Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU PETERNAKAN UMUM DAN KEWIRAUSAHAAN

ACARA I
MANAJEMEN PETERNAKAN DAN KEWIRAUSAHAAN RUMINANSIA

OLEH
NAMA : Dyah Vetina Setyowati
NIM. : 21/477672/KH/10901
KELOMPOK: 13
ASISTEN : Faisa Alroy Ansori

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
MANAJEMEN RUMINANSIA

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui jenis-jenis sapi perah, sapi potong, kambing, dan domba.
2. Mengetahui data fisiologis sapi, kambing, dan domba.
3. Mengetahui cara memilih bibit unggul sapi, kambing, dan domba.
4. Mengetahui cara handling dan restrain pada sapi, kambing, dan domba.
5. Mengetahui cara menghitung umur sapi, kambing, dan domba.
6. Mengetahui cara menghitung BCS pada sapi, kambing, dan domba.
7. Mengetahui manajemen pakan dan pengolahan pakan pada sapi, kambing,
dan domba.
8. Mengetahui manajemen kandang sapi, kambing, dan domba.
9. Mengetahui manajemen penyakit sapi, kambing, dan domba.
10. Mengetahui aspek kewirausahaan pada sapi, kambing, dan domba.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Manajemen Peternakan Sapi
1. Jenis-jenis sapi perah dan potong (ciri-ciri spesifik (3) , asal,
produksi susu/Daging, berat badan) 3 gambar
SAPI PERAH
a. Sapi Friesian Holstein (FH)
Ciri-ciri : Warna tubuh belang hitam dan
putih; Cukup baik untuk dijadikan sapi
pedaging; Tidak tahan panas, tetapi mudah
beradaptasi
Asal : Belanda Utara dan provinsi Friesland
Barat
Produksi susu : Rata-rata 10 liter/ekor atau Gambar 1. Sapi Perah Friesian Holstein
30050 kg/laktasi dengan kadar lemak (Setiawan, 2019)
3,65%
Berat badan : Jantan sekitar 1000 kg,
betina dewasa sekitar 682 kg
(Noor, 2016; Setiawan, 2019)
b. Sapi Jersey
Ciri-ciri : Warna tubuh beragam, yang
paling umum berwarna cokelat;
Memiliki badan paling kecil diantara
sapi perah lainnya; Bersifat nervous
atau gelisah dan bereaksi cepat
terhadap rangsangan → tidak begitu
jinak
Asal : Pulau Jersey di Inggris Selatan, Gambar 2. Sapi Perah Jersey (Setiawan, 2019)
tepatnya di selat Channel
Produksi susu : Rata-rata 8319 pon/tahun
dengan kadar lemak 5,2%
Berat badan : Jantan 625 kg, betina 425 kg
(Noor, 2016; Setiawan, 2019))
c. Sapi Guernsey
Ciri-ciri : Warna tubuh cokelat
muda dengan belang putih;
Tergolong sangat jinak; Ukuran
badan lebih besar dibandingkan
jenis sapi Jersey
Asal : Pulau Guernsey, Inggris
Selatan
Produksi susu : Rata-rata 9179 Gambar 3. Sapi Perah Guernsey (Setiawan, 2019)
pon dengan kadar lemak 4,7%
Berat badan : Jantan mencapai 1700 pon,
betina 1100 pon
(Noor, 2016; Setiawan, 2019)
SAPI POTONG
a. Sapi Brangus
Ciri-ciri : Persilangan antara sapi
Brahman betina dan sapi Aberdeen
Angus jantan; Berbulu hitam;
Memiliki punuk dan tidak bertanduk
Asal : Amerika Serikat
Berat badan : Kisaran 900 kg
Gambar 4. Sapi Potong Brangus
(Ngadiyono, 2012)
(Ngadiyono, 2012)
b. Sapi Brahman Cross
Ciri-ciri : Bentuk spesifik ada kelasa
yang besar melampaui bahu;
Gelambir yang panjang; Beradaptasi
baik di daerah tropis, banyak
serangga, dan curah hujan rendah
Asal : Australia
Berat badan : Dengan rata-rata 300 Gambar 5. Sapi Potong Brahman Cross
kg (Ngadiyono, 2012)
(Ngadiyono, 2012)
c. Sapi Hissar
Ciri-ciri : Berdaya reproduksi
cukup baik; Tahan terhadap
panas dan penyakit; Bersifat
multiguna
Asal : Pulau Sumbawa, Nusa
Tenggara Barat, Indonesia Gambar 6. Sapi Potong Hissar (Ngadiyono, 2012)
Berat badan : Jantan 400-450 kg, betina 350-400 kg
(Ngadiyono, 2012)

2. Data fisiologis sapi


• Dewasa kelamin : 8 – 10 bulan (sub tropis) dan 10 – 12 bulan (tropis)
• Dewasa tubuh : 15 – 20 bulan
• Lama bunting : 280 – 285 hari
• Lama estrus : 18 jam
• Siklus estrus : 21 hari
• Umur sapih : 6 – 8 bulan
• Interval beranak : 12 – 13 bulan
(Sudarmono dan Sugeng, 2019; Adiarto, 2012)

3. Pemilihan bibit unggul sapi


Menurut Sudarmono dan Sugeng (2019), dalam memilih bibit
unggul, peternak memerlukan pengetahuan, pengalaman, dan
kecakapan yang cukup serta kriteria dasar. Kriteria dasar meliputi
bentuk luar, bangsa & sifat genetis, dan kesehatan.
• Bentuk luar → bentuk sapi potong yang baik yaitu berukuran panjang
dan kokoh. Sedangkan bentuk sapi perah yang baik adalah yang
proporsional.
• Bangsa dan sifat genetis → disesuaikan dengan tujuan dan kondisi
setempat. Sapi harus berasal dari induk yang produktif dan pejantan
unggul.
• Kesehatan → keadaan dan suhu tubuh normal; sapi terlihat tegap dan
cepat bereaksi; pernapasan tenang dan teratur; sapi memamah biak
dengan tenang; pandangan sapi cerah dan tajam
(Sudarmono dan Sugeng, 2019; Noor, 2016)

4. Handling dan restrain (+gambar dan keterangan)


Manajemen handling adalah upaya mengendalikan gerak hewan tanpa
menyakiti hewan tersebut. Metode handling meliputi dua metode :
• Restrain → upaya membatasi pergerakan hewan dengan keadaan
hewan sadar.
• Casting
- Teknik Rope Squeeze dengan membuat ikatan dengan tali ±6 m
mengelilingi leher bagian depan, kemudian ditarik ke belakang
melewati punggung, perut, lalu ditarik perlahan sampai sapi roboh.
- Teknik Burley dengan menyiapkan tali ±6 m dibagi sama panjang,
dililit melalui leher bagian belakang kemudian disilangkan di antara
kaki depan. Kemudian kedua ujung ditarik, disilangkan di
punggung hingga selangkang kiri kanan, dan tarik perlahan sampai
ternak roboh.
(Awaludin dkk., 2017)

Gambar 7. Cara Handling dan Restrain Sapi (Santosa, 2003)

5. Menghitung umur ( 2 metode) + gambar


• Mencatat kelahiran anak sapi secara berkala
• Mengamati pertumbuhan gigi
(Sudarmono dan Sugeng, 2019)

Gambar 8. Penentuan umur sapi berdasarkan pertumbuhan gigi


(Sudarmono dan Sugeng, 2019)

6. BCS sapi (+gambar dan keterangan)


BCS adalah metode penghitungan semikuantitatif dengan interval
tertentu untuk mengetahui skala kegemukan berdasarkan penampakan
fenotip 8 titik tubuh. Hasil perhitungan BCS bersifat sangat obyektif
(Pujiastuti, 2016).
Grade 1 Grade 2

Grade 3 Grade 4

Grade 5
Gambar 9. Grade BCS pada Sapi (Pujiastuti, 2016)
7. Manajemen pakan dan pengolahan pakan (+ gambar)
Sumber pakan sapi dapat disediakan dalam bentuk hijauan,
konsentrat, limbah industri, dan pakan tambahan. Pakan hijauan
berupa rerumputan dan limbah pertanian, sedangkan konsentrat dapat
berupa dedak, bekatul, dan lain-lain. Selain itu, peternak juga dapat
menambahkan vitamin dan mineral sebagai pakan tambahan dan
pemenuh nutrisi (Ngadiyono, 2012).

Gambar 10. Pakan hijauan sapi (Ngadiyono, 2012)

Pemberian pakan sapi didasarkan pada berat badan sapi. Untuk


frekuensi pemberian pakan, dapat divariasi antara pakan hijauan dan
konsentrat. Pakan konsentrat dapat diberikan dua sampai tiga kali
sehari, kemudian hijauan diberikan dua jam setelahnya. Pemberian
pakan hijauan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sapi dalam
konsumsi ransum (Wahyuni dan Amin, 2020).

Gambar 11. Pakan konsentrat sapi (Ngadiyono, 2012)


Selanjutnya, dapat dilakukan pengolahan pakan untuk tujuan
pengawetan dan penyimpanan sehingga dapat digunakan pada musim
sulit pakan. Pengolahan pakan yang biasa dilakukan antara lain
pembuatan silase dan hay (Ngadiyono, 2012).

8. Manajemen kandang (tipe atap, tipe kandang, syarat


kandang,peralatan kandang ) + gambar
• Tipe atap → terbuat dari genteng, seng, asbes, daun kelapa, dan lain-
lain
Bentuk dan model atap
hendaknya menghasilan
sirkulasi udara yang baik.
Beberapa model atap yang
sering digunakan masyarakat
antara lain model atap monitor;
semi monitor; shade; dan gable
(Rasyid dan Hartati, 2007). Gambar 12. Tipe atap kandang sapi (Rasyid dan
• Tipe kandang berdasarkan bentuk dan fungsinya Hartati, 2007)
- Kandang individu → bagian depan tempat pakan dan air minum,
bagian belakang adalah selokan pembuangan kotoran. Menurut
susunannya, terbagi menjadi tiga yaitu satu baris kepala searah; dua
baris kepala searah lorong di tengah; dua baris kepala berlawanan
lorong di tengah (Rasyid dan Hartati, 2007).
Gambar 13. Tipe kandang individu sapi (Rasyid dan Hartati, 2007)
- Kandang kelompok → ada dua tipe kandang kelompok. Pertama,
posisi kepala sapi saling bertolak belakang (head to head) dan
kedua, posisi ekor sapi saling bertolak belakang (tail to tail). Kedua
tipe tersebut dilengkapi lorong untuk memberi makan dan
mengontrol ternak (Ngadiyono, 2012).

Gambar 14. Tipe kandang head to head (Ngadiyono, 2012)

Gambar 15. Tipe kandang tail to tail (Ngadiyono, 2012)

• Syarat kandang → memiliki ventilasi yang baik; dinding harus setinggi


atau lebih tinggi dari sapi; lantai kandang rata, tidak licin, tidak lembap,
dan agak miring (2-3 cm); lokasi kandang strategis; ada drainase
(Sudarmono dan Sugeng, 2019).
• Peralatan kandang → tempat makan dan minum, sekop, sapu lidi,
selang air, sikat, ember, dan kereta dorong (Sudarmono dan Sugeng,
2019).
9. Manajemen penyakit ( 3 disertai penyebab, pencegahan, dan
penanganan)
• Radang Limpa (Anthrax)
Penyebab : Bakteri Bacillus anthracis
Pencegahan dan penanganan : membakar semua bangkai dan peralatan
yang sudah dipakai; vaksinasi anthrax; pengobatan antibiotik
(Sudarmono dan Sugeng, 2019).
• Busuk Kuku (Foot Rot)
Penyebab : Bakteri atau kuman di tanah yang becek
Pencegahan dan penanganan : menggunting kuku sampai jaringan yang
sehat; membersihkan kuku dengan antiseptik dan memotong kuku
teratur; rutin membersihkan kandang (Setiawan, 2019).
• Penyakit mendekur/penyakit Septichaema epizootica (SE)
Penyebab : Bakteri Pasturella multocida melalui makanan dan
minuman yang tercemar.
Pencegahan dan penanganan : vaksinasi anti SE dan diberi
antibiotik/sulfa (Setiawan, 2019).

10. Kewirausahaan sapi ( 3 gambar)


• Susu segar merupakan susu hasil pemerahan yang tidak dikurangi atau
ditambah zat apapun. Dengan kata lain, susu segar diperoleh dari
pemerahan sapi yang sehat secara kontinu (Setiawan, 2019).

Gambar 16. Produk susu segar sapi (Usmiati dan Abubakar, 2009)

• Es krim adalah produk olahan susu segar dan campuran bahan-bahan


yang kaya akan protein, vitamin, dan mineral (Usmiati dan Abubakar,
2009).

Gambar 17. Produk es krim (Usmiati dan Abubakar, 2009)


• Karkas adalah bagian tubuh sapi yang telah disembelih (daging) kecuali
daerah kepala, ekor, kaki, kulit, darah, dan jeroan. Karkas sapi biasa
diolah untuk makanan jadi (Kuswati dan Susilawati, 2016).

Gambar 18. Produk karkas (daging) sapi (Ngadiyono, 2012)

B. Manajemen Peternakan Kambing dan Domba


1. Jenis-jenis kambing dan domba (ciri-ciri spesifik dan asal, masing-
masing 3 + gambar)
KAMBING
a. Kambing Kacang
Ciri-ciri : Ukuran badan kecil; Tinggi
gumba jantan 60-65 cm, betina 56 cm;
Telinga tegak, berbulu lurus, dan pendek;
Memiliki dua tanduk yang pendek; Berat
badan jantan 25-30 kg, betina 20-25 kg
Asal : Indonesia
(Hikmawan, 2010)
Gambar 19. Kambing Kacang (Nurhakim, 2018)
b. Kambing Saanen
Ciri-ciri : Warna tubuh putih/krem
pucat; hidung dan telinga berwanra
belang hitam; dahi lebar
Asal : Saenen, Swiss
(Fanani, 2019)

Gambar 20. Kambing Saanen (Nurhakim, 2018)

c. Kambing Ettawa
Ciri-ciri : Badan besar; Kepala
tegak; Tanduk mengarah ke
belakang; Berat badan jantan 65-
120 kg, betina 45-80 kg

Gambar 21. Kambing Ettawa (Nurhakim, 2018)


Asal : India, dibawa oleh Hindia Belanda dan dikembangkan di Indonesia
(Hikmawan, 2010)

DOMBA
a. Domba Ekor Gemuk
Ciri-ciri : Berwarna putih abu-abu;
Cukup cepat mencapai dewasa
kelamin; Mampu berkembang biak
pada musim hujan dan daerah curah
hujan tinggi; Mudah terserang
penyakit sehingga mortalitas tinggi;
Berat badan jantan 24-51 kg, betina
19-49 kg
Gambar 22. Domba Ekor Gemuk (Nurhakim, 2018)
Asal : Arab
(Nurhakim, 2018)
b. Domba Priangan
Ciri-ciri : Warna bermacam-macam;
Masa birahi cukup cepat,
berhubungan dengan musim; Bobot
karkas dan kandungan lemak
kambing betina tinggi; Berat badan
jantan 60-80 kg, betina 30-40 kg
Asal : Jawa Barat
(Nurhakim, 2018) Gambar 23. Domba Priangan (Rukmana, 2010)
c. Domba Ekor Tipis
Ciri-ciri : Ekor besar, lebar, dan
panjang; Jantan dan betina
bertanduk; Dalam ekornya
tersimpan lemak sebagai cadangan
makanan; Berat badan jantan 30-60
kg, betina 20-35 kg
Asal : Asia Tengah
(Rukmana, 2010)
Gambar 24. Domba Ekor Tipis (Rukmana, 2010)
2. Perbedaan kambing dan domba (4 Dalam bentuk tabel)
Kambing Domba
Siklus birahi 14 – 21 hari Siklus birahi 17 hari
Dewasa tubuh 18 – 20 bulan Dewasa tubuh 18 – 24 bulan
Kebiasaan merumput sepanjang Kebiasaan merumput pagi dan
hari sore
Lama bunting 147 hari Lama bunting 141 – 159 hari
(Sarwono, 2011)
3. Pemilihan bibit unggul kambing dan domba
Pada dasarnya, pemilihan bibit unggul dapat dilakukan dengan
cara mengamati keturunan (silsilah) dan sifat umum yang dimilikinya
(Rukmana, 2010). Selain itu, Nurhakim (2018) juga menuturkan
bahwa seleksi indukan kambing atau domba dapat dilakukan dengan
mengamati fenotip dan riwayat catatan produksinya. Berikut beberapa
sifat fenotip yang dapat diamati dalam pemilihan bibit unggul :
• Indukan betina → bentuk tubuh bagus; mempunyai sifat keindukan
yang baik; indukan dengan keturunan kembar dapat menjadi bibit
unggul (Rukmana, 2010).
• Pejantan → bentuk tubuh besar dan kokoh; memiliki catatan produksi
yang baik; berumur 1,5 – 3 tahun (Nurhakim, 2018).

4. Handling dan restrain kambing dan domba (+ gambar dan


keterangan)
• Catching → dapat digiring ke sudut tempat terlebih dahulu, atau
didekati dari belakang dan ditangkap dengan memegang bagian paha.

Gambar 25. Cara Catching Kambing (Dwiyanto, 1995)


• Mengendalikan domba pada posisi berdiri → ditempatkan pada
dinding atau pagar kemudian lengan kita berada di dagu domba. Lutut
menekan tubuh domba. Apabila domba berada di tempat terbuka,
caranya dengan menempatkan tubuh kita di atas domba, tangan kiri di
dagu dan tangan kanan di daerah pangkal ekor.

Gambar 26. Cara mengendalikan kambing (Dwiyanto, 1995)


• Sitting up (mendudukkan domba) → menekuk kepala domba ke arah
sisi bahunya.
(Dwiyanto, 1995)

5. Menghitung umur kambing dan domba ( 2 metode) + gambar


• Mencatat tanggal lahir

Gambar 27. Penghitungan umur kambing dan domba


dengan recording (Purwantiningsih dan Kia, 2018)

• Melihat keadaan gigi seri → gigi seri susu bersifat sementara dan
tanggal (rontok), digantikan oleh gigi seri tetap
(Rukmana, 2010)

Gambar 28. Penghitungan umur kambing dan domba berdasarkan gigi (Rukmana, 2010)

6. BCS kambing dan domba (+ gambar dan keterangan)


Penentuan dilakukan di bagian loin, tail head, pins, hooks, ribs, dan
brisket atas ketebalan lemak pada bagian-bagian tersebut (Sonatha
dkk., 2016).
Gambar 29. Grade BCS Kambing dan Domba (Sonatha dkk., 2016)

7. Manajemen kandang (tipe kandang disertai kelebihan dan


kekurangan dari masing-masing tipe)
• Kandang panggung
- Kelebihan : kandang relatif bersih dan kering sehingga
perkembangan penyakit, parasit, dan jamut dapat ditekan.
- Kekurangan : Biaya yang dibutuhkan relatif mahal dan ada risiko
ternak terperosok.
• Kandang lemprak/litter
- Kelebihan : biaya pembuatan murah, cara pembuatan lebih
sederhana, dan risiko kecelakaan relatif kecil
- Kekurangan : kebersihannya kurang terjamin sehingga penyakit
sulit dikontrol.
(Fanani, 2019)

8. Manajemen penyakit ( 3 disertai penyebab, pencegahan, dan


penanganan)
• Bloating (kembung/masuk angin)
Penyebab : gas yang muncul dari pakan, berasal dari aktivitas
fermentasi di rumen yang tidak seperti biasanya, sehingga gas dalam
rumen tidak dapat keluar dengan cepat.
Pencegahan dan penanganan : Tidak memberi pakan yang dapat
mengakibatkan kembung dan memberi gula yang diseduh dengan
asam sebagai pertolongan pertama (Fanani, 2019).
• Mastitis
Penyebab : Bakteri Staphylococcus sp. dan Corynebacterium sp.
Pencegahan dan penanganan : Sanitasi ternak dan pengobatan dengan
infus intramammary yang dimasukkan ke dalam ambing disertai obat
antibiotik yang sesuai (Rukmana, 2010).
• Kudis/scabies
Penyebab : Tungau Sarcoptes scabiei
Pencegahan dan penanganan : Suntikan ivermectin atau perendaman
dengan asuntol (Rukmana, 2010).
9. Kewirausahaan kambing dan domba ( 3 + gambar)
• Susu segar, pada umumnya dijual
dalam keadaan segar. Namun, ada
juga yang diolah menjadi produk
yoghurt, keju, dan mentega. Susu
kambing atau domba memiliki
kandungan gizi yang lebih tinggi
daripada susu sapi (Hikmawan,
2010). Gambar 30. Produk susu kambing (Nurhakim, 2018)
• Produksi wol (bulu domba) yang
dapat dijadikan sebagai bahan
tekstil (Rukmawan, 2010). Wol
dari domba juga siap dipakai
untuk isian bantal, Kasur, dan
tempat duduk sebagai alternatif
pengganti kapuk dan kapas
(Nurhakim, 2018).
Gambar 31. Wol dari bulu domba
(Hikmawan, 2010)

• Karkas kambing yang selanjutnya diolah menjadi makanan jadi.

Gambar 32. Potongan Daging Kambing (Rukmana, 2015)

d. HASIL PRAKTIKUM
A. Soal 1
Lukman adalah mahasiswa kedokteran hewan, suatu saat dia pergi ke
peternakan domba dan ingin mengukur berat badan salah satu domba
sebagai bahan penelitian. Diketahui domba tersebut memiliki panjang
dada 0,75 m, lingkar dada 0,80 m dan panjang badan 65 cm. berapakah
berat badan dari domba tersebut dan hitunglah menggunakan rumus
lambourne !!!
Diketahui :
- Panjang dada 0,75 m
- Lingkar dada 0,80 m = 80 cm
- Panjang badan 65 cm
Ditanya : Berat badan domba dengan rumus Lambourne
Jawab :
𝐿𝐺 2
𝑤=
10840
(65)(80)2
𝑤=
10840
(65)(6400)
𝑤=
10840
416000
𝑤=
10840
𝑤 = 38,376 𝑘𝑔
Kesimpulan : Berat badan domba yang diteliti Lukman dengan data-data
terlampir di atas adalah 38,376 kg (dihitung menggunakan rumus
Lambourne).

B. Soal 2
Pak Panut memiliki seekor sapi jantan jenis Simmetal. Karena Pak Panut
ingin menjual sapinya tersebut, maka ia harus mengukur berat sapi untuk
menentukan harga. Sapi tersebut memiliki tinggi 2,4 m, lebar dada 1,8 m,
lingkar dada 2,2 m, dan panjang badan 1,8 m. Apabila harga pasaran sapi
simmetal dengan bobot 500 kg berada di kisaran harga Rp 30.000.000,-
maka berapakah harga sapi Pak Panut tersebut?
Diketahui :
- Tinggi 2,4 m
- Lebar dada 1,8 m
- Lingkar dada 2,2 m = 220 cm
- Panjang badan 1,8 m
- Harga pasaran sapi simmetal dengan bobot 500 kg berada di kisaran
Rp30.000.000,-
Ditanya : Harga sapi Pak Panut
Jawab :
(𝐿𝐷 + 22)2
𝑤=
100
(220 + 22)2
𝑤=
100
(242)2
𝑤=
100
58564
𝑤=
100
𝑤 = 585,64
Sehingga, harga sapi dapat dihitung sebagai berikut :
585,64
× 30.000.000 = Rp35.138.400,-
500
Kesimpulan : Berat badan sapi Pak Panut berdasarkan data-data terlampir di
atas adalah 585,64 kg sehingga apabila harganya dihitung dengan patokan 500
kg, harga sapi Pak Panut sebesar Rp35.138.400,-

C. Soal 3
Di suatu peternakan, dilakukan seleksi 1 domba yang akan diafkir dari 2
domba A dan B. Domba yang akan diafkir adalah domba dengan berat
badan terkecil. Saat dihitung menggunakan rumus Lambourne, berat
badan domba A adalah 20 kg. Jika diketahui lingkar dada domba B adalah
66 cm dan panjang badannya 53 cm, maka domba manakah yang akan
diafkir ?
Diketahui :
- Berat badan domba A 20 kg
- Lingkar dada domba B 66 cm
- Panjang badan 53 cm
Ditanya : Domba yang akan diafkir
Jawab :
𝐿𝐺 2
𝑊𝑏 =
10840
(53)(66)2
𝑊𝑏 =
10840
(53)(4356)
𝑊𝑏 =
10840
230868
𝑊𝑏 =
10840
𝑊𝑏 = 21,29 𝑘𝑔
Kesimpulan : Berat badan domba B adalah 21,29 kg sehingga apabila domba
yang diafkir adalah domba dengan berat badan terkecil, maka yang diafkir
adalah domba A.

e. PEMBAHASAN
A. Sapi (Manajemen kandang, jenis sapi, manajemen pakan, data
fisiologis, dan manajemen penyakit)
• Manajemen kandang → Rasyid dan Hartati (2007); Ngadiyono (2012);
dan Sudarmono dan Sugeng (2019) menjelaskan terkait syarat kandang
yang baik, tipe kandang, dan perlengkapan kandang, sesuai dengan video
praktikum.
• Jenis sapi → Noor (2016) dan Setiawan (2019) menjelaskan jenis sapi
meliputi sapi perah dan sapi potong (subtropis dan tropis), sesuai dengan
video praktikum.
• Data fisiologis → Sudarmono dan Sugeng (2019) dan Adiarto (2012)
menjelaskan mengenai dewasa kelamin, dewasa tubuh, masa sapih,
interval kebuntingan, dan data fisiologis lain, sesuai dengan video
praktikum.
• Manajemen penyakit → Sudarmono dan Sugeng (2019) dan Setiawan
(2019) menjelaskan beberapa penyakit pada sapi, seperti antraks, foot rot,
dan penyakit mendekur, sesuai dengan video praktikum.
B. Kambing (Manajemen kandang, jenis domba, manajemen pakan,
data fisiologis, dan manajemen penyakit)
• Manajemen kandang → Fanani (2019) menjelaskan tipe kandang kambing
yaitu kandang panggung dan kandang beserta kelebihan dan kekurangan,
sesuai dengan video praktikum.
• Jenis kambing dan domba → Hikmawan (2010); Nurhakim (2018); dan
Rukmana (2010) menjelaskan jenis kambing dan domba meliputi kambing
perah, kambing potong, dan kambing dwiguna, sesuai dengan video
praktikum.
• Data fisiologis → Sarwono (2011) menjelaskan mengenai dewasa
kelamin, dewasa tubuh, masa sapih, interval kebuntingan, dan data
fisiologis lain, sesuai dengan video praktikum.
• Manajemen penyakit → Fanani (2019) dan Rukmana (2010) menjelaskan
beberapa penyakit pada kambing, seperti bloating, mastitis, dan kudis,
sesuai dengan video praktikum

f. KESIMPULAN
1. Jenis-jenis sapi perah dan sapi potong ada sapi dari daerah
subtropis dan tropis. Untuk jenis kambing ada tiga, yaitu kambing
perah, kambing potong, dan kambing dwiguna.
2. Data fisiologis sapi, kambing, dan domba meliputi dewasa
kelamin, dewasa tubuh, masa sapih, interval kelahiran, lama
bunting, dan lain-lain.
3. Cara memilih bibit unggul sapi, kambing, dan domba dapat
dilakukan dengan memilih pejantan dan indukan yang berasal
dari keturunan baik, kemampuan reproduksinya tidak
bermasalah, dan mempunyai fenotip unggul.
4. Cara handling dan restrain pada sapi, kambing, dan domba ada
beberapa cara. Pada sapi, ada restrain dan casting. Sedangkan
pada kambing dan domba, terdapat cara untuk menangkap,
mengendalikan, dan mendudukkan hewan.
5. Cara menghitung sapi, kambing, dan domba secara umum ada
dua cara, yaitu mencatat kelahiran anak (recording) dan
memantau perkembangan gigi hewan.
6. Cara menghitung BCS sapi, kambing, dan domba dengan melihat
bagian-bagian yang menjadi patokan. Tiap tingkatan BCS
memiliki kriteria yang berbeda.
7. Manajemen pakan dan pengolahan pakan pada sapi, kambing,
dan domba tidak memiliki banyak perbedaan. Pada umumnya,
makanan dapat berupa hijauan, konsentrat, dan makanan
tambahan. Selain itu, pakan pokok tersebut dapat diolah menjadi
hay, silase, dan makanan fermentasi.
8. Manajemen kandang sapi, kambing, dan domba memiliki syarat
yang tidak jauh berbeda. Perbedaannya terletak pada tipe
kandang, dimana tipe kandang sapi ada individu dan kelompok,
sedangkan tipe kandang kambing dan domba ada kandang
panggung dan kandang litter/leprak.
9. Penyakit pada sapi, kambing, dan domba beragam dan beberapa
memiliki kesamaan, baik penyebab maupun penanganannya.
10. Aspek kewirausahaan sapi, kambing, dan domba meliputi produk
susu dan karkas (daging).

g. DAFTAR PUSTAKA
Adiarto. 2012. Beternak Sapi Perah Ramah Lingkungan. Klaten : PT
Citra Aji Parama.
Awaludin, A., Nugraheni. Y.R., Nusantoro, S. 2017. Jurnal
Pengabdian Masyarakat Peternakan. Teknik Handling dan
Penyembelihan Hewan Qurban, Vol. 2(2) : 84-97.
Dwiyanto, M. 1995. Penanganan Domba & Kambing. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Fanani, A. 2019. Sukses Beternak Kambing. Temanggung : Desa
Pustaka Indonesia.
Hikmawan, A.A. 2010. Beternak Kambing dan Domba. Bekasi : CV
Mitra Utama.
Kuswati dan Susilawati, T. 2016. Industri Sapi Potong. Malang : UB
Press.
Ngadiyono, N. 2012. Beternak Sapi Potong Ramah Lingkungan.
Klaten : PT Citra Aji Parama.
Noor, M. 2016. Beternak Sapi Perah. Bekasi : CV Mitra Utama.
Nurhakim, Y.I. 2018. Cara Memelihara Kambing dan Domba.
Jakarta : Bhuana Ilmu Populer.
Pujiastuti, R. 2016. Body Scoring Condition pada Ternak Sapi Perah.
Perhitungan Body Scoring Condition (BCS) pada Sapi Perah : 1-
5.
Purwantiningsih, T.I., Kia, K.W. 2018. Jurnal Pengabdian
Masyarakat Peternakan. Identifikasi dan Recoding Sapi Perah di
Peternakan Biara Novisiat Claretian Benlutu, Timor Tengah
Selatan, Vol. 3(1) : 42-56.
Rasyid, A., dan Hartati, G. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan
Sapi Potong. Pasuruan : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan.
Rukmana, H.R. 2010. Beternak Domba. Semarang : CV Aneka Ilmu.
Rukmana, H.R. 2015. Wirausaha Ternak Kambing PE Secara
Intensif. Yogyakarta : Lily Publisher.
Santosa, U. 2003. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Jakarta
: Penebar Swadaya.
Sarwono, B. 2011. Beternak Kambing Unggul. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Setiawan, F. 2019. Menuai Untung dengan Beternak Sapi Perah.
Yogyakarta : Laksana.
Sonatha, P., Samsudewa, D., Purbowati, E. 2016. Agromedia.
Pengaruh Body Condition Score (BCS) Terhadap Kualitas Semen
Domba Wonosobo di Kabupaten Wonosobo, Vol. 34(2) : 27-34.
Sudarmono, S., dan Sugeng, B. Y. 2019. Usaha Ternak Sapi Potong.
Jakarta : Penebar Swadaya.
Usmiati, S., dan Abubakar. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. Bogor
: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian.
Wahyuni, E., dan Amin, M. 2020. Jurnal Peternakan Lokal.
Manajemen Pemberian Pakan Sapi Bali, Vol. 2(1) : 1-7.
h. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai