Anda di halaman 1dari 17

PEMERIKSAAN KLINIS PADA SAPI

Kelompok 1

Reski1 (O111 16 016), Achmad yusril izahmahendra1 (O111 16 017), Mukhlisa rahman1
(O111 16 010), Nurhasunatil marah1 (O111 16 013),Nurul Fatimah rusdi 1 (O111 16 001)

Asisten :
1
Bagian Bedah & Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi & Patologi
Program Studi Kedokteran Hewan (PSKH), Universitas Hasanuddin

Korespondensi penulis: kikisammirr@gmail.com

ABSTRAK

Dalam dunia kedokteran hewan dibagi atas dua kegiatan besar, yaitu Diagnostika
Klinik dan Diagnostika Post-Mortem. Secara umum Diagnostika Klinik merupakan rangkaian
pemeriksaan klinik terhadap fisik hewan hidup, dengan tujuan untuk mendapatkan
kesimpulan berupa diagnosis. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui prosedur
pemeriksaan klinis pada sapi. Praktikum dilakukan di Puskeswan Antang pada tanggal 2
November 2018. Metode praktikum adalah deskriptif analitik. Pemeriksaan fisik hewan yang
diperoleh dengan catur indera pemeriksa, yakni dengan cara inspeksi (melihat), palpasi
(meraba), perkusi (mengetuk), auskultasi (mendengar), mencium (membaui) din mengukur
(menghitung). Pemeriksaan fisik didukung dengan penggunaan alat berupa pita ukur,
thermometer, penlight dan stetoskop. Hasil dari praktikum pemeriksaan klinis sapi adalah
sehat.

Kata kunci : Anamnesa, Diagnosa, Pemeriksaan, Sapi, Sinyalemen.

1.PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Sapi
Banyak ahli yang memperkirakan domestikasi (penjinakan). Secara garis
bahwa bangsa sapi berasal dari Asia besar sapi bisa digolongkan menjadi tiga
tengah lalu menyebar ke Eropa, ke seluruh kelompok, yakni Bos indicus, Bos taurus
kawasan Asia, dan Afrika. Namun, perlu dan Bos sondaicus (Bos bibos)
diketahui bahwa bangsa sapi sebagai salah (Sudarmono dan Sugeng, 2016).
hewan piaraan di setiap daerah atau Banteng liar yang ada di hutan pada
negara, sejarah penjinakannya berbeda. zaman dahulu banyak diburu dan
Misalnya di mesir, india dan mesopotamia ditangkap, kemudian sebagian sengaja
8000 tahun SM telah mengenal sapi dipelihara untuk dijinakkan
piaraan. Akan tetapi, di Eropa dan Cina (didomestikasi). Banteng-banteng yang
baru dikenal pada sekitar 6000 tahun SM. dipelihara tersbut kemudian menghasilkan
Hal ini disebabkan oleh di masing-masing keturunan, yang dalam beberapa generasi
daerah atau negara perkembangannya akhirnya menjadi "banteng jinak" yang
berbeda-beda (Sudarmono dan Sugeng, disebut sapi bali (Guntoro, 2002).
2016). Para ahli berpendapat bangsa-bangsa
Bangsa sapi sekarang tersebar di sapi yang kini kita kenal seperti sapi
penjuru dunia, berasal dari spai jenis madura, jawa, dan sumatera berasal dari
primitif yang telah mengalami hasil persilangan antara Bos indicus
(zebu) dan Bos sandaicus (Bos bibos) alia
sapi keturunan banteng. Sapi ongole yang
saat ini populasinya terbanyan di antara diagnosis sekaligus pemeriksaan dengan
bangsa-bangsa sapi Indonesia pertama kali menggunakan alat bantu diagnostika
didatangkan dari India ke pulau Sumba sebagai pelengkap untuk mendapatkan
oleh pemerintah Belanda tahun 1897. penguhan diagnosis (Widodo et al., 2017).
Bangsa sapi ongole ini di belanda lebih 2.1 Data Fisiologis Normal Sapi
dikenal dnegan nama zebu, sedangkan di Suhu tubuh sapi pada pedet adalah
Jawa lebih dikenal dengan nama sapi 38.5-39.5 ºC,pada sapi muda 38.0-39.5 ºC,
benggala (Sudarmono dan Sugeng, 2016). dan pada sapi dewasa 38.0-39.0ºC
(Mauladi, 2009).
2. TINJAUAN PUSTAKA Frekuensi jantung normal pada sapi
Dalam dunia kedokteran hewan dibagi dewasa adalah 55–80 kali per menit,
atas dua kegiatan besar, yaitu Diagnostika sedangkan frekuensi denyut jantung anak
Klinik dan Diagnostika Post-Mortem. sapi dapat mencapai 100–120 kali per
Secara umum Diagnostika Klinik menit. Respirasi normal pada sapi dewasa
merupakan rangkaian pemeriksaan klinik adalah 15-35 kali per menit dan 20-40 kali
terhadap fisik hewan hidup, dengan tujuan pada pedet (Mauladi, 2009).
untuk mendapatkan kesimpulan berupa
2.2 Ras-ras Sapi
a. Sapi Bali

Gambar 2.1 Sapi Bali (Redaksi, 2009).

Sapi Bali merupakan sapi potong asli untuk perkembangan peternakan di masa
Indonesia dan merupakan hasil mendatang (Darmin, 2014).
domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Sapi bali memiliki warna dan bentuk
Bangsa sapi asli Indonesia ini memiliki tubuh persis seperti banteng liar. Sapi bali
keunggulan berupa kemampuan adaptasi jantan dan memiliki warna kaki putih dan
dalam lingkungan dengan ketersediaan memiliki "telau". yakni bulu putih pada
pakan kualitas rendah dan tingkat fertilitas bagian pantatnya dan terdapat "garis"
yang tinggi. Tingginya impor daging dan (bulu) hitam di sepanjang panggungna.
sapi bakalan untuk memenuhi kebutuhan Sapi Bali tidak memiliki punuk seperti
daging dalam negeri dapat dijadikan halnya banteng, bentuk badannya kompak,
pendorong untuk memperbaiki dan dadanya dalam. Sapi bali lebih agresif
produktivitas dan pengelolaan sapi Bali. (galak) terutama sapi Bali jantan
Kemurnian bangsa sapi Bali sebagai (Guntoro, 2002).
cadangan plasma nutfah sangat diperlukan
b. Sapi ongole atau peranakan ongole (PO)

Gambar 2.2 Sapi Ongole (Redaksi, 2009).


Sapi ongole merupakan keturunan sapi leher dan perut, telinga panjang dan
zebu dari India yang mulai diternakan menggantung, kepala relatif pendek
secara murni di pulau sumba, sehingga dengan posisi melengkung, mata besar
dikenal dengan nama sap "sumba" ongole. menunjukkan ketenangan, serta bulunya
Ciri-ciri sapi ongole antara lain berpunuk berwarna putih (Redaksi, 2009).
besar, memiliki lipatan kulit dibawah
c. Sapi Brahman

Gambar 2.3 Sapi Brahman (Arifin, 2015).


Sapi brahman merupakan sapi abu-abu (ada yang berwarna merah
keturunan zebu atau nellore (Bos indicus) kecoklatan). Sapi brahman termasuk tipe
yang telah berkembang pesat di Amerika sapi potong terbaik di daerah tropis karena
seriakt dengan iklim tropis. Di negara tahan terhadap panas, serta resisten
tersebut, sapi brahman diseleksi dan terhadap demam texas, gigitan caplak, dan
ditingkatkan mutu genetiknya. Sapi nyamuk. Sapi brahman juga tidak terlalu
brahman mempunyai ciri-ciri berpunuk selektif terhadap pakan yang diberikan.
besar, kulit longgar, gelambir dari bawah Bobot maksimum sapi brahman jantan
leher sampai perut dengan banyak lipatan, dewasa mencapai 800 kg, sedangkan
telinga panjang menggantung dengan betina 550 kg (Redaksi, 2009).
ujung runcing, serta bulunya berwarna
d. Sapi simmental

Gambar 2.4 Sapi Simmental (Phillips, 2010)

Sapi simmental adalah sapi dari bangsa bulunya cokelat kemerahan (merah bata),
Bos taurus. Sapi ini berasal dari daerah di bagian wajah dan lutut ke bawah
Simme di Switzerland. Namun, sapi ini sampai ujung ekor berwarna putih. Sapi
berkembang lebih cepat di benua eropa simmental jantan dewasa mampu
dan amerika. Sapi simmental merupakan mencapai berat badan sekitar 1.150 kg
tipe sapi perah dan pedaging. Warna (Redaksi, 2009).

e. Sapi Frisian Holstein (FH)

Gambar 2.5 Sapi Frisian Holstein (Redaksi, 2009).


Sapi Frisian Holstein (FH) biasa khusus sapi ini. Sapi FH tidak berpunuk.
dipelihara dengan tujuan untuk diambil Pertambahan berat badan sapi ini cukup
susunya. Sapi ini merupakan sapi tinggi, yakni mencapai 1,1 kg per hari.
introduksi dari negeri Belanda. Warna Kerena itu, sapi jantannya sering
belang hitam dan putih dengan segitiga dipelihara untuk digemukkan dan
putih di bagian dahi merupakan ciri dijadikan sapi potong (Redaksi, 2009).

2.3 Penentuan Umur


2.3.1 Berdasarkan Gigi

Gambar 2.6 Susunan gigi sapi (Sudono et al., 2016).

Jika gigi seri sudah mulai ada tanda- dengan gigi seri tetap dan sudah merecuo,
tanda pergesekan, bearti umur sapi antara berarti umur sapi sudah 2 tahun. JIka gigi
2-3 bulan dan tanduk sudah kelihatan seri susu I2 sudah berganti dan gigi tetap
sekitar 3 cm. Jika permukaan gesekan gigi suda merecup umur sapi 3 tahun. Jika
seri I2 dan I3 sudah meliputi bagian lidah, semua gigi seri susu sudah berganti semua
umur sapi sudah mencapai 15 bulan (I4) dan sudah merecup, berarti umur sapi
(tanduk sudah terlihat sepanjang sekitar sudah 4 tahun. Dengan demikian, semua
15cm, dan semakin jelas setelah 16-17 gigi seri susu berganti dengan gigi tetap
bulan). JIka gigi susu I, sudah berganti (Sudono et al., 2016).
2.3.2 Berdasarkan Tanduk 3. Betina dengan 2 lingkaran cincin
Pada sapi bali betina yang sudah tnaduk = beranak 2 klai (umur minimal
pernah melahirkan anak, pendugaan lain 4 tahun) dan seterusnya.
dapat dilakukan dengan melihat Dengan megetahui banyak kali lingkar
“lingkaran cincin” pada tanduk sebagai melahirkan akan dapat ditaksir umur
berikut (Guntoro,2002) : induk sapi tersebut :
1. Betina tanpa “cincin tanduk” = umur
kurang dari 3 tahun UI = (4N + 5) : 3
2. Betina dengan 1 lingkaran cincin
UI : umur induk
tanduk = beranak satu kali (umur
N: banyak kali melahirkan (jumlah”cincin
minimal 3 tahun)
tanduk”)
2.3.3 Berdasarkan Tali Pusar melalui evaluasi dari cadangan lemak dari
Bila tali pusat mulai mengering maka hasil metabolisme, pertumbuhan, laktasi,
umur sapi tersebut adalah antara 4-5 hari dan aktivitas.Perubahan BCS berkaitan
dan berumur 143 hari bila tali pusat sudah dengan perubahan kondisi tubuh sapi
kering (Sudono et al., 2016). perah.Sapi laktasi mengalami penurunan
2.4 Penentuan Bobot Badan dan Status cadangan lemak tubuh selama awal
Gizi laktasi, kemudian disimpan kembali pada
2.4.1 Penentuan Bobot saat pertengahan dan akhir laktasi
Mengukur lingkar dada dan panjang (Syaifuddin, 2013).
badan. LIngkar dada (LD) biasanya diukur a. Titik orientasi
dengan melingkarakan meteran kain pada Diagram BCS menggunakan skala 1-5.
bagian dada sapi, tepat di bagian belakang Nilai 1 mempunyai arti tubuh sapi sangat
kaki depan. Sementara itu, panjang badan kurus, nilai 2 mempunyai arti kurus, nilai
(PB) diukur dari bahu sampai pangkal 3 mempunyai nilai sedang, nilai 4
ekor. Setelah diketahui dua parameter mempunyai gemuk, nilai 5 mempunyai
tersebut, berat badan dihitung dengan arti sangat gemuk. Diantara nilai-nilai
rumus seperti berikut (Soeprapto dan utama itu terdapat nilai 0.25; 0,5; 0,75
Abidin, 2006) : untuk menggambarkan nilai yang berada
1. Rumus Schrool diantaranya. Penilaian BCS berdasarkan
(LD+22)2 pada pendugaan baik secara visual
Berat Badan = maupun dengan perabaan pada delapan
100
2. Rumus Modifikasi bagian tubuh ternak. Bagian tubuh
(PB+LD)2 tersebut adalah antara bagian processus
Berat Badan =
10.840 spinosus, processus spinosus ke processus
Pendugaan berat badan dengan metode di transversus, processus transversus, legok
atas memiliki angka bias sebesar 5-10%. lapar, tuber coxae (hooks), antara tuber
2.4.2 Penentuan status Gizi coxae dan tuber ischiadicus (pins), antara
Body condition score merupakan suatu tuber coxae kanan dan kiri, dan pangkal
metode penilaian secara subyektif melalui ekor tuber ischiadicus (Syaifuddin, 2013).

Gambar 2.7 Ilustrasi titik orientasi BCS (Syaifuddin, 2013).


tehnik penglihatan (inspeksi) dan perabaan b. Scoring
(palpasi) untuk menduga cadangan lemak Menurut Widodo et al.,(2017) Pada
tubuh terutama untuk sapi perah pada hewan, nilai BCS = 1 ditunjukkan apabila
periode laktasi dan kering (Edmonson et tulang rusuk, tulang belakang, bagian
al 1989). Penilaian BCS telah diterima ujung pundak da pelvis terlihat. BCS = 2,
sebagai metode yang murah dalam apabila lipatan bagian perut jelas dan
pendugaan lemak tubuh yang digunakan melak bagian perut sedikit. BCS = 3,
baik pada peternakan komersial maupun apabila tulang rusuk daan tulang belakang
penelitian.BCS juga dijadikan sebagai alat tidak terlihat tapi teraba. BCS = 4, apabila
untuk menjelaskan status nutrisi ternak tulang rusuk din tulang belakang tidak
teraba. BCS = 5, apabila timbunan lemak ini akan menyebabkan hewan
yang banyak pada bagian dada, tulang mencelupkan tulang belakang. Jika ada
panggung dan perut. benda asing yang menembus yang
Skor body condition score pada sapi menyebabkan iritasi pada peritoneum
menggunakan skala 1-9 (Anisa et al., parietal selama tes berlangsung, hewan
2017) : tersebut akan membenci gerakan ini dan
1=Lemak tidak terdeteksi, tampak biasanya akan mendengus. Tes batang dan
tonjolan tulang belakang, tulang rusuk tes lutut melibatkan tekanan ke atas pada
sangat menonjol, tulang pinggul, dan area xifoid untuk memeriksa
tulang pangkal ekor terlihat sangat jelas. ketidaknyamanan dan gangguan yang
2=Sedikit kurus, tailhead dan tulang rusuk terkait (Jackson dan Cockcroft, 2008).
kurang menonjol, procesus spinosus 2.5.2 Bar test
masih terasa tajam jika di sentuh. Pada tes batang, operator berdiri di
3=Rusuk termasuk foreribs mudah kedua sisi hewan. Logam berlapis atau
diidentifikasi tetapi tidak cukup tajam jika batang kayu ditempatkan di bawah hewan
disentuh. Lemak dapat dirasakan dan diposisikan tepat di belakang
sepanjang tulang belakang dan tailhead. xiphisternum. Setiap operator perlahan
Beberapa jaringan penutup timbul diatas menaikkan bar dan kemudian
rusuk ke arah atas belakang. menurunkannya dengan cepat. Dokter
4=Rusuk individu mungkin tidak secara bedah hewan harus menempatkan
visual jelas. Process spinosus dapat stetoskop di atas trakea di garis tengah
dirasakan ketika diraba tetapi terasa bulat ventral leher dan auskultasi untuk
tidak terlalu tajam. Beberapa penutup mendengus. Pada hewan dengan retikulitis
lemak mulai terasa diatas tulang rusuk dan traumatik akut gerakan mendadak ini
procesus transversus. seringkali menimbulkan ketidaknyamanan
5=Penampilan keseluruhan umumnya dan dengusan (Jackson dan Cockcroft,
baik. Penutup lemak lebih terlihat pada 2008).
rusuk.Penutup lemak teraba hadir di kedua 2.5.3 Tes lutut
sisi tailhead. Tes ini melibatkan penerapan kekuatan
6=Terdapat lemak yang teraba dari tulang ke atas yang tiba-tiba dengan lutut di area
rusuk dan sekitar tailhead. Tekanan kuat xiphisternum. Sebuah gerutuan dengan
diperlukan untuk merasakan process dendam diharapkan jika hewan tersebut
spinosus. Ribs tidak terlihat oleh mata. memiliki sakit perut anterior. Pelokalan
Muscling di bagian belakang gemuk dan nyeri terkadang dapat dilakukan dengan
penuh. Pemeriksaan Klinis pada palpasi sistem
7=Penutup lemak mulai terlihat dengan gastrointestinal regional atau perkusi pada
tampilan keseluruhan berdaging. Penutup perut anterior (Jackson dan Cockcroft,
lemak di atas tulang rusuk dan sekitar 2008).
tailhead sangat tampak. Process spinosus 2.5.4 Paint test
hanya dapat dirasakan dengan tekanan Tes nyeri harus dilakukan pada
kuat. kuadran ventrikel anterior perut dengan
8=Penutup lemak mulai menyebar, menekan lutut atau mengepalkannya
struktur tulang sulit untuk diidentifikasi, dengan cepat dan kencang ke perut.
lemak penutup berlimpah. Sebagai alternatif, perkusi dengan
9=Kerangka tubuh dan struktur pleximeter bisa digunakan. Rasa sakit
pertulangan sudah tidak terlihat dan tidak yang tajam mungkin mengindikasikan
teraba. adanya peritonitis fokal sekunder akibat
2.5 Uji dalam Pemeriksaan Fisik pada ulcer abomaal berlubang. Hal ini biasanya
Ruminansia terjadi pada sapi perah hasil panen tinggi
2.5.1 Withers pinch test selama masa menyusui dini (Jackson dan
The withers pinch test dilakukan Cockroft, 2008).
dengan menggenggam lipatan kulit. Hal
2.6 Pemeriksaan Klinis pada sapi disfagia, waktu yang diperlukan untuk
2.6.1 Sistem Pencernaan menghabiskan makanan menjadi sangat
2.6.1.1 Pemeriksaan Rongga Mulut lama. Bila hewan mengalami gangguan
a. Gigi kesadaran, hewan akan makan secara
Karang gigi yang sering dijumpai perlahan/lambat. Perubahan-perubahan
menempel pada gigi berupa endapan keras bentuk pada esophagus pars servikalis
dan berwarna coklat. Bila gigi hanya dapat diketahui dengan cara pemeriksaan
berkarang sedikit saja dapat diabaikan. inspeksi dan palpasi.
Tetapi bila gigi banyak berkarang maka 2.6.1.3 Pemeriksaan pada Rumen, Usus
gigi bersangkutan dapat mengalami Halus, dan Usus Besar
kerusakan, selain itu juga dapat merusak Ruminansia memproduksi saliva
mukosa bibir din gusi. Selanjutnya sangat banyak. Diperkirakan sapi dewasa
diperhatikan adalah ada tidaknya gigi memproduksi saliva 100-150 liter sehari.
yang hilang, caries dentis, din CA yang Selain sebagai lubrikan,jumlah saliva
menyelip diantara gigi geligi serta adanya tersebut juga digunakan sebagai bahan
keausan gigi (Widodo et al., 2017). untuk fermentasi dan merupakan buffer
b. Lidah alkali, dimana saliva kaya akan
Segala perubahan yang dapat terjadi bikarbonat. Buffer ini dibutuhkan untuk
pada mukosa mulut dapat terjadi pula mempertahankan pH rumen, karena
pada lidah atau glossum. Bila seekor proses hasil fermentasi rumen yang
hewan untuk waktu lama tidak bersifat asam. pH rumen normal adalah 7
menunjukkan aktivitas makan, maka pada dan dipertahankan normal agar mikroba
pangkal lidahnya dapat dijumpai selaput- rumen dapat hidup dengan baik serta
selaput palsu berwarna putih yang mudah melakukan fermentasi yang diperlukan
dicabut. Selaput palsu yang demikian tadi (Triakoso, 2010).
terbentuk karena deskuamasi dari epitel Di dalam rumen juga terdapat vagal
lidah menjadi terhenti akibat tidak afferents menuju pusat motilitas yang
terlewati oleh makanan. Bila selaput yang berhubungan dengan reseptor dan
demikian itu terdapat pada lidah, maka kemoreseptor di dalam rumen untuk
biasnaya mukosanya kering dan disertai meningkatkan kontraktilitas. Kondisi
bau busuk (Widodo et al., 2017). rumen akan sangat mempengaruhi
c.CRT meotilitas. Pada kasus kandungan di
Capillary Refill time (CRT) dalam rumen sangat asam akibat asidosis
didefinisikan sebagai waktu muncul laktat, kontraksi akan berhenti. Bahan
kembalinya warna ke kapiler eksternal pakan juga berpengaruh pada motilitas,
setelah dilakukan penekanan pada daerah bahan pakan yang kaya hijauan akan
yang diterapkan dapat menyebabkan meningkatkan kontraksi dibandingkan
blansing (King et al., 2015). bahan pakan yang kaya konsentrat
2.6.1.2 Pemeriksaan Esophagus (Triakoso, 2010).
Menurut Widodo et al., (2017) 2.6.2 Sistem Pernapasan
Pemeriksaan fisik atas esophagus Tipe pernafasan pada sapi adalah
diorientasikan pada esophagus pars kosto-abnominal yang didominasi oleh
servikalis sedangkan pars thoracalis tidak pernafasan abdominal. Kelainan yang
dapat diperiksa karena letaknya di dalam ditunjukkan dengan dominasi pernafasan
rongga dada.Esophagus pars servikalis kostal dikarenakan adanya gangguan otot
diperiksa pada sulcus jugularis kiri dan diafragma akibat paralisis, ruptur, abses,
sebelah kiri trachea pars servikalis, sebab dan tekanan dari neoplasma, serta akibat
ia terletak di bawah bagian itu. Banyak dari akumulasi gas ataupun cairan pada
penyakit yang dapat menyebabkan rongga perut dan peritoneum; penyakit
kesukaran menelan yang disebut disfagia. paru-paru seperti pneumonia dan edema
Hal ini dapat dilihat dari cara hewan paru-paru yang menyebabkan udara yang
makan din minum. Bila hewan menderita masuk ke dalam paru-paru terhalangi; dan
juga akibat peritonitis yang menyebabkan dan 20-40 kali pada pedet. Frekuensi
pergerakan dinding diafragma dan pernafasan dipengaruhi oleh beberapa
abdominal menjadi sakit (Mauladi, 2009). faktor, diantaranya adalah ukuran tubuh,
Penghitungan frekuensi nafas pada sapi umur, aktifitas fisik, kegelisahan, suhu
dilakukan dengan cara menghitung lingkungan, kebuntingan, adanya
gerakan flank dan tulang rusuk yang gangguan pada saluran pencernaan,
bergerak simetris pada saat inspirasi kondisi kesehatan hewan, dan posisi
selama 1 menit. Respirasi normal pada hewan (Mauladi, 2009).
sapi dewasa adalah 15-35 kali per menit
2.6.3 Sistem Integumentum pada sapi

Gambar 2.8 Anatomi kulit (Frandson et al., 2009).


Kulit melekat erat pada struktur yang (3) Stratum granulosum terdiri dari
mendasarinya di beberapa lokasi, tetapi di spindel sel yang mengandung
tempat lain secara longgar melekat untuk keratohyalin basofilik granula.
memungkinkan gerakan yang cukup (4) Stratum Lucidum, yang mana
besar. Kelonggaran pelekatan kulit bervariasi hadir, terdiri dari sel-sel
dieksploitasi oleh dokter hewan yang yang buruk..
sering menyuntikkan obat atau cairan (5) Stratum korneum terdiri dari lapisan
cairan untuk rehidrasi ke ruang di sel yang mati, ketebalan setiap lapisan
bawahnya kulit (suntikan subkutan). tercermin dalam ketebalan
Lapisan-lapisan kulit terdiri dari keseluruhan kulit
(Frandson et al., 2009): b. Dermis
a. Epidermis Dermis (juga dikenal sebagai corium,
Lapisan luar kulit, epidermis, adalah terutama jika berhubungan dengan modifi
avascular stratified epitel squamosa yang kasi seperti kuku dan tanduk). Arteri,
hampir bebas dari ujung saraf. Di vena, kapiler, dan limfatik kulit
sebagian besar wilayah itu bisa dibagi terkandung dalam dermis. Indrawi serat
menjadi beberapa lapisan yaitu sebagai saraf, selain memasok dermis, dapat
berikut, dari dalam ke luar: memperpanjang jarak pendek ke dalam
(1) Kubus atau lapisan yang aktif secara kulit ari. Syaraf simpatis menyediakan
mitosis sel kolumnar, basale stratum, motorik persarafan ke pembuluh darah,
mengikuti kontur dari dermis yang kelenjar, dan m.arrector pili folikel
mendasari, untuk itu diterapkan rambut di dermis.Struktur ini tidak
secara ketat. menerima parasimpatik persarafan. Warna
(2) Stratum spinosum memiliki kulit adalah karena butiran pigmen
penampilan berduri karena dihasilkan di sitoplasma.
desmosomnya (jembatan interseluler)
menghubungkan sel yang berdekatan.
c. Hypodermis pada tulang di bawahnya atau otot, lesung
Di hampir semua area tubuh, lapisan pipit di permukaan tubuh mungkin
longgar jaringan ikat memisahkan dermis terlihat. Ini adalah "dasi," seperti yang
dari struktur yang mendasari. Ikatan terlihat di mana dermis melekat pada
areolar ini jaringan, dikenal sebagai proses spinosus vertebra. Jumlah lemak
superficial fasia, subkutis, atau yang bervariasi, panniculus adiposus,
hipodermis, memungkinkan gerakan kulit hadir dalam hypodermis, dengan distribusi
tanpa merobek. Dimana kulit melekat erat tergantung spesies dan relatif kelimpahan.
2.6.4 Sistem Sirkulasi

Gambar 2.9 Jantung (Frandson et al., 2009)


Frekuensi jantung adalah banyaknya tepat di atas apeks jantung pada dinding
denyut jantung dalam satu menit. dada sebelah kiri. Pulsus hewan dapat
Pengamatan terhadap frekuensi jantung dirasakan dengan menempelkan tangan
pada ruminansia besar (seperti sapi) pada pembuluh darah arteri coccygeal di
dihitung secara auskultasi dengan bawah ekor bagian tengah sekitar 10 cm
menggunakan stetoskop yang diletakkan dari anus (Mauladi, 2009).

2.6.5 Sistem Musculoskeletal


Penyakit organ pendukung, termasuk dukungan adalah manifestasi dari
otot, tulang, dan sendi, miliki banyak keterlibatan anggota badan. Berbagai
kesamaan di jurusan itu manifestasi klinis klasifikasi penyakit dari sistem
penyakit yang mempengaruhi adalah muskuloskeletal, berdasarkan perbedaan
kepincangan, kegagalan dukungan, klinis, patologis dan etiologi yang
ketidakcukupan gerakan dan kelainan membagi penyakit menjadi degeneratif
bentuk. Ketidakcukupan gerak dan tipe inflamasi. Penyakit degeneratif
mempengaruhi semua otot sukarela, otot, tulang dan sendi dibedakan menjadi
termasuk yang bertanggung jawab untuk miopati, osteodistrofi dan artropati,
gerakan pernapasan dan penguasaan, Penyakit radang : miositis, osteomielitis
tetapi ketimpangan dan kegagalan dan artritis (Radostits et al., 2006).

2.6.6 Sistem Indera


2.6.6.1 Mata

Gambar 2.10 Mata sapi (Budras dan Robert, 2011).


a. Sclera kelopak mata, yang biasanya
Sclera meliputi seluruh permukaan menyumbang sekitar 50% dari air mata
mata kecuali pada bagian cornea.Sclera Ruminansia, babi, dan hewan pengerat
terdiri dari jaringan ikat padat dan laboratorium memiliki kelenjar yang
bersifat kaku yang berfungsi untuk lebih dalam terkait dengan kelopak mata
mempertahankan bola mata. Ketebalan ketiga. Ini adalah kelenjar harderian. Hal
sclera bervariasi , bagian yang paling itu juga berkontribusi pada air mata
tipis merupaka nbagian yang paling deka (Frandson et al., 2009).
dengan cornea dan bagian yang paling e. Pupillary Light Reflex
tebal berada pada bagian posterior mata Penentuan dilakukannya Pupillary
dan berlanjut ke daerah caudal sebagai Light Reflex (PLR) merupakan langkah
jaringan penghubung pada saraf (Akers kritis dalam evaluasi neurophthalmic.
dan Denbow, 2013). Refleks ini diawali dengan stimulasi
b. Kunjungtiva cahaya dari fotoreseptor (rods dan cones)
Konjungtiva adalah selaput lender di retina luar, sinaps di sel bipolar retina
yang berada pada garis bagian dalam tengah, dan sel ganglion di retina bagian
palpebrae dan bagian dari permukaan dalam.Akson sel ganglion terdiri dari
anterior bola mata (tidak termasuk kornea saraf optik, dan melewati lamina cribosa
yang berwarna bening bening). Penyakit berserat ke posterior orbita (Davidson,
konjungtiva adalah gangguan mata yang 2016). PLR adalah ukuran tidak langsung
paling umum. Konjungtiva kaya akan dari fungsi saraf mata, seperti diameter
kelenjar penghasil lendir, limfosit, saraf, awal pupill, lantesi kontriksi, amplitudo
dan pembuluh darah. Merupakan ruang kontriksi, kecepatan kontriksi, dan
yang sangat kecil antara kelopak mata diameter pupil pada penyempitan
dan permukaan mata adalah kantung maksimal.Ini adalah tes yang andal dan
konjungtiva, dan kedalam ruang inilah berpotensi untuk digunakan untuk
obat mata biasanya ditanamkan membantu diagnosis penyakit terkait
(Frandson et al., 2009). mata (Han et al., 2013)
c. Palpebra f.Menace Respon
Pelpebra merupakan lipatan kulit yang Persepsi visual yang diuji oleh respon
memiliki rambut padabagian anterior ancaman tertekan atau tidak ada, tanpa
pada mata, atau biasa disebut dengan perubahan ukuran pupil atau reaksinya
kelopak mata.Jarak antara dua palpebral terhadap cahaya terang. Nosiseptik yang
ada fissure palpebrae yang bentuk dan diuji pada permukaan tubuh mengalami
ukurannya dikendalikan oleh otot kelopak depresi, terutama ketika dievaluasi pada
mata.Jaringan ikat padat di palpebral m mukosa septum hidung karena
embuat kekakuan pada bagian tarsal plat. sensitivitasnya yang dapat diandalkan.
Palpebral memiliki kulit yang tipis dan Dengan lesi proencephalic unilateral,
rambut khas di bagian ujung mereka yang ketiga respon ini (hopping, ancaman,
memiliki selaput lender (Frandson et al., septum hidung) abnormal pada sisi tubuh
2009). kontralateral terhadap gangguan
d. Membrana nictitan prosencephalic. Dengan kelumpuhan
Spesies domestik memiliki membran wajah, kelopak mata tidak bisa mendekati
nictitan, atau kelopak mata ketiga.Ini berkedip ketika hewan terancam, seperti
adalah lipatan membran yang timbul dari ketika sedang diuji untuk respon
aspek ventromedial kantung konjungtiva ancamannya. Namun, retraksi bola mata
antara bola mata dan palpebra.Hal itu yang terjadi menyebabkan tonjolan
dibentuk oleh tulang rawan di dalamnya, kelopak mata ketiga yang cepat (Lahunta
dan memberikan ruang keluarya air mata and Grass, 2009).
dan melindungi kornea. Kelopak mata
ketiga memiliki dasar yang kelenjar
serosa, disebut kelenjar yang ketiga
2.6.6.2 Telinga membran mukosa dan terkandung di
Telinga dapat dibagi menjadi tiga dalam tulang temporal. Pada kebanyakan
bagian utama: telinga bagian luar, tengah, hewan piaraan, telinga tengah memiliki
dan dalam. Telinga luar memanjang dari rongga yang diperluas secara ventrikel,
eksterior sejauh membran timpani bulla timpani, terlihat di permukaan
(gendang telinga). Telinga tengah dimulai ventral tengkorak. Tiga ossicles
pada membran timpani; Ini adalah ruang pendengaran menjangkau telinga tengah
berisi udara di dalam tulang temporal. dari membran timpani ke jendela
Telinga bagian dalam seluruhnya vestibular (oval). Dari dangkal ke dalam,
ditempatkan di tulang temporal, mereka adalah malleus (palu), incus
membentuk sistem ruang dan kanal yang (landasan), dan stapes (sanggurdi).
penuh cairan. Bagian telinga yang terlihat Telinga internal ditempatkan seluruhnya
di bagian luar kepala, auricle, atau pinna, di dalam tulang temporal petrous. Ini
sangat bervariasi dalam bentuk dan adalah kantung membran
ukuran antara dan di dalam spesies multichambered (labirin membran) yang
(Frandson et al., 2009). dikelilingi oleh rongga tulang yang
Telinga tengah adalah ruang berlapis terpahat (labirin osseus). Telinga bagian
udara, rongga timpani, dilapisi oleh dalam mendeteksi suara dan akselerasi
kepala (Frandson et al., 2009).

Gambar 2.11 Anatomi telinga sapi (Frandson et al., 2009).


2.6.6.3 Hidung
Ukuran dan bentuknya, sangat hidung ditutupi dengan kulit berbulu khas,
bervariasi di antara hewan ternak yang berisi kelenjar sebaceous dan sweat.
rumahan, sebagian besar didikte oleh Daerah yang tidak berambut dari bagian
tulang rawan hidung yang membentuk hidung paling rostral pada spesies selain
ujung saluran pernapasan paling rostral kuda tidak mengandung kelenjar
ini. Selain tulang rawan hialin ini, babi sebaceous namun memiliki banyak
juga memiliki tulang rostral di ujung kelenjar keringat, daerah ini adalah
hidungnya yang menyerupai cakram. Ini planum nasale pada domba dan kambing,
mungkin merupakan adaptasi terhadap planum rostrale pada babi, dan planum
kebiasaan rooting babi.Aspek lateral nasolabialein sapi (Frandson et al., 2009).

Gambar 2.12 Anatomi hidung sapi (Frandson et al., 2009).


3. MATERI DAN METODE
3.1 Materi mengarahkan pemeriksa bahwa jika
Praktikum ini dilakukan di Klinik pada pemeriksaan selanjutnya
Hewan Pendidikan Universitas mengarah ke penyakit infeksi virus
Hasanuddin Kota Makassar dengan maka bisa dipastikan bahwa salah satu
menggunakan sapi sebagai objek penyebabnya adalah tidak diberikan
praktikum. Dalam praktikum ini disiapkan vaksin.
1 bauh stetoskop, 1 buah penlight dan 1 1.2.3 Status Present
buah termometer. 1.2.3.1 Keadaan umum
3.2 Metode Keadaan umum ini meliputi:
Metode dalam praktikum ini yaitu a. Perawatan yang diberikan pemilik
sinyalemen, anamnesa, inspeksi, palpasi, kepada pasien kurang baik (kurang
perkusi, auskultasi, mencium atau terawat), dapat dilihat dari kodisi
membaui, serta mengukur dan pasien, yaitu bulunya yang rontok dan
menghitung. kotor.
b. Habitus pada sapi yang diperiksa yaitu
4.HASIL DAN PEMBAHASAN aktif. Sapi Bali normalnya tidak
4.1 Hasil tenang dan banyak gerak. Hal tersebut
Terlampir dalam rekam medik pasien. mengindikasikan bahwa sapi dalam
4.2 Pembahasan keadaan sehat.
4.2.1 Sinyalemen c. Gizi yang diberikan kepada pasien
Nama Pasien ; Uci baik, ini dilihat dari kondisi tubuh
Jenis Hewan/ Spesies : Sapi hewan yang baik. Ini didasarkan pada
Ras/ breed : Bali penilaian kondisi ragawi pada sapi
Warna bulu : Coklat yaitu BCS skala 1-5 (Body Condition
Jenis kelamin : Betina Score) 3 dimana semuanya dalam
Umur : 6 tahun keadaan normal tidak berlebihan
Berat badan : 353 kg maupun kekurangan.
Tanda khusus : Tanduk lengkung d. Sikap berdirinya tegak, berarti tidak
1.2.2 Anamnesis ada masalah pada tulang dan otot (alat
Anamnesis atau anamnesa adalah gerak). Hasil ini berdasarkan inspeksi
melihat kembali sejarah pemeriksaan bahwa tidak ada kelainan pada saat
medis apa saja yang sudah pernah hewan berdiri.
dilakukan pasien, mengapa pasien di bawa e. Suhu tubuh sapi adalah 38,9 oC yang
ke klinik, dan lain – lain. Hal ini bertujuan artinya normal, menurut teori suhu
agar tidak terjadi kesalahan dalam tubuh normal untuk sapi adalah 38oC –
pemberian obat ataupun dalam 39oC (Jackson dan Peter, 2002).
penanganan pasien., selain itu dari f. Frekuensi nadi pasien adalah 74
anamnesis kita juga bisa menggali x/menit. Normalnya pada sapi dewasa
informasi mengenai keadaan pasien dari menurut Menurut Jackson dan Peter
dokter yang sebelumnya merawat pasien, (2002), adalah 60-80 x/menit,
alasan seperti mengapa pasien dirujuk g. Frekuensi napas: 44 x/menit. Frekuensi
atau disarankan ke klinik yang berbeda ini tidak normal. Menurut Jackson dan
dari sebelumnya, atau inisiatif dari Peter (2002), pada sapi dewasa
pemilik pasien. Data anamnesis yang normalnya adalah 15-30 x/menit.
diperoleh antara lain: Kondisi pernapasan hewan termasuk
1. Nafsu makan sapi baik respirasi yang dipercepat,ketidak
2. Sapi dikandangkan, memberikan normalan tersebut dapat disebabkan
informasi kepada pemeriksa bahwa oleh beberapa faktor, atau bisa
hewan tersebut tidak berkeliaran. disebabkan karena praktikan
3. Sapi belum divaksin dan belum diberi melakukan kesalahan dalam
obat cacing dengan informasi ini bisa perhitungan.
1.2.4 Adaptasi Lingkungan bahwa hewan tersebut photophobia
Pasien beradaptasi dengan baik dimana suatu keadaan ketika pengaruh
dengan lingkungan, yang ditunjukkan cahaya kepada mata menyebabkan
dengan sikap pasien yang sangat tenang) kesakitan atau kepedihan mata. Keadaan
1.2.5 Kepala dan Leher tersebut dapat dicurigai ke arah rabies.
a. Inspeksi Hasil pemeriksaan yaitu sebagai
Saat dilakukan pengamataan pada berikut: Palpebrae normal, maksudnya
bagian kepala dan leher, yang pertama tidak ada lipatan-lipatan yang dapat
diamati adalah ekspresi kepala mengganggu fisiologi mata. Adapun
(memperlihatkan bagaimana ekspresi palpebrae yang abnormal yaitu ektropion
pasien). Ekspresi kepala pasien saat (pelipatan palpebrae keluar) dan
dilakukan inspeksi adalah normal dimana entropion (pelipatan palpebare kedalam).
sapi menampakkan ekspresi yang sangat Cilia normal, berarti cilia tidak ada
tenang. Normalnya ekspresi sapi Bali kelainan dan tidak mengganggu fungsi
adalah tidak tenang dan banyak gerak. mata. Adapun gangguan pada cilia yaitu,
Pertulangan kepala yang dilihat adalah melengkungnya cilia masuk ke bagian
apakah pertulangan kepalanya kompak dalam disebut trichiasis dan distikiasis,
atau tidak dan berdasarkan hasil tumbuhnya cilia pada bagian konjungtiva.
pengamatan pertulangannya padat yang Conjungtiva, berwarna pucat menandakan
berarti normal. Inspeksi yang dilakukan bahwa pasien dalam keadaan dehidrasi
pada posisi tegak telinga untuk melihat atau dapat diindikasikan anemia atau
apakah salah satu telinganya menunduk kekurangan darah. Karena warna normal
atau tidak dan hasilnya normal (kedua conjungtiva yaitu berwarna merah rose.
telinga dalam posisi yang sama-sama Pada daerah ini juga bisa mengevaluasi
tegap). Posisi telingan masing – masing terjadinya cianosis dimana konjungtiva
hewan berbeda tergantung spesiesnya. berwarna biru akibat tingginya kadar CO2
Sapi yang dipraktikumkan termasuk jenis dalam darah dan juga bisa mengevaluasi
hewan bertelinga tegak. Pada posisi adanya icterus dimana warna konjungtiva
kepala yang diperhatikan adalah apakah berwarna kuning. Membrane nictitans
posisi kepala pasien apakah simetris atau normal yaitu terbuka sempurna,
tidak. Pengamatan dilakukan dari depan, menandakan dalam keadaan normal.
belakang, dan samping. Berdasarkan hasil Pemeriksaan pada bagian ini untuk
pengamatan menunjukkan posisi kepala mengevaluasi tingkat dehidrasi pasien.
sapi simetris yang berarti normal Pada abnormalnya, membrane nictitans
b. Palpasi akan tertutup diakibatkan kadar air pada
Palpasi di sini adalah untuk melihat bagian tersebut kurang.
apakah pasien mengalami dehidrasi atau d. Bola mata kiri dan kanan
tidak dengan menarik turgor kulit yang Bagian yang diperhatikan untuk
ada di bagian tengkuk leher, turgor pasien bagian mata ini baik itu mata kiri maupun
lambat, ketika ditarik kembali ke posisi mata kanan antara lain sclera, cornea, iris,
awal dalam waktu 5 detik (karena waktu limbus, pupil, reflex pupil dan vasa
normal kembalinya turgor ke posisi injection. Semua bagian ini baik mata
semula ± 2 detik) menandakan pasien kanan maupun kiri menunjukkan tidak ada
sedang tidak dehidrasi. perubahan. Sclera normal yaitu jernih, dan
c. Mata dan orbita kiri & mata dan tidak adanya kekeruhan dan tidak adanya
orbita kanan vasa injection, jika ada vasa injection
Pemeriksaan bagian mata berarti dicurigai terdapat iritasi pada
menggunakan sumber cahaya berupa bagian tersebut. Cornea normal yaitu
penlight yaitu untuk mengevaluasi tingkat bening, pada bagian ini yang dievaluasi
kepekaan mata pasien terhadap cahaya, adanya kekeruhan, benda asing, dan
jika hewan tersebut tidak mampu atau ulserasi. Iris normal yaitu berwarna
takut terhadap cahaya berarti ada indikasi kuning. Limbus normal yaitu batas jelas,
limbus merupakan batas antara kornea Lidah normal yaitu tidak ada luka dan
dengan sclera. Pada pemeriksaan ini, berwarnah merah muda.
limbus pasien normal dimana batas antara g. Telinga
sklera dan kornea jelas. Pupil dan reflex Posisi telinga pasien tidak ada
pupil lambat. Dalam pemeriksaan bagian perubahan (dalam posisi tegak), baunya
ini yaitu kemampuan pupil untuk refleks normal (bau serumen), permukaannya
mengecil (miosis) dan refleks membesar pada bagian luar bersih tapi bagian
(midrasis). Ketika refleks pupil lambat dalamnya kotor yang dikarenakan
berarti hewan atau pasien tersebut kurangnya pembersihan pada daerah
dehidrasi (memiliki indikasi yang sama tersebut. Krepitasi tidak ada, krepitasi
dengan membrane nictitans). Vasa yaitu terjadi bunyi kresek-kresek saat
injection normal, vasa injection ditandai dilakukan pemeriksaan yang menandakan
dengan sclera berwarna kemerahan, keadaannya abnormal (seharusnya tidak
adanya warna kemerahan disebabkan adanya bunyi yang dihasilkan). Jika ada
vaskularisasi yang meningkat ke bagian bunyi kresek-kresek maka akan diindikasi
mata diakibatkan adanya iritasi atau benda terdapat investasi parasit dan terjadi
asing pada mata. Jadi, adanya vasa keretakan kartilago pada teliga. Refleks
injection pada mata itu tidak normal. panggilan, tidak ada perubahan yang
e. Hidung atau sinus – sinus artinya normal. Karena saat dilakukan
Ketika di perkusi terdengar pekak pemeriksaan, sapi memberikan respon
yang menunjukkan bahwa adanya cairan cepat dengan membalikkan kepalanya.
dalam hidung pasien. Cairan dalam h. Leher
hidung dapat berupa eksudat atau Ada tiga bagian yang diperiksa pada
transudat. Sedangkan cairan yang daerah leher diantaranya perototan,
bercampur nanah disebut mucofluorens. trachea, dan oesophagus yang ketiganya
Pada bagian ini dilakukan perkusi menunjukkan hasil yang normal.
dibagian sinus frontalis dan menghasilkan Perototan pada leher baik (padat), trachea
suara nyaring. Berarti bagian sinusnya saat dilakukan palpasi dengan tekanan
normal. Karena jika berisikan air maka tidak terjadi refleks batuk, jika ada refleks
hasil perkusi menghasilkan redup. Maka batuk berarti abnormal dan dicurigai
dari itu dilakukan perkusi sinus pada mengarah ke faringitis dan tracheitis. Dan
kedua sisi. pada oesophagus refleks menelan
f. Mulut dan Rongga Mulut makanan yang diberikan (sosil) normal.
Adapun hasil praktikum ini yaitu: oesofagus terdapat gerakan yang
rusak/luka bibir tidak ada, ditandai tidak mendorong bolus dari mulut menuju ke
adanya luka sobekan atau kesakitan pada lambung yang disebut gerak peristaltik.
saat dibuka rongga mulutnya. Kemudian Keadaan normal lainnya yang biasa terjadi
mukosa mulut berwarna pink, pada bagian pada esophagus seperti memuntahkan
ini yang ingin dievaluasi yaitu warnanya makanannya kembali (reguirgitas) karena
yang dapat mengindikasikan beberapa sapi merupakan hewan ruminansia/
penyakit contohnya jika berwarna pucat pemamah biak.
berarti anemia, jika berwarna kuning 1.2.6 Thoraks
berati ikterus. Normal warna mukosa yaitu 1.2.6.1 Sisem pernapasan
pink rose. Selain warnanya, diperhatikan a. Inspeksi
pula apakah tidak terjadi ulserasi pada Pada pemeriksaan thorax, yang
bagian mukosa yang disebut stomatitis. pertama kali dilihat adalah bentuknya,
Gigi geligi normal yaitu bersih, berati hasilnya adalah normal, seimbang, tidak
tidak ada karang gigi (calculus) pada gigi terjadi pembesaran. Tipe pernapasannya
pasien, selain untuk mengevaluasi adalah abdominal, dimana keadaan ini
kebersihan gigi juga memperhatikan adalah keaadan yang normal, Menurut
adanya luka pada gusi atau gingivitis. Widodo et al, (2017) tipe pernapasan
yang normal ppada sapi adalah
abdominal. Ritmenya untuk melihat costaenya bergerak. Hasil yang diperoleh
apakah ritme pernapasan tidak teratur adalah normal. Tidak terlihat ictus cordis
ataukah teratur, hasilnya yaitu pernapasan b. Auskultasi
pasien adalah regular atau teratur. Frekuensi denyut jantung yang
Intensitasnya dangkal, semakin cepat diperoleh adalah 100 kali/menit yang
hewan tersebut melakukan eskpirasi maka menunjukkan frekuensi tidak normal
intensitas pernapasannya tergolong terlalu cepat. Menurut Jackson dan Peter
dangkal sedangkan yang lambat (2002) frekuensi denyut jantung normal
intensitasya dalam. Frekuensi pernapasan adalah 60-70 kali/menit. Hal ini
pasien yang kami periksa adalah disebabkan karena sapi tersebut
44x/menit, yang berarti bahwa stress/shock. Intensitasnya normal dengan
frekuensinya merupakan respirasi yang ritme regular, suara sistole dan diastole
dicepat yaitu terjadi ketika hewan sedang normal, ekstrasitolik dan lapangan jantung
stress atau merujuk pada penyakit tertentu. memberikan hasil yang normal. Sinkron
Dimana normalnya pada sapi dewasa pulsus dan jantungnya memberikan hasil
adalah 15-30 kali/ menit. sinkron atau normal. Jika tidak terjadi
b. Palpasi sinkronisasi antara denyut jantung dengan
Ada dua hal yang dilakukan padasaat pulsus maka dicurigai terjadinya emboli
palpasi thorax yaitu menekan rongga atau kelainan pada saat jantung memompa
thorax dan palpasi intercostal, diperoleh darah.
hasil tidak ada perubahan dan normal. c. Perkusi
Karena pada saat penekanan tidak ada Perkusi lapangan jantung yang berada
reaksi yang ditimbulkan berupa sakit atau di 1/3 bawah lapangan paru – paru. Suara
mengeram atau perlawanan, begitupun yang dihasilkan dari pemeriksaan yaitu
untuk palpasi rongga thorax. pekak. Tidak adanya perluasan karena
c. Perkusi pada saat diperkusi daerah lapangan
Lapangan paru-paru dari pasien saat jantung terdengar pekak, tidak ada
dilakukan perkusi adalah tidak ada perluasan atau tidak tergeser, ini
perubahan dan gema perkusinya berbunyi disebabkan suara absolut jantung tetap
resonan karena berisi udara didalam terdengar di lapangan jantung yang telah
ruangannya, dengan kata lain normal. ditentukan jadi lapangan jantung normal.
d. Auskultasi 1.2.6.3 Uji-uji Lain
Ada 3 bagian yang didengarkan untuk a. Uji Gumba
auskultasi bagian thorax yaitu suara Uji gumba dilakukan dengan menarik
pernapasan, suara ikutan, antara inspirasi kulit di bagian median tubuh di dorsal
dan ekspirasi, untuk suara pernapasan sapi lumbar cranial. Hasil pemeriksaan tidak
yaitu normal karena pada saat dilakukan ada respon rasa sakit dari sapi.
auskultasi pernapasan sapi teratur dan b. Uji Alu
cepat karena disebabkan adanya faktor Uji alu adalah uji yang dilakukan
stress dari sapi. Untuk suara ikutan dan dengan untuk memeriksa rasa sakit regio
Antara inspirasi dan ekspirasi xipisternal. Menggunakan tongkat kayu
memberikan hasil yang normal, yaitu dengan tujuan ingin melakukan deep
tidak adanya suara lain yang di dengarkan palpation, bila hewan tidak bereaksi
pada saat melakukan auskultasi pada dengan teknik wither pinch test atau
pasien. tekanan pada xiphoidea namun kita ingin
1.2.6.2 Sistem peredaran darah melakukan pemeriksaan lebih mendalam
a. Inspeksi (karena pada beberapa kasus diperlukan
Yang diperhatikan saat inspeksi untuk deep palpation) karena rasa sakit tidak
sistem peredaran darah adalah Ictus begitu nyata. Hasilnya bila ada rasa sakit
cordis, ictus cordis adalah kondisi dimana pada daerah kranial abdomen maka sapi
apex cordis menyentuh bagian costae dan akan bereaksi (melenguh, berontak).
ketika di inspeksi seolah terlihat Namun uji ini pada saat praktikum tidak
dilakukan karena terbatasnya alat yang yaitu terlihat normal, tidak ada kelainan,
digunakan. dan juga tidak ada pembengkakan.
c. Uji Tinju Spasmus pada otot kaki ada, begitu pula
Uji tinju dilakukan dengan dengan tremor juga tidak terlihat. Sudut
menempelkan kepalan tangan dengan persendian pasien normal. Cara bergerak -
agak kuat dan dalam sampai menekan berjalan dan cara bergerak–berlari
daerah fossa paralumbar. Uji tinju keduanya menunjukkan hasil yang sama
dilakukan untuk mengetahui tegangan isi pada pasien, yaitu terlihat normal. Pasien
perut. Hasil pemeriksaan, diperoleh bergerak, dan berjalan dengan normal.
frekuensi dari uji tinju adalah 6 kali/5 b. Palpasi
menit. Hal tersebut normal karena Struktur pertulangan normal yaitu
frekuensi normal adalah 5-10 kali/5 jika dilakukan perabaan dapat di
menit. simpulkan bawah pertulangannya kompak
1.2.7 Abdomen dan Organ Pencernaan begitu juga pada kaki kiri depan, kaki kiri
yang Berkaitan belakang, kaki kanan belakang memiliki
a. Inspeksi struktur yang normal yaitu kompak.
Inspeksi abdomen dilakukan untuk Konsistensi pertulangan memberikan hasil
melihat ukuran, bentuk, legok lapar, dan normal, reaksi saat palpasi tidak ada
suara peristaltic. Dari pemeriksaan, perubahan, letak reaksi sakit tidak terdapat
ukuran, bentuk, legok lapar suara rasa sakit. Panjang kaki depan kanan dan
peristaltic usus, semuanya dalam keadaan kiri & panjang kaki belakang kiri dan
normal. kanan juga memberikan hasil yang normal
b. Palpasi yaitu ukuran kedua kaki baik kaki depan
Palpasi yang dilakukan pada hewan dan belakang sama panjang.
besar adalah dengan memeriksa tegangan c. Palpasi lymphonodus popliteus
isi perut, hasilnya adalah normal. Pada saat pratikum kami tidak
Selanjutnya yang diperiksa adalah gerakan melakukan pemeriksaan pada limfonodus
rumen, yaitu dengan menngunakan uji popliteus karena kami kesulitan dalam
tinju. Tangan dikepalkan dan ditekan pada mendapatkannya. Jadi kami melakukan
fossa paralumbal dan dihitung selama 5 pemeriksaan pada limfonodus precrural.
menit. Ukurannya normal, konsistensi lunak
c. Anus yaitu tidak menunjukkan ada perubahan,
Sekitar anus yang teramati saat tidak terdapat lobulasi dan juga tidak ada
praktikum bersih, reflex sphincter ani perlekatan/pertautan, tidak panas yaitu
menunjukkan hasil yang normal yaitu pada suhu normal, saat dipalpasi terasa
langsung menutup pada saat pemasangan normal yaitu simetris antara lymphonodus
termometer, tidak terdapat pembesaran kiri dan kanan.
kolon. Kebersihan daerah pernealnya
bersih. KESIMPULAN
1.2.8 Alat perkemihan dan Kelamin Sinyalemen dan anamnesa merupakan
(Urogenitalis) tahap awal sebelum melakukan
Mukosa vagina terlihat berwarna pemeriksaan. Tata cara pemeriksaan fisik
merah rose yang menunjukkan normal. hewan dapat dilakukan dengan catur
Besarnya terlihat normal, tidak ada indera pemeriksa, yaitu dengan inspeksi,
pembengkakan ataupun peradangan. palpasi, perkusi, auskultasi, dan mencium
Letaknya normal, bentuknya pun normal, atau membaui serta menghitung dengan
dan terlihat simetris. penggunaan alat berupa stetosochope, dan
1.2.9 Alat Gerak thermometer.
a. Inspeksi
Untuk pemeriksaan alat gerak,
yang pertama kali dilihat adalah perototan,
baik kaki depan maupun kaki belakang
DAFTAR PUSTAKA Mauladi, A.H. 2009. Suhu tubuh,
Akers, Michael R and D. Michael Frekuensi Jantung dan Nafas Induk
Denbow. 2013. Anatomy and sapi Friesian Holstein bunting yang
Physiology of Domestic Animals divaksin dengan vaksin avian
Second Edition. UK: Wiley- influenza H5N1. [Skripsi]. Bogor :
Balckwell. Institut Pertanian Bogor.
Anisa,E. Y.S.Ondho, D.Samsudewa. Radostits,O. M.,C.C.Gay,K. W. Hinchcliff
2017. Pengaruh Body Condition dan P. D. Constable.2006.Veterinary
Score (BCS) Berbeda terhadap Medicine: A textbook of the diseases
Intensitas Birahi Sapi Induk of cattle,horses, sheep, pigs and
Simmental Peranakan Ongole goats. USA: Elsevier.
(SIMPO). Jurnal Sains Soeprapto,H. dan Z.Abidin. 2006. Cara
Veteriner,Vol.12, No.12. Tepat Penggemukan Sapi Potong.
Redaksi, D.A. 2009. Petunjuk Praktis Jakarta: Agromedia Pustaka
Menggemukkan Domba, Kambing, Sudarmono, A.S dan Y.B. Sugeng. 2016.
dan Sapi Potong. Jakarta: Redaksi Panduan Beternak Sapi Potong.
Agromedia Jakarta: Penebar Swadaya.
Budras, Klaus-Dieter and Robert E.Habel. Sudono,A., R.F. Rosdiana, dan
2011. Bovine Anatomy. Germany: B.S.Setiawan. 2016. Beternak Sapi
Schlutersche. Perah Secara Intensif. Jakarta :
Darmin,Suharmita. 2014. Prevalensi Agromedia
Paramphistomiasis Pada Sapi Bali Syaifuddin,A. 2013. Profil Body
Di Kecamatan Libureng, Kabupaten Condition Score (Bcs) Sapi Perah Di
Bone. [Skripsi]. Makassar: Wilayah Koperasi Peternakan Sapi
Universitas Hasanuddin. Bandung Utara (Kpsbu) Lembang
Frandson, Rowen D., W.Lee Wilke., dan (Studi Kasus). [Skripsi]. Bogor:
Anna Dee Fails. 2009. Anatomy and Institut Pertanian Bogor.
Physiology Farm Animal . USA.: Triakoso, N. 2010. Ilmu Penyakit Dalam
Wiley-Blackwell. Veteriner. Surabaya: Putra Media
Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Nusantara
Bali. Yogyakarta: Kanisius Widodo, Setyo., Dondin Sajuthi., Chusnul
Han, Shiqing, Naoshi kondo., Yuichi Choliq., Agus Wijaya., Retno
Ogawa., Tateshi Fujiura., Shinya Wulansari.,dan Rp Agus Lelana.
Tanigawa., Moriyuki Fukushima., 2017. Diagnostik Klinik Hewan
Osamu Watanabe., and Namiko Kecil. IPB Press: Bogor.
Kohama. 2013. Effects of Low
Serum Vitamin A Level on
Pupillary Light Reflex in Japanese
Black Cattle. Elsevier Journal IFAC
Proceedings Volumes. Vol. 46. Issue
4. PP: 355-360.
Jackson, Peter G.G dan Peter
D.Cokccroft. 2007. Clinical
Examination of Farm Animals. UK:
Blackwell Science.
King,D., R.Morton dan C.Bevan. 2013.
How to use capillary refill time.
Arch Dis Child Educ Pract Ed
Vol.0, Hal.1–6.
Lahunta, D dan Grass. 2009. Veterinary
Neuroanatomy And Clinical
Neurology. Elsevier : Missouri

Anda mungkin juga menyukai