ACARA II
Disusun Oleh :
NIM : 20/464456/SV/18775
SEKOLAH VOKASI
YOGYAKARTA
2020
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui jenis-jenis sapi, kambing, dan domba dan hal-hal yang
harus diwaspadai dari setiap hewan
2. Mengetahui teknik handling dan restrain pada hewan ruminan dengan
baik dan benar
3. Mengetahui alat-alat yang digunakan untuk restrain serta cara
penggunaannya
B. TINJAUAN PUSTAKA
Restraint adalah upaya atau penanganan yang dilakukan untuk membatasi aktivitas
suatu hewan secara verbal, fisikal, dan atau famakologis supaya hewan tersebut
dicegah dari melukai diri serta yang berada di sekelilingnya, dengan menggunakan
alat Restraint.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melakukan Restraint pada kucing adalah:
Cow Halter atau Cow Halter Rope adalah tali yang digunakan untuk
mengikat kepala sapi. Dapat digunakan bila tidak ada tali keluh pada
hidungnya. Tali yang digunakan pada cow halter berbeda-beda. Hal tersebut
dapat menentukan kualitas Cow Halter. Cow Halter dapat dibuat dengan
menggunakan tali tambang dengan catatan tali yang digunakan harus benar-
benar kuat dan simpul yang dibuat juga harus benar- benar kuat. Begitu juga
dengan tali yang digunakan, tidak boleh rusak ataupun kasar. Karena dapat
melukai wajah sapi.
- Nose Lead
Nose lead adalah peralatan restrain yang dipasang pada hidung sapi,
tepatnya di cuping hidung. Sama halnya dengan cow halter, nose lead
digunakan untuk mengarahkan kepala ternak agar menurut pada
pemiliknya. Dibandingkan dengan tali keluh biasa, nose lead memiliki
kelebihan, yaitu tidak perlu dilakukan pelubangan cuping hidung. Sehingga
hdidung hewan tidak akan terluka bahkan sampai berdarah.
- Rope Squeze
Rope squeeze adalah tali yang yang digunakan untuk merebahkan ternak.
Seekor sapi yang berat dan bertubuh besar dapat dengan mudah dirobohkan
menggunakan simpul dari rope squeze yang sudah terpasang. Namun, juga
diperlukan tenaga yang cukup kuat agar sapi dapat roboh.
Hold in hadgate atau kandang jepit merupakan alat restrain modern yang
mudah dan cepat untuk digunakan. Kandang jepit ada yang terbuat dari kayu
maupun besi atau trails. Penggunaan kandang jepit pada ternak dapat
meminimalisir cedera pada ternak. Pertama ternak dimasukkan terlebih
dahulu ke dalam kandang jepit, kemudian kandang akan menutup dan
menjepit ternak hingga hanya terlihat kepalanya, setelah tubuh ternak
terangkat sempurna, maka kandang akan miring hingga ternak terbaring.
- Mobile Stall
Hampir mirip dengan kandang jepit namun Mobile Stall digunakan secara
manual dan dapat dipindahkan dengan mudah. Biasanya, mobile stall
digunakan untuk pemeriksaan kilat di padang penggembalaan.
(Annate, 2000)
4. Karakteristik Hewan
a. Jenis-jenis sapi potong dan perah
1.) Jenis-Jenis sapi potong
Sapi potong merupakan jenis sapi yang diternakkan untuk dimanfaatkan dagingnya.
Sapi potong juga merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki kontribusi
terbesar dalam penghasil daging. Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi yang ada
sekarang dapat dikelompokkan atas : (1). kelompok sapi Zebu (Bos indicus) atau
jenis sapi yang berpunuk, yang tersebar di daerah tropis, (2). kelompok Bos
primigenius sapi tanpa punuk, yang tersebar di daerah sub tropis atau dikenal
dengan Bos Taurus dan (3). kelompok Bos sondaicus atau bos banteng (Abidin dan
Simanjuntak 1997). Berikut merupakan bebrapa jenis sapi potong di Indonesia :
c. Ciri-ciri
Sapi perah merupakan sapi yang dapat menghasilkan susu yang dimanfaatkan
sebagai produk utama (Sutarto, 1998). Jenis sapi perah yang unggul dan paling
banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari
Belanda), Jersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss
(dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari
Australia). Menurut Prihadi (1997), sapi perah di Indonesia dapat digolongkan
menjadi tiga kelompok berdasarkan kemurnian bangsanya : 1.) Sapi Pure Breed
Termasuk jenis ini adalah sapi FH murni yang diimpor langsung dari breeder,
juga sapi kelahiran Indonesia yang induknya FH murni serta pejantannya juga
FH murni. 2.) Sapi Cross Breed Sapi ini merupakan persilangan antara sapi
murni FH dengan sapi lokal dan diketahui tingkat kemurniannya (berapa persen
darah FH nya). 3.) Sapi Non Discript Sapi yang termasuk non discript adalah
sapi-sapi yang jelas bukan sapi FH murni, tetapi tidak diketahui dengan jelas
tingkat kemurnian darah FH nya dan tidak mempunyai ciri-ciri seperti FH.
Menurut sejarahnya bahwa bangsa sapi Fries Holland berasal dari Boss
Taurus yang mendiami daerah beriklim sedang di dataran Eropa.
Sebagian besar sapi tersebut memiliki warna bulu hitam dengan bercak-
bercak putih, bulu ujung ekor berwarna putih, bagian bawah dari corpus
(bagian kaki) berwarna putih atau hitam dari atas terus ke bawah. Sapi
perah FH yang berasal dari Belanda memiliki ciri-ciri khas yaitu warna
bulu hitam dengan bercak-bercak putih pada umumnya, namun juga ada
yang berwarna coklat ataupun merah dengan bercak putih, bulu ujung
ekor berwarna putih, bagian bawah dari kaki berwarna putih, dan tanduk
pendek serta menjurus kedepan (Makin, 2011).
Merupakan sapi hasil persilangan antara sapi asli Indonesia yaitu sapi
Jawa dan Madura dengan sapi FH murni. Hasil persilangan tersebut kini
popular dengan nama sapi grati yang banyak diternakkan di Jawa
Timur. Ciri-ciri sapi ini menyerupai sapi FH, badannya lebih kecil dari
FH. Produksi susunya pun lebih rendah dari sapi FH. Produksi susu sapi
PFH 2500 – 3000 liter/laktasi (Leondro, 2009).
4.2.Kambing Toggenburg
Kambing Toggenburg berasal dari daerah toggenburg di Timur Laut Swiss.
Kambing Toggenburg merupakan kambing tipe perah yang diambil
susunya. Ciri-ciri kambing Togenburg adalah Telinganya tegak ke arah
depan Memiliki janggut pada kambing jantan. Bulu berwarna merah tua,
coklat ataupun dengan bercak putih. Hidung cembung dan berbulu halus.
Bobot badan jantan 80 kg dan betina 60 kg. Produksi susu 600 kg / masa
laktasinya. Masa produktivitas kambing toggenburg jantan 7 bulan dan
betina 7-8 bulan . (Hasnudi et all, 2018).
Menurut hasil penelitian Elita (2006) bahwa konsumsi bahan kering, bahan
organik, air minum, dan volume urine domba lebih tinggi dari pada kambing.
Kambing dan domba memiliki kemampuan yang sama dalam mencerna bahan
kering dan bahan organik dan memiliki kemampuan yang sama dalam
pertambahan bobot badan. Kambing lebih efisien dibandingkan domba. Berat
jenis urine kambing lebih tinggi dibandingkan domba. Perbedaan jenis kelamin
pada kambing dan domba tidak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering,
bahan organik, air minum, kecernaan bahan kering dan bahan organik,
pertambahan bobot badan, konversi ransum, bahan kering feses, kadar air feses,
volume urine dan bj urine.
Sapi yang memiliki gigi tetap dua pasang pada rahang bawah
mempunyai usia sekitar 2-2,5 tahun
Sapi yang memiliki gigi tetap tiga pasang pada rahang bawah
mempunyai usia sekitar 3-3,5 tahun
Sapi yang memiliki gigi tetap empat pasang pada rahang bawah
mempunyai usia sekitar 4 tahun
Sapi yang memiliki gigi tetap sudah aus semua pada rahang bawah
mempunyai usia diatas 4 tahun.
Bedasarkan tahap pemunculannya, gigi seri ternak ruminansia
dapat dikelompokkan menjadi gigi seri susu (deciduo incosors =
DI) dan gigi seri permanen (incisors = I). Gigi seri susu muncul
lebih awal daripada gigi seri permanen dan digantikan oleh gigi seri
permanen. Permuculan gigi seri susu, pergantian gigi seri susu
menjadi gigi seri permanen, dan keterasahan gigi seri permanen
terjadi pada kisaran umur tertentu sehingga dapat digunakan
sebagai pedoman penentuan umur ternak ruminansia.
C. HASIL PRAKTIKUM
1. Sapi
a. Handling pada sapi
Tujuan dilakukan handling pada sapi adalah untuk menghalangi gerak aksi dari
hewan secara fisik, dan bertujuan untuk membuat hewan merasa tidak terancam dan
merasa nyaman agar tidak melukai operator ataupun hewan itu sendiri (Lane, 2004).
Manajemen handling merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh manusia kepada
hewan dengan tujuan mengendalikan hewan sesuai dengan yang kita inginkan tanpa
menyakiti hewan tersebut dan tanpa mencederai pelaksana handling. Secara umum
handling merupakan suatu metode penanganan pada hewan yang membuat hewan
terbatasi geraknya sehingga mudah untuk dikendalikan baik dengan menggunakan
bantuan alat bantu ataupun dengan hanya menggunakan tangan (Awaludin et all.,
2017). Contoh kegiatan handling/ penanganan dalam pemeliharan ternak sapi yang
umum adalah ; memindahkan ternak dari suatu tempat ketempat yang lain,
melakukan pemotongan tanduk, pemotongan kuku, recording dengan cara
penandaan ternak, melakukan kastrasi, memasang tali hidung (tali keluh),
memandikan ternak, memberi obat dan bahkan kalau dimungkinan kegiatan
menjatuhkan atau merobohkan ternak dan lain sebagainya. Hal pertama yang harus
diketahui sebelum melakukan handling adalah memahami tingkah laku hewan.
Handling Pada sapi dilakukan dengan cara mengelus-ngelus sapi agar memberikan
rasa nyaman kepada sapi. Sapi memiliki apa yang disebut sebagai ‘titik buta (blind
spot)’ yaitu mereka tidak dapat melihat apa yang berada di belakang tubuh mereka.
Untuk membantu gerakan yang tenang dan efektif, operator harus menghindari
berdiri di belakang sapi dan sebaiknya berdiri di sisi yang dapat dilihat hewan atau
dari arah depan dengan tidak mengejutkan hewan (Thomas, 2009). Jika sapi sudah
merasa nyaman kemudian dapat dipasangkan lead nose pada hidung pemberian lead
nose pada sapi bertujuan agar sapi mudah ditarik dan dipindahkan atau diikatkan
dengan tiang.
b. Restrain pada Sapi
Manajemen handling meliputi dua metode yaitu restraint dan casting. Restraint
merupakan suatu metode dalam penanganan hewan yang bertujuan untuk
membatasi atau membuat hewan tidak bisa bergerak dalam keadaan hewan sadar
(Awaludin et all., 2017). Restraint adalah upaya atau penanganan yang dilakukan
untuk membatasi aktivitas suatu hewan secara verbal, fisikal, dan atau famakologis
supaya hewan tersebut dicegah dari melukai diri serta yang berada di sekelilingnya,
dengan menggunakan alat Restraint (Lane, 2004).
Restraint ekor
Restrain ekor digunakan untuk mengalihkan perhatian sapi dari bagian lain
tubuhnya ketika pekerjaan sedang dilakukan. Juga bisa dilakukan untuk
memberikan injeksi ambing ke saraf sapi. Caranya adalah dengan mendekatkan
kedua tangan dekat dengan pangkal ekor (bagian proximal) lalu berdiri di samping
sapi (jangan berdiri di belakang sapi) untuk menghindari tendangan, kemudian ekor
sapi diangkat dengan lembut namun tegas. Ekor sapi tidak sekuat ekor kuda tulang
belakangnya jauh lebih kecil dan mudah sekali patah (Kristin J. et all 2012)
Restraint hidung
Biasa dikenal dengan tali keluh atau tali telusuk, pemasangan tali keluh pada sapi.
Tali telusuk atau tali keluh adalah tali dengan ukuran 6-8 mm yang dipasang simpul
tertentu yang melingkari tulang tengkorak yang dipasang menembus sekat hidung
dan digunakan untuk mengendalikan sapi. Tali yang digunakan untuk telusuk pada
ujung tali dibakar sedikit agar mengerucut selanjutnya dipasangkan kawat kecil.
Ujung yang runcing tersebut dimasukkan pada hidung untuk melubangi sekat
hidung (septum nasales) secara perlahan -lahan. Setelah ujung ranting yang runcing
dimasukan ke sekat hidung, ujung tali yang sudah diberi kawat dimasukkan ke
bagian runcing ranting. Setelah tali terlihat dari sisi hidung yang lain, tali tersebut
ditarik secara perlahan dan disimpul pada tali sebelumnya (Soma, et all 2015).
Restraint dengan menggunakan kandang jepit
Kandang jepit merupakan alat restrain modern yang mudah dan cepat untuk
digunakan. Kandang jepit ada yang terbuat dari kayu maupun besi atau trails.
Penggunaan kandang jepit pada ternak dapat meminimalisir cedera pada ternak.
Pertama ternak dimasukkan terlebih dahulu ke dalam kandang jepit, kemudian
kandang akan menutup dan menjepit ternak hingga hanya terlihat kepalanya,
setelah tubuh ternak terangkat sempurna, maka kandang akan miring hingga ternak
terbaring (Annatte, 2000).
Restraint leher
Teknik restrain ini didesain untuk mengalihkan perhatian dari posisi menangkap.
Selain itu restrain ini bertujuan untuk menahan sapi agar tidak berlari kemana-mana
saat akan diobati atau diperiksa (Annatte, 2000).
Mengangkat kaki depan : Sapi bisa menendang dengan baik ke depan dengan kaki
belakangnya, jadi saat memeriksa kaki depan, hindari cedera wajah dan kepala,
selalu ikat bagian belakang kaki (pada sisi yang sama dari hewan) terlebih dahulu.
Kencangkan tali ke kaki depan yang lumpuh tepat di atas fetlock, dan jauh di bawah
lutut. Gunakan simpul hidup atau tali dengan simpul disambung di salah satu
ujungnya. Lingkarkan tali ke belakang di sekitar kaki pada tingkat yang sama
dengan ikatan aslinya.Lewati tali melalui lintasan yang lebih rendah setinggi lutut
sapi, dari dalam ke luar. Angkat kaki menggunakan dua lintasan tali sebagai katrol.
Mengangkat kaki belakang : Gunakan simpul hidup atau tali dengan simpul
disambung di salah satu ujungnya.
Pengambilan darah (Venesectio) merupakan salah satu hal yang terpenting dalam
kegiatan peternakan. Tujuan dari pengambilan darah ternak ini adalah untuk
mengetahui tingkat kadar suatu zat yang terkandung dalam darah ternak tersebut,
untuk kepentingan pemeriksaan immunologi / kekebalan ataupun
pengidentifikasian terhadap suatu penyakit. Pengambilan darah pada sapi dilakukan
di Vena Jugularis merupakan pembuluh darah yang terletak pada bagian
ventrolateral leher. Prosedur pengambilan darah adalah sebagai berikut :
3. Setelah darah terbendung, daerah tersebut diusap dengan kapas yang dibasahi
alkohol, isi adalah untuk desinfeksi. Jarum suntik steril ditusukkan dengan sudut
30 ° C ke arah atas pada pembuluh darah dengan lubang jarum menghadap ke atas.
Jika pengambilan darah melalui Vena Jugularis tidak dapat dilakukan atau
mengalami kendala seperti banyaknya gelambir pada leher sapi, maka pengambilan
darah bisa dilakukan melalui Vena Coccigeal, pembuluh darah ini terletak pada
bagian ventral tulang ekor ke 2 atau 3.
Posisi ternak yang akan diambil sampel darahnya harus dalam posisi
yang nyaman dan kondisi ternak tenang. Selain akan mempermudah
dalam pengambilan sampel darah, juga akan lebih meminimalisir rasa
sakit pada ternak dan hal tersebut merupakan salah satu kaidah “animal
welfare” atau yang biasa disebut kesejahteraan hewan. Untuk sebagian
ternak yang ukuran tubuhnya agak besar sehingga susah untuk
diposisikan dalam posisi yang tepat, maka bisa digunakan penjepit atau
kerangka. Namun untuk ternak yang ukuran tubuhnya kecil maka cukup
dipegang oleh praktikan pada bagian tertentu (Martoenus, 2015).
d. Injeksi pada Kambing
Casting atau merebahkan kambing disini tidak memerlukan alat bantu tali seperti
pada sapi karena ukuran kambing lumayan kecil dan masih bisa di handle oleh
operator. Operator berada di samping kambing kemudian memegang kaki kambing
yang dekat dengan operator lalu mengangkat kaki dan diletakkan pada paha
operator kemudian direbahkan perlahan ke lantai/ tanah.lalu tangan operator
menekan kepala kambbing tersebut agar mengurangi pergerakan. Setelah kambing
terrebahkan baru bisa dilakukan tindakan seperti injeksi ataupun pengambilan darah
pada kambing.
3. Domba
a. Handling pada Domba
Tujuan handling pada domba adalah untuk mengendalikan hewan sesuai dengan
yang kita inginkan tanpa menyakiti hewan tersebut dan tanpa mencederai pelaksana
handling atau operator. Handling biasanya dilakukan dengan cara mengelus ngelus
kepala domba agar memberikan rasa nyaman kepada hewan itu sendiri. Operator
biasanya menempatkan kakinya diantara kaki domba lalu kepala domba diarahkan
ke badan operator.
Yang kedua handling pada domba dapat dilakukan dengan cara menjepit kedua
bahu, kaki depan dengan cara menaiki domba tersebut, lalu kaki operator menjepit
bagian bahu pada domba.
Yang ketiga dengan cara memojokkan domba pada tembok atau kandang lalu kaki
operator menekan pada bagian bahu agar domba mengurangi pergerakan, kemudian
dapat dilakukan tindakan contohnya dengan cara membuka mulut pada domba,
membuka mulut domba biasanya dilakukan untuk mengetahui poel gigi atau umur
pada domba itu sendiri.
Cara mengangkat domba
Caranya dengan memegang bagian leher dengan memasukkan tangan ke arah leher
dan menopang bagian belakang pada domba biasanya digunakan untuk
memisahkan domba dari kawanan.
b. Restraint pada Domba
Restraint merupakan suatu metode dalam penanganan hewan yang bertujuan untuk
membatasi atau membuat hewan tidak bisa bergerak dalam keadaan hewan sadar
(Awaludin et all., 2017).
Operator berada di samping domba kemudian memegang kaki domba yang dekat
dengan operator lalu mengangkat kaki dan diletakkan pada paha operator kemudian
direbahkan perlahan ke lantai/ tanah.lalu tangan operator menekan kepala domba
tersebut agar mengurangi pergerakan domba. Domba biasanya hidup bergerombol
atau komunal sedangkan untuk kambing biasanya hidup secara individu.
c. Pengambilan darah pada domba
Pengambilan darah (Venesectio) merupakan salah satu hal yang terpenting dalam
kegiatan peternakan. Tujuan dari pengambilan darah ternak ini adalah untuk
mengetahui tingkat kadar suatu zat yang terkandung dalam darah ternak tersebut,
untuk kepentingan pemeriksaan immunologi / kekebalan ataupun
pengidentifikasian terhadap suatu penyakit. Pengambilan darah pada sapi dilakukan
di Vena Jugularis merupakan pembuluh darah yang terletak pada bagian
ventrolateral leher. Prosedur pengambilan darah adalah sebagai berikut :
3. Setelah darah terbendung, daerah tersebut diusap dengan kapas yang dibasahi
alkohol, isi adalah untuk desinfeksi. Jarum suntik steril ditusukkan dengan sudut
30 ° C ke arah atas pada pembuluh darah dengan lubang jarum menghadap ke atas.
Cara casting pada domba disini hamper sama dengan cara casting pada kambing,
disini casting pada domba juga tidak memerlukan tali seperti pada sapi karena
postur domba juga kecil. Teknik perebahan domba dapat dilakukan dengan cara
operator berada di samping domba kemudian memegang kaki domba yang dekat
dengan operator lalu mengangkat kaki dan diletakkan pada paha operator kemudian
direbahkan perlahan ke lantai/ tanah. Setelah domba rebah lalu tangan operator
menekan kepala domba tersebut agar mengurangi pergerakan domba.
4. Simpul
a. Simpul dasar / overhead knot
b. Surgeon knot
d. Simpul laso
Untuk menangkap hewan yang lepas
e. Simpul nelayan
Biasanya digunakan untuk menyambung dua tali yang licin
f. Simpul mati
Mengencangkan tali agar tali tidak mudah putus.
D. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa jenis
sapi perah dan potong. Sapi perah merupakan sapi yang dapat menghasilkan
susu yang dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto, 1998). Dan sapi potong
merupakan jenis sapi yang diternakkan untuk dimanfaatkan dagingnya. Sapi
potong juga merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki kontribusi
terbesar dalam penghasil daging. Terdapat pula beberapa jenis kambing potong
dan kambing perah. Serta jenis jenis domba mulai dari domba lokal.
Hal- hal yang perlu diwaspadai dari ternak adalah gigitan giginya, tendangan,
sepakan dan juga hal lainnya yang dapat membahayakan operator. Handling
dan restrain yang baik harus dilakukan agar operator bisa melakukan prosedur
pemeriksaan pada ternak ruminansia seperti pemeriksaan poel gigi maupun
injeksi dan tindakan medis lainnya.
Hal – hal yang perlu diperhatikan saat melakukan handling ternak adalah
1) Operator harus datang dari arah depan ternak secara perlahan-lahan agar
ternak bisa melihat kedatangan operator dan tidak terkejut.
2) Ternak harus diperlakukan dengan halus, sehingga ternak tidak merasa takut.
3) Bila ada tali pengikatnya, ternak didekati secara perlahan dan diusahakan
untuk bisa memegang talinya.
Terdapat beberapa alat yang digunakan untuk restrain ternak misalnya nose
lead, cow halter, tali keluh dan tali untuk merebahkan hewan.
DAFTAR PUSTAKA
Hasnudi. et all. 2019 Pengelolaan Ternak Sapi Potong. Anugrah Pangeran Jaya.
Medan
Awaludin. 2017. Teknik Handling dan Penyembelihan Hewan Qurban. Jurnal
Pengabdian Masyarakat. Volume 2 (7) : 84-86
Aisyah. 2015. Tingkat Produksi Susu dan Kesehatan Sapi Perah dengan Pemberian
Aloe Barbadensis Miller. GAMMA Volume 7 (1) : 50-51
Gunawan, H. 2013. Prospek Penggemukan Kambing Potong. Pustaka Baru
Press,Yogyakarta
Leondro, H. 2009. Dasar Ternak Perah. Malang: Kanjuran University Press.
Makin, M. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Edisi Pertama. Penerbit
Graha Ilmu. Yogyakarta.
Pamungkas FA, Batubara A, Doloksaribu M, Sihite E. 2009. Petunjuk Teknis
Potensi Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia.Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Medan.
Widagdo, D. 2013. Etawa Taktis dan Jitu.Hafamira, Jawa Tengah.