Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM ZOOTEKNIK

ACARA II

TLTH & TPH PADA RUMINANSIA (KAMBING, DOMBA, DAN


SAPI)

Disusun Oleh :

Nama : Khilmi Fuadah

NIM : 20/464456/SV/18775

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN TEKNOLOGI VETERINER

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN VETERINER

SEKOLAH VOKASI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2020
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui jenis-jenis sapi, kambing, dan domba dan hal-hal yang
harus diwaspadai dari setiap hewan
2. Mengetahui teknik handling dan restrain pada hewan ruminan dengan
baik dan benar
3. Mengetahui alat-alat yang digunakan untuk restrain serta cara
penggunaannya

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Handling dan contohnya

Handling merupakan cara penanganan hewan sebelum diperiksa dengan cara


menghalangi gerak aksi dari hewan secara fisik, tanpa alat bantu apapun dan
bertujuan untuk membuat hewan merasa tidak terancam dan merasa nyaman agar
tidak melukai operator ataupun hewan itu sendiri. (Lane, 2004).

Contoh handling pada sapi :

Hal-hal yang perlu di perhatikan pada waktu melakukan handling ternak


adalah :
1) Operator harus datang dari arah depan ternak secara perlahan-lahan agar ternak
bisa melihat kedatangan operator dan tidak terkejut.
2) Ternak harus diperlakukan dengan halus, sehingga ternak tidak merasa takut.
3) Bila ada tali pengikatnya, ternak didekati secara perlahan dan diusahakan untuk
bisa memegang talinya. Tenangkan ternak dengan cara menepuk-nepuk tubuhnya,
ikatkanlah tali pada sebatang pohon atau bawa langsung ke dalam kandang.
4) Sedangkan untuk ternak agak liar, setelah terpegang talinya usahakan
direbahkan.
5) Bila ada tali pengikatnya , usahakan agar ternak bisa digiring kedalam kandang,
yaitu dengan cara memancingnya dengan makanan (rumput) dan selanjutnya
usahakan untuk bisa dipasang tali pengikat.
6) Sedangkan untuk ternak yang masih agak liar usahakan agar ternak dapat
dijatuhkan dengan memasang jebakan llingkaran tali, setelah ternak jatuh baru
masing-masing kaki depan dan belakangnya diikat menjadi satu. Dan setelah ternak
dapat dikuasi, kemudian diberi tali pengikat pada lehernya.

2. Pengertian Restraint dan contohnya

Restraint adalah upaya atau penanganan yang dilakukan untuk membatasi aktivitas
suatu hewan secara verbal, fisikal, dan atau famakologis supaya hewan tersebut
dicegah dari melukai diri serta yang berada di sekelilingnya, dengan menggunakan
alat Restraint.

Contoh Restraint pada kucing

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melakukan Restraint pada kucing adalah:

a. Menggunakan handuk untuk menutupi (menggulung) tubuh kucing.


Biasanya cara ini digunakan pada kucing yang sedang ketakutan dengan
cara sebagai berikut:
1. Menutup kucing dengan handuk atau kain selama satu atau dua
menit sampai kucing menjadi tenang.
2. Setelah itu, geser sisi handuk ke bagian bawah tubuh kucing dan
angkat kucing seperti sebuah bungkusan.
3. Metode ini juga dapat digunakan untuk kucing yang agresif, tetapi
pada kucing agresif perlu ditambahkan tali pengikat pada bagian atas kepala
atau leher kucing supaya kucing tidak memberontak ataupun melukai
dirinya sendiri dan orang disekitarnya (Eldredge, 2008).
b. Menggunakan Cat Restrain Bag.
c. Menggunakan penutup kepala kucing (Muzzles).
d. Menggunakan Cat Lasso (Lane, 2004)
3. Alat Restraint Kambing, Domba, dan Sapi beserta fungsinya
- Cow Halter

Cow Halter atau Cow Halter Rope adalah tali yang digunakan untuk
mengikat kepala sapi. Dapat digunakan bila tidak ada tali keluh pada
hidungnya. Tali yang digunakan pada cow halter berbeda-beda. Hal tersebut
dapat menentukan kualitas Cow Halter. Cow Halter dapat dibuat dengan
menggunakan tali tambang dengan catatan tali yang digunakan harus benar-
benar kuat dan simpul yang dibuat juga harus benar- benar kuat. Begitu juga
dengan tali yang digunakan, tidak boleh rusak ataupun kasar. Karena dapat
melukai wajah sapi.

- Nose Lead

Nose lead adalah peralatan restrain yang dipasang pada hidung sapi,
tepatnya di cuping hidung. Sama halnya dengan cow halter, nose lead
digunakan untuk mengarahkan kepala ternak agar menurut pada
pemiliknya. Dibandingkan dengan tali keluh biasa, nose lead memiliki
kelebihan, yaitu tidak perlu dilakukan pelubangan cuping hidung. Sehingga
hdidung hewan tidak akan terluka bahkan sampai berdarah.

- Rope Squeze

Rope squeeze adalah tali yang yang digunakan untuk merebahkan ternak.
Seekor sapi yang berat dan bertubuh besar dapat dengan mudah dirobohkan
menggunakan simpul dari rope squeze yang sudah terpasang. Namun, juga
diperlukan tenaga yang cukup kuat agar sapi dapat roboh.

- Hold in Hadgate (Kandang jepit)

Hold in hadgate atau kandang jepit merupakan alat restrain modern yang
mudah dan cepat untuk digunakan. Kandang jepit ada yang terbuat dari kayu
maupun besi atau trails. Penggunaan kandang jepit pada ternak dapat
meminimalisir cedera pada ternak. Pertama ternak dimasukkan terlebih
dahulu ke dalam kandang jepit, kemudian kandang akan menutup dan
menjepit ternak hingga hanya terlihat kepalanya, setelah tubuh ternak
terangkat sempurna, maka kandang akan miring hingga ternak terbaring.

- Mobile Stall

Hampir mirip dengan kandang jepit namun Mobile Stall digunakan secara
manual dan dapat dipindahkan dengan mudah. Biasanya, mobile stall
digunakan untuk pemeriksaan kilat di padang penggembalaan.

(Annate, 2000)

4. Karakteristik Hewan
a. Jenis-jenis sapi potong dan perah
1.) Jenis-Jenis sapi potong

Sapi potong merupakan jenis sapi yang diternakkan untuk dimanfaatkan dagingnya.
Sapi potong juga merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki kontribusi
terbesar dalam penghasil daging. Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi yang ada
sekarang dapat dikelompokkan atas : (1). kelompok sapi Zebu (Bos indicus) atau
jenis sapi yang berpunuk, yang tersebar di daerah tropis, (2). kelompok Bos
primigenius sapi tanpa punuk, yang tersebar di daerah sub tropis atau dikenal
dengan Bos Taurus dan (3). kelompok Bos sondaicus atau bos banteng (Abidin dan
Simanjuntak 1997). Berikut merupakan bebrapa jenis sapi potong di Indonesia :

1.1. Sapi bali .


a. Asal-usul
Sapi bali merupakan keturunan dari sapi liar yang disebut banteng
(Bos bibos atau Bos sondaicus) yang telah mengalami proses
penjinakan (domestikasi) berabad-abad lamanya. Banteng tersebut
menurunkan hampir seluruh jenis sapi di Indonesia setelah
mengalami persilangan dengan bangsa sapi lain, misalnya zebu
yang dimasukkan ke Indonesia seperti ongole, hissar, dan gujarat.
Daerah atau lokasi penyebaran yang utama adalah Bali. Di Bali sapi
ini diternakkan secara murni. Daerah penyebaran lain adalah
Sulawesi, NTB, dan NTT.
b. Tipe Sapi bali
Termasuk tipe pedaging dan kerja.
c. Ciri-ciri
Bentuk tubuh menyerupai banteng, tetapi ukuran tubuh lebih kecil
akibat proses domestikasi. Dada dalam padat. Warna bulu pada
waktu masih pedet sawo matang atau merah bata. Akan tetapi,
setelah dewasa, warna bulu pada betinanya bertahan merah bata,
sedangkan jantan kehitam- hitaman. Dan, pada tempat-tempat
tertentu, baik jantan maupun betina, di bagian keempat kakinya dari
sendi kaki sampai kuku dan di bagian pantatnya berwarna putih.
Kepala agak pendek, dahi datar. Tanduk pada jantan tumbuh agak
ke bagian luar kepala, sedangkan betina agak ke bagian dalam.
Kakinya pendek sehingga menyerupai kaki kerbau. Tinggi sapi
dewasa 130 cm. Berat rata-rata sapi jantan 450 kg, sedangkan betina
300-400 kg. Hasil karkas 57% (A.S. Sudarmono, 2008).

Gambar 1.1 Sapi Bali


1.2. Sapi madura
a. Asal-usul

Sapi madura merupakan hasil persilangan antara Bos sondaicus dan


Bos indicus. Daerah atau lokasi penyebaran yang terutama adalah
pulau Madura dan Jawa Timur. Di Madura sapi tersebut
diternakkan secara murni.
b. Tipe Sapi

Termasuk tipe pedaging dan kerja.

c. Ciri-ciri

Ciri-ciri yang dimiliki bangsa sapi madura sebagai salah satu


kelompok bangsa sapi tropis pada dasarnya seperti sapi bali.
Namun, sapi ini memiliki ciri khas yang menonjol sehingga dengan
mudah bisa dibedakan dengan bangsa sapi yang lain, khususnya
sapi bali. Baik jantan maupun betina berwarna merah bata dan
hampir tak ada bedanya antara kedua jenis kelamin tersesut. Paha
bagian belakang berwarna putih, sedangkan kaki depan berwarna
merah muda. Tanduk pendek dan beragam serta ada yang
melengkung seperti bulan sabit dan ada pula yang tumbuh agak ke
samping dan ke atas. Tanduk pada betina kecil dan pendek.
Panjangnya kurang lebih 10 cm, jantan 15-20 cm. Panjang badan
mirip sapi bali, tetapi berponok kecil. Berat badan 350kg (A.S.
Sudarmono, 2008).

Gambar 1.2 Sapi Madura

1.3. Sapi ongole


a. Asal-susul Bangsa sapi ini berasal dari India (Madras) yang
beriklim tropis dan bercurah hujan rendah. Sapi ongole ini di
Eropa disebut zebu, sedangkan di Jawa sangat popular dengan
sebutan sapi benggala.
b. Tipe Sapi ini termasuk tipe potong dan kerja.
c. Ciri-ciri
Ukuran tubuh besar dan panjang. Ponoknya besar. Leher
pendek, kaki panjang. Warna putih, tetapi yang jantan pada
leher dan ponok sampai kepala berwarna putih keabu-abuan,
sedangkan lututnya hitam. Ukuran kepala panjang dan telinga
sedang agak bergantung. Tanduk pendek dan tumpul yang pada
bagian pangkal berukuran besar, tumbuh ke arah luar belakang.
Gelambir lebar, bergantung, dan berlipat-lipat yang tumbuh
sampai tali pusar. Berat sapi jantan 550 kg, dan betina sekitar
350 kg. (A.S. Sudarmono, 2008).

Gambar 1.3 Sapi Ongole


1.4. Sapi Brahman
Ciri khas sapi brahman adalah memiliki punuk yang besar dan
kulitnya longgar serta bergelambir lebar di bawah leher sampai
perut dengan banyak lipatan – lipatan. Telinganya panjang dan
menggantung serta ujungnya runcing.Sapi Brahman (dari India),
banyak dikembangkan di Amerika. Persentase karkasnya 45%.
Keistimewaan sapi ini tidak terlalu selektif terhadap pakan yang
diberikan, jenis pakan (rumput dan pakan tambahan) apapun akan
dimakannya, termasuk pakan yang jelek sekalipun. Sapi potong ini
juga lebih kebal terhadap gigitan caplak dan nyamuk serta tahan
panas (A.S. Sudarmono, 2008).
Gambar 1.4 Sapi Brahman
1.5. Sapi Simental
Sapi ini berasal dari Switzerland. Merupakan tipe sapi potong,
perah dan kerja.
Ciri – cirinya :
Ukuran tubuh besar, pertumbuhan otot bagus, penimbunan lemak
di bawah kulit rendah. Warna bulu pada umumnya krem agak
cokelat atau sedikit merah, sedangkan wajah, keempat kakinya
(mulai dari lutut), dan ujung ekor berwarna putih. Ukuran tanduk
kecil berat sapi betina mencapai 800 kg dan sapi jantan mencapai
1.150 kg (A.S. Sudarmono, 2008)

Gambar 1.5 Sapi Simetal


1.6. Sapi Limousin
Sapi ini berasal dari Perancis. Merupakan tipe sapi potong.
Ciri – cirinya : Warna bulu merah cokelat, tetapi pada sekeliling
mata dan kaki mulai dari lutut ke bawah berwarna agak terang.
Ukuran tubuh besar dan panjang, pertumbuhan bagus. Tanduk pada
jantan tumbuh keluar dan agak melengkung (A.S. Sudarmono,
2008).

Gambar 1.6 Sapi Limousin

2.) Jenis-Jenis Sapi Perah

Sapi perah merupakan sapi yang dapat menghasilkan susu yang dimanfaatkan
sebagai produk utama (Sutarto, 1998). Jenis sapi perah yang unggul dan paling
banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari
Belanda), Jersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss
(dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari
Australia). Menurut Prihadi (1997), sapi perah di Indonesia dapat digolongkan
menjadi tiga kelompok berdasarkan kemurnian bangsanya : 1.) Sapi Pure Breed
Termasuk jenis ini adalah sapi FH murni yang diimpor langsung dari breeder,
juga sapi kelahiran Indonesia yang induknya FH murni serta pejantannya juga
FH murni. 2.) Sapi Cross Breed Sapi ini merupakan persilangan antara sapi
murni FH dengan sapi lokal dan diketahui tingkat kemurniannya (berapa persen
darah FH nya). 3.) Sapi Non Discript Sapi yang termasuk non discript adalah
sapi-sapi yang jelas bukan sapi FH murni, tetapi tidak diketahui dengan jelas
tingkat kemurnian darah FH nya dan tidak mempunyai ciri-ciri seperti FH.

Mardiningsih (2007) menyatakan bahwa sapi perah yang dipelihara di


Indonesia pada umumnya adalah bangsa Friesian Holstein (FH) dan
keturunannya atau persilangannya yang dikenal dengan Peranakan Friesian
Holstein (PFH).
Berikut ini adalah beberapa jenis sapi perah :

2.1. Friesian Holstein

Menurut sejarahnya bahwa bangsa sapi Fries Holland berasal dari Boss
Taurus yang mendiami daerah beriklim sedang di dataran Eropa.
Sebagian besar sapi tersebut memiliki warna bulu hitam dengan bercak-
bercak putih, bulu ujung ekor berwarna putih, bagian bawah dari corpus
(bagian kaki) berwarna putih atau hitam dari atas terus ke bawah. Sapi
perah FH yang berasal dari Belanda memiliki ciri-ciri khas yaitu warna
bulu hitam dengan bercak-bercak putih pada umumnya, namun juga ada
yang berwarna coklat ataupun merah dengan bercak putih, bulu ujung
ekor berwarna putih, bagian bawah dari kaki berwarna putih, dan tanduk
pendek serta menjurus kedepan (Makin, 2011).

Gambar 2.1 Friesian Holstein

2.2. Sapi Jersey

Sapi Jersey dikembangkan di pulau Jersey di Inggris. Hasil olahan


utama di Pulau Jersey adalah mentega. dengan demikian sapi Jersey
dikembangkan untuk tujuan produksi lemak susu yang banyak, sifat
yang sampai kini pun masih menjadi perhatian. Dalam masa
perkembangan bangsa ini, hanya sapi-sapi yang bagus sajalah yang
tetap dipelihara sehingga sapi Jersey ini masih terkenal karena
keseragamannya (Blakely,1991). Susu yang berasal dari sapi yang
berwarna coklat ini, warnanya kuning karena kandungan karotennya
tinggi serta persentase lemak dan bahan padatnya juag tinggi. Seperti
halnya sapi Guernsey, sapi Jersey tidak disukai untuk tujuan produksi
daging serta pedet yang akan dipotong. Bobot sapi betina dewasa antara
800-1100 pound. Produksi susu sapi Jersey tidak begitu tinggi, menurut
standar DHIA (1965/1966) rata-rata produksi sapi Jersey 8319
pound/tahun, tetapi kadar lemaknya sangat tinggi rata-rata 5,2%
(Prihadi,1997). Sapi ini belum dijumpai di Indonesia. Sapi Jersey
memiliki warna pada kepala, paha, dan bahu yang lebih gelap dari
warna tubuhnya.

Gambar 2.2 Sapi Jersey

2.3. Sapi Guernsey

Sapi ini dikembangkan di Pulau Guernsey Inggris. Sapi Guernsey lebih


kuat dan lebih besar dari sapi Jersey. Sapi Guernsey berasal dari sapi
liar sub spesies Bos (Taurus) Typicus longifrons. Ciri-ciri fisik
Guernsey : a.) Warnanya kuning tua sampai hampir merah dengan
belang-belang putih, umumnya Pada bagian muka, sisi perut dan kaki,
bulu kipas ekor dan flank b.) Tanduk ukuran sedang, menjurus ke atas
dan agak condong ke depan c.) Badanya menyerupai Jersey tetapi tidak
sebesar Jersey d.) Berat badan sapi dewasa : jantan 700 kg, Betina 475
kg. e.) Produksi susunya 2750 liter per laktasi dengan kadar lemak 5%.
Sifat-sifat sapi Guernsey :a.) Lebih tenang dari Sapi Jersey tetapi tidak
setenang FH. b.) Cepat menjadi dewasa tetapi sedikit lambat dari Jersey
(Leondro, 2009)
Gambar 2.3 Sapi Guernsey

2.4. Sapi Brown Swiss

Merupakan sapi yang berasal dari daerah Switzerland (Swiss). Bangsa


sapi perah tertua yang berasal dari spesies sapi liar subspecies Bos
(Taurus) Typicus longifrons. Sapi ini berwarna cokelat keabu-abuan
tetapi paling banyak ditemukan berwarna cokelat. Termasuk salah satu
bangsa sapi perah yang besar. Ukuran badan dan tulang cukup besar
hamper sama dengan FH (Friesian Holstain). Warna hidung dan bulu
ekornya hitam, Berat jantan 900 kg dan berat betina 600 kg. Merupakan
sapi dengan produksi susu tertinggi kedua setelah FH dengan jumlah
3000 kg/ laktasi dengan kadar lemak 4%. Warna lemak susunya agak
putih biasanya diolah menjadi keju. Sapi ini bersifat jinak dan mudah
dipelihara (Leondro, 2009).

Gambar 2.4 Sapi Brown Swiss


2.5. Peranakan Friesian Holstein (PFH)

Merupakan sapi hasil persilangan antara sapi asli Indonesia yaitu sapi
Jawa dan Madura dengan sapi FH murni. Hasil persilangan tersebut kini
popular dengan nama sapi grati yang banyak diternakkan di Jawa
Timur. Ciri-ciri sapi ini menyerupai sapi FH, badannya lebih kecil dari
FH. Produksi susunya pun lebih rendah dari sapi FH. Produksi susu sapi
PFH 2500 – 3000 liter/laktasi (Leondro, 2009).

b. Jenis-jenis kambing potong dan perah


3.) Jenis- jenis Kambing Potong

Kambing potong merupakan ternak ruminansia kecil yang diambil dagingnya


guna memenuhi kebutuhan protein.

3.1. Kambing Kacang


Kambing kacang merupakan salah satu jenis kambing pedanging. Kambing
kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang disebut juga sebagai
kambing kerikil karena postur badannya kecil, beratnya yang jantan  30
kg, sedangkan yang betina  20 – 25 kg. Kambing kacang memiliki ciri –
ciri jantan dan betina bertanduk relative pendek dan melengkung ke atas
sampai belakang. Hidungnya lurus, leher pendek dan pada kambing jantan
tumbuh janggut di dagunya. Warna bulunya cokelat, hitam, putih, atau
kombinasi ketiganya. Leher pendek dan punggung melengkung. Daun
telinga pendek, berdiri tegak dan mengarah ke depan dan ke samping.
Kambing kacang sudah dewasa kelamin pada usia 6 bulan dan pertama
melahirkan pada usia 12 bulan. Jarak beranak lebih pendek dan biasanya
melahirkan kembar dua sampai tiga ekor anakan. Tinggi gumba pada
kambing jantan 60-65 cm sedangkan pada kambing betina 56 cm (Gunawan,
2013).

Gambar 3.1 Kambing Kacang


3.2. Kambing Muara
Kambing muara tersebar di Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara
Sumatera Utara. Kambing Muara merupakan kambing tipe pedaging yang
cukup baik. Ciri-ciri kambing muara adalah Bulu berwarna coklat,
kemerahan, putih dan hitam. Bobot kambing muara jantan 68 kg dan betina
49 kg dengan panjang badan jantan 96 cm dan betina 75 cm. Bentuk telinga
agak panjang dan juga menggantung. Tubuh kekar dan gagah dengan
susunan yang kompak. Dapat beranak 2-4 dalam sekali kelahiran
(Pamungkas et all, 2009).

Gambar 3.2 Kambing Muara


3.3. Kambing Boer
Kambing Boer berasal dari afrika selatan. Kambing Boer merupakan
kambing tipe pedaging terbaik. Persilangangan kambing jantan Boer dan
betina Etawa/Peranakan Etawa menghasilkan kambing Boerawa sedangkan
persilangan kambing jantan Boer dan kambing betina kacang menghasilkan
kambing Boerka. Ciri-ciri kambing Boer adalah Tubuhnya panjang dan
lebar, hidungnya cembung, bulunya putih dan kakinya pendek, telinganya
panjang dan menggantung, Warna kepala coklat muda hingga coklat tua
kemerahan, memiliki garis putih dibawah wajah. Bobot kambing Boer
jantan 120-150 kg dan betina 80-90 kg (Hasnudi et all, 2018).

Gambar 3.3 Kambing Boer


3.4. Kambing Benggala
Kambing Benggala merupakan kambing yang tergolong kecil, dan tersebar
di wilayah Bangladesh. Kambing Benggala secara umum lebih besar
daripada kambing kacang, biasanya di dominasi warna hitam dan warna
kecoklatan. Kambing Benggala merupakan kambing potong yang umumnya
cukup profilik. Ciri- ciri kambing Benggala antara lain adalah Telinga
terkulai menghadap samping dan menggantung, Bulu sedang dan tanduk
mengarah tegak ke belakang, Merupakan tipe kambing pedaging dan juga
profilik (Hasnudi et all, 2018).

Gambar 3.4 Kambing Benggala Hitam


3.5.Kambing Kashmir
Kambing Kashmir sama halnya dengan kambing anggora, pernah di import
ke Indonesia dan disebarkan di Jawa Barat dan Nusa Tenggara. Kambing
ini juga termasuk bangsa kambing yang besar, rambutnya mirip dengan
kambing anggora juga dinamakan mohair, tetapi warnanya abu-abu. Bangsa
kambing ini yang asli sekarang tidak ada lagi. Salah satu keturunannya
adalah kambing gembrong di Bali. Ciri – ciri kambing khasmir adalah
bulunya cukup tebal, halus dan biasanya dominan putih (Bulunya bisa
digunakan sebagai bahan pembuat pakaian). Bobot badan jantan dewasa 60
kg dan betina 40 kg (Gunawan, 2013).

Gambar 3.5 Kambing Kashmir

4.) Jenis- jenis Kambing Perah

Kambing perah merupakan kambing yang diternakkan guna diambil susunya.


4.1. Kambing Alpen

Kambing Alpen berasal dari pegunungan Alpen. Kambing alpen merupakan


tipe penghasil susu yang baik dan memiliki daya adaptasi yang cukup baik.
Kambing Alppen tersebar di Amerika dan Perancis. Ciri-ciri kambing Alpen
adalah Memiliki bulu berwarna putih, coklat, kelabu, hitam, dengan
kombinasi warna. . Di sekitar punggung ada bulu panjang, pada pejantan
memiliki janggut, tanduk panjang meruncing kearah belakang. Produksi
susu dari kambing alpen baik. (Hasnudi et all, 2018).
Gambar 4.1 Kambing Alpen

4.2.Kambing Toggenburg
Kambing Toggenburg berasal dari daerah toggenburg di Timur Laut Swiss.
Kambing Toggenburg merupakan kambing tipe perah yang diambil
susunya. Ciri-ciri kambing Togenburg adalah Telinganya tegak ke arah
depan Memiliki janggut pada kambing jantan. Bulu berwarna merah tua,
coklat ataupun dengan bercak putih. Hidung cembung dan berbulu halus.
Bobot badan jantan 80 kg dan betina 60 kg. Produksi susu 600 kg / masa
laktasinya. Masa produktivitas kambing toggenburg jantan 7 bulan dan
betina 7-8 bulan . (Hasnudi et all, 2018).

Gambar 4.2 Kambing Toggenburg

4.3. Kambing Jawarandu

Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah


dan kambing Kacang. Kambing ini merupakan tipe kambing dwiguna yaitu
penghasil susu dan daging. Kambing Jawarandu banyak terdapat
disepanjang pantai utara pulau Jawa. Bentuk tubuh dan sifat-sifatnya berada
di antara kambing etawah dan kambing kacang. Produksi susu mencapai 1
– 1 ½ liter per hari. Ciri dari kambing ini adalah telinga lebar dan
menggantung, punggung melengkung ke bawah, warna bulu hitam, putih,
coklat atau kombinasi dari ketiga warna. Bobot jantan dewasa lebih dari 40
kg dan betina dewasa mencapai 40 kg (Hasnudi et all, 2018).

Gambar 4.3 Kambing Jawarandu

4.4. Kambing Etawah/ Jamnapari

Kambing Etawah berasal dari daerah Jamnapari, India dan di import ke


Indonesia dengan tujuan memperbaiki kambing asli Indonesia yaitu dengan
cara mengawinkannya dengan kambing kacang. Kambing etawa merupakan
tipe kambing dwiguna. Kambing etawa memiliki tingkat produksi susu,
pertumbuhan, dan kemampuan adaptasi baik terhadap kondisi lingkungan
yang ekstrim, karena alasan inilah kambing etawa sering digunakan untuk
memperbaiki mutu kambing lokal di Indonesia. Hasil susu dari kambing
etawa adalah kurang lebih 1-3 liter sehari. Ciri-ciri kambing etawah adalah
postur tubuhya besar, tanduknya pendek dan mengarah ke belakang. Hidung
kambing etawah melengkung dan cembung. Telinganya panjang dan
menggantung (Hasnudi et all, 2018).

Panjang badan kambing jantan  85 – 100 cm dan kambing betina 70 – 80


cm. Warna bulu bermacam-macam: kebanyakan belang, bercak-bercak
hitam atau merah, coklat dan putih. Menurut (Gunawan, 2013), Produksi
susu kambing etawa sangat tinggi yaitu 235 kg per masa laktasi selama 261
hari, pada puncak laktasinya produksi susu dapat mencapai 3,8 kg per hari.
Kaki panjang dan tegak, tinggi kambing etawah untuk yang betina 75 – 85
cm pada umur 3 tahun. Pada kaki bagian belakang sering ditumbuhi oleh
bulu yang panjang. Widagdo, 2013 menyampaikan bahwa tinggi gumba
untuk kambing betina 70-90 cm dan jantan 90-110 cm.

Gambar 4.4 Kambing Etawah

4.5. Kambing PE (Peranakan Etawa)

Kambing PE merupakan persilangan dari kambing etawa dengan kambing


kacang. Kambing etawa merupakan kambing tipe dwiguna yaitu dapat
menghasilkan daging dan susu. Kambing ini memiliki ciri – ciri dari
kambing ini adalah bentuk muka cembung, dan memiliki janggut di dagu,
telinga panjang dan menggantung, ujung tanduknya melengkung, garis
punggung mengombak ke belakang. Bulu memanjang dibagian leher,
pundak, punggung dan paha dengan warna bulu putih, coklat dan hitam.
Bobot kambing PE betina 40 kg dan kambing PE jantan 60 kg (Hasnudi et
all, 2018).

Gambar 4.5 Kambing Peranakan Etawa


4.6. Kambing Saanen
Berasal dari lembah Saanen dari Swiss bagian barat Pertama di import tahun
1982 dari Belanda ke Bandung dan Kerawang, import kedua tahun 1978
dari Australia ke seluruh daerah di Indonesia. Kambing ini dwiguna yaitu
penghasil susu dan daging ciri-ciri kambing saanen adalah Leher panjang,
telinga pendek dan tegak dan mengarah ke depan, dada lebar dan dalam,
tubuhnya panjang, Kaki lurus dan kuat, ekornya tipis dan pendek. Berat
badan jantan dewasa 68-91 kg dan betina dewasa 36-63 kg. Ambing dan
puting besar dan lunak (Gunawan, 2013).

Gambar 4.6 Kambing Saneen


c. Jenis-jenis domba
5.) Jenis – jenis Domba
5.1. Domba Kampong atau Domba local
Merupakan domba asli Indonesia. Karkas atau daging yang dihasilkan
relatif rendah sehingga kurang menguntungkan jika diusahakan secara
komersil. Ukuran tubuh domba ini cukup kecil dan juga
pertumbuhannya cukup lambat. Bulunya kasar serta warnanya beragam.
Daun telinga kecil dan pendek juga ekornya. Bobot badan domba jantan
antara 30-40 kg dan betina 15-20 kg. Domba betina tidak bertanduk
sedangkan domba jantan bertanduk (Hasnudi et all, 2018).
Gambar 5.1 Domba Lokal
5.2. Domba Garut
Bisa juga dikenal dengan sebutan Domba Priangan. Banyak terdapat di
daerah Jawa Barat. Merupakan persilangan antar tiga domba yaitu
domba asli Indonesia, domba merino, dan domba ekor gemuk dari
Afrika Selatan. Ciri- ciri domba ini adalah badannya agak besar, lebar
dengan leher yang kuat, bisa digunakan sebagai domba aduan. Bulunya
lebih panjang dan halus dari pada domba asli Indonesia, daun telinganya
kecil dan juga kokoh. Domba jantan bertanduk cukup besar,
melengkung ke belakang dan berbentuk spiral, pangkal tanduk kanan
dan kiri hampir bersatu, sedangkan yang betina tidak bertanduk. - Berat
domba jantan antara 60-80 kg dan betina 30-40 kg (Hasnudi et all,
2018).

Gambar 5.2 Domba Garut


5.3.Domba Ekor Gemuk (DEG)
Banyak terdapat di daerah timur seperti : Madura Sulawesi dan Lombok.
Ciri fisik dari domba ini adalah bentuk badannya lebih besar. Berat
badan domba jantan sekitar 50-70 kg sedangkan berat domba betina 25-
40 kg. Domba jantan bertanduk, tetapi yang betina tak bertanduk. Ciri
yang khas ialah ekor yang panjang, pada bagian pangkalnya tempat
menimbun lemak yang banyak, sedangkan bagian ujung ekornya kecil,
karena tidak ada lemak (Hasnudi et all, 2018).

Gambar 5.3 Domba Ekor Gemuk


5.4. Domba Ekor Tipis
Merupakan domba lokal di Indonesia. Domba ekor tipis tersebar di
wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Ciri – ciri domba ini adalah ekor
domba kecil dan tipis. Warna bulu putih, kadang berwarna belang hitam
disekitar mata. Domba betina umumnya tidak bertanduk, domba jantan
bertanduk kecil. Berat domba jantan sekitar 30-40 kg sedangkan domba
betina 15-20 kg (Hasnudi et all, 2018).

Gambar 5.4 Domba ekor tipis

5.5. Domba Batur Banjarnegara (Domas)


Domba Batur adalah domba hasil persilangan antara domba ekor
tipis, domba Suffolk dan domba Texel. Domba ini pada awalnya
berkembang di daerah Banjarnegara Jawa Tengah, dan menjadi ikon
Banjarnegara dan kini telah menyebar ke berbagai wilayah Jawa dan
Sumatera. Ciri-cirinya adalah warna bulu dominan putih, kulitnya
tipis di banding domba lainya. Memiliki tubuh panjang, besar dan
kuat dan kaki cenderung pendek. Proporsi daginya tinggi dan empuk
(Hasnudi et all, 2018).

Gambar 5.5 Domba Batur / Domas


5.6. Domba Merino
Asal domba Merino dari Asia kecil. Domba merino tersebar di
Spanyol, Inggris dan Australia. Domba merino merupakan
penghasil wol terbaik dengan panjang bulu 10 cm untuk 10 kg wol
selain itu juga sebagai penghasil daging.Ciri-ciri domba merino
adalah Seluruh badannya tertutup wool sampai pada mukanya,
sehingga domba ini termasuk dalam tipe wool. Yang jantan
bertanduk besar dan membelit, tetapi yang betina tak bertanduk.
Berat badan domba jantan 64-79 kg dan betina 45-57 kg (ukuran
sedang) (Hasnudi et all, 2018).

Gambar 5.6 Domba Marino


5.7. Domba Rambouliet
dari domba Merino yang telah lama diternakkan di Perancis. Domba
rambouliet merupakan tipe domba dwiguna yaitu dapat diambil
dagingnya dan sebagai penghasil wol. Ciri – cirinya adalah
badannya besar, padat, dalam dan lebar, tulang-tulangnya kuat.
Domba jantan bertanduk besar, yang betina tak bertanduk.
Kepalanya tegak serta gerakannya lincah. Penghasil daging dan
wool yang baik (Hasnudi et all, 2018).

Gambar 5.7 Domba Rambouliet


d. Perbedaan kambing dan domba
Salah satu prbedaan kambing dan domba adalah domba tidak akan menjadi liar
jika dilepaskan ke alam bebas, sedangkan jika kambing dilepaskan kea lam
bebas maka kambing akan dengan mudahnya berubah menjadi liar (Ensmiger,
2002). Perbedaan berikutnya adalah domba memiliki kelenjar di bawah mata
yang menghasilkan sekresi seperti air mata, sedangkan kambing tidak memiliki
itu. Di celah antara kedua bilah kuku keluar sekresi yang berbau khas saat
domba berjalan sedangkan kambing tidak memilikinya (Mulyono, 2003).
Tandung domba berpenampang segitiga sedangkan tanduk kambing
berpenampang bulat. Tubuh domba ditutupi oleh bulu wool yang cukup tebal,
sedangkan tubuh kambing hanya ditutupi oleh bulu yang tumbuh lurus
(Mulyono, 2003). Kambing memiliki bau prengus khususnya kambing jantan,
sedamgkan domba tidak berbau (Mulyono, 2003). Ekor Kambing mencuat ke
atas sedangkan ekor domba lurus menggantung ke bawah (Ensmiger, 2002).
Domba lebih menyukai rumput sedangkan kambing lebih menyukai dedaunan
(Davendra, 1994)

Menurut hasil penelitian Elita (2006) bahwa konsumsi bahan kering, bahan
organik, air minum, dan volume urine domba lebih tinggi dari pada kambing.
Kambing dan domba memiliki kemampuan yang sama dalam mencerna bahan
kering dan bahan organik dan memiliki kemampuan yang sama dalam
pertambahan bobot badan. Kambing lebih efisien dibandingkan domba. Berat
jenis urine kambing lebih tinggi dibandingkan domba. Perbedaan jenis kelamin
pada kambing dan domba tidak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering,
bahan organik, air minum, kecernaan bahan kering dan bahan organik,
pertambahan bobot badan, konversi ransum, bahan kering feses, kadar air feses,
volume urine dan bj urine.

Tabel 1. Perbandingan Tingkah Laku Makan Dan Fisiologi Saluran

Pencernaan Kambing Dan Domba

No. Karakter Kambing Domba


1. Aktifitas Berdiri dengan kedua Berjalan dengan
kaki dan berjalan jarah lebih dekat
dengan jarak yang
lebih jauh
2. Cara makan Pemakan semak dan Pemakan rumput dan
lebih pemilih kurang pemilih
3. Kemampuan merasa Lebih tajam Kurang tajam
4. Tingkat sekresi Lebih besar Sedang
ludah
5. Konsentrasi NH3 Lebih tinggi Lebih rendah
dalam rumen
6. Dehidrasi Sedikit air yang hilang Relatif banyak air
-Kotoran Lebih pekat yang hilang Kurang
- Air seni pekat
7. Tanin Lebih tahan Kurang tahan

Tabel 2. Perbedaan Fisik (Exterior) Antara Kambing dan Domba


NO. Karakteristik Kambing Domba
1. Lekuk air mata di Tidak ada Ada
bawah mata
2. Ekor Menjulang ke atas Menggantung ke
bawah
3. Kuku Tidak ada saku Ada
diantara kuku
4. Tanduk Jarang berpenampang Berpenampang
biasanya berbentuk berbentuk segitiga
korteks
5. Kelenjar bau di Ada Tidak ada
pangkal ekor (Pada kambing jantan
sehingga baunya lebih
prengus)
6. Jenggot Berjanggut Tidak

e. Penentuan umur ternak dengan gigi

umur kambing yang diduga berdasarkan kondisi gigi seri sesuai


pendugaan umur kambing dapat dilakukan berdasarkan
pemunculan gigi seri pada awal kehidupan kambing, pertumbuhan
gigi seri susu, pertumbuhan gigi seri permanen, dan keterasahan
gigi seri permanen pada umur 1 – 5 tahun (Sulastri et all,)

Semakin tua umur ternak, bentuk keterasahan gigi menjadi semakin


lebar. Bertambah tuanya umur ternak berpengaruh terhadap jarak
antargigi. Semakin tua umur tenak, jarak antargigi seri permanen
semakin longgar atau renggang. Kondisi keterasahan dan
kerenggang gigi seri juga menjadi pedoman untuk menentukan
umur ternak (Poespo, 1965).

Sapi yang memiliki gigi susu semua pada rahang bawah,


mempunyai usia sekitar 1 tahun

Sapi yang memiliki gigi tetap sepasang pada rahang bawah


mempunyai usia sekitar 1-1,5 tahun

Sapi yang memiliki gigi tetap dua pasang pada rahang bawah
mempunyai usia sekitar 2-2,5 tahun

Sapi yang memiliki gigi tetap tiga pasang pada rahang bawah
mempunyai usia sekitar 3-3,5 tahun

Sapi yang memiliki gigi tetap empat pasang pada rahang bawah
mempunyai usia sekitar 4 tahun

Sapi yang memiliki gigi tetap sudah aus semua pada rahang bawah
mempunyai usia diatas 4 tahun.
Bedasarkan tahap pemunculannya, gigi seri ternak ruminansia
dapat dikelompokkan menjadi gigi seri susu (deciduo incosors =
DI) dan gigi seri permanen (incisors = I). Gigi seri susu muncul
lebih awal daripada gigi seri permanen dan digantikan oleh gigi seri
permanen. Permuculan gigi seri susu, pergantian gigi seri susu
menjadi gigi seri permanen, dan keterasahan gigi seri permanen
terjadi pada kisaran umur tertentu sehingga dapat digunakan
sebagai pedoman penentuan umur ternak ruminansia.
C. HASIL PRAKTIKUM
1. Sapi
a. Handling pada sapi

Tujuan dilakukan handling pada sapi adalah untuk menghalangi gerak aksi dari
hewan secara fisik, dan bertujuan untuk membuat hewan merasa tidak terancam dan
merasa nyaman agar tidak melukai operator ataupun hewan itu sendiri (Lane, 2004).
Manajemen handling merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh manusia kepada
hewan dengan tujuan mengendalikan hewan sesuai dengan yang kita inginkan tanpa
menyakiti hewan tersebut dan tanpa mencederai pelaksana handling. Secara umum
handling merupakan suatu metode penanganan pada hewan yang membuat hewan
terbatasi geraknya sehingga mudah untuk dikendalikan baik dengan menggunakan
bantuan alat bantu ataupun dengan hanya menggunakan tangan (Awaludin et all.,
2017). Contoh kegiatan handling/ penanganan dalam pemeliharan ternak sapi yang
umum adalah ; memindahkan ternak dari suatu tempat ketempat yang lain,
melakukan pemotongan tanduk, pemotongan kuku, recording dengan cara
penandaan ternak, melakukan kastrasi, memasang tali hidung (tali keluh),
memandikan ternak, memberi obat dan bahkan kalau dimungkinan kegiatan
menjatuhkan atau merobohkan ternak dan lain sebagainya. Hal pertama yang harus
diketahui sebelum melakukan handling adalah memahami tingkah laku hewan.
Handling Pada sapi dilakukan dengan cara mengelus-ngelus sapi agar memberikan
rasa nyaman kepada sapi. Sapi memiliki apa yang disebut sebagai ‘titik buta (blind
spot)’ yaitu mereka tidak dapat melihat apa yang berada di belakang tubuh mereka.
Untuk membantu gerakan yang tenang dan efektif, operator harus menghindari
berdiri di belakang sapi dan sebaiknya berdiri di sisi yang dapat dilihat hewan atau
dari arah depan dengan tidak mengejutkan hewan (Thomas, 2009). Jika sapi sudah
merasa nyaman kemudian dapat dipasangkan lead nose pada hidung pemberian lead
nose pada sapi bertujuan agar sapi mudah ditarik dan dipindahkan atau diikatkan
dengan tiang.
b. Restrain pada Sapi
Manajemen handling meliputi dua metode yaitu restraint dan casting. Restraint
merupakan suatu metode dalam penanganan hewan yang bertujuan untuk
membatasi atau membuat hewan tidak bisa bergerak dalam keadaan hewan sadar
(Awaludin et all., 2017). Restraint adalah upaya atau penanganan yang dilakukan
untuk membatasi aktivitas suatu hewan secara verbal, fisikal, dan atau famakologis
supaya hewan tersebut dicegah dari melukai diri serta yang berada di sekelilingnya,
dengan menggunakan alat Restraint (Lane, 2004).

Restraint ekor

Restrain ekor digunakan untuk mengalihkan perhatian sapi dari bagian lain
tubuhnya ketika pekerjaan sedang dilakukan. Juga bisa dilakukan untuk
memberikan injeksi ambing ke saraf sapi. Caranya adalah dengan mendekatkan
kedua tangan dekat dengan pangkal ekor (bagian proximal) lalu berdiri di samping
sapi (jangan berdiri di belakang sapi) untuk menghindari tendangan, kemudian ekor
sapi diangkat dengan lembut namun tegas. Ekor sapi tidak sekuat ekor kuda tulang
belakangnya jauh lebih kecil dan mudah sekali patah (Kristin J. et all 2012)

Restraint hidung

Biasa dikenal dengan tali keluh atau tali telusuk, pemasangan tali keluh pada sapi.
Tali telusuk atau tali keluh adalah tali dengan ukuran 6-8 mm yang dipasang simpul
tertentu yang melingkari tulang tengkorak yang dipasang menembus sekat hidung
dan digunakan untuk mengendalikan sapi. Tali yang digunakan untuk telusuk pada
ujung tali dibakar sedikit agar mengerucut selanjutnya dipasangkan kawat kecil.
Ujung yang runcing tersebut dimasukkan pada hidung untuk melubangi sekat
hidung (septum nasales) secara perlahan -lahan. Setelah ujung ranting yang runcing
dimasukan ke sekat hidung, ujung tali yang sudah diberi kawat dimasukkan ke
bagian runcing ranting. Setelah tali terlihat dari sisi hidung yang lain, tali tersebut
ditarik secara perlahan dan disimpul pada tali sebelumnya (Soma, et all 2015).
Restraint dengan menggunakan kandang jepit

Kandang jepit merupakan alat restrain modern yang mudah dan cepat untuk
digunakan. Kandang jepit ada yang terbuat dari kayu maupun besi atau trails.
Penggunaan kandang jepit pada ternak dapat meminimalisir cedera pada ternak.
Pertama ternak dimasukkan terlebih dahulu ke dalam kandang jepit, kemudian
kandang akan menutup dan menjepit ternak hingga hanya terlihat kepalanya,
setelah tubuh ternak terangkat sempurna, maka kandang akan miring hingga ternak
terbaring (Annatte, 2000).

Restraint leher

Teknik restrain ini didesain untuk mengalihkan perhatian dari posisi menangkap.
Selain itu restrain ini bertujuan untuk menahan sapi agar tidak berlari kemana-mana
saat akan diobati atau diperiksa (Annatte, 2000).

Lifting legs (Mengangkat kaki)

Mengangkat kaki depan : Sapi bisa menendang dengan baik ke depan dengan kaki
belakangnya, jadi saat memeriksa kaki depan, hindari cedera wajah dan kepala,
selalu ikat bagian belakang kaki (pada sisi yang sama dari hewan) terlebih dahulu.
Kencangkan tali ke kaki depan yang lumpuh tepat di atas fetlock, dan jauh di bawah
lutut. Gunakan simpul hidup atau tali dengan simpul disambung di salah satu
ujungnya. Lingkarkan tali ke belakang di sekitar kaki pada tingkat yang sama
dengan ikatan aslinya.Lewati tali melalui lintasan yang lebih rendah setinggi lutut
sapi, dari dalam ke luar. Angkat kaki menggunakan dua lintasan tali sebagai katrol.

Mengangkat kaki belakang : Gunakan simpul hidup atau tali dengan simpul
disambung di salah satu ujungnya.

c. Pengambilan darah pada sapi

Pengambilan darah (Venesectio) merupakan salah satu hal yang terpenting dalam
kegiatan peternakan. Tujuan dari pengambilan darah ternak ini adalah untuk
mengetahui tingkat kadar suatu zat yang terkandung dalam darah ternak tersebut,
untuk kepentingan pemeriksaan immunologi / kekebalan ataupun
pengidentifikasian terhadap suatu penyakit. Pengambilan darah pada sapi dilakukan
di Vena Jugularis merupakan pembuluh darah yang terletak pada bagian
ventrolateral leher. Prosedur pengambilan darah adalah sebagai berikut :

1. Rambut di leher bagian perut dicukur bila perlu.

2. Pembuluh darah dibendung pada 1/3 leher bagian distal.

3. Setelah darah terbendung, daerah tersebut diusap dengan kapas yang dibasahi
alkohol, isi adalah untuk desinfeksi. Jarum suntik steril ditusukkan dengan sudut
30 ° C ke arah atas pada pembuluh darah dengan lubang jarum menghadap ke atas.

4. Setelah jarum masuk, dilakukan aspirasi untuk mengambil darah yang


dibutuhkan. Jika darah tidak terhisap, artinya jarum belum masuk ke dalam
pembuluh darah. (Berata et all, 2016)

Melalui Vena Coccigeal

Jika pengambilan darah melalui Vena Jugularis tidak dapat dilakukan atau
mengalami kendala seperti banyaknya gelambir pada leher sapi, maka pengambilan
darah bisa dilakukan melalui Vena Coccigeal, pembuluh darah ini terletak pada
bagian ventral tulang ekor ke 2 atau 3.

d. Lokasi Injeksi pada sapi

Penyuntikan Intravena yaitu penyuntikan melalui pembuluh darah vena dan


ditujukan untuk mempercepat reaksi obat melalui sirkulasi darah. Cara
penyuntikannya pertama adalah memastikan pererakan ternak lalu membersihkan
lokasi penyuntikan dengan 70% alcohol kulit ditegangkan dengan ibu jari dan jari
telunjuk tangan kiri, lalu jarum ditusukkan ke dalam vena dengan lubang jarum
menghadap ke atas dan jarum dan kulit membentuk sudut 20 derajat.

Penyuntikan Intra Muskular (IM)

Penyuntikan Intra Muskular dilakukan dengan cara menyuntikkan obat melalui


otot, bertujuan agar absorpsi obat lebih cepat. Lokasi penyuntikannya dapat di
lakukan di bagian paha (Vastus lateralis), ventrogluteal (saat berbaring),
dorsogluteal (ketika posisi tengkurap) atau lengan atas (deltoid). Cara
penyuntikannya adalah melakukan penusukan dengan posisi jarum tegak lurus,
setelah jarum masuk kemudian dilakukan aspirasi spuit, jika tidak ada darah maka
bisa dilakukan penyuntikan obat secara perlahan.

Penyuntikan Subkutan (SQ)

Penyuntikan Subkutan dilakukan melalui penyuntikan lapisan bawah kulit. Tempat


penyuntikannya biasanya adalah lapisan terluar pada lengan atas dan interior pada
paha. Lokasi yang lainnya adalah area abdomen, area scapula pada punggung atas.

e. Casting pada sapi

Casting merupakan suatu metode perlakuan untuk menjatuhkan/merobohkan


hewan dengan teknik tertentu tanpa menyakiti hewan (Awaludin et all., 2017).

Casting dengan metode Rope Squeeze


Teknik squeeze dilakukan dengan cara membuat ikatan mengelilingi leher
bagian depan sapi (Thorax) dengan tali yang kuat dan panjang kuarang lebih 6
meter. Kemudian ujung tali ditarik ke belakang pada punggung depan dan
dilingkarkan kembali, lalu ujung tali ditarik ke belakang lagi dan dilingkarkan pada
bagian perut. Kemudian tali ditarik perlahan lahan ke arah belakang sampai sapi
terrebahkan atau roboh. Penarikan sapi bisa dilakukan oleh 2 atau 3 orang
tergantung ukuran sapi yang akan dirobohkan. Prinsip dari metode ini adalah
menekan bagian dada agar sapi kekurangan oksigen dan akhirnya jatuh.
Casting dengan metode Burley
Casting dengan metode burley teknik barley dilakukan dengan cara
menyiapkan tali panjang 6 m dan dibagi sama panjang tetapi tidak dipotong.
Kemudian kedua ujung tali tersebut dililitkan melalui leher bagian belakang sapi.
kemudian disilangkan diantara kaki depan (sternum) lalu kedua ujung ditarik ke
atas dan disilangkan di punggung (Usahakan pada titik keseimbangan ternak). Lalu
kedua ujung tali ditarik ke bawah melalui selangkang kiri dan kanan sapi (tali lurus
dan jangan disilangkan). Lalu ditarik perlahan lahan ke belakang sampai sapi
tersebut roboh, prinsipnya yaitu menekan persendian sehingga sapi kehilangan
keseimbangan dan akhirnya jatuh ke bawah.
2. Kambing
a. Handling pada kambing
Tujuan handling pada kambing adalah untuk mengendalikan hewan sesuai dengan
yang kita inginkan tanpa menyakiti hewan tersebut dan tanpa mencederai pelaksana
handling atau operator. Handling biasanya dilakukan dengan cara mengelus ngelus
kepala kambing agar memberikan rasa nyaman kepada hewan itu sendiri. Operator
biasanya menempatkan kakinya diantara kaki kambing lalu kepala kambing
diarahkan ke badan operator.
Yang kedua handling pada kambing dapat dilakukan dengan cara menjepit kedua
bahu, kaki depan dengan cara menaiki kambing tersebut, lalu kaki operator
menjepit bagian bahu pada kambing.
Yang ketiga dengan cara memojokkan kambing pada tembok atau kandang lalu
kaki operator menekan pada bagian bahu agar kambing mengurangi pergerakan,
kemudian dapat dilakukan tindakan contohnya dengan cara membuka mulut pada
kambing, membuka mulut kambing biasanya dilakukan untuk mengetahui poel gigi
atau umur pada kambing itu sendiri.
Cara mengangkat kambing
Caranya dengan memegang bagian leher dengan memasukkan tangan ke arah leher
dan menopang bagian belakang pada kambing.
b. Restrain pada kambing
Restrain adalah menghalangi gerak dan aksi dari hewan sehingga dapat
menghindari dan mengurangi bahaya untuk operator maupun ternak itu sendiri.
Bahaya tersebut dapat berupa sepakan, desakan, injakan dari ternak. Restrain
kambing dilakukan dengan cara :
Operator berada di samping kambing kemudian memegang kaki kambing yang
dekat dengan operator lalu mengangkat kaki dan diletakkan pada paha operator
kemudian direbahkan perlahan ke lantai/ tanah, lalu tangan operator menekan
kepala kambing tersebut agar mengurangi pergerakan dari kambing tersebut.
Kambing biasanya hidup secara individu
c. Pengambilan darah pada kambing
Pengambilan darah (Venesectio) merupakan salah satu hal yang terpenting dalam
kegiatan peternakan. Tujuan dari pengambilan darah ternak ini adalah untuk
mengetahui tingkat kadar suatu zat yang terkandung dalam darah ternak tersebut,
untuk kepentingan pemeriksaan immunologi / kekebalan ataupun
pengidentifikasian terhadap suatu penyakit. Pengambilan darah pada sapi dilakukan
di Vena Jugularis merupakan pembuluh darah yang terletak pada bagian
ventrolateral leher. Prosedur pengambilan darah adalah sebagai berikut :

1. Rambut di leher bagian perut dicukur bila perlu.


2. Pembuluh darah dibendung pada 1/3 leher bagian distal.
3. Setelah darah terbendung, daerah tersebut diusap dengan kapas yang
dibasahi alkohol, isi adalah untuk desinfeksi. Jarum suntik steril
ditusukkan dengan sudut 30 ° C ke arah atas pada pembuluh darah
dengan lubang jarum menghadap ke atas.
4. Setelah jarum masuk, dilakukan aspirasi untuk mengambil darah yang
dibutuhkan. Jika darah tidak terhisap, artinya jarum belum masuk ke
dalam pembuluh darah. (Berata et all, 2016)

Posisi ternak yang akan diambil sampel darahnya harus dalam posisi
yang nyaman dan kondisi ternak tenang. Selain akan mempermudah
dalam pengambilan sampel darah, juga akan lebih meminimalisir rasa
sakit pada ternak dan hal tersebut merupakan salah satu kaidah “animal
welfare” atau yang biasa disebut kesejahteraan hewan. Untuk sebagian
ternak yang ukuran tubuhnya agak besar sehingga susah untuk
diposisikan dalam posisi yang tepat, maka bisa digunakan penjepit atau
kerangka. Namun untuk ternak yang ukuran tubuhnya kecil maka cukup
dipegang oleh praktikan pada bagian tertentu (Martoenus, 2015).
d. Injeksi pada Kambing

Penyuntikan Intravena yaitu penyuntikan melalui pembuluh darah vena dan


ditujukan untuk mempercepat reaksi obat melalui sirkulasi darah. Cara
penyuntikannya pertama adalah memastikan pererakan ternak lalu membersihkan
lokasi penyuntikan dengan 70% alcohol kulit ditegangkan dengan ibu jari dan jari
telunjuk tangan kiri, lalu jarum ditusukkan ke dalam vena dengan lubang jarum
menghadap ke atas dan jarum dan kulit membentuk sudut 20 derajat.

Penyuntikan Intra Muskular (IM) Penyuntikan Intra Muskular dilakukan dengan


cara menyuntikkan obat melalui otot, bertujuan agar absorpsi obat lebih cepat.
Lokasi penyuntikannya dapat di lakukan di bagian paha (Vastus lateralis),
ventrogluteal (saat berbaring), dorsogluteal (ketika posisi tengkurap) atau lengan
atas (deltoid). Cara penyuntikannya adalah melakukan penusukan dengan posisi
jarum tegak lurus, setelah jarum masuk kemudian dilakukan aspirasi spuit, jika
tidak ada darah maka bisa dilakukan penyuntikan obat secara perlahan.

Penyuntikan Subkutan (SQ)

Penyuntikan Subkutan dilakukan melalui penyuntikan lapisan bawah kulit. Tempat


penyuntikannya biasanya adalah lapisan terluar pada lengan atas dan interior pada
paha. Lokasi yang lainnya adalah area abdomen, area scapula pada punggung atas.

e. Casting pada Kambing

Casting atau merebahkan kambing disini tidak memerlukan alat bantu tali seperti
pada sapi karena ukuran kambing lumayan kecil dan masih bisa di handle oleh
operator. Operator berada di samping kambing kemudian memegang kaki kambing
yang dekat dengan operator lalu mengangkat kaki dan diletakkan pada paha
operator kemudian direbahkan perlahan ke lantai/ tanah.lalu tangan operator
menekan kepala kambbing tersebut agar mengurangi pergerakan. Setelah kambing
terrebahkan baru bisa dilakukan tindakan seperti injeksi ataupun pengambilan darah
pada kambing.

3. Domba
a. Handling pada Domba
Tujuan handling pada domba adalah untuk mengendalikan hewan sesuai dengan
yang kita inginkan tanpa menyakiti hewan tersebut dan tanpa mencederai pelaksana
handling atau operator. Handling biasanya dilakukan dengan cara mengelus ngelus
kepala domba agar memberikan rasa nyaman kepada hewan itu sendiri. Operator
biasanya menempatkan kakinya diantara kaki domba lalu kepala domba diarahkan
ke badan operator.
Yang kedua handling pada domba dapat dilakukan dengan cara menjepit kedua
bahu, kaki depan dengan cara menaiki domba tersebut, lalu kaki operator menjepit
bagian bahu pada domba.
Yang ketiga dengan cara memojokkan domba pada tembok atau kandang lalu kaki
operator menekan pada bagian bahu agar domba mengurangi pergerakan, kemudian
dapat dilakukan tindakan contohnya dengan cara membuka mulut pada domba,
membuka mulut domba biasanya dilakukan untuk mengetahui poel gigi atau umur
pada domba itu sendiri.
Cara mengangkat domba
Caranya dengan memegang bagian leher dengan memasukkan tangan ke arah leher
dan menopang bagian belakang pada domba biasanya digunakan untuk
memisahkan domba dari kawanan.
b. Restraint pada Domba
Restraint merupakan suatu metode dalam penanganan hewan yang bertujuan untuk
membatasi atau membuat hewan tidak bisa bergerak dalam keadaan hewan sadar
(Awaludin et all., 2017).
Operator berada di samping domba kemudian memegang kaki domba yang dekat
dengan operator lalu mengangkat kaki dan diletakkan pada paha operator kemudian
direbahkan perlahan ke lantai/ tanah.lalu tangan operator menekan kepala domba
tersebut agar mengurangi pergerakan domba. Domba biasanya hidup bergerombol
atau komunal sedangkan untuk kambing biasanya hidup secara individu.
c. Pengambilan darah pada domba
Pengambilan darah (Venesectio) merupakan salah satu hal yang terpenting dalam
kegiatan peternakan. Tujuan dari pengambilan darah ternak ini adalah untuk
mengetahui tingkat kadar suatu zat yang terkandung dalam darah ternak tersebut,
untuk kepentingan pemeriksaan immunologi / kekebalan ataupun
pengidentifikasian terhadap suatu penyakit. Pengambilan darah pada sapi dilakukan
di Vena Jugularis merupakan pembuluh darah yang terletak pada bagian
ventrolateral leher. Prosedur pengambilan darah adalah sebagai berikut :

1. Rambut di leher bagian perut dicukur bila perlu.

2. Pembuluh darah dibendung pada 1/3 leher bagian distal.

3. Setelah darah terbendung, daerah tersebut diusap dengan kapas yang dibasahi
alkohol, isi adalah untuk desinfeksi. Jarum suntik steril ditusukkan dengan sudut
30 ° C ke arah atas pada pembuluh darah dengan lubang jarum menghadap ke atas.

4. Setelah jarum masuk, dilakukan aspirasi untuk mengambil darah yang


dibutuhkan. Jika darah tidak terhisap, artinya jarum belum masuk ke dalam
pembuluh darah. (Berata et all, 2016).

d. Lokasi Injeksi pada domba

Penyuntikan Intravena yaitu penyuntikan melalui pembuluh darah vena dan


ditujukan untuk mempercepat reaksi obat melalui sirkulasi darah. Cara
penyuntikannya pertama adalah memastikan pererakan ternak lalu membersihkan
lokasi penyuntikan dengan 70% alcohol kulit ditegangkan dengan ibu jari dan jari
telunjuk tangan kiri, lalu jarum ditusukkan ke dalam vena dengan lubang jarum
menghadap ke atas dan jarum dan kulit membentuk sudut 20 derajat.

Penyuntikan Intra Muskular (IM) Penyuntikan Intra Muskular dilakukan dengan


cara menyuntikkan obat melalui otot, bertujuan agar absorpsi obat lebih cepat.
Lokasi penyuntikannya dapat di lakukan di bagian paha (Vastus lateralis),
ventrogluteal (saat berbaring), dorsogluteal (ketika posisi tengkurap) atau lengan
atas (deltoid). Cara penyuntikannya adalah melakukan penusukan dengan posisi
jarum tegak lurus, setelah jarum masuk kemudian dilakukan aspirasi spuit, jika
tidak ada darah maka bisa dilakukan penyuntikan obat secara perlahan.

Penyuntikan Subkutan (SQ) dilakukan melalui penyuntikan lapisan bawah kulit.


Tempat penyuntikannya biasanya adalah lapisan terluar pada lengan atas dan
interior pada paha. Lokasi yang lainnya adalah area abdomen, area scapula pada
punggung atas.
e. Casting pada domba

Cara casting pada domba disini hamper sama dengan cara casting pada kambing,
disini casting pada domba juga tidak memerlukan tali seperti pada sapi karena
postur domba juga kecil. Teknik perebahan domba dapat dilakukan dengan cara
operator berada di samping domba kemudian memegang kaki domba yang dekat
dengan operator lalu mengangkat kaki dan diletakkan pada paha operator kemudian
direbahkan perlahan ke lantai/ tanah. Setelah domba rebah lalu tangan operator
menekan kepala domba tersebut agar mengurangi pergerakan domba.
4. Simpul
a. Simpul dasar / overhead knot

Biasanya digunakan untuk menali atau mengaitkan sapi pada tiang

b. Surgeon knot

Digunakan untuk menali atau mengencangkan tali yang kendur.


c. Simpul jangkar
Digunakan untuk menali atau mengaitkan sapi atau kambing pada
tiang

d. Simpul laso
Untuk menangkap hewan yang lepas

e. Simpul nelayan
Biasanya digunakan untuk menyambung dua tali yang licin

f. Simpul mati
Mengencangkan tali agar tali tidak mudah putus.
D. KESIMPULAN

Dari hasil praktikum dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa jenis
sapi perah dan potong. Sapi perah merupakan sapi yang dapat menghasilkan
susu yang dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto, 1998). Dan sapi potong
merupakan jenis sapi yang diternakkan untuk dimanfaatkan dagingnya. Sapi
potong juga merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki kontribusi
terbesar dalam penghasil daging. Terdapat pula beberapa jenis kambing potong
dan kambing perah. Serta jenis jenis domba mulai dari domba lokal.

Hal- hal yang perlu diwaspadai dari ternak adalah gigitan giginya, tendangan,
sepakan dan juga hal lainnya yang dapat membahayakan operator. Handling
dan restrain yang baik harus dilakukan agar operator bisa melakukan prosedur
pemeriksaan pada ternak ruminansia seperti pemeriksaan poel gigi maupun
injeksi dan tindakan medis lainnya.

Hal – hal yang perlu diperhatikan saat melakukan handling ternak adalah

1) Operator harus datang dari arah depan ternak secara perlahan-lahan agar
ternak bisa melihat kedatangan operator dan tidak terkejut.
2) Ternak harus diperlakukan dengan halus, sehingga ternak tidak merasa takut.
3) Bila ada tali pengikatnya, ternak didekati secara perlahan dan diusahakan
untuk bisa memegang talinya.

Terdapat beberapa alat yang digunakan untuk restrain ternak misalnya nose
lead, cow halter, tali keluh dan tali untuk merebahkan hewan.
DAFTAR PUSTAKA
Hasnudi. et all. 2019 Pengelolaan Ternak Sapi Potong. Anugrah Pangeran Jaya.
Medan
Awaludin. 2017. Teknik Handling dan Penyembelihan Hewan Qurban. Jurnal
Pengabdian Masyarakat. Volume 2 (7) : 84-86
Aisyah. 2015. Tingkat Produksi Susu dan Kesehatan Sapi Perah dengan Pemberian
Aloe Barbadensis Miller. GAMMA Volume 7 (1) : 50-51
Gunawan, H. 2013. Prospek Penggemukan Kambing Potong. Pustaka Baru
Press,Yogyakarta
Leondro, H. 2009. Dasar Ternak Perah. Malang: Kanjuran University Press.
Makin, M. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Edisi Pertama. Penerbit
Graha Ilmu. Yogyakarta.
Pamungkas FA, Batubara A, Doloksaribu M, Sihite E. 2009. Petunjuk Teknis
Potensi Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia.Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Medan.
Widagdo, D. 2013. Etawa Taktis dan Jitu.Hafamira, Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai