Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU PETERNAKAN UMUM DAN KEWIRAUSAHAAN

ACARA I
MANAJEMEN PETERNAKAN DAN KEWIRAUSAHAAN
RUMINANSIA

OLEH
NAMA : EUNIKE GLORIA
NIM. : 21/473481/KH/10838
KELOMPOK : 3 (TIGA)
ASISTEN : ARDI KUMARA LUTHFIANTO

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
MANAJEMEN RUMINANSIA
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Untuk mengetahui bangsa-bangsa sapi, kambing, dan domba berdasarkan
penggolongannya masing-masing
2. Mengetahui cara pemilihan bibit yang baik
3. Mengetahui cara penentuan umur
4. Mengetahui cara handling dan restrain pada ruminansia
5. Manajemen kandang
6. Manajemen pakan
7. Penyakit pada ruminansia
8. Kewirausahaan

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Manajemen Peternakan Sapi
1. Jenis-jenis sapi perah dan potong (ciri-ciri spesifik (3), asal, produksi
susu/Daging, berat badan) 3 gambar
a) Sapi perah
 Sapi Friesien Holstein
Sapi Friesien Holstein berasal dari provinsi Belanda Utara dan
provinsi Friesland Barat. Berat badan ideal pada betina dewasa
adalah 682 kg, sedangkan pada jantan 1.000 kg. Berikut ciri-ciri
Sapi Friesien Holstein:
 Berwarna hitam dan putih atau putih dan merah dengan batas-
batas warna yang jelas
 Hasil produksi susu tertinggi dibandingkan dengan bangsa-
bangsa sapi perah lain, yaitu 7.245 kg per laktasi di Amerika
Serikat, sedangkan di Indonesia berkisar 10 liter per ekor
setiap hari.
 Pertumbuhan cepat dan karkas yang dihasilkan sangat baik
 Cenderung jinak
(Atabany dkk, 2020)

Gambar 1. Sapi Friesien Holstein (Atabany dkk, 2020)

 Sapi Sahiwal
Sapi Sahiwal berasal dari Punjab, Pakistan dan termasuk dalam
bangsa sapi zebu. Bobot pada sapi dewasa betina adalah 450 kg,
sedangkan pada jantan 550 kg. Berikut merupakan ciri-ciri sapi
Sahiwal:
 Berwarna merah cokelat terang atau merah pucat, terkadang
memiliki bercak-bercak putih
 Badan relatif panjang dan berat, kaki pendek, serta leher
pendek dan ramping
 Gelambir cenderung berat dan lunak, tergantung sapi berotot
atau tidak
 Rata-rata produksi susu adalah 2.270 liter per laktasi dengan
kadar lemak berkisar 4,3-6%
(Atabany dkk, 2020)

Gambar 2. Sapi Sahiwal (Makin, 2011)

 Sapi Red Sindhi


Daerah asal sapi Red Sindhi adalah Karrachi dan Hyderabad di
Pakistan. Bobot pada sapi dewasa betina berkisar 300-350 kg,
sedangkan pada jantan berkisar 400-454 kg. Berikut merupakan
ciri-ciri sapi Red Sindhi:
 Berwarna merah tua hingga sawo matang
 Ukuran badan relatif kecil apabila dibandingkan dengan sapi
zebu lainnya
 Kepadatan badan bagus
 Ukuran ambing besar dan pendulus bagian belakang bulat
serta ke bawah
 Rata-rata produksi susu berkisar 5-6 liter per hari
(Atabany dkk, 2020)

Gambar 3. Sapi Red Sindhi (Makin, 2011)

b) Sapi potong
 Sapi Bali
Sapi Bali merupakan keturunan Bos Bibos atau Bos Sondaicus
yang telah melalui proses penjinakan. Rata-rata berat pada sapi
jantan adalah 450 kg, sedangkan pada sapi betina berkisar 300-400
kg. Berikut merupakan ciri-ciri sapi Bali:
 Tinggi mencapai 130 cm pada sapi dewasa
 Termasuk tipe pedaging dan kerja
 Bentuk tubuh mirip dengan banteng tetapi lebih kecil karena
adanya domestifikasi
 Karkas yang dihasilkan mencapai 57%
(Sudarmono dan Sugeng, 2017)

Gambar 4. Sapi Bali (Sudarmono dan Sugeng,


2017)
 Sapi Ongole
Sapi Ongole berasal dari India tepatnya di daerah Madras. Berat
sapi jantan 550 kg dan betina sekitar 350 kg. Berikut merupakan
ciri-ciri sapi Ongole:
 Lebih terkenal dengan sebutan sapi Benggala di pulau Jawa
 Termasuk sapi dengan tipe potong dan kerja
 Memiliki ponok yang besar
(Sudarmono dan Sugeng, 2017)

Gambar 5. Sapi Ongole (Sudarmono dan Sugeng, 2017)


 Sapi Madura
Sapi Madura merupakan keturunan dari persilangan antara Bos
Sondacius dan Bos Indicus. Berat badan sapi Madura sekitar 350
kg. Berikut merupakan ciri-ciri sapi Madura:
 Menghasilkan karkas 48 %
 Ukuran panjang tubuh mirip dengan sapi Bali
 Memiliki ponok yang kecil
 Tinggi badan sekitar 118 cm
(Sudarmono dan Sugeng, 2017)

Gambar 7. Sapi Madura (Sudarmono dan Sugeng, 2017)

2. Data fisiologis sapi


Menurut Adiarto (2012)
 Fase kolostrum: pedet lahir sampai umur 3 hari
 Fase pra-sapih: umur 4 hari sampai 3 bulan
 Fase pedet lepas sapih (dara prakawin): umur 3 sampai dengan 12
bulan
 Fase dara siap kawin (dewasa): umur 12 sampai dengan 15 bulan
 Fase dara bunting: umur lebih dari 15 bulan sampai melahirkan
pertama kali (24-25 bulan)
 Fase laktasi
 Fase kering (bunting)

3. Pemilihan bibit unggul sapi


Terdapat beberapa kriteria dasar pemilihan sapi, yaitu:
 Bangsa dan Sifat Genetis
Bangsa sapi lokal maupun impor yang dipilih sebaiknya banyak
disukai atau telah populer dan disesuaikan dengan tujuan serta
kondisi setempat.
Sudarmono dan Sugeng (2017)
 Kesehatan
 Terlihat bulat berisi serta memiliki kulit lemas, bulunya licin
dan mengilap.
 Sikap dan tingkah laku: sapi terlihat tegap, keempat kaki
memperoleh titik berat sama, dan cepat bereaksi.
 Pernapasan : sapi sehat bernapas dengan tenang dan teratur.
 Pencernaan : sapi akan memamah biak dengan tenang sambil
istirahat atau tiduran.
 Pandangan : pandangan mata sapi yang sehat cerah dan tajam.
Sudarmono dan Sugeng (2017)
 Bentuk luar
Ukuran badan panjang dan dalam; bentuk tubuh segi empat,
pertumbuhan tubuh bagian depan, tengah, dan belakang serasi,
garis badan atas dan bawah sejajar; paha sampai pergelangan
penuh berisi daging; dada lebar dan dalam serta menonjol ke
depan; kaki besar, pendek, dan kokoh.
Sudarmono dan Sugeng (2017)

4. Handling dan restrain (+gambar dan keterangan)


 Handling merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh manusia
kepada hewan dengan tujuan mengendalikan hewan sesuai dengan
yang kita inginkan tanpa menyakiti hewan tersebut dan tanpa
mencederai pelaksana handling.
(Awaludin dkk, 2017)

 Restrain merupakan suatu metode dalam penanganan hewan yang


bertujuan untuk membatasi atau membuat hewan tidak bisa
bergerak dalam keadaan hewan sadar.
(Awaludin dkk, 2017)
 Menurut Santosa (1995), terdapat beberapa cara untuk menuntun
sapi, yaitu:
 Menuntun sapi dewasa yang jinak
Sapi dewasa yang jinak dapat dituntun dengan cara menarik
hidungnya ke atas. Tangan kanan mencengkeram sekat hidung
(septum nasal) sapi dengan memasukan ibu jari ke lubang hidung
sapi sebelah kanan, sedangkan telunjuk dimasukkan ke lubang
hidung sapi sebelah kiri. Tangan kiri memegang tanduk atau
telinga sapi tersebut dengan erat.
Santosa (1995)

Gambar 7. Cara menuntun sapi dewasa yang jinak (Santosa, 1995)

 Menuntun sapi muda yang jinak


Cara menuntun sapi muda dan juga jinak (pedet) cukup mudah.
Tangan kanan mencengkeram dagu (bagian bawah mulut) sapi,
sedangkan tangan kiri memgang erat tanduk atau telinga sapi.
Santosa (1995)

Gambar 8. Cara menuntun sapi muda yang jinak (Santosa, 1995)

c) Menuntun sapi dengan bantuan tali


Cara untuk menuntun ternak sapi dapat dilakukan dengan
menggunakan tali. Namun, penuntunan dengan cara ini hanya bersifat
sementara, dilakukan pada saat diperlukan dengan pengikatan pertama
melalui leher sapi saja. Selain itu, pengikatan leher perlu dipelajari dan
diperhatikan dengan seksama agar sapi tidak tercekik.
(Santosa, 1995)
Pengikatan leher harus longgar, ujungnya harus terikat ketat,
tetapi mudah dilepaskan kembali. Setelah leher sapi diikat, tali diputar
untuk mengikat bangus (bagian mulut dan hidung) sapi dengan erat.
Tali diputarkan dan diikatkan tepat di atas hidung sapi, kemudian
dilingkarkan ke bagian dagu. Dengan demikian, apabila sapi dituntun
atau ditarik, tali tersebut akan mengikatnya dengan erat.
(Santosa, 1995)

Gambar 9. Cara menuntun sapi dengan bantuan tali (Santosa, 1995)

d) Menuntun sapi dewasa yang agak ganas


Cara menuntun tenak sapi yang telah dewasa dan agak ganas
memerlukan bantuan tali/tambang yang ditusukkan/ditendok melalui
sekat hidungnya. Sebelum penusukan, tang penusuk hidung (nose
punch) diolesi antiseptik terlebih dahulu supaya sapi terhindar dari
infeksi. Apabila sekat hidung sapi sudah berlubang, dilakukan
pemasangan cincin bertali untuk menuntun ternak sapi tersebut.
Santosa (1995)
Ketika tali ditarik, sapi akan merasa kesakitan sehingga sapi
akan menjadi patuh apabila dituntun. Lama-kelamaan setelah terbiasa,
apabila tali pengikat hidungnya dipegang (meskipun tanpa ditarik
terlebih dahulu) sapi akan segera bergerak dan mengikuti si penuntun.
Santosa (1995)
Cara lain untuk melakukan penarikan hidung ternak sapi adalah
dengan menggunakan penarik hidung (nose lead). Sekat hidung sapi
tidak perlu ditusuk. Alat penarik hidung ini cukup dipasangkan. Kunci
yang ketat pada alat ini akan menekan hidung sapi sehingga sapi dapat
ditarik. Alat ini digunakan untuk menarik sapi agar terdongak ke atas,
misalnya pada saat sapi akan disuntik atau diperiksa/dipotong
kukunya.
Santosa (1995)

Gambar 10. Cara menuntun sapi dewasa yang agak ganas (Santosa, 1995)

5. Menghitung umur (2 metode) + gambar


Terdapat beberapa cara untuk menghitung umur sapi, antara lain:
 Pendugaan Umur Pedet berdasarkan Tali Pusar
Pendugaan umur pedet berdasarkan tali pusar hanya dapat digunakan
untuk menentukan hari atau tanggal lahir pedet setelah beberapa hari
pedet tersebut dilahirkan. Pada waktu dilahirkan, pusar masih tampak
basah dan tidak berbulu. Setelah berumur 3 hari, tali pusar terasa lunak
apabila diraba, lalu umur 4-5 hari tali pusar mulai mengering, dan pada
umur 7 hari sudah mulai lepas serta tampak bulu mulai tumbuh.
Santosa (2006)
 Pendugaan Umur Pedet berdasarkan Gigi
Menurut Santosa (2006), untuk menduga umur ternak sapi berdasarkan
gigi geligi, terlebih dahulu harus diketahui keadaan giginya. Jumlah
gigi sapi adalah 32 buah (12 buah pada rahang atas dan 20 buah pada
rahang bawah).
Gigi seri hanya terdapat pada rahang bawah saja, sehingga bagian
depan rahang atas sapi ompong. Patokan utama dalam menduga umur
ternak sapi adalah melihat pergantian gigi seri susu menjadi gigi seri
tetap serta keausannya.
Santosa (2006)
Pemeriksaan gigi dilakukan dengan cara membuka mulut sapi.
Agar mulut sapi mudah terbuka, hidung sapi dipegang dengan tangan
kiri dan agak diangkat ke atas. Kemudian lidah sapi dirogoh
menggunakan tangan kanan ke samping pipi kanan sapi tersebut, lidah
sapi ditarik ke luar dan dilipatkan ke bawah, jangan dilepaskan
sebelum keadaan giginya diamati dengan jelas.
Santosa (2006)

Gambar 11. Pendugaan umur berdasarkan pergantian gigi seri (Santosa, 2006)

6. BCS sapi (+gambar dan keterangan)


Body Condition Scoring (BCS) atau skor kondisi tubuh merupakan
metode yang digunakan untuk menilai tingkat kegemukan seekor ternak
sapi, berdasarkan pada penampakan fenotip pada 8 titik yaitu: processus
spinosus, processus transversus,legok lapar, tuber coxae (hooks), antara
tuber coxae dan tuber ischiadicus (pins), antara tuber coxae kanan dan kiri
dan pangkal ekor ke tuber ischiadicus.
(Pujiastuti, 2016)

 Grade 1 (sangat kurus)


Pada level ini ciri yang mudah diamati adalah pangkal ekor / anus
akan nampak sangat menyusut ke dalam sedangkan vulva akan
nampak sangat menonjol ke luar. Selanjutnya dapat diamati bahwa
prosessus spinosus pendek dapat diraba dan tuber coxae serta tuber
ischiadicus sangat jelas terlihat.
(Pujiastuti, 2016)

Gambar 12. BCS Sapi Grade 1 (Pujiastuti, 2016)

 Grade 2 (kurus)
Ciri pada level ini adalah vulva tidak terlalu menonjol, prosessus
spinosus pendek dan dapat diraba, tuber coxae dan tuber ischiadicus
menonjol tetapi bagian di antaranya tidak terlalu cekung.
(Pujiastusti, 2016)

Gambar 13. BCS Sapi Grade 2 (Pujiastuti, 2016)

 Grade 3 (sedang)
Ciri pada level ini adalah vulva terlihat lebih rata, anus tertutup
tetapi tidak terdapat deposit lemak, dan tulang ekor nampak
membulat. Prosessus spinosus dapat terasa dengan perabaan yang
diberikan tekanan. Tuber coxae dan tuber ischiadicus nampak
membulat dan lebih halus.
(Pujiastuti, 2016)
Gambar 14. BCS Sapi Grade 3 (Pujiastuti, 2016)

 Grade 4 (gemuk)
Prosessus spinosus hanya dapat terasa dengan tekanan yang kuat.
Tuber coxae membulat halus. Area di sekitar tulang Tuber ischiadicus
terlihat padat dan ada deposit lemak. Legok lapar nampak flat.

Gambar 15. BCS Sapi Grade 4 (Pujiastuti, 2016)


 Grade 5 (sangat gemuk)
Terdapat penumpukan lemak pada struktur costae dan stenum juga
tulang ekor ruas tulang ekor tidak nampak, tulang bagian atas tuber
coxae, tuber ischiadicus dan processus spinosus tidak terlihat.
(Pujiastuti, 2016)
Gambar 16. BCS Sapi Grade 5 (Pujiastuti, 2016)
7. Manajemen pakan dan pengolahan pakan (+ gambar)
 Manajemen pakan
Jenis-jenis pakan menurut Sudarmono dan Sugeng (2017):
 Pakan hijauan
Kelompok pakan hijauan adalah bangsa rumput (Gramineae),
legum, dan tumbuh-tumbuhan lain. Hijauan dibedakan menjadi
2, yaitu hijauan kering dan segar.
Sudarmono dan Sugeng (2017)

Gambar 17. Pakan Hijauan (Adiarto, 2012)

 Pakan penguat (konsentrat)


Pakan yang memiliki kadar serat relatif rendah dan mudah
dicerna, contohnya adalah jagung giling, menir, dedak, dan
katul. Konsentrat berfungsi untuk memperkaya nilai gizi.
Sudarmono dan Sugeng (2017)

Gambar 18. Pakan Penguat (Adiarto, 2012)

 Pakan tambahan
Berupa vitamin, mineral, dan urea, atau UMB. Pakan tambahan
dibutuhkan oleh sapi yang hidupnya berada di kandang terus
menerus.
Sudarmono dan Sugeng (2017)
 Pengolahan pakan
 Silase
Hijauan yang dipotong kecil-kecil dan dikeringkan
(Sudarmono dan Sugeng, 2017)

Gambar 19. Silase (Angkasa, 2012)

 Hay
Hijauan yang sengaja dikeringkan
(Sudarmono dan Sugeng, 2017)

Gambar 20. Hay (Angkasa, 2017)

 Jerami amonasi
Jerami yang diolah menggunakan amonia, urea, atau
CO(NH2)2. (Syah, 2017)

Gambar 21. Jerami amoniasi (Syah, 2017)

8. Manajemen kandang (tipe atap, tipe kandang, syarat kandang,


peralatan kandang) + gambar
 Tipe atap
Menurut Manafe (2019), terdapat 4 model atap untuk sapi yaitu atap
monitor, semi monitor, shade dan gable.
Gambar 22. Tipe atap kandang sapi (Manafe, 2019)
 Menurut Manafe (2019), tipe kandang berdasarkan bentuk dan
fungsinya dibagi menjadi 2, yaitu:
 Kandang individu
Merupakan model kandang satu ternak satu kandang. Pada bagian
belakang adalah selokan pembuangan kotoran, sementara pada
bagian depan adalah tempat palungan. Menurut susunannya,
terbagi menjadi 3 macam yaitu stall tunggal, stall ganda tail to tail,
dan stall ganda face to face.
Manafe (2019)

Gambar 23. Kandang Individu (Manafe, 2019)


 Kandang kelompok
Merupakan model kandang dalam suatu ruangan kandang
ditempatkan ekor ternak secara bebas tanpa diikat. Kelebihan dari
model kandang kelompok dibanding kandang individu adalah
efisiensi dalam penggunaan tenaga kerja rutin terutama
pembersihan kotoran kandang, memandikan sapi, deteksi birahi
dan perkawinan alam.
Manafe (2019)

Gambar 24. Kandang kelompok (Manafe, 2019)

 Syarat kandang
 Tersedianya sumber air,
 Dekat dengan sumber pakan.
 Transportasi mudah,terutama untuk pengadaan pakan dan
pemasaran
 Area yang ada dapat diperluas
 Mempunyai permukaan yang lebih tinggi dengan kondisi
sekelilingnya, sehingga tidak terjadi genangan air dan
pembuangan kotoran lebih mudah.
 Air limbah tersalur dengan baik
(Rasyid dan Hartati, 2007)

 Peralatan kandang
Beberapa perlengkapan kandang untuk sapi potong meliputi:
palungan yaitu tempat pakan, tempat minum, saluran drainase,
tempat penampungan kotoran, gudang pakan dan peralatan
kandang. Di samping itu harus dilengkapi dengan tempat
penampungan air yang terletak diatas (tangki air) yang
dihubungkan dengan pipa ke seluruh kandang.
(Rasyid dan Hartati, 2007)

9. Manajemen penyakit (3 disertai penyebab, pencegahan, dan


penanganan)
 Mastitis (Radang Ambing)
 Gejala: pembengkakan pada ambing, ambing terasa panas
apabila diraba, keras, dan terasa sakit.
 Penyebab: kuman, zat kimia, luka termis (bakar) ataupun luka
karena mekanis. Umumnya disebabkan oleh bakteria
Streptococcus agalactiae dan Staphylococcus aureus
 Pencegahan: Selalu menjaga kebersihan kandangan terutama
pada lantai kendang.
 Penanganan: Penyuntikan secara intramammary obat-obat
antibiotika: pencilin-streptomycin, terramycin, dan lain-lain.
(Atabany dkk, 2020)

 Tuberkulosis (TBC)
 Gejala: Sapi terlihat kurus dan batuk-batuk, pernafasannya
terganggu, bulunya kering dan tidak mengkilat.
 Penyebab: kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat
menular ke semua hewan mamalia dan juga manusia melalui
susu.
 Pencegahan: diadakan uji tuberkulinasi pada sapi setiap tahun
secara berkala. Semua sapi dengan hasil positif terhadap uji
tersebut harus dikeluarkan dari peternakan untuk dipotong.
Selain itu dapat dilakukan pengecekan kesehatan terhadap
peternak dengan pemeriksaan rontgen agar tidak menularkan
penyakit TBC kepada sapi.
 Penanganan: pengobatan TBC pada ternak dinilai tidak
ekonomis sehingga ternak harus dipotong.
(Atabany dkk, 2020)

 Brucellosis (Gugur Menular)


 Gejala: keguguran pada bunting lima bulan, akibat keguguran
itu sering diikuti kejadian "retentio secundinae" (tembuninya
masih di dalam kandungan anak) dan infertilitas.
 Penyebab: kuman Brucella Abortus Bang pada sapi yang
menyerang kambing Brucella melitensis dan yang menyerang
babi Brucella suis, Kuman Brucella dapat menular ke manusia
melalui susu dan menyebabkan demam, tidak menyebabkan
keguguran.
 Pencegahan: melakukan vaksinasi pada anak-anak sapi umur
4-8 bulan.
 Penanganan: pemotongan sapi-sapi yang telah diserang atau uji
Brucellosis telah menunjukkan tanda positif. Uji Brucellosis
dilakukan dengan pemeriksaan darah dan susu pada sapi sapi
yang diduga terkena penyakit tersebut. Penyakit ini tidak ada
obatnya.
(Atabany dkk, 2020)
10. Kewirausahaan sapi (3 gambar)
 Yoghurt

Gambar 25. Yoghurt (Usmiati dan Abubakar, 2009)


Yoghurt merupakan fermentasi susu oleh bakteri asam laktat yang
mempunyai rasa khas, tekstur semi padat dan halus, kompak serta rasa
asam yang segar.
(Usmiati dan Abubakar, 2009)

 Kefir
Gambar 26. Biji kefir (Usmiati dan Abubakar, 2009)
Kefir diperoleh dari melalui proses fermentasi susu pasteurisasi
(Usmiati dan Abubakar, 2009)

 Keju

Gambar 27. Keju (Usmiati dan Abubakar, 2009)


Keju diperoleh dengan cara menggumpalkan susu penuh, susu skim
atau campurannya menggunakan rennet.
(Usmiati dan Abubakar, 2009)

B. Manajemen Peternakan Kambing dan Domba


1. Jenis-jenis kambing dan domba (ciri-ciri spesifik dan asal, masing-
masing 3 + gambar)
a) Kambing
 Kambing Ettawa (Kambing dwiguna)
Menurut Susilawati dkk (2011) ciri-ciri kambing Ettawa adalah sebagai
berikut:
 Berwajah jenong (agak cembung)
 Badan tidak kompak (tipis)
 Warna dominan putih dengan kepala hitam/cokelat
 Bulu di paha bagian belakang lebat dan panjang
 Daun telinga memanjang terjuntai
 Termasuk kambing yang subur karena dapat menghasilkan 1-3 ekor
per kelahiran

Gambar 28. Kambing Ettawa (Susilawati, 2011)

 Kambing Kacang (kambing potong)


Menurut Susilawati dkk (2011) ciri-ciri kambing kacang adalah
sebagai berikut :
 Muka relatif rata
 Badan kompak
 Daun telinga relatif kecil, posisi tegak
 Warna dominan putih, cokelat, dan hitam
 Berat badan dewasa: 25-40 kg

Gambar 29. Kambing Ettawa (Susilawati, 2011)

 Kambing Saanen (kambing saanen)


Menurut Susilorini dan Kuswati (2019) ciri-ciri kambing
Saanen adalah :
 Telinga kecil dan tegak ke samping
 Warna putih sedikit krem
 Tidak bertanduk
 Berat badan dewasa: 65 kg
 Berasal dari Swiss

Gambar 30. Kambing Saanen (Susilawati, 2019)

b) Domba
 Domba rambouille
Menurut Sudarmono dan Bambang (2011) domba ini berasal dari
prancis. Ciri – ciri badan besar, dalam, lebar dan padat, kepala tegak.
Domba jantan bertanduk besar, tetapi domba betina tidak bertanduk.

Gambar 31. Domba Rambouille (Sudarmono dan Bambang, 2011)

 Domba Suffolk
Menurut Sudarmono dan Bambang (2011) domba ini berasal dari
inggris dan masuk ke indonesia pada tahun 1975 melalui australia.
Ciri –ciri badan besar, domba jantan mencapai bobot lebih dari 60
kg. Warna muka dan kakinya hitam, dan kaki pendek.

Gambar 32. Domba Suffolk (Sudarmono dan Bambang, 2011)


 Domba Merino
Menurut Sudarmono dan Bambang (2011) domba ini pada awalnya,
berkembang di Spanyol. Merupakan penghasil wol dengan kualitas
baik. Ciri – ciri seluruh badan tertutup wol dengan tebal dan merata.
Domba jantan bertanduk dan membelit, sedangkan betina tidak
bertanduk.

Gambar 33. Domba Merino (Sudarmono dan Bambang, 2011)


2. Perbedaan kambing dan domba (4 Dalam bentuk tabel)
Tabel perbedaan kambing dan domba menurut Hasnudi dkk (2018)

3. Pemilihan bibit unggul kambing dan domba


Untuk menilai individu kambing dan domba yang baik dibutuhkan
pengamatan bentuk luar tubuh, ukuran bagian-bagian tubuh, organ
kelamin normal, dan riwayat keturunan. Tentunya juga harus dipilih saat
muda, sehat, dan tidak pernah terkena penyakit menular. (Imam, 2018)
Syarat-syarat pemilihan bibit unggul:
 Calon induk: Bentuk tubuh normal, telinga kecil sampai sedang,
bagian perut normal, muka baik, bulu bersih dan baik, bagian ekor
normal, bobot tubuh 20-45 kg, umur tak lebih dari setahun
(Imam, 2018)
 Calon pejantan: Tanduk serasi dengan bentuk tubuh, bentuk tubuh
normal, kaki tampak kokoh, otot-otot kuat, bulu halus dan bertelinga
kecil sampai sedang, scrotum besar dan tubuh normal, berat badan
20-25 kg, umur tak lebih dari setahun.
(Imam, 2018)
4. Handling dan restrain kambing dan domba (+ gambar dan keterangan)
 Catching

Gambar 34. Cara Menangkap kambing (Dwiyatno, 2006)


Dilakukan dengan menempatkan domba pada dinding atau pagar.
Langkah pertama adalah menempatkan lengan pada dagu domba,
sementara lutut menekan tubuh domba. Pada tempat terbuka dan
domba tidak terlampau besar, cara yang terbaik adalah dengan
menempatkan tubuh kita di atas domba, tangan kiri berada di dagu dan
tangan kanan di daerah pangkal ekor. Hal yang harus diperhatikan
yaitu usahakan punggung kita dalam posisi lurus. Untuk domba yang
besar, dapat dipegang dengan menempatkan diri di samping domba
dengan tangan kiri berada di dagu domba dan tangan kanan di daerah
pangkal ekor.

(Dwiyanto, 2006)

 Sitting up
Sitting up dilakukan dengan menekuk kepala domba ke arah sisi
bahunya. Posisi awalnya adalah dengan memegang domba dengan
posisi di samping badan kita, sehingga lutut berada tepat di bagian
samping tubuh domba. Lalu salah satu tangan diletakan pada daerah
dada dan tangan lain di sekitar rump (paha atas).
(Dwiyatno, 2006)

Gambar 35. Cara Sitting up (Dwiyatno, 2006)

 Lifting (mengangkat domba melewati pagar)


Dilakukan dengan menjaga tulang punggung tetap lurus. Selanjutnya,
memegang kedua kaki depan domba dengan tangan kiri, kemudian
menekuk lutut kanan dan membaringkan bagian rump di atas lutut.
Dengan bantuan lutut, angkatlah domba secara cepat ke sisi atas pagar.
Peganglah domba tepat di atas pagar dan bimbinglah pandangannya
untuk melihat lantai. Dengan suatu gerakan rolling serta sedikit
pergeseran, jatuhkan domba dengan posisi beridiri pada keempat
kakinya.
(Dwiyatno, 2006)

Gambar 36. Cara Lifting (Dwiyatno, 2006)

5. Menghitung umur kambing dan domba (2 metode) + gambar


 Menentukan Usia Kambing Lewat Gigi
Gambar 37. Usia Kambing Berdasarkan Gigi (Dwiyatno, 2006)
Usia kambing dapat diketahui dari pertumbuhan gigi serinya. Gigi seri
kambing hanya terdapat pada rahang bawah sebnayak 8 buah (4
pasang). Gigi seri ini sudah keluar lengkap sejak dilahirkan. Gigi seri
yang sejak lahir belum berganti dinamakan gigi seri susu, sedangkan
gigi seri yang telah tanggal akan tumbuh lagi. Gigi seri baru
dinamakan gigi seri tetap.
(Dwiyatno, 2006)

 Recording
Bertujuan untuk memberikan informasi yang lengkap dan terperinci
tentang ternak, baik individu maupun kelompok, yang diperlukan
dalam rangka pengambilan keputusan sehari-hari. Catatan yang paling
ideal adalah catatan yang bersifat sederhana, namun lengkap, teliti,
dan mudah dimengerti. Pencatatan data meliputi rumpun, silsilah,
perkawinan, bobot, penyapihan, dan lain-lain.
(Purwatiningsih dan Kia, 2018)
Pencatatan (recording) dilakukan kepada semua ternak. Ternak yang
baru lahir harus dicatat tetua (jantan dan betina) dan tipe kelahirannya.
Identifikasi ternak berupa nomor tetap harus diberikan untuk setiap
ternak, cara yang umum dilakukan dengan memberikan nomor telinga
atau tattoo.
(Purwatiningsih dan Kia, 2018)

6. BCS kambing dan domba (+ gambar dan keterangan)


Menurut Sarwono (2008) BCS pada kambing dibagi menjadi 5 skor,
berikut ini pembagian skor BCS:
Gambar 38. Visualisasi skor kondisi tubuh 1-5 (Sarwono, 2008)

Skor Gambaran bagian lumbal


1 a) Kondisi tubuh sangat kurus
b) Tidak terdeteksi adanya lemak di antara kulit dan
tulang
c) Tulang spinosa terlihat sangat menonjol
2 a) Tulang spinosa terlihat menonjol
b) Terdapat sedikit lemak saat ditekan antara kulit dan
tulang
3 a) Tulang spinosa hanya terlihat sebagai tonjolan kecil
b) Terdapat lemak saat ditekan antara kulit dan tulang
4 a) Tulang spinosa hanya dapat diraba bila ditekan
b) Terdapat lemak yang cukup tebal saat ditekan
antara kulit dan tulang
5 a) Tulang spinosa tidak dapat terdeteksi
b) Terdapat lemak tebal saat ditekan antara kulit dan
tulang

7. Manajemen kandang (tipe kandang disertai kelebihan dan kekurangan


dari masing-masing tipe)
Terdapat 2 tipe kandang kambing dan domba, yaitu:
 Kandang lemprak, dicirikan dengan lantai yang menggunakan tanah
sebagai alasnya. Kandang tipe ini biasanya digunakan oleh peternak
domba / kambing dalam skala kecil. Kelebihan dari kandang ini adalah
lebih terjangkau dalam pembuatannya. Namun, kandang ini memiliki
banyak kekurangan, seperti:
 Lantai terbuat dari tanah, tidak memenuhi standar kesehatan
 Lantai sering becek akibat kotoran maupun tumpahan air
 Pembersihannya lebih merepotkan
AgroMedia (2009)
 Kandang panggung, dicirikan dengan adanya tiang penyangga
kandang sehingga lantai kandang terletak di atas tanah dan berbentuk
seperti panggung. Kelebihan dari kandang panggung adalah mudah
dibersihkan sehingga kesehatan domba atau kambing lebih terjaga.
Namun, juga mempunyai beberapa kekurangan, seperti :
 Biaya lebih mahal
 Memindahkan kambing/domba menjadi lebih sulit.
AgroMedia (2009)

8. Manajemen penyakit (3 disertai penyebab, pencegahan, dan


penanganan)
 Penyakit cacingan
Menurut Syukur dan Suharno (2014) penyebab, gejala, dan
penanganan dari penyakit cacingan adalah sebagai berikut:
 Penyebab: cacing gilig, pipih, dan cacing pita
 Gejala: semakin kurus, bulu berdiri dan kusam, nafsu makan
turun, kambing pucat, dan kotoran lembek atau bahkan mencret
 Penanganan: secara tradisional dapat ditangani dengan daun
nanas yang dikeringkan dan dihaluskan, kemudian ditimbang 300
mg untuk 1 kg berat badan, diminumkan dan diulang 10 hari
sekali. Secara modern bisa dilakukan dengan diberi obat pabrikan
seperti albendazole, valbanzen yang diulang 3 bulan sekali
 Penyakit kudis
Menurut Syukur dan Suharno (2014) penyebab, gejala, dan
penanganan dari penyakit kudis adalah sebagai berikut:
 Penyebab: parasit kulit (Sarcoptes sp.)
 Gejala: Kulit merah dan menebal, gatal dan gelisah, sering
menggaruk-garukkan kulit, bulu rontok
 Penanganan: penyuntikan Ivermectin secara cub cutan (di bawah
kulit)
 Kembung perut
Menurut Syukur dan Suharno (2014) penyebab, gejala, dan
penanganan dari kembung perut adalah sebagai berikut :
 Penyebab: gas yang ditimbulkan oleh makanan (rumput muda)
 Gejala: perut sebelah kiri membesar, napas pendek dan cepat,
tidak mau makan
 Penanganan: memberikan larutan gula merah dan asam jawa,
lalu mengeluarkan gas dengan cara mengurut-urut perut kambing
9. Kewirausahaan kambing dan domba ( 3 + gambar)
 Produk berbahan wool
Wool dapat dimanfaatkan sebagai zipper/resleting metal, kain flanel,
dan wool left.
(Yuliana, 2015)

Gambar 39. Produk berbahan wol (Yuliana, 2015)


 Susu kambing
Jumlah butiran lemak yang berdiameter kecil dan homogen banyak
terdapat pada susu kambing, sehingga mudah dicerna alat pencernaan
manusia.
(Sodiq dan Abidin, 2008)

Gambar 40. Susu kambing (Sodiq dan Abidin, 2008)


 Karkas
Semua bagian karkas mempunyai presentase daging berkisar antara
60-67%.
(Muryanto dan Kurnianto, 2019)

Gambar 41. Karkas kambing (Muryanto dan Kurnianto, 2019)


III. HASIL PRAKTIKUM (mengerjakan soal)
A. Soal 1 (harus ada diketahui, ditanya, dijawab, dan kesimpulan)
Lukman adalah mahasiswa kedokteran hewan, suatu saat dia pergi ke
peternakan domba dan ingin mengukur berat badan salah satu domba sebagai
bahan penelitian. Diketahui domba tersebut memiliki panjang dada 0,75 m,
lingkar dada 0,80 m dan panjang badan 65 cm. berapakah berat badan dari
domba tersebut dan hitunglah menggunakan rumus Lambourne!
Diketahui:
Domba
Panjang badan (L) = 65 cm
Panjang dada = 0,75 m
Lingkar dada (G) = 0,8 m = 80 cm
Ditanya: Berat badan domba milik peternak?
Jawab:
L G2
Rumus Lambourne W =
10840
65 × 802
W=
10840
416000
W=
10840
W =38,37 kg
Kesimpulan: Jadi, berat badan domba milik Lukman yang diukur
menggunakan rumus Lamborne adalah 38,37 kg

B. Soal 2 (harus ada diketahui, ditanya, dijawab, dan kesimpulan)


Pak Panut memiliki seekor sapi jantan jenis Simmetal. Karena Pak Panut ingin
menjual sapinya tersebut, maka ia harus mengukur berat sapi untuk
menentukan harga. Sapi tersebut memiliki tinggi 2,4 m, lebar dada 1,8 m,
lingkar dada 2,2 m, dan panjang badan 1,8 m. Apabila harga pasaran sapi
simmetal dengan bobot 500 kg berada di kisaran harga Rp 30.000.000,- maka
berapakah harga sapi Pak Panut tersebut?
Diketahui:
Panjang badan (L) = 1,8 m
Lingkar dada (LD) = 2,2 m=220
Tinggi = 2,4 m
Lebar dada = 1,8 m
Ditanya:
Berapa harga sapi Pak Pnut jika harga sapi dengan bobot 500 kg adalah RPp
30.000.000,-?
Jawab: Digunakan rumus Schrool karena sapi tidak berpunuk
(LD +22)2
W=
10840
(220+22)2
W= =585,64 kg
100

585,64
Harga = × 30.000.000=Rp35.138 .400 ,−¿
100

Kesimpulan: Jadi, harga sapi milik Pak Panut jika dihitung menggunakan
rumus Schoorl adalah Rp 35.138.400,-

C. Soal 3 (harus ada diketahui, ditanya, dijawab, dan kesimpulan)


Di suatu peternakan, dilakukan seleksi 1 domba yang akan diafkir dari 2
domba A dan B. Domba yang akan diafkir adalah domba dengan berat badan
terkecil. Saat dihitung menggunakan rumus Lambourne, berat badan domba A
adalah 20 kg. Jika diketahui lingkar dada domba B adalah 66 cm dan panjang
badannya 53 cm, maka domba manakah yang akan diafkir ?
Diketahui:
Domba A, W= 20 kg
Domba B, Lingkar dada (G) = 66 cm, Panjang badan (L)= 53cm
Ditanya: Domba dengan berat badan terkecil yang akan diafkir adalah?
Jawab:
Berat badan domba B
L G2
W=
10840
53 × 662
W= =21,29 kg
10840
Kesimpulan: Diperoleh data bahwa domba B memiliki berat 21,29 kg
sehingga lebih berat dari domba A. Maka domba yang diafkir adalah domba
A.
IV. PEMBAHASAN (Sesuai video dan bandingkan dengan literatur)
A. Sapi (Manajemen kandang, jenis sapi, manajemen pakan, data fisiologis,
dan manajemen penyakit)

Berdasarkan praktikum yang dilakukan pada UP2KH, sapi yang digunakan


adalah sapi peranakan ongole dan sapi peranakan FH. Ciri-ciri pada kedua sapi
tersebut sesuai dengan literatur yang ditulis oleh Santosa (2006) serta
Sudarmono dan Sugeng (2017). Usia dari sapi yang ada di UP2KH adalah
lebih dari 4 tahun yang diketahui menggunakan metode pengecekan keadaan
gigi sapi dan metode recording. Hal tersebut sesuai dengan literatur dari
Purwatiningsih dan Kia (2018) bahwa metode recording dilakukan dengan
mencatat biodata pedet sesaat setelah dilahirkan. Data fisiologis sapi yang
ditampilkan pada video adalah dewasa tubuh, dewasa kelamin, lama estrus,
dan siklus estrus yang sesuai dengan literatur dari Adiarto (2012). Sementara
itu, untuk manajemen pakan, di UP2KH tersedia beragam rumput untuk pakan
sapi. Sesuai dengan literatur dari Sudarmono dan Sugeng (2017), bahwa
rumput-rumputan termasuk dalam jenis pakan hijauan. Kandang sapi pada
UP2KH telah memenuhi syarat yang baik apabila ditinjau dari literatur oleh
Rasyid dan Hartati (2007) yaitu terbuat dari bahan selain seng, memiliki
tempat makan dan minum, drainase, dan lain-lain. Jenis kandang pada UP2KH
merupakan kandang ganda tail to tail yang menurut Manafe (2019), kandang
tersebut memiliki keunggulan dalam hal efisiensi tenaga kerja rutin untuk
mengelola kandang. Pada video praktium di UP2KH dijelaskan bahwa mastitis
merupakan penyakit yang sering menyerang sapi perah, hal tersebut sesuai
dengan literatur dari Atabany dkk (2020) bahwa penyakit tersebut merupakan
pembengkakan pada ambing.

B. Kambing (Manajemen kandang, jenis domba, manajemen pakan, data


fisiologis, dan manajemen penyakit)

Jenis kambing yang berada di UP2KH adalah kambing Peranakan Ettawa,


sedangkan domba yang berada di UP2KH adalah domba ekor tipis. Ciri-ciri
dari kambing dan domba tersebut sesuai dengan literatur yang ditulis oleh
Susilawati (2011). Berdasarkan video praktikum, kambing dan domba terdiri
atas hijauan (rerumputan), konsentrat, dan dedaunan. Kandang di FKH
merupakan kandang panggung yang memiliki ciri alas kandang tidak bertemu
dengan tanah di bawahnya dan memiliki kelebihan berupa kebersihan lebih
terjamin. Kekurangan dari kandang tersebut adalah biaya pembuatannya yang
mahal. Data fisiologis kambing dan domba yang ditampilkan pada video
adalah dewasa tubuh, dewasa kelamin, lama estrus, dan siklus estrus. Pada
video praktikum dijelaskan bahwa penyakit yang sering menyerang kambing
dan domba adalah mastitis dan pink eye, berdasarkan literatur dari Syukur dan
Suharno (2014) terdapat berbagai jenis penyakit lain yang sering menyerang
kambing dan domba yaitu kudis, kembung perut, dan cacingan.

V. KESIMPULAN (Menjawab tujuan praktikum dalam bentuk poin-poin)


1. Untuk mengetahui bangsa-bangsa sapi, kambing dan domba berdasarkan
penggolongannya masing-masing.
 Jenis sapi ada sapi perah (FH, Sahiwal, Red Sindhi) dan sapi potong (sapi
Bali, Ongole, dan Madura)
 Jenis kambing berdasarkan fungsi ada kambing potong (kambing
kacang), kambing perah (kambing saanen), kambing dwiguna
(kambing etawa). Berdasarkan asalnya ada kambing lokal/dari Indonesia
dan kambing ras/luar Indonesia (kambing saanen)
2. Mengetahui cara pemilihan bibit yang baik
Pemilihan bibit yang baik harus memperhatikan kondisi fisik, kondisi kesehatan,
dan lain-lain.
3. Mengetahui cara penentuan umur
 Recording (berdasarkan data yang dihitung sejak lahir)
 Gigi (fase gigi susu, fase pergantian gigi, dan fase keausan)
 Tali pusar
4. Mengetahui cara handling dan restrain pada ruminansia
 Handling (menggunakan tangan)
Upaya yang dilakukan untuk mengendalikan/membawa hewan, ada pada
hewan jinak, agak galak, dan galak.
 Restrain (biasanya menggunakan alat)
Upaya untuk membatasi pergerakan hewan
5. Manajemen kandang
 Tipe atap (monitor, semi monitor, grable, shade)
 Tipe kandang (kandang tunggal, kandang ganda)
 Syarat kandang (ventilasi bagus, drainase ada, jauh dari pemukiman)
 Peralatan kandang (tempat makan, tempat minum, tempat pembuangan
kotoran, scoop, arit, dll)
 Jenis kandang (kandang panggung, kandang litter)
6. Manajemen pakan
 Pakan (Hijauan seperti rerumputan dan kacang-kacangan,
konsentrat yaitu yang digunakan dengan bahan lain untuk
meningkatkan gizi)
 Pengolahan pakan (Hay yaitu hijauan yang dipotong
kecil-kecil dan dikeringkan, silase)
7. Penyakit yang sering menyerang
 Mastitis (radang ambing)
 Tuberkulosis (TBC)
 Brucellosis (Gugur menular)
8. Kewirausahaan
 Pada sapi: yoghurt, kefir, keju
 Pada kambing dan domba : produk berbahan wol, karkas,
susu

VI. DAFTAR PUSTAKA (minimal 3 buku + 2 jurnal minimal tahun 2016)

Angkasa, S. 2017. Ramuan Pakan Ternak. Jakarta: Penebar Swadaya

Atabany, Afton., Purwanto, Bagus., Yani, Ahmad., Cyrilla, Lucia., Komala, Iyep.,
Prabowo, Sigid., Zahra, Windi., Permadi, Dedi., Supriatna, Tatatng., &
Surajudin. 2020. Budidaya Sapi Perah. Bogor: IPB Press

Awaludin, A., Nugraheni,R dan Nusantoro, S. 2017. Teknik Handling dan


Penyembelihan Hewan Qurban. Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan.
2(2) : 84-88

Dwiyanto, M. 2006. Penanganan Domba & Kambing. Depok: Penebar Swadaya

Fikar, S., & Ruhyadi, D. 2010. Buku pintar beternak dan bisnis sapi potong. Jakarta:
Agromedia Pustaka

Hasnudi., Ginting, Nurzainah., Patriani, Peni., & Hasanah, Uswatun. Pengelolaan


Ternak Kambing dan Domba. Medan: USU Press

Makin, M. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Yogyakarta: Graha Ilmu

Manafe, M. E. 2019. Merancang Bangun Kandang Ternak Sapi Potong. Balai Besar
Pelatihan Peternakan

Muryanto & Kurnianto. 2019. Potensi Upaya Pelestarian Domba Batur. Semarang:
Mutiara Aksara

Pujiastuti, R. 2016. Perhitungan Body Condition Scoring (BCS) Pada Sapi Perah.
Surabaya: Dinas Peternakan Jawa Timur

Purwatiningsih,I dan Kia,W. 2018. Identifikasi dan Recording Sapi Perah di


Peternakan Biara Novisiat Claretian Benlutu, Timor Tengah Selatan. Jurnal
Pengabdian Masyarakat Peternakan. 3(1): 42-48

Rasyid, Hartanti. 2007. Perkandangan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan


Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian

Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan I. Jakarta:


Penebar Swadaya

Santosa, U. 2006. Tata laksana pemeliharaan ternak sapi. Jakarta: Penebar Swadaya
Sarwono, B. 2008. Beternak Kambing Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya

Sodiq, A., dan Abidin, Z. 2008. Sukses Menggemukkan Domba dan Kambing.
Jakarta: Agromedia Pustaka

Sudarmono A.S. dan Y. Bambang Sugeng. 2011. Beternak Domba. Jakarta:


Beternak Domba

Sudarmono, S dan Sugeng, B. 2017. Panduan Beternak Sapi Potong. Jakarta:


Penebar Swadaya

Susilawati, T. 2017. Sapi Lokal Indonesia (Jawa Timur dan Bali). Malang:
Universitas Brawijaya Press.

Susilorini, T. 2007. Budidaya 22 Ternak Potensial. Jakarta: Penebar Swadaya

Syukur,A., dan Suharno, B. 2014. Bisnis Pembibitan Kambing. Jakarta: Penebar


Swadaya

Usmiati,S dan Abubakar. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. Bogor: Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Yuliana, E. 2015. Bros Zipper dan Flanel. Surabaya: Tiara Aksa


VII. LAMPIRAN

Lampiran 1. Cover Buku “Ramuan Pakan Ternak”

Lampiran 2. Cover Buku “Budidaya Sapi Perah”


Lampiran 3. Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan

Lampiran 4. Cover Buku “Penanganan Domba & Kambing”


Lampiran 5. Cover Buku “Pengelolaan Ternak Kambing dan Domba”
Lampiran 6. Cover Buku “Beternak dan Bisnis Sapi Potong”

Lampiran 7. Cover Buku “Tata Laksana Peternakan Sapi Perah”


Lampiran 8. Jurnal Merancang Bangun Kandang Ternak Sapi Potong

Lampiran 9. Cover Buku “Potensi Upaya Pelestarian dan Pengembangan Domba Batur”
Lampiran 10. Jurnal Perhitungan Body Scoring (BCS) Pada Sapi Perah

Lampiran 11. Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan


Lampiran 12. Jurnal Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Lampiran 13. Cover Buku “Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi”


Lampiran 14. Cover Buku “Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi”

Lampiran 15. Cover Buku “Beternak Kambing Unggul”


Lampiran 16. Cover Buku “Sukses Menggemukan Domba”

Lampiran 17. Cover Buku “Beternak Domba”


Lampiran 18. Cover Buku “Panduan Beternak Sapi Potong”

Lampiran 19. Cover Buku “Sapi Lokal Indonesia”


Lampiran 20. Cover Buku “Budi Daya 22 Ternak Potensial”

Lampiran 21. Cover Buku “Bisnis Pembibitan Kambing”


Lampiran 22. Cover Buku “Teknologi Pengolahan Susu”

Lampiran 23. Cover Buku “Bros Zipper dan Flanel”

Anda mungkin juga menyukai