan-perubahan pada jaringan hati yang berhubungan dengan


permeabilitas sel hati dan kebocoran, termasuk:

- Adanya mikrolesi yang tidak terlihat secara mikroskopik


- Degenarasi hidropobik atau granuler dan perubahan lemak hati

- Nekrosis sel-sel hati

- Kombinasi dari semua yang disebutkan diatas

(Siswanto, 2020).

5. Ikhterus (pengertian dan macam)

Ikhterus adalah suatu kondisi di mana kulit, sklera (bagian putih


mata) dan selaput lendir menjadi kuning. Warna kuning ini disebabkan oleh
kadar bilirubin yang tinggi, pigmen empedu berwarna kuning-oranye.
Empedu adalah cairan yang disekresikan oleh hati. Bilirubin terbentuk dari
pemecahan sel darah merah (Indrianita, 2018).

Ada tiga jenis utama penyakit ikhterus: pra-hepatik, hepatoseluler,


dan pasca-hepatik.

a. Pra-Hepatik

Dalam pra-hepatik penyakit kuning, ada pemecahan sel darah merah


yang berlebihan yang menguasai kemampuan hati untuk bilirubin konjugasi.
Hal ini menyebabkan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Bilirubin apa pun
yang berhasil terkonjugasi akan diekskresikan secara normal, namun
bilirubin tak terkonjugasi yang tersisa dalam aliran darah menyebabkan
ikterus (Indrianita, 2018)..

b. Hepatoseluler

Pada ikterus hepatoseluler (atau intrahepatik), terdapat disfungsi sel-


sel hati . Hati kehilangan kemampuan untuk mengkonjugasi bilirubin, tetapi
dalam kasus di mana ia juga dapat menjadi sirosis, ia menekan bagian intra-
hepatik dari percabangan bilier untuk menyebabkan tingkat obstruksi.Hal
ini menyebabkan bilirubin tak terkonjugasi dan terkonjugasi dalam darah,
yang disebut 'gambaran campuran (Indrianita, 2018).'.

c. Pasca Hepatik
Ikterus post-hepatik mengacu pada obstruksi drainase bilier .
Bilirubin yang tidak dikeluarkan akan terkonjugasi oleh hati, sehingga
terjadi hiperbilirubinemia terkonjugasi (Indrianita, 2018)..

6.Tanda Ikhterus

Pada kasus ikhterus jangka pendek (biasanya disebabkan oleh


infeksi), mungkin gejala dan tanda berikut akan muncul:

- Demam .

- Panas dingin.

- Sakit perut .

- Gejala seperti flu.

- Perubahan warna kulit.

- Urin berwarna gelap dan/atau tinnja berwarna tanah liat.

Jika ikhterus tidak disebabkan oleh infeksi, mungkin mengalami


gejala seperti penurunan berat badan atau kulit gatal (pruritus). Jika penyakit
kuning disebabkan oleh kanker pankreas atau saluran empedu, gejala yang
paling umum adalah sakit perut.

Penyakit kuning yang terjadi dengan penyakit hati memiliki jenis:

Hepatitis kronis atau radang hati.

Pyoderma gangrenosum (sejenis penyakit kulit).

Hepatitis A, B atau C akut .

Poliartralgia (radang sendi)

(Indrianita, 2018).

7. Bilirubin (pengertian dan macam)


Bilirubin merupakan zat kuning atau coklat yang ditemukan di dalam
empedu. Ini adalah produk limbah yang dihasilkan dari pemecahan sel darah
merah. Bilirubin diproses melalui hati sebelum dikeluarkan dari tubuh. Ini
akhirnya dikeluarkan dari tubuh dalam tinja (yang menyebabkan tinja
berwarna coklat).

Ada dua jenis bilirubin yang ditemukan di dalam tubuh: bilirubin tak
terkonjugasi dan terkonjugasi.

- Tak terkonjugasi (tidak langsung): Ketika heme dilepaskan dari


hemoglobin (selama pemecahan sel darah merah), sisanya diubah
menjadi hemolgobin tak terkonjugasi. Bentuk bilirubin ini bergerak dari
aliran darah ke hati. Molekul ini tidak larut dalam air.
- Konjugasi (Langsung): Bilirubin diubah dari bilirubin tak terkonjugasi
menjadi terkonjugasi di hati. Ini terjadi ketika gula menempel pada
bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi berubah menjadi
empedu dan memasuki usus kecil. Hal ini akhirnya dihilangkan melalui
tinja seseorang. Molekul ini larut dalam air.
- (Collvile, 2016)

B. Uji Fungsi Ginjal

1. Fungsi Uji Fungsi Ginjal


Uji fungsi ginjal adalah sekelompok tes yang dapat
dilakukan bersama-sama untuk mengevaluasi fungsi ginjal (ginjal).
Tes mengukur kadar berbagai zat, termasuk beberapa mineral,
elektrolit , protein, dan glukosa (gula), dalam darah untuk
menentukan kesehatan ginjal saat ini. Uji fungsi ginjal berguna
untuk mengetahui apakah ada kerusakan di dalam ginjal.
Jika ginjal tidak berfungsi dengan baik, produk limbah dapat
terakumulasi dalam darah dan kadar cairan dapat meningkat ke
volume yang berbahaya, menyebabkan kerusakan pada tubuh atau
situasi yang berpotensi mengancam jiwa. Berbagai kondisi dan
penyakit dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal. Penyebab
paling umum dan faktor risiko utama penyakit ginjal adalah diabetes
dan hipertensi.
Tujuan dari uji fungsi ginjal adalah untuk menemukan atau
menyingkirkan potensi gangguan atau penyakit ginjal. Tergantung
pada keadaan, itu dapat digunakan untuk diagnosis, skrining, atau
pemantauan.

(Collvile, 2016)

2. Faktor – Faktor Yang Menyebabkan Kerusakan Ginjal


Penyakit ginjal kronis terjadi ketika suatu penyakit atau kondisi
merusak fungsi ginjal, menyebabkan kerusakan ginjal memburuk
selama beberapa bulan atau tahun.
Faktor-faktor dan penyakit penyerta yang menyebabkan kerusakan
ginjal antara lain adalah:

a. Diabetes tipe 1 atau tipe 2

b. Tekanan darah tinggi

c. Glomerulonefritis, peradangan pada unit penyaringan ginjal


(glomeruli)

d. Nefritis interstisial, peradangan pada tubulus ginjal dan struktur


di sekitarnya

e. Penyakit ginjal polikistik atau penyakit ginjal bawaan lainnya

f. Obstruksi saluran kemih yang berkepanjangan, dari kondisi


seperti pembesaran prostat, batu ginjal dan beberapa jenis kanker

g. Refluks vesicoureteral, suatu kondisi yang menyebabkan urin


kembali ke ginjal.

h. Infeksi ginjal berulang, juga disebut pielonefritis

3. Macam – Macam Kerusakan Ginjal (+gambar)


a. Infeksi ginjal (Pielonefritis)

Gambar 8. Pielonefritis

b. Batu ginjal

Gambar 9. Batu ginjal


c. Gagal ginjal akut

Gambar 10. Penyebab gagal ginjal akut


d. Gagal ginjal kronis
Gambar 11. Gagal ginjal kronis
e. Nefropati diabetic

Gambar 12. Nefropati diabetic


f. Sindrom nefritik dan nefrotik

Gambar 13. Sindrom nefritik dan nefrotik

4. Pemeriksaan Blood Urea Nitrogen (BUN)


Blood Urea Nitrogen (BUN) dilakukan untuk mengukur
jumlah nitrogen dalam darah yang berasal dari produk limbah urea.
Urea dibuat ketika protein dipecah dalam tubuh. Urea dibentuk di
hati dan dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Tes BUN dilakukan
untuk melihat seberapa baik ginjal bekerja.

C. Analisis Urin

1. Pengertian Urin

Urin merupakan cairan atau larutan setengah padat dari sisa


metabolisme dan zat tertentu lainnya, seringkali beracun, yang
ditarik oleh organ ekskresi dari cairan peredaran darah dan
dikeluarkan dari tubuh. The komposisi urin cenderung
mencerminkan kebutuhan air organisme. Hewan air tawar biasanya
mengeluarkan urin yang sangat encer. Hewan laut cenderung
melawan kehilangan air ke lingkungan asin mereka dengan
mengeluarkan urin pekat; beberapa mengembangkan metode secara
aktif untuk mengusir garam. Hewan darat, tergantung pada
habitatnya, biasanya menahan air dan mengeluarkan urin yang
sangat pekat. Urine merupakan larutan garam (NaCl &KCl), urea
(produk metabolisme protein), dan bahan organik seperti kreatin dan
asam urat dan bahan organik seperti kalsium, magnesium, ammonia,
fosfat dan sulfat.

2. Metabolisme Pembentukan Urin

Pembentukan urin:

Filtrasi Glomerulus - air dan zat terlarut dipaksa melalui dinding


kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman (kapsul
glomerulus)

Filtrat – cairan yang disaring ke dalam kapsula bowman

Laju Filtrasi Glomerulus diatur oleh mekanisme:


Autoregulasi – otot polos di arteriol aferen merespons perubahan
tekanan darah dengan menyempitkan dan melebarkan untuk
mengatur laju filtrasi.

Kontrol simpatis – menyebabkan arteriol aferen menyempit atau


melebar ketika diaktifkan oleh impuls saraf (respons melawan
atau lari untuk menjaga tekanan darah tetap tinggi)

Mekanisme renin-angiotensin – dipicu oleh aparatus


jukstaglomerulus; ketika laju filtrasi menurun, enzim renin
dilepaskan. Renin mengubah protein plasma yang disebut
angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensin I dengan
cepat diubah menjadi angiotensin II oleh enzim lain.
Angiotensin II menyebabkan 3 perubahan:

(1) Konstriksi arteriol – menurunkan pembentukan urin dan


kehilangan air

(2) Merangsang korteks adrenal untuk melepaskan aldosteron –


meningkatkan reabsorpsi air dengan menyebabkan penyerapan
garam

(3) Merangsang hipofisis posterior untuk melepaskan ADH –


hormon antidiuretik – meningkatkan reabsorpsi air

(4) Merangsang rasa haus dan asupan air (hipotalamus


mengatakan kita haus jadi kita minum)

Reabsorpsi Tubular – terjadi baik pasif maupun aktif; glukosa,


asam amino, dan ion lain yang dibutuhkan (Na, K, Cl, Ca, HCO3)
diangkut keluar dari filtrat ke kapiler peritubulus (mereka
diserap kembali ke dalam darah); sekitar 65% filtrat direabsorbsi
di tubulus kontortus proksimal.
Saat zat-zat ini diserap kembali, darah menjadi hipertonik
sehingga air dengan mudah mengikuti secara osmosis

Reabsorpsi di tubulus kontortus distal berada di bawah kendali


hormonal…aldosteron menyebabkan lebih banyak garam
diserap, ADH menyebabkan lebih banyak air diserap

Sekresi – produk limbah seperti urea dan asam urat, obat-obatan


dan ion hidrogen dan bikarbonat dikeluarkan dari kapiler
peritubulus ke dalam filtrat; ini menghilangkan limbah yang
tidak diinginkan dan membantu mengatur pH

Urine – filtrat setelah melewati nefron dan mengalami filtrasi,


reabsorpsi, dan sekresi. Urin masuk ke saluran pengumpul, yang
bergabung dengan kaliks minor, kaliks mayor, dan akhirnya
pelvis ginjal. Pelvis ginjal bergabung dengan ureter.

Warna – warna kuning disebabkan oleh urokrom – pigmen


yang dihasilkan dari pemecahan pigmen empedu di usus

Kuning tua hingga oranye – lebih pekat, lebih sedikit air

Kuning muda hingga jernih – kurang pekat, lebih banyak air

3. Kondisi Fisiologis dan Patologis ( glukosa, protein, benda


keton)
a. Glukosa: Seharusnya dalam urine
tidak mengandung glukosa, karena
ginjal akan menyerap glukosa hasil
filtrasi kembali ke dalam sirkulasi
darah jika terdapat adanya glukosa
dalam urin atau fluktosa, galaktosa,
laktosa, maltose, pentose dan sukrosa
menunjukkan bahwa kadar glukosa
dalam darah melebihi kemampuan
reabsorpsi tubulus ginjal.(Leosnihari,
2012).
b. Protein: ekskresi protein dalam urin
sebesar 150mg/hari, berasal dari
plasma dan tractus urinarius dan
terdiri dari albumin 1/3, protein
plasma yaitu alfa,beta, dan gamma
globulin 2/3. Kelebihan sekresi
protein merupakan salah satu
indicator penting penyakit ginjal
karena reabsorbsi oleh tubulus yang
rendah sehingga filtrasi protein yang
tinggi mengakibatkan mekanisme
reabsorbsi. Oleh Karena itu, jika
jumlah protein dalam urine menjadi
abnormal, maka dianggap sebagai
tanda awal penyakit ginjal atau
penyakit sistemik (Leosnihari, 2012).
c. Benda keton: ketonuria dijumpai
apabila ada kelainan metabolism
kerbohidrat atau kekurangan
karhohidrat dalam makanan maka
terjadi kompensasi oleh tubuh dengan
meningkatkan asam lemak dan
metabolisme lemak yang tidak
lengkap akan menghasilkan badan
keton dan diekskresi di urin
4. Metode Sampling Urin
a. Aspirasi Suprapublik
Cara ini adalah cara yang paling baik guna mendapatkan urin
pemeriksaan kultur ditemukannya kuman patogen dari
aspirasi suprapubik menunjukkan adanya sistitis. Setelah
sampel urin didapatkan harus segera dibawa ke laboratorium
mikrobiologi. Pengiriman sampel tidak boleh lebih dari 2
jam karena akan mempengaruhi kualitas sampel urin yang
akan diperiksa
b. Kateterisasi Uretra
Cara melakukan kateterisasi uretra adalah pada daerah labia
dan muara uretra dibersihkan dengan aquades steril, larutan
garam fisiologis, atau juga bisa dengan antiseptik, dengan
menggunakan kateter uretra nomor 14-16 Fr setelah labia
minora dibuka, kateter dimasukkan dalam uretra dan urin
dimasukkan ke dalam botol. Teknik ini harus diperhatikan
agar spesimen urin tidak terkontaminasi.
c. Urin Pancaran Tengah
Cara pengambilan urin pancaran tengah harus hati-hati
karena dilakukan oleh pasien sendiri. Sebelum pengambilan
spesimen, daerah periuretra harus dibersihkan terlebih
dahulu dengan aquades steril dan urin yang ditampung hanya
pancar tengah, bagian awal dan akhir pancar urin tidak
digunakan.
5. Pengawet Urin
Jika urin disimpan beberapa lama sebelum dilakukan
pemeriksaan, dapat menggunakan bahan pengawet namun
bahan pengawet ini tidak dapat digunakan secara universal.
Pengawet urin antara lain:
1. Toluen : bisa digunakan untuk glukosa,
aseton, dan asam aseto-asetat
2. Thymol : mempunyai daya seperti toluene
3. Formaldehida : baik dipakai untuk
mengawetkan sedimen
4. Asam sulfat pekat, dipakai untuk
mengawetkan urin guna menetapkan
kuantitatif calcium, nitrogen, dan zat
anorganik
5. Natrium karbonat, khusus dipakai untuk
mengawetkan urobilinogen
6. Pemeriksaan Fisik Urin (Kuantitas (volume), Warna, Kejernihan,
Bau, BJ)
Pemeriksaan fisik urine meliputi penentuan warna, kejernihan, bau
dan berat jenis. Pemeriksaan ini memeberikan informasi awal
mengenai gangguan seperti perdarahan gromerulus, penyakit hati,
gangguan metabolisme bawan. Volume urin normal yaitu berkisar
1200-1500 ml/24 jam.
7. Pemeriksaan Kimia Urin (pH, protein, glukosa)
a. Pemeriksaan pH

pH pada urin normal pH urin berkisar antara 4,5-8,0. Urin


terus-menerus bersifat asam dapat terjadi pada asidosis metabolik
atau respiratorik dan pada pireksia (demam). Sedangkan urin terus
menerus bersifat basa menyatakan adanya infeksi pada saluran
kemih oleh organisme yang menguraikan urea.

b. Protein
Tujuan : Untuk mengetahui protein urine secara kualitatif.
Prinsip : Berdasarkan sifat protein jika dipanaskan pada titik
iso elektrik akan terjadi denaturasi yang diikuti koagulasi.
c. Glukosa

Prinsip: urin direaksikan dengan larutan benedict, kadar glukosa


urin berdasarkan perubahan warna urin.

8. Pemeriksaan Kualitas Urin (bend aketon, bilirubin, darah, uji


sedimentasi)
a. Benda keton
Benda keton yang dijumpai di urin terutama yaitu aseton dan asam
asetoasetat. Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake
karbohidrat (kelaparan, tidak seimbangnya diet tinggi lemak dengan
rendah karbohidrat),

b. Biilirubin
Bilirubin dapat mereduksi feri klorida menjadi senyawa yang
berwarna hijau.
c. Darah
Metode dalam uji ini yaitu dipstick dipengaruhi asam askorbat. Jika
hemaglobin positif sedang pemeriksaan mikroskopik negatif maka
dianjurkan pemeriksaan eritrosit pada urin segar
d. Sedimentasi

Sedimen urine adalah unsur yang tidak larut di dalam urine


yang berasal dari darah, ginjal dan saluran kemih. Tes sedimen urine
atau tes mikroskopik adalah salah satu tes urine yang sangat penting
dalam membantu menegakkan diagnosis serta dapat memantau
perjalanan penyakit pada kelainan ginjal dan saluran kemih. Unsur-
unsur dalam sedimen urine dibagi atas dua golongan yaitu unsur
organik (berasal dari suatu organ atau jaringan) seperti epitel,
eritrosit, leukosit, silinder, potongan jaringan, sperma, bakteri,
parasit dan unsur anorganik (tidak berasal dari suatu jaringan) seperti
urat amorf dan kristal

III. MATERI DAN METODE


MATERI
A. Uji Fungsi Hati (Pemeriksaan SGPT)
1. Alat
Nama Alat Fungsi
Spektrofotometer Sebagai alat untuk mengukur
nilai absorbansi suatu sampel
sebagai fungsi panjang
gelombang
Mikropipet Digunakan untuk mengambil
cairan dalam jumlah mikroliter
Mikrotip Dipasangkan di ujung
mikropipet sesuai dengan
ukuran skala mikropipet, tip
biru untuk ukuran cairan yang
lebih banyak
Kuvet Sebagai tempat dari sampel
yang akan diamati di
spektrofotometer untuk
mentransmisikan cahaya
1. Bahan
Nama Bahan Fungsi
Reagen R1 Sebagai reagen
Reagen R2 Sebagai reagen
Serum Sebagai sampel yang diamati

B. Uji Fungsi Ginjal (Pemeriksaan BUN)


1. Alat
Nama Alat Fungsi
Spektrofotometer Sebagai alat untuk mengukur
nilai absorbansi suatu sampel
sebagai fungsi panjang
gelombang
Mikropipet Digunakan untuk mengambil
cairan dalam jumlah mikroliter
Mikrotip Dipasangkan di ujung
mikropipet sesuai dengan
ukuran skala mikropipet, tip
biru untuk ukuran cairan yang
lebih banyak
Kuvet Sebagai tempat dari sampel
yang akan diamati di
spektrofotometer untuk
mentransmisikan cahaya
2. Bahan
Nama Bahan Fungsi
Reagen R1 Sebagai reagen
Reagen R2 Sebagai reagen
Serum Sebagai sampel yang diamati
Larutan standar Sebagai larutan baku atau
sebagai larutan acuan
C. Analisa urin
Uji fisik urin
1. Alat
Nama Alat Fungsi
TS meter Sebagai alat untuk menghitung
berat jenis urin
Indra penciuman Digunakan untuk mengamamati
bau yang dihasilkan urin
Indra pengelihatan (mata) Untuk mengamati warna dan
kejernihan dari urin
Pipet Untuk meneteskan urin pada TS
meter
2. Bahan
Nama Bahan Fungsi
Urin Sebagai sampel yang diamati

Uji kimia urin (strip test)


1. Alat
Nama Alat Fungsi
Strip test Sebagai alat untuk menguji
kadar pH (warna akan berubah
sesuai pH)
Tabung eppendorf Digunakan untuk tempat
menampung urin
Indikator warna yang ada di Sebagai indicator untuk
tabung strip test mengukur warna dari strip test
2. Bahan
Nama Bahan Fungsi
Urin Sebagai sampel yang diamati
Uji sedimentasi

Nama Alat Fungsi


Sentrifugator Sebagai alat untuk memisahkan
partikel yang ada di dalam
sampel dengan larutannya
Tabung ependorf Digunakan untuk tempat
menampung urin yang akan
diletakkan di sentrifuse
Deck glass Sebagai cover untuk menutup
object glass
Object glass Untuk meneteskan sampel yang
akan diamati di mikroskop
Mikroskop Untuk mengamati preparat
sampel

Nama Bahan Fungsi


Urin Sebagai sampel yang diamati

METODE
1. Uji Fungsi Hati (Pemeriksaan SGPT)
Skala mikropipet diatur sampai dengan 100 μl

Tips berwarna kuning diambil

Serum diambil sebanyak 100 μl

Serum dimasukkan kedalam kuvet sampel

Mikropipet skala 100-1000 μl diambil dan diatur skalanya menjadi 1000 μl

Tips berwarna biru diambil

Reagen R1 diambil dan dimasukkan kedalam kuvet sampel dan kuvet standar
masing - masing 1000 μl

Setelah ditambahkan R1 dibiarkan selama 5 menit


Tips berwarna kuning diambil menggunakan mikropipet 200 μl

Reagen R2 diambil

Reagen R2 masing masing ditambahkan di kuvet sebanyak 200 μl

Tutup spektrofotometer dibuka

Kuvet standar diletakkan di bagian B dan sisi yang memastikan sisi yang
buram menghadap ke tengah

Kuvet sampel diletakkan di bagian 1

Spektrofotometer ditutup kembali

Pada menu dicari pilihan "GPT"

Tombol enter ditekan

Tombol run test ditekan

Setelah nilai absorbmen pertama muncul dan dibiarkan selama satu menit,

Kemudian diukur kembali dengan menekan tombol measure test dan enter

Pengukuran diulangi hingga menit ke empat

Dilakukan perhitungan nilai kadar SGPT


2. Uji Fungsi ginjal (BUN)

Skala mikropipet diatur menjadi 10μl


Tips berwarna kuning diambil
Serum diambil sebanyak 10μl
Dimasukkan kedalam kuvet sampel
Tip yang lama dibuang kemudian diganti dengan yang baru
Reagen urea standar diambil sebanyak 10 μl
Dimasukkan kedalam kuvet standar
Mikropipet 1000 μl diambil kemudian tip berwarna biru diambil
Reagen R1 diambil
Reagen R1 dimasukkan kedalam kuvet sampel, standar, dan blanko masing -
masing 1000 μl
Dibiarkan selama 2-5 menit
Mikropipet diatur ke skala 250 μl
Tip berwarna biru diambil
Reagen R2 diambil
Dimasukkan kedalam kuvet standar, sampel, dan blanko masing - masing
250 μl
Dibiarkan selama 1-5 menit
Tutup spektrofotometer dibuka
Kuvet blanko diletakkan dibagian B dan sisi yang buram menghadap ke
tengah
Kuvet standar diletakkan di bagian 1
Kuvet sampel diletakkan di bagian 2
Spektrofotometer ditutup
Pilihan menu urea dicari kemudian tombol enter ditekan
Tombol run test ditekan
Tombol enter ditekan kembali
Ditunggu hingga nilai absorbmen sampel dan standar muncul

Dibiarkan selama 1 menit kemudian diukur kembali dengan menekan


tombol measure sample dan enter
3. Pemeriksaan Fisik Urin

Pengamatan fisika urin dilakukan dengan cara mengamati kuantitas urin


yang dihasilkan, warna, kejernihan, bau, dan berat jenis.

Untuk pemeriksaan berat jenis urin dilakukan menggunakan alat TS


meter, dengan cara urin diteteskan pada TS meter lalu hasilnya diamati.

4. Pemeriksaan Kimia urin (strip test)

Kertas strap test disiapkan

Kertas dicelupkan dalam urin

Kertas didiamkan Beberapa saat hingga terlihat perubahan warna

Perubahan warna pada kertas dicocokkan dengan tabel warna yang terdapat
pada tabung

5. Uji Sedimentasi
7-8 ml urin dimasukkan kedalam tabung sentrifuse

Waktu pada sentrifuse diatur menjadi 5 menit dengan kecepatan 2000 rpm

Tabung sentrifuse yang berisi urin dimasukkan kedalam sentrifuse

Sentrifuse ditutup

Tombol start ditekan

Setelah sentrifuse berhenti dengan sempurna tombol pembuka tutup ditekan

Tabung cairan urine diambil

Cairan bagian atas dibuang hingga tersisa 0.5ml

Dihomogenkan

Cairan diambil menggunakan pipet halus

Diteteskan sebanyak 2 tetes diatas object glass

Object glass ditutup dengan deck glass

Preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10X dan 40X

IV. HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN


1. Hasil Praktikum
a. Uji Fungsi Hati
 Pemeriksaan SGPT
No Gambar Keterangan
.
1. Skala
mikropipet
diatur sampai
dengan 100 μl

2. Tips berwarna
kuning diambil

3. Serum diambil
sebanyak 100 μl

4. Serum
dimasukkan
kedalam kuvet
sampel

5. Mikropipet
skala 100-1000
μl diambil dan
diatur skalanya
menjadi 1000 μl
6. Tips berwarna
biru diambil

7. Reagen R1
diambil dan
dimasukkan
kedalam kuvet
sampel dan
kuvet standar
masing -
masing 1000 μl

8. Setelah
ditambahkan
R1 dibiarkan
selama 5 menit

9. Tips berwarna
kuning diambil
menggunakan
mikropipet 200
μl
10. Reagen R2
diambil

11. Reagen R2
masing masing
ditambahkan di
kuvet sebanyak
200 μl

12. Tutup
spektrofotomete
r dibuka

13. Kuvet standar


diletakkan di
bagian B dan
sisi yang
memastikan sisi
yang buram
menghadap ke
tengah

14. Kuvet sampel


diletakkan di
bagian 1
15. Spektrofotomet
er ditutup
kembali

16. 16. Pada menu


dicari pilihan
"GPT"

17. Tombol enter


ditekan

18 Tombol run test


ditekan

19. Setelah nilai


absorbmen
pertama muncul
dan dibiarkan
selama satu
menit,
kemudian
diukur kembali
dengan
menekan
tombol measure
test dan enter

20. Pengukuran
diulangi hingga
menit ke empat
setelah itu
dilakukan
perhitungan
nilai kadar
SGPT

b. Uji Fungsi Ginjal


 Pemeriksaan BUN
N Gambar Keterangan
o.
1. Skala
mikropipet
diatur
menjadi
10μl

2. Tips
berwarna
kuning
diambil
3. Serum
diambil
sebanyak
10μl

4. Dimasukkan
kedalam
kuvet
sampel

5. Tip yang
lama
dibuang
kemudian
diganti
dengan yang
baru

6. Reagen urea
standar
diambil
sebanyak 10
μl
7. Dimasukkan
kedalam
kuvet
standar

8. Mikropipet
1000 μl
diambil
kemudian
tip berwarna
biru diambil

9. Reagen R1
diambil

10 Reagen R1
. dimasukkan
kedalam
kuvet
sampel,
standar, dan
blanko
masing -
masing 1000
μl
11 Dibiarkan
. selama 2-5
menit

12 Mikropipet
. diatur ke
skala 250 μl

13 Tip
. berwarna
biru diambil

14 Reagen R2
. diambil
15 Dimasukkan
. kedalam
kuvet
standar,
sampel, dan
blanko
masing -
masing 250
μl
16 Dibiarkan
. selama 1-5
menit

17 Tutup
. spektrofoto
meter
dibuka
18 Kuvet
. blanko
diletakkan
dibagian B
dan sisi
yang buram
menghadap
ke tengah

19 Kuvet
. standar
diletakkan
di bagian 1

20 Kuvet
. sampel
diletakkan
di bagian 2

21 Spektrofoto
. meter
ditutup
22 Pilihan
. menu urea
dicari
kemudian
tombol enter
ditekan

23 Tombol run
. test ditekan

24 Tombol
. enter
ditekan
kembali

25 .Ditunggu
. hingga nilai
absorbmen
sampel dan
standar
muncul
c. Analisa Urin
 Pemeriksaan Fisik Urin
No Gambar Keterangan
.
1. Pengamatan
fisika urin
dilakukan
dengan cara
mengamati
kuantitas
urin yang
dihasilkan,
warna,
kejernihan,
bau, dan
berat jenis.

2. Untuk
pemeriksaan
berat jenis
urin
dilakukan
menggunaka
n alat TS
meter,
dengan cara
urin
diteteskan
pada TS
meter lalu
hasilnya
diamati.

 Pemeriksaan Menggunakan Strip Test


No Gambar Keterang
. an
1. Dilakukan
dengan uji
kadar PH

Kertas
strap test
disiapkan

2. Kertas
dicelupkan
dalam urin

3. Kertas
didiamkan
Beberapa
saat
hingga
terlihat
perubahan
warna
4. Perubahan
warna
pada
kertas
dicocokka
n dengan
tabel
warna
yang
terdapat
pada
tabung

 Uji Sedimentasi
No Gambar Keterangan
.
1. 7-8 ml urin
dimasukkan
kedalam
tabung
sentrifuse

2. Waktu pada
sentrifuse
diatur
menjadi 5
menit dengan
kecepatan
2000 rpm
3. Tabung
sentrifuse
yang berisi
urin
dimasukkan
kedalam
sentrifuse

4. Sentrifuse
ditutup

5. Tombol start
ditekan

6. Setelah
sentrifuse
berhenti
dengan
sempurna
tombol
pembuka
tutup ditekan
7. Tabung
cairan urine
diambil

8. Cairan
bagian atas
dibuang
hingga
tersisa 0.5ml

9. Dihomogenk
an

10. Cairan
diambil
menggunaka
n pipet halus
11. Diteteskan
sebanyak 2
tetes diatas
object glass

12. Object glass


ditutup
dengan deck
glass

13. Preparat
diamati di
bawah
mikroskop
dengan
perbesaran
10X dan 40X

2. Perhitungan
A. Uji Fungsi Ginjal (BUN)
Diketahui :

Konsentrasi standar (K) = 50 mg/dl


Dicari :
∆ 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
a. Urea = ∆ 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 X K

1,519−1,439
= 1,529−1,439 𝑋 50 𝑚𝑔/𝑑𝑙

0,08
= 0,09 X 50

= 44,44 mg/dl
b. BUN = Nilai urea X 0,467
= 20,75 mg/dl
B. Uji Fungsi Hati (SGPT)
Diketahui :

Faktor : 3971 U/L


Ditanya :
a. ∆a = Menit 1 – Menit 2
= 1.450 – 1.446
= 0,004
b. ∆b = Menit 2 – Menit 3
= 1.446 – 1441
= 0,005
c. ∆c = Menit 3 – Menit 4
= 1.441 – 1.438
= 0,003
d. SGPT = Rata - rata selisih X Faktor (F)
= X Faktor (F)
0,004 + 0,005 +0,003
= X 3971
3
0,012
= X 3971
3
= 0,004 X 3971
= 15,884 U/L
C. Analisis urin
Diketahui :

Berat jenis dari urin yang terbaca pada TS meter adalah 1.009 IU

3. Pembahasan Hasil
8. Mengetahui dan memahami uji fungsi hati
9. Mengetahui dan memahami uji fungsi ginjal
10. Mengetahui dan memahami perhitungan hasil pemeriksaan SGPT
11. Mengetahui dan memahami perhitungan hasil pemeriksaan BUN
12. Mengetahui dan memahami pemeriksaan fisik urin
13. Mengetahui dan memahami pemeriksaan kimia urin
14. Mengetahui dan memahami uji sedimentasi dan interpretasinya

Uji fungsi hati dilakukan dengan pemeriksaan SGPT (Serum Glutamic


Piruvic Transaminase) atau SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase).
Prinsip dari pemeriksaan SGPT ini adalah mengukur suatu absorbs dengan cara
melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu objek kaca atau
kuvet. SGPT berarti Serum Glutamic Pyruvic Transaminase. Tes ini dilakukan
untuk mengukur jumlah Glutamat Piruvat Transaminase (GPT) dalam serum darah.
GPT adalah enzim yang ditemukan di sel jantung, ginjal, otot, dan hati. Kadar
SGPT yang paling tinggi terdapat pada jaringan hati sedangkan di jantung, otot, dan
ginjal, enzim ini terdapat dalam kadar yang relatif rendah. Enzim SGPT berfungsi
untuk pembentukan asam amino yang tepat yang dibutuhkan untuk menyusun
protein di hati. Peningkatan enzim SGPT di hati merupakan petunjuk yang paling
peka dari kerusakan sel-sel hati karena peningkatannya terjadi paling awal dan
paling akhir kembali ke kondisi normal dibandingkan dengan tes yang lain.
Uji fungsi ginjal bertujuan untuk mengetahui adanya kerusakan pada ginjal.
Uji fungsi ginjal dapat dilakukan dengan pemeriksaan BUN (Blood Urea Nitrogen).
Prinsip dari uji ini adalah mengukur suatu absorbs dengan cara melewatkan cahaya
dengan panjang gelombang tertentu pada suatu objek kaca atau kuvet. Blood Urea
Nitrogen (BUN) dilakukan untuk mengukur jumlah nitrogen dalam darah yang
berasal dari produk limbah urea. Urea dibuat ketika protein dipecah dalam tubuh.
Urea dibentuk di hati dan dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Tes BUN dilakukan
untuk melihat seberapa baik ginjal bekerja.
Hasil perhitungan SGPT didapatkan dengan rumus rata - rata selisih
dikalikan dengan faktor (F). Untuk menghitung rata – rata selisih perlu dihitung
delta a,b, dan c terlebih dahulu. Kemudian dicari rata – ratanya dan dikali dengan
factor (F) yang diketahui bernilai 3971 U/L, disini nilai faktor dapat berbeda – beda
tergantung dari faktor pengukuran yang digunakan. Kadar SGPT normal Hasil
perhitungan BUN diperoleh dari nilai urea X 0,467. Kadar BUN tersebut normal
(kadar normal BUN sapi adalah 4-24mg/dl
Pemeriksaan fisik urine meliputi penentuan warna, kejernihan, bau dan berat
jenis. Pemeriksaan ini memeberikan informasi awal mengenai gangguan seperti
perdarahan gromerulus, penyakit hati, gangguan metabolisme bawan. 7.
Pemeriksaan Kimia Urin (pH, protein, glukosa) dengan menggunakan strip
test yang dicelupkan pada urine. Sedimen urine adalah unsur yang tidak larut di
dalam urine yang berasal dari darah, ginjal dan saluran kemih. Tes sedimen urine
atau tes mikroskopik adalah salah satu tes urine yang sangat penting dalam
membantu menegakkan diagnosis serta dapat memantau perjalanan penyakit pada
kelainan ginjal dan saluran kemih. Unsur-unsur dalam sedimen urine dibagi atas
dua golongan yaitu unsur organik (berasal dari suatu organ atau jaringan) seperti
epitel, eritrosit, leukosit, silinder, potongan jaringan, sperma, bakteri.
Pada hasil pemeriksaan urine sapi diketahui berat jenis urine adalah 1009 IU
nilai tersebut masih tergolong nilai normal karena normal urine sapi adalah 1,002 –
1,045 IU. Terdapat white blood cell sebanyak 15 dl / mikrometer pada urin maka
hal tersebut menunjukkan bahwa sapi megalami piuria. pH masih tergolong normal.
Terdapat darah pada urin maka sapi tersebut mengalami urinaria. Tidak ditemukan
sedimen pada urin maka hal tersebut menunjukkan bahwa urine tidak ada endapan.

V. KESIMPULAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami
mengenai uji fungsi hati yaitu fungsi utama hati
adalah detoksifikasi, sintesis protein, dan sintensi
produk produk biokimia yang diperlukan untuk
pencernaan. Tujuan dari pemeriksaan uji fungsi hati
adalah mengetahui kerusakan pada hati.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami
mengenai uji fungsi ginjal yaitu Fungsi uji fungsi
ginjal adalah untuk melihat seberapa baik kerja ginjal
dan mendeteksi jenis gangguan yang terjadi pada
organ tersebut. Tujuan uji fungsi ginjal yaitu
mengetahui kerusakan pada ginjal. Prinsip dari uji ini
adalah mengukur absorbsi dengan cara melewatkan
cahaya pada dengan panjang gelombang tertentu
pada suatu objek kaca (kuvet).
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami
mengenai perhitungan hasil pemeriksaan SGPT

VI. DAFTAR PUSTAKA

Bibliography
Cochran, P., 2011. A clinical Laboratory manual. 1st New York: Delmar Chenggage.
Collvile, T., 2016. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians. 3rd ST.
Louis Missouri: Elsevier.
Corbridge, 2013. PHOSPORUS Biochemistry. 1st Boca Raton: CRC Press.

Anda mungkin juga menyukai