Anda di halaman 1dari 15

PRODUKSI TERNAK PERAH

“FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH”

NAMA : Tia Rizki Andini


NIM : 23010117120049
KELAS : Peternakan A

PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN


DEPARTEMEN PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dalam pengembangan agribisnis.
Salah satu sub sektor yang penting untuk dikembangkan yaitu peternakan. Sub sektor
peternakan telah dipertimbangkan oleh pemerintah dalam menentukan kebijakan
pertanian khususmya untuk memenuhi kebutuhan pangan hewani masyarakat. Salah
satu komoditas peternakan yang masih mempunyai peluang untuk dikembangkan di
Indonesia yaitu sapi perah. Sapi perah merupakan ternak yang mampu menghasilkan
produk susu sebagai produk utamanya. Sapi perah mulai diperkenalkan pada rakyat
Indonesia pada zaman kolonialisasi Belanda di akhir abad ke 19. Hal ini berarti sapi
perah sudah dikenal masyarakat kurang lebih 125 tahun. Dilihat dari jumlah populasi
yang ada, jumlah populasi sapi perah sampai dengan tahun 2009 baru mencapai 370
ribuan. Padahal agribisnis sapi perah sudah berjalan lebih dari satu abad. Di
Indonesia, produksi susu segar dalam negeri memberikan kontribusi sekitar 25% dari
kebutuhan susu nasional. Adapun tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia sekitar
6 liter/kapita/tahun. Dengan demikian, kebutuhan susu nasional sebagian besar masih
dipenuhi dari susu impor baik sebagai bahan baku ataupun sebagai produk olahan.
Konsumsi susu masyarakat Indonesia masih tergolong sangat rendah apabila
dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Seiring bertambahnya pendapatan
masyarakat dan jumlah penduduk Indonesia, maka akan berpengaruh pada semakin
membaiknya kesadaran masyarakat mengenai kesehatan dan gizi sehingga
diperkirakan permintaan susu akan meningkat. Peluang peningkatan konsumsi
tersebut harus dimanfaatkan dengan baik. Namun, peluang tersebut masih mengalami
kendala karena usaha peternakan sapi perah di Indonesia sampai saat ini masih
banyak didominasi oleh usaha sapi perah rakyat yang di cirikan dengan banyak
ketertinggalannya di dalam memacu peningkatan produksi, baik dari segi hasil
maupun kualitasnya. Konsumsi akan susu dari tahun ke tahun akan terus meningkat.
Peningkatan ini harus diimbangi dengan peningkatan produksi. Namun produksi susu
sapi negara Indonesia belum mampu mencukupi seluruh kebutuhan nasional karena
banyak kendala yang dihadapi peternak. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan
pakan, pengadaan bibit unggul dan perawatan kesehatan untuk mendukung produksi
susu sapi yang terus meningkat.

B. Tujuan dan Manfaat


1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah
2. Untuk mengetahui solusi dalam menangani faktor penghambat produksi susu sapi
perah
BAB III

PEMBAHASAN

Produksi susu sapi perah dapat mengalami peningkatan jumlah atau pengurangan jumlah
produksi setiap harinya. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi susu sapi perah. Produksi susu dipengaruhi oleh banyak faktor yang dikelompokkan
menjadi dua hal yaitu fisiologis dan lingkungan.
A. Faktor fisiologis merupakan faktor dimana sebagian hidup ternak dipengaruhi oleh faktor
keturunan dan sebagiannya dipengaruhi oleh faktor lama laktasi dan kebuntingan.
1. Faktor genetik pada ternak
Genetik dapat menentukan tinggi rendahnya susu. Kontribusi faktor genetik terhadap
komposisi dan produksi susu berkisar antara 25%-30%. Faktor-faktor genetik antara
lain bangsa sapi, individu, keturunan, lama laktasi, hormonal, lama bunting, umur dan
ukuran badan.
a. Bangsa Sapi
- Bos Taurus (sapi bangsa Eropa)
- B. indicus (sapi berponok Asia)
- Hasil persilangan antara keturunan B. Taurus dengan B.indicus. Bangsa sapi
perah ini antara lain Holstein, Guernsey, Ayrshire, Jersey, Brown Swiss dan
Milking Shorthorn.
- Hasil persilangan antar bangsa-bangsa sapi yang kemudian dalam
perkembangan selanjutnya dianggap sebagai “bangsa baru” sapi perah.
Misalnya Australian Illawara Shorthon (AIS), Australian Milking Zebu (AMZ),
Australian Frisien Sahiwal (AFS), Jamaica Hope (JH) dan Taurinedicus.

Berdasarkan riwayat, asal dan daya tahan atau kesesuaian terhadap iklim di
lingkungan kehidupannya, berbagai bangsa sapi perah dapat dikelompokkan menjadi
dua jenis yaitu sapi perah subtropis dan sapi perah tropis. Namun bangsa sapi perah
yang memiliki jumlah produksi susu lebih tinggi dibandingkan sapi perah lainnya
yaitu sapi Holstein dan Bronwiss.
 Bangsa Sapi Perah Subtropis
Sapi yang termasuk bangsa sapi perah subtropics yan telah banyak dikenal antara
lain adalah Frisien Holstein, Jersey, Gurnsey, Ayshire dan Brown Swiss. Sapi jenis
ini berasal dari daerah atau negara beriklim subtropis yaitu daerah yang memiliki
empat musim (musim dingin, musim semi, musim panas dan musim gugur).
Keberadaan bangsa sapi ini kemudian menjadi tersebar ke berbagai negara
termasuk dibudidayakan di daerah tropis, yaiu daerah yang hanya memiliki dua
musim (musim panas dan musim penghujan). Diantara tersebarnya bangsa-bangsa
sapi perah tersebut kemudian ada yang mampu berkembang dengan baik da nada
yang memiliki kekurangan sehingga terjadilah seleksi secara alamiah ataupun
sengaja diseleksi sebagai upaya memperoleh keturunan yang memberi nilai lebih
untuk target produksi dan kualitas susu yang diharapkan.
 Sapi Friesien Holstein
Sapi ini sangat popular dan merupakan sapi perah tertua dan terbanyak di
dunia. Bangsa sapi ini sangat mudah beradaptasi dengan keadaan alam dan
iklim di lingkungan hidupnya yang baru. Produksi susu rata-rata sapi FH
mencapai 4.500-5.500 liter/laktasi, dengan kadar lemak rata-rata 3,7%.
Produktivitas ini sangat dipengaruhi oleh faktor kesehatan sapi, kualitas
dan macam nutrisi yang diberikan dan cara perawatannya. Untuk mencapai
produktivitas optimal, sapi FH sangat rentan terhadap pengaruh perubahan
pakan karena sulit beradaptasi dengan rumput yang berkualitas rendah.
Penurunan kualitas pakan secara mendadak cepat akan berdampak negative
pada hasil produksi susunya. Sekiranya diperlukan untuk melakukan
perubahan susunan ransum pakan dari satu tahapan ke tahapan berikutnya
secara bergantian. Dari segi ukuran tubuhnya sapi FH termasuk bangsa sapi
perah berukuran badan besar dengan ciri kepala panjang, sempit dan lurus.
Tanduk berukuran kecil pendek, melengkung kea rah depan. Sapi jantan
dapat mencapai berat 900-1.100 kg dan sapi betina rata-rata 675 kg atau
570-730 kg. Maksimum berat badan sapi FH baru dapat dicapai setelah
berumur 6-7 tahun. Pedet FH yang baru dilahirkan umumnya berbadan
tegap, besar dengan timbangan lahir dapat mencapai berat 8% dari berat
induknya atau rata-rata 42 kg dan bervariasi antara 35-50 kg.
 Sapi Jersey
Sapi ini berasal dari pulau Jersey yaitu suatu pulau kecil di Inggris bagian
selatan. Bangsa sapi ini telah lama dikenal sejak tahun 1771 dan sangat
disukai karena produksi susu dan kadar lemak yang sesuai untuk membuat
mentega. Jersey dikenal sebagai salah satu jenis sapi perah tertua dan
merupakan bangsa murni untuk hampir 600 tahun yang lalu. Sapi jenis ini
sangat pandai merumput dan lebih tahan panas dibanding jenis sapi yang
lebih besar. Ciri-ciri sapi ini warna bulu kulit diantara setiap individu tidak
memiliki kekhususan warna tertentu karena bervariasi mulai dari warna
kelabu keputihan, coklat muda, coklat kekuningan, coklat kemerahan,
sampai warna merah gelap dan pada bagian tubuh tertentu dapat dijumpai
warna belang putih sedangkan warna bulu ekornya berwarna hitam.
Berbeda dengan sapi Jersey betina, sapi Jersey jantan warna bulunya lebih
gelap. Bagian mulut berwarna hitam, dikelilingi oleh warna yang lebih
muda. Tanduk sedikit mengarah ke atas dan berukuran agak panjang. Sapi
Jersey dikenal temperamental yaitu sangat peka terhadap perubahan
keadaan sekitar dan mudah gugup, kurang tenang, sering gelisah, mudah
merasa terganggu oleh adanya provokasi atau perubahan situasi di sekitar.
Sapi Jersey bila dibandingkan dengan jenis sapi perah yang lain dapat
dikatakan memiliki ukuran yang paling kecil. Berat badan sapi betina rata-
rata 450 kg atau 400-500 kg, sedangkan sapi jantan berukuran 600-800 kg.
Dengan pemberian pakan yang baik, produksi susu dapat mencapai 4.500
liter selama laktasi dengan kadar lemak 4,06% dan total solid 15%.
 Sapi Guernsey
Bangsa sapi ini berasal dari pulau kecil Guernsey, Inggris bagian selatan
disebuah selat antara Inggris dan Perancis sekitar tahun 960. Ciri-ciri sapi
bangsa ini yaitu warna bulu bervariasi di antara individu mulai dari kuning
terang sampai hampir warna merah dengan tanda warna putih pada jidat
dan sisi bawah perut serta berada di sebagian ke empat kaki kaki, rambut
ujung ekor dan lipatan antara paha dan perut. Guernsey memiliki
kemiripanbentuk tubuhnya dengan Jersey tetapi penampilan badannya lebih
kokoh dan merupakan tipe perah yang memiliki ukuran badan moderat.
Berat badan sapi jantan mencapai 700 kg, sedangkan berat badan pedet
yang dilahirkan adalah 35 kg. susu Guernsey berkualitas tinggi dengan
konsumsi pakan sekitar 20-30% kurang per berat susu dibanding bangsa
sapi perah lainnya dengan proporsi tubuh yang lebih besar. Produksi susu
2.750 liter per masa laktasi dengan kandungan lemak susu 4,7%.
 Sapi Ayrshire
Bangsa sapi ini berpenampilan agak tenang, peka dengan keadaan sekitar
dan dikenal cerdik. Kelebihan bangsa sapi ini efisien dan cakap
merumput.pedetnya kuat dan mudah untuk dirawat. Berat rata-rata sapi
betina dewasa sekitar 567 kg. Berat pejantan mencapai 726-1.403 kg.
Berukuran lebih kecil dari FH, tetapi lebih besar dari Jersey dan Guernsey.
Leher pendek dan tebal. Tanduk sedikit memanjang, mengarah ke atas dan
lurus dengan kepala. Produksi susu kurang lebih 3.400 liter per masa
laktasi dengan kadar lemak rata-rata 4,3% dan kandungan total protein
3,3%.
 Sapi Brown Swiss
Sapi ini berasal dari Switzerland dan telah dikenal selama 100 tahun yang
lalu. Ciri-ciri bangsa sapi ini yaitu warna kulit bulu sapi perah bervariasi,
mulai dari warna coklat muda sampai gelap. Warna bulu bagian mulut dan
sekitar tulang belakang lebih muda sedangkan warna hidung hitam dan
kakinya kehitaman. Sapi ini berpenampilan jinak, sifatnya acuh tak acuh
terhadap perubahan sekitar, tennag, mudah untuk dirawat dan dikendalikan.
Proporsi tubuh dan pertulangan berukuran besar mendekati ukuran sapi FH.
Induk sapi memiliki berat badan 600-700 kg dengan berat rata-rata 630 kg.
Sapi jantan cukup besar, bisa mencapai 800-1.200 kg. Produksi susu cukup
baik, mendekati hasil produksi susu sapi FH yitu 4.500-5.000 liter/laktasi
dengan kadar lemak susu rata-rata 4,04%. Sapi Brown Swiss umumnya
diminati peternak untuk dimanfaatkan susunya sebagai bahan utama
pembuatan keju.

 Bangsa Sapi Perah tropis


 Sapi Red Sindhi
 Sapi Sahiwal
 Jamaica Hope
b. Faktor Individu
Merupakan pembeda setiap individu di dalam kelompok jenis yang sama
dilihat dari jumlah produksi susu yang dihasilkan per masa laktasi. Variasi
individual dalam satu bangsa sapi yang sama, sebagian besar disebabkan oleh
faktor keturunan dan faktor lingkungan.
c. Faktor Keturunan
Merupakan penilaian kemampuan sapi untuk menghasilkan susu, lemak yang
diwariskan melalui jalan keturunan. Prinsipnya faktor keturunan pada bangsa-
bangsa sapi perah yang mengalami seleksi selama ratusan tahun, dapat
menghasilkan produksi susu dalam jumlah yang tinggi. Kemampuan
memproduksi susu tidak terlepas dari normalitas besarnya tubuh, kapasitas
menampung dan mencerna makanan, besarnya ambing dan ketahanan
terhadap penyakit.
d. Faktor Hormon
Salah satu faktor yang menentukan tingginya produksi susu adalah pengaruh
optimalisasi sekresi hormone yang diturunkan dari tetuanya (induk betina dan
jantan). Apabila sekresi hormon yang berpengaruh terhadap susu diefisiensi,
kapasitas sekresi susu juga akan menurun. Hormone-hormon yang
berpengaruh terhadap produksi susu antara lain hormon prolaktin, hormon
laktogenetik, hormon pertumbuhan, hormon paratioidea, hormon adrenalin
dan hormon oktitosin.
e. Faktor kebuntingan
Sapi yang kebuntingan akan mengalami penurunan produksi susu 3-4 kali
lebih cepat dibandingkan dengan sapi yang tidak mengalami kebuntingan.
Penurunan mencolok terlihat pada usia kebuntingan 6-7 bulan. Hal tersebut
disebabkan besarnya nutrisi untuk fetus dan terjadinya perubahan imbangan
hormon yang terjadi di dalam tubuh induk.
f. Faktor Lama Laktasi
Peningkatan hasil produksi susu dengan periode kering sampai 60 hari. Sapi
dengan periode kering 50-59 hari mempunyai produksi tertinggi pada laktasi
berikutnya, sedangkan sapi dengan periode kering dari 40-49 atau 60-69 hari
hanya mempunyai sedikit produksi. Alasan untuk pengurangan di dalam
produksi disebabkan oleh periode kering yang panjang tidak diketahui, tetapi
bisa disebabkan oleh kaitan antara produksi terhadap ternak.

B. Faktor lingkungan merupakan faktor yang memberikan pengaruh cukup besar terhadap
tingkat produksi. Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap sapi perah terutama
pada masa laktasi (produksi susu) adalah temperature yang selalu berkaitan erat dengan
kelembaban. Sapi perah harus dipelihara pada kondisi lingkungan yang nyaman agar
dapat berproduksi dengan baik. Pengaruh lingkungan selain kelembaban dan temperature
juga dipengaruhi oleh faktor pakan, lama pengeringan, masa laktasi, umur dan besar
badan, kondisi saat beranak, jarak beranak, frekuensi pemerahan, faktor kecepatan
pemerahan, pergantian pemerah, pemerahan berubah-ubah, perawatan dan perlakuan,
penyakit dan obat-obatan.

1. Faktor Pakan
Peningkatan produksi susu yang dihasilkan dalam suatu peternakan sapi perah adalah
hal yang sangat penting dalam penentuan konversi pakan. Pemberian pakan dalam
jumlah sedikit tetapi menghasilkan produksi susu yang maksimal merupakan harapan
seorang peternak untuk memperbaiki konversi pakan. Faktor utama dalam
meningkatkan produksi ternak apapun jenisnya adalah pakan. Produksi ternak baik
berupa daging atau susu merupakan manifestasi dari pakan yang dikonsumsi oleh
ternak yang bersangkutan sehingga merupakan salah satu faktor penting dalam suatu
usaha peternakan, terutama terhadap tinggi rendahnya produksi. Kelompok sapi perah
akan menghasilkan produksi susu yang tinggi apabila pemberian pakannya baik.
Kesalahan dan kekurangan pemberian pakan akan mengakibatkan ternak tidak
memproduksi susu dengan baik.

Pakan merupakan faktor yang penting pada penampilan produksi dan reproduksi sapi
terutama sapi perah pasca beranak, pakan yang kurang baik dalam jumlah maupun
kualitasnya menyebabkan terganggunya fungsi fisiologis reproduksi ternak.
Pemberian pakan dasar, pakan konsentrat dan pakan aditif dengan kandungan nutrisi
yang tidak seimbang dan tidak kontinyu akan menimbulkan strees dan akan
menyebabkan sapi rentan terhadap penyakit dan terjadi gangguan pertumbuhan dan
gangguan fungsi fisiologis reproduksi ternak. Banyak sedikitnya jumlah energi dalam
pakan (kandungan bahan kering) berpengaruh pada organ reproduksi dan aktivitas
ovarium, apabila terjadi ketidakseimbangan energi dalam pakan (intake) dengan
energi untuk pertumbuhan akan menurunkan birahi pada ternak muda yang sedang
tumbuh dan pada sapi perah dewasa pasca beranak dan ketidakaktifan ovarium yang
menyebabkan anestrus terlambatnya pubertas pada semua jenis ternak dan akan
memperpanjang anestrus pada sapi yang sedang laktasi. Birahi pertama beranak akan
tertunda bila energi yang dikandung dalam pakan sebelum dan sesudah beranak
rendah, hal tersebut akan mempengaruhi siklus birahi berikutnya dan akan
memperpanjang selang beranak.

Pada pemberian pakan harus memenuhi :

a. Kualitas dan kuantitas

b. Pemberian ternak dari pakan yang berlebihan tidak akan meningkatkan produksi
susu.

c. Kadar lemak paling sensitive pada perubahan pakan yang di berikan (3%), kadar
protein sedikit (0,6 %).

Rumput kering yang jelek biasanya akan menyebabkan defisiensi vitamin yang
kompleks, defisiensi cobalt (Co), yang dapat menyebabkan rendahnya nafsu makan
sehingga intake energi dan nilai gizi dan vitamin pakan berkurang, akibatnya pubertas
pada sapi dara akan terlambat dan kegagalan estrus pada induk. Kendala tersebut
diatas dapat diatasi dengan pemberian Biosuplemen probiotik kedalam pakan
konsentrat. Probiotik adalah mikroba hidup dalam media pembawa yang
menguntungkan ternak karena dapat menciptakan keseimbangan mikroflora dalam
saluran pencernaan sehingga menciptakan kondisi yang optimum untuk pencernaan
pakan dan meningkatkan efisinesi konversi pakan sehingga memudahkan dala proses
penyerapan zat nutrisi ternak, menigkatkan kesehatan ternak, mempercepat
pertumbuhan, memperpendek jarak beranak, menurunkan kematian pedet. Dan
pemberian kombinasi dengan bioplus probiotik Saccharomyces cerevilae (PSc) yang
berguna untuk mengatasi penurunan kesehatan reproduksi ternak.

Pakan berpengaruh terhadap keadaan mikroba rumen. Karena itu, pakan harus
diberikan dengan interval waktu dan komposisi bahan yang konstan. Dengan
demikian, jumlah dan komposisi susu juga tidak berubah. Produksi susu yang tinggi
berkaitan dengan kualitas pakan yang dikonsumsi terutama protein. Persyaratan
teknis minimal pakan ruminansia berupa konsentrat sapi perah laktasi yang memiliki
kandungan protein kasar 16-18%. Produksi susu yang tinggi tetapi kandungan laktose
susu yang tinggi merupakan harapan dari konsumen susu. Komposisi susu terdiri atas
air, lemak susu dan bahan kering tanpa lemak. Protein merupakan salah satu
komponen penentu kualitas susu. Protein kasar memiliki peran dalam pembentukan
protein susu. Protein pakan yang dicerna di usus halus akan menghasilkan asam-asam
amino yang diserap oleh darah dan dibawa ke hati, selanjutnya oleh darah disalurkan
ke jaringan tubuh salah satunya kelenjar susu untuk membentuk protein susu.
Sehingga pemberian pakan sumber protein yang tinggi akan menghasilkan protein
susu yang tinggi sehingga produksi susu sapi perah juga tinggi. Contoh bahan pakan
sumber protein bagi sapi perah yaitu konsentrat.

2. Faktor Kelembaban dan Temperature

Suhu lingkungan yang tinggi akan berpengaruh terhadap produksi susu, jika suhu
lingkungan tinggi maka dalam tubuh ternak akan menyerap panas. Lingkungan yang
panas merupakan kondisi kurang baik dari segi produktivitas hewan ternak tersebut,
karena produksi ternak merupakan hasil dari interaksi antara lingkungan dan genetik.
Ketika keadaan panas, pertumbuhan produktivitas akan menurun. Hal tersebut
disebabkan oleh stres (cekaman) panas secara fisiologis adalah ketidakmampuan
hayati ternak untuk menanggapi panas lingkungan yang bersuhu tinggi. Suhu rata-rata

di Indonesia minimum 220C dan maksimum 320C. Produksi susu akan menurun

selama ternak mengalami stres panas, pengaruh stres panas terhadap produksi susu
disebabkan meningkatnya kebutuhan maintenance untuk menghilangkan kelembaban
panas, mengurangi laju metabolik dan menurunkan konsumsi pakan. Penurunan
produksi susu pada sapi perah yang menderita stres panas terjadi karena adanya
pengurangan pertumbuhan kelenjer mamae yang pada awalnya mengurangi
pertumbuhan fetus dan plasenta. Apabila perbedaan suhu tubuh sapi dan lingkungan
kecil atau besar akan mengakibatkan peningkatan proses metabolisme dan akan
menurunkan produksi susu atau penurunan bobot badan.
DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B. T. 2012. Budidaya Sapi Perah. Airlangga University Press:Surabaya.


Nurhajati, T. 2013. Potensi pemberian pakan konsentrat dengan laktasi berbeda tergadap
produksi susu dan laktosa susu sapi perah peranakan Friesian Holstein. J.
Veterinaria Medika. 6(3): 223-228.
Prihatminingsih, G. E., A. Purnomoadi dan D. W. Harjanti. 2012. Hubungan antara
konsumsi protein dengan produksi, protein dan laktosa susu kambing Peranakan
Etawa. J. Ilmu-Ilmu Peternakan. 25(2):20-27.
Rusmita. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi FH
(Fries Holland) pada Laktasi yang Berbeda di UPT Ruminansia Besar Dinas
Peternakan Kabupaten Kampar. Fakultas Pertanian dan Peternakan, Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Pekanbaru (Skripsi).

Anda mungkin juga menyukai