Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peternakan adalah bagian dari sector pertanian yang merupakan sub sector yang
penting dalam menunjang pereknonomian masyarakat. Komoditas peternakan
mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan.Peternakan di Indonesia saat ini
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula
dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan daging sebagai salah satu sumber
protein, khususya protein hewani.

Usaha ternak sapi potong dan kambing juga berpotensi untuk dikembangkan karena
ternak ruminansia ini berpotensi penyumbang daging terbesar terhadap produksi
daging nasional. Usaha yang dilakukan untuk menghasilkan daging adalah melalui
program penggemukan. Keberhasilan suatu usaha peternakan sapi potong ditentukan
oleh faktor genetik (30%) maupun lingkungan (70%).

Salah satu factor terpenting dalam pengembangan usaha ternak ruminansia yaitu
pakan.Pakan merupakan salah satu faktor yang penting untuk peningkatan
produktivitas ternak.Pakan memegang peranan yang sangat penting di dalam
keberhasilan suatu usaha peternakan yaitu 70% dari total biaya produksi adalah
pakan. Kurang tersedianya bahan pakan secara memadai baik jumlah, mutu maupun
kontinuitas merupakan salah satu hambatan dalam pengembangan usaha peternakan.
Selain pakan produktivitas ternak sapi potong juga dapat ditentukan oleh keadaan
fisiologis ternak. Kondisi tubuh yang baik tentu akan memberi peforma yang baik
pula. Dalam manajemen usaha ternak potong, tingkah laku makan, ruminasi, istirahat,
defekasi, urinasi, serta keadaan fisiologis dapat membantu sebagai indikasi kesehatan
ternak yang berpengaruh terhadap kinerja dan produktivitasnya. Maka dari itu,
mengetahui hal-hal tersebut perlu dilakukan agar dapat meningkatkan produksi
ternak.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini yaitu sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui konsumsi ternak potong yaitu kambing dan sapi;


2. Untuk mengetahui respon fisiologis (suhu rektal, frekuensi pulsus, respirasi)
ternak kambing dan sapi;
3. Untuk mngetahui tingkah laku pada ternak yang meliputi frekuensi rebahan,
urinasi, defeksi, dan ruminasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sapi Potong

Sapi potong adalah jenis ternak yang dipelihara untuk menghasilkan daging sebagai
produk utamanya. Pemeliharaannya dilakukan dengan cara mengandangkan secara
terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan produksi
daging dengan mutu yang lebih baik dan berat yang lebih sebelum ternak dipotong.
Menurut Abidin (2006) Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk
digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas
daging cukup baik.

Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi pedaging
adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, kualitas dagingnya
maksimum, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa, efisiensi pakannya
tinggi, dan mudah dipasarkan. Sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara untuk
digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas
daging cukup baik. Sapi-sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, dipelihara
secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan bobot badan
ideal untuk dipotong (Santosa, 1995).

Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil
daging.Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging.Adapun ciri-ciri sapi
pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, kualitas dagingnya
maksimum, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa, efisiensi pakannya
tinggi, dan mudah dipasarkan.Sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara untuk
digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas
daging cukup baik.Sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, dipelihara
secara intensif selama beberapabulan, sehingga diperoleh pertambahan bobot badan
ideal untuk dipotong (Abidin, 2008).

Sapi Simmental berasal dari lembah Simme di Swiss, berwarna merah bervariasi
mulai dari yang gelap sampai hampir kuning dengan totol-totol serta mukanya
berwarna putih. Sapi ini tekenal karena menyusui anak dengan baik, pertumbuhan
cepat, serta badan panjang dan padat. Sapi Simmental berukuran besar, baik pada
kelahiran, penyapihan maupun saat mencapai dewasa. Sapi SIMPO merupakan sapi
hasil persilangan antara sapi Simmental jantan dengan sapi PO betina. Sapi ini
mempunyai karakteristik menyerupai antara sapi Simmental, sapi PO dan perpaduan
keduanya. Sapi SIMPO mempunyai ciri-ciri yakni 1) warna bulu penutup badan
mempuyai variasi dari putih hingga coklat kemerahan, 2) warna kipas ekor, lingkar
mata, ujung hidung, dan tanduk terdapat warna hitam dan coklat kemerahan, 3) profil
kepala datar panjang dan lebar, dahi berwarna putih, 4) tidak memiliki kalasa, 5) ada
gelambir kecil, 6) pertulangan besar, postur tubuh panjang dan besar, warna tracak
bervariasi dari hitam dan coklat kemerahan (Blakely dan Bade, 1991).

B. Kambing

Kambing merupakan hewan domestikasi tertua yang telah bersosialisasidengan


manusia lebih dari 1000 tahun. Kambing tergolong pemamah biak,berkuku genap dan
memiliki sepasang tanduk yang melengkung. Kambingmerupakan hewan
pegunungan hidup dilereng-lereng yang curam yang memilikisifat adaptasi yang
cukup baik terhadap perubahan musim (Sarwono, 2009).

Ciri khas kambingPeranakan Etawa(PE)antara lain bentuk muka cembung


melengkung dan dagu berjanggut, telingapanjang, lembek menggantung dan
ujungnya agak berlipat, ujung tanduk agakmelengkung, tubuh tinggi, pipih, bentuk
garis punggung mengombak kebelakang,bulu tumbuh panjang dibagian leher,
pundak, punggung dan paha, bulu panjangdan tebal. Warna bulu ada yang tunggal
putih, hitam dan coklat, tetapi jarangditemukan.Kebanyakan terdiri dari dua atau tiga
pola warna, yaitu belang hitam,belang coklat dan putih bertotol hitam (Subandriyo
1995).
Parameter Betina Dewasa Jantan Dewasa
Berat Badan 40.50 60.00
Panjang Badan 81.00 81.00
Tinggi Pundak 76.00 84.00
Tinggi Pinggul 80.10 96.80
Lebar Dada 12.40 15.70
Lingkar Dada 80.10 99.50
Panjang Tanduk 6.500 15.00
Panjang Telinga 12.00 15.00
Panjang Ekor 19.00 25.00
Lebar Ekor 2.500 3.600

Sumber: Subandriyo (1995)

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan ternak,bagian tubuh


yang erat hubungannya dengan bobot badan adalah sifatperdagingannya, umur,
genetik, jenis kelamin, keadaan ternak dan lingkunganternak (Salerno,
1990).Buterfield (1988) menambahkan bahwa umur, bobotbadan bangsa ternak, jenis
kelamin dan makanan mempengaruhi persentasedaging, lemak dan tulang pada setiap
peningkatan bobot badan.Pertumbuhanmerupakan peningkatan bobot badan sampai
ternak mencapai bobot tertentusesuai dengankedewasaantubuh (Yasmet, 1986).
Menurut Davendra dan Burns(1994) pertumbuhan anak kambing dari lahir sampai
disembelih memiliki statusgizi berpengaruh nyata terhadap pertambahan berat hidup
dan ukuran linier tubuh pada kambing berbobot lahir sekitar 2,2 kg, peningkatan
linier terbesarditunjukkan oleh panjang badan dan yang terkecil ditunjukkan oleh
panjang kakibelakang.

Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara
kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal dari India dan
Timur dekat. Kambing ini tahan hidup di padang penggembalaan yang kering
didaerah tropik dan sub-tropik asal tidak lembab. Kambing Boer yang dimuliakan
adalah yang berwarna putih dengan bercak-bercak merah dan dengan makanan yang
baik merupakan pedaging yang istimewa (Mason, 2002).

Kambing ini dapat mencapai berat dipasarkan 35 --45 kg pada umur lima hingga
enam bulan, dengan rataan pertambahan berat tubuh antara 0,2 -- 0,4 kg per hari.
Keragaman ini tergantung pada banyaknya susu dari induk dan ransum pakan sehari-
harinya. Dibandingkan dengan kambing perah lokal, persentase daging pada karkas
kambing Boer jauh lebih tinggi dan mencapai 40% - 50% dari berat tubuhnya.
Kambing Boer dilaporkan sebagai salah satu ternak ruminansia kecil yang paling
tangguh di dunia. Kambing Boer mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dengan
baik dengan semua jenis iklim, dari daerah panas kering di Namibia, Afrika dan
Australia sampai daerah bersalju di Eropa. Ciri-ciri kambing Boer yaitu sebagai
berikut : bulu tubuhnya berwarna putih, bulu pada bagian leher berwarna gelap,
tanduknya melengkung ke belakang, badan kuat, gerakannya gesit, bentuk tubuhnya
simetris dengan perdagingan yang dalam dan merata (Aprianto, 2012).

Kambing Boer merupakan satu-satunya kambing tipe pedaging yang pertumbuhannya


sangat cepat yaitu 0,2—0,4 kg per hari dan bobot tubuh pada umur 5—6 bulan dapat
mencapai 35—45 kg dan siap untuk dipasarkan. Presentase daging pada karkas
kambing Boer mencapai 40%--50% dari berat badannya. Bobot tubuh kambing Boer
jantan umur 8 bulan dapat mencapai 64 kg, umur 12 bulan 92 kg, sedangkan pada
saat dewasa bobot tubuhnya dapat mencapai sekitar 114—116 kg. Pertumbuhan
kambing Boer dapat mencapai 250 g/hari (Barry dan Godke, 1991).

C. Status Fisiologis pada Ternak


Status faali yang meliputi respirasi, pulsus, dan temperatur rektal merupakan suatu
parameter yang digunakan untuk mengetahui kondisi atau keadaan kesehatan suatu
ternak yang dapat dilakukan dengan percobaan langsung. Kondisi status faali ternak
merupakan indikasi dari kesehatan dan adaptasi ternak terhadap lingkungannya.
Ternak akan selalu beradaptasi dengan lingkungan tempat hidupnya, apabila
lingkungan dengan suhu dan kelembapan yang tinggi dapat menyebabkan stress
(cekaman) karena sistem pengaturan panas tubuh dengan lingkungannya menjadi
tidak seimbang. Ternak domba termasuk hewan homoitherm yang memiliki
kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap stabil, sehingga terjadi
keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan panas yang dikeluarkan
kesekelilingnya (Aprianto, 2012).

Respirasi
Respirasi adalah semua proses kimia maupun fisika dimana organisme melakukan
pertukaran udara dengan lingkungannya. Respirasi menyangkut dua proses, yaitu
respirasi eksternal dan respirasi internal. Terjadinya pergerakan karbondioksida ke
dalam udara alveolar ini disebut respirasi eksternal. Respirasi internal dapat terjadi
apabila oksigen berdifusi ke dalam darah. Respirasi eksternal tergantung pada
pergerakan udara kedalam paru-paru (Frandson, 1996).

Respirasi berfungsi sebagai parameter yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk
mengetahui fungsi organ sampai organ tubuh bekerja secara normal. Fungsi utama
pada respirasi yaitu menyediakan oksigen bagi darah dan mengambil karbondioksida
dari darah. Pengukuran terhadap parameter fisiologis bisa dilakukan dengan
pengukuran respirasi, detak jantung dan temperatur tubuh. Hewan memerlukan suplai
O2 secara terus menerus untuk respirasi selular sehingga dapat mengubah molekul
bahan bakar yang diperoleh dari makanan. Hewan juga harus membuang CO2 yang
merupakan produk buangan respirasi. Untuk memungkinkan terjadinya difusi gas-gas
respirasi, diperlukan permukaan respirasi yang luas dan lembab (Campbell, 2002).
Tabel 2.1 Kisaran normal respirasi pada berbagai ternak
Spesies Kisaran respirasi (kali per menit)
Sapi 24--42
Kambing 26--54
Domba 26--32
Kelinci 25--27
Ayam 18--23
(Frandson, 1996)

Pulsus
Pulsus dapat disebut juga denyut nadi. Pulsus ternak dapat dihitung dengan
menempelkan tangan dibagian pangkal kaki, karena didaerah itu terdapat arteri
femuralis. Dengan menghitung denyut nadi yang merupakan peregangan arteri secara
berirama yang disebabkan oleh kontraksi ventrikel yang sangat kuat, dapat dihitung
denyut jantung tiap menitnya (Campbell, 2002).

Frekuensi pulsus atau denyut jantung dikendalikan oleh sistem organ jantung yang
dipengaruhi oleh sistem saraf. Jantung merupakan dua pompa yang menerima darah
dalam arteri dan memompakan darah dari ventrikel menuju jaringan kemudian
kembali lagi. Sistem ini bekerja dengan kombinasi tertentu dan fungsional. Misalnya
saraf efferens, saraf cardial anhibitory, dan saraf acceleratesedangkan kecepatan
denyut jantung dapat dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, aktivitas tubuh, suhu
tubuh, latak geografis, penyakit dan stress (Aprianto, 2012).

Frekuensi denyut jantung yang ekstrim pada ternak menandakan kondisi fisiologis
ternak pada saat itu tidak nyaman. Ternak besar seperti sapi, pulsus atau denyut
jantung dapat dirasakan dari arteri fasial yang terdapat disekitar femur horizontal dari
mandibula atau dapat juga dirasakan pada arteri caudalis. Arteri femural pada sisi
medial, mudah diraba untuk hewan ternak seperti kucing, domba, dan kambing. Pada
ayam dan kelinci, pulsus dapat diraba disekitar dada (Frandson, 1996).
Tabel 2.2 Kisaran denyut jantung normal pada berbagai ternak
Spesies Kisaran denyut jantung (kali per menit)
Kuda 23—70
Babi 55—86
Kambing 70—135
Kucing 110--140
Sapi 60—70
Domba 60—120
Anjing 100--130
(Frandson, 1996)

Temperatur Rektal
Temperatur tubuh merupakan hasil keseimbangan antara produksi panas dan pelepas
panas tubuh. Indeks temperatur dalam tubuh hewan dapat dilakukan dengan
memasukkan termometer rektal ke dalam rektum. Faktor-faktor yang mempengaruhi
temperatur tubuh antara lain bangsa ternak, aktivitas ternak, kondisi kesehatan ternak,
dan kondisi lingkungan ternak. Perbedaan temperatur tubuh disebabkan oleh kondisi
eksternal dan aktivitas. Kita dapat memperkirakan atau mengatakan bahwa sebagian
besar burung temperaturnya sekitar 40oC dan mamalia berplasenta sekitar 38oC.
Burung dengan ukuran kecil memiliki temperatur tubuh lebih tinggi daripada burung
dengan ukuran tubuh lebih besar. Tetapi ukuran mamalia tidak ada hubungannya
dengan temperatur tubuh (Pradana dkk, 2015).

Tabel 2.3 Kisaran normal temperatur rektal pada ternak


Hewan Rata-rata temperatur (°C) Kisaran (°C)
Kelinci 39,5 38,0-40,1
Kambing 39,4 38,5-40,0
Sapi perah 38,6 38,0-39,0
Sapi potong 38,3 36,7-39,1
Ayam (siang hari) 41,5 40,6-43,0
(Frandson, 1996)

D. Konsumsi
Konsumsi pada umumnya diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan
oleh ternak, yang kandungan zat makanan di dalamnya digunakan untuk mencukupi
kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak tersebut. Tingkat
konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh ternak bila bahan makanan
tersebut diberikan secara ad libitum. Konsumsi merupakan faktor essensial sebagai
dasar untuk hidup pokok dan untuk produksi. Konsumsi BK pada ternak ruminasia
biasanya sebanyak 3% dari bobot tubuhnysa. Tingkat konsumsi ternak dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu faktor hewan, faktor makanan yang diberikan dan faktor
lingkungan (suhu dan kelembaban). Jumlah konsumsi pakan merupakan salah satu
tanda terbaik bagi produktivitas ternak. Konsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh
jenis kelamin, besarnya tubuh, keaktifan dan kegiatan pertumbuhan atau produktivitas
lainnya yaitu suhu dan kelembaban udara. Suhu udara yang tinggi maka konsumsi
pakan akan menurun karena konsumsi air minum yang tinggi berakibat pada penurun
konsumsi energy. Konsumsi juga sangat dipengaruhi oleh palatabilitas yang
tergantung pada beberapa hal yaitu penampilan dan bentuk makanan, bau, rasa,
tekstur, dan suhu lingkungan. Konsumsi pakan secara umum akan meningkat seiring
dengan meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran
pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan (Tillman dkk.,
1998).

E. Mencari Makan dan Minum (Ingestive Behavior)

Tingkah laku makan terdiri dari aktivitas makan dan minum yang merupakan
karakteristik dari semua hewan. Aktivitas ini sangat penting untuk memenuhi
kebutuhan hidup, performa produksi dan reroduksi. Domba merumput sama seperti
sapi tetapi domba dapat memakan rumput lebih baik. Pakan merupakan salah satu
factor yang mempengaruhi perubahan tingkah laku makan domba ekor tipis. Hal ini
menyangkut palatabilitas (daya kesukaan) dari pakan yang diberikan. Jika
palatabilitas tinggi maka konsumsi pakan akan semakin tinggi. Jika palatabilitas
rendah maka konsumsi pakan akan semakin rendah. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkah laku merumput domba/kambing adalah (1) faktor hewan yaitu
umur, keadaan fisiologis dan kebutuhan zat makanan (2) faktor tanaman yaitu jenis
hijauan, palatabilitas dan tinggi tanaman (3) faktor lingkungan yaitu hujan,
temperatur dan kelembaban(Campbell, 2002).

F. Perilaku Membuang Kotoran (Eliminative Behavior)

Tingkah laku membuang kotoran berbeda-beda diantara hewan lainnya. Sapi, domba,
kambing dan ayam memiliki perilaku pembuangan urin dan feses yang berbeda-beda
dengan bentuk kotoran yang berbeda. Domba dan kambing memiliki ciri khas dalam
bentuk fesesnya, yaitu berbentuk bulat. Domba membuang feses dan pengeluaran
urin dengan variasi posture yang berbeda-beda. Bentuk kotoran domba berbentuk
bulat hitam yang memiliki warna coklat kehitaman. Sedangkan urin berbentuk cair
berwarna kekuningan. Posisi untuk kencing yaitu membungkukan punggung,
membengkokan kaki (anak jantan) (Wicaksono, 2010).

G. Perilaku Ruminasi (Ruminating Behavior)

Ruminasi merupakan proses memakan kembali bahan pakan setelah bahan pakan
disimpan dalam rumen. Proses ruminasi terjadi ketika hewan ruminansia diberikan
pakan hijauan. Ruminasi merupakan tingkah laku yang cukup dominan pada domba.
Biasanya ruminasi dilakukan diantara tingkah laku makan dan istirahat dan disela-
sela tingkah laku istirahat. Memamah biak (ruminasi) merupakan aktivitas kedua
terbanyak bagi hewan ruminasi sangat dipengaruhi oleh pola merumput yang
umumnya dilakukan pada malam hari dan pada saat merumput jarang dilakukan
ruminasi. Domba membutuhkan sepertiga waktu dalam sehari untuk ruminasi.
Tingkahlaku ruminasi yaitu pengeluaran makanan dari rumen yang dimuntahkan ke
mulut (regurgitas) yang ditandai dengan adanya bolus yang bergerak ke arah atas di
kerongkongan dari rumen. Ruminasi dapat dipengaruhi oleh jenis pakan yang
konsumsi ternak. Apabila pakan berupa hijauan maka ruminasi akan lebih sering
dilakukan dan dengan durasi yang lebih lamaM(Wicaksono, 2010).

Tabel 2.4. Tingkah laku sapi yang dipelihara pada berbagai tipekandang

(Panjono dan Baliarti, 2009).

Tabel 2.5. Konsumsi BK, PBBH, denyut nadi, frekuensi napas dan suhu rektal
kambing

(Dhuhittadkk., 2014)
Tingkah laku makan masing-masing ternak berbeda-beda dari tiap bangsa yang
berbeda. Peningkatan produksi dapat dicapai jika ternak makan dengan agresif
sehingga memakan pakan lebih banyak. Tingkah laku makan lain adalah merumput,
memakan hijauan hasil pemotongan atau penyimpanan, dan konsentrat. Cara makan
pada kambing adalah meramban browse leguminosa dan tanaman yang agak lebih
tinggi darinya) berbeda dengan domba yang cenderung grazing (merenggut) rumput
dengan bibir bagian atas hingga memotong bagian bawah rumput (Kusumadkk.,
2015).

Tingkah laku makan lain adalah ruminasi. Ruminasi adalah proses mengunyah
kembali pakan yang dikeluarkan dari retikulorumen, kemudian dikunyah dengan
bantuan saliva. Kambing melakukan ruminasi sebanyak 15 kali per hari dengan lama
waktu per ruminasi sekitar 1--120 menit, sehingga dalam satu hari total waktu yang
digunakan untuk ruminasi adalah antara 8--10 jam. Pengunyahan selama makan dan
ruminasi dapat mengurangi ukuran partikel dan mengubah bentuk pakan. Tingkat
pengurangan ukuran partikel pakan dicerna atau bahan yang diruminasi akan
ditentukan oleh waktu yang diperlukan untuk makan, ruminasi, dan jumlah kunyahan
per satuan waktu dalam setiap kegiatan dan oleh tingkat keefektifan pengunyahan
(Anton dkk., 2016).

Umumnya kambing menyukai berbagai jenis hijauan, karenanya dapat membedakan


antara rasa pahit, manis, asam, dan asin. Pada siang hari dengan suhu yang tinggi,
kambing akan merumput lebih sedikit, waktu yang digunakan untuk ruminasi lebih
singkat dengan istirahat yang relatif lama (Aprianto, 2012).

H. Suhu dan Kelembaban Kandang


Suhu lingkungan merupakan sebuah ukuran dari intensitas panas dalam artian sebuah
unit standar dan biasanya ditunjukkan dalam satuan derajat Celcius (°C). Dalam
kaitan dengan istilah umum untuk panas dalam arti fisiologis, suhu udara merupakan
rataan suhu dari lingkungan baik yang berupa udara maupun air di sekitar tubuh
ternak, suhu lingkungan nyaman untuk ternak bekisar 18--30°C. Suhu kandang dan
lingkungan pada dataran rendah berada diatas kondisi nyaman dimana suhu kandang
30,67°C, sementara suhu kandang dan suhu lingkungan didataran tinggi berada pada
zona nyaman yaitu masing – masing 25,96°C dan 25,46°C (Kusumadkk., 2015).

Daerah yang nyaman bagi sapi berkisar antara 18 dan 30˚C. Peningkatan suhu terjadi
sejalan dengan peningkatan besarnya radiasi matahari yang diterima. Pada
penelitiannya rata-rata kelembaban kandang dan lingkungan berada di atas kondisi
normal yaitu pada dataran tinggi mencapai 74,87% dan 75,25% , sedangkan pada
dataran rendah mencapai 64,25% dan 65,125%. Kelembaban relatif untuk ternaksapi
yaitu 55% (Barry dan Godke, 1991).

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

a. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilakukan mulai 19 Maret 2018 sampai dengan 13 Mei 2018, di
Kandang Ternak, Laboratorium Lapang Terpadu, Jurusan Peternkan, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung.

b. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu thermometer rektal, stetoskop,
stop watch, alat sanitasi, dan ember pakan serta minum. Sedangkan bahan yang
digunakan yaitu 3 ekor kambing boer, 1 ekor sapi simpo, konsentrat, dan hijauan.

c. Cara Kerja

1. Pemeliharaan Ternak

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pemelharaan yaitu

a. Menimbang bobot awal kambing dan sapi;


b. Menghitung kebutuhan pakan formulasi ransum kambing dan sapi;
c. Membuat ransum;
d. Memeberi ransum sesuai lebutuhan ternak pada pagi, siang, dan sore hari serta air
minum addlibitum;
e. Menimbang sisa ransum setiap pagi;
f. Membersihkan kadang setiap pagi dan sore hari;
g. Menimbang bobot kahir kambing dan sapi
h. Mencatat hasil praktikum.

2. Pengamatan Status Fisiologis dan Tingkah Laku

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengamatan status fisiologis dan tingkah


laku yatiu

a. Mengukur suhu rektal, frekuensi pulsus dan respirasi dalam satu menit pada pukul
20.00, 24.00, 04.00, 08.00, 12.00, 16.00, dan 20.00 WiB selama dua hari;
b. Mengamati tingkah laku urinasi, defekasi, ruminasi, serta rebahankambing dan
sapi selama 48 jam;
c. Mencatat setiap hasil pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA

Anton, A. dkk. 2016. Perubahan Status Fisiologis dan Bobot Badan Sapi Bali Bibit
yang Diantarpulaukan dari Pulau Lombok ke Kalimantan Barat. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Peternakan Indonesia Vol. 2 (1): 86 – 95.

Aprianto, W.D. 2012. Evaluasi Tingkah Laku dan Respon Fisiologis Kambing PE
Betina yang Dipelihara pada Jenis Kandang Berbeda di Daerah Pasca Tambang
Pasir. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Barkley, J and D.H.Bade.1991. Ilmu Peternakan Edisi ke -4. Gajah mada University
Press. Yogyakarta.
Berry dan Godke. 1991. Sheep and Goat Science. Sixth Edition. Interstate Publisher
.Inc, New York

Cambell, Jhon R. 2002. Animal Science 4th. Mc Graw Hill, New York.

Dhuhitta, A.M., S. Dartosukarno, dan A. Purnomoadi. 2014. Pengaruh Jumlah Pakan


yang Berbeda terhadap Kondisi Fisiologi Kambing Kacang. Animal Agriculture
Journal Vol. 3(4): 569-574.

Frandson, R. D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta

Kusuma, I M. D., N. L. P. Sriyani., dan I N. T. Ariana. 2015. Perbedaan Tingkah


Laku Makan Sapi Bali yang Dipelihara di Tempat Pembuangan Akhir Desa
Pedungan dan Sentra Pembibitan Sapi Bali Sobangan. Jurnal Peternakan
Tropika Vol. 3 (3): 667 – 678.

Panjono dan E. Baliarti. 2009. Pengaruh Buka-Tutup Kandang terhadap Kenyamanan


dan Kinerja Produksi Sapi Peranakan Ongole. J. Buletin Peternakan Vol. 33(2):
106-110.

Pradana, A.P.I, W. Busono, dan S. Maylinda. Karakteristik Sapi Madura Betina


Berdasarkan Ketinggian Tempat di Kecamatan Galis dan Kadur Kabupaten
Pamekasan.Jurnal Ternak Tropika Vol. 16 (2) : 64-72.

Santosa. 1995. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.

Siregar, S. B. 1984. Pengaruh ketinggian tempat terhadap konsumsi makanan dan


pertumbuhan kambing dan domba lokal di daerah Yogyakarta. Jurnal Ilmudan
Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.

Tillman, E., H. Hartadi, S. Reksohadiprajdo, dan S. Labdosoeharjo. 1998. Ilmu


Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press,.Yogyakarta

Wicaksono, R. 2010. Perubahan Tingkah Laku Makan dan Agonistik Domba Ekor
Tipis (Ovis Aries) akibat Pemberian Pakan Rumput Koronivia (Brachiaria
Humidicola) dan Kulit Singkong. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai