Anda di halaman 1dari 16

DOMBA LOKAL INDONESIA

SUMBER DAYA GENETIK TERNAK LOKAL

MAKALAH

OLEH:

ALFIANI 1805014010010
MULYANI 1805104010027
DEVA ARIYANA MARPAUNG 1805104010038
M. FARHAN HILMY ADELIZA 1805104010048
LATIFAH NURHASANA 1805104010072

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALAH
DARUSSALAM BANDA ACEH
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan nikmat-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat
melaksanakan kegiatan sehari-hari terutama hadir dan berkumpul dalam melaksanakan
perkuliahan Sumber Daya Genetik Ternak Lokal diruangan yang berbahagia ini.
Shalawat dan salam saya sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah
mendakwahkan agama Islam sebagai agama yang benar disisi Allah SWT. Beliau adalah suri
tauladan bagi kita dalam menyikapi dan menjalani kehidupan dunia yang sementara ini.
Saya sampaikan terima kasih kepada segala pihak yang telah membantu kami sehingga
kami bisa menyelesaikan makalah ini, terutama terima kasih kepada dosen pembimbing Ibu
Dengan segala kerendahan hati, kami menerima saran dan kritik yang membangun dari pembaca
guna memperbaiki dan meningkatkan pembuatan makalah. Semoga makalah ini bermanfaat
untuk segala pihak yang bersangkutan.

Darussalam, 27 Maret 2019

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1
1.2 Tujuan...................................................................................................................................1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Domba...................................................................................................................................3
2.2 Domba Palu..........................................................................................................................3
2.3 Domba Garut........................................................................................................................5
2.4 Domba Batur........................................................................................................................6
2.5 Domba Sapudi......................................................................................................................8
2.6 Domba Priangan..................................................................................................................9
2.7 Domba Wonobo.................................................................................................................11

BAB III. PENUTUP


3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................13

ii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia mempunyai keaneragaman hayati (biodiversitas) flora, fauna dan jasad renik.
Ternak merupakan salah satu kekayaan sumberdaya genetik kelompok fauna yang perlu
mendapatkan perhatian. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan menurunnya jumlah ternak,
antara lain:
1) ekspolitasi yang berlebihan tanpa memperhatian keberadaannya, misalnya kasus
pemotongan betina produktif pada sapi potong,
2) kebijakan pemerintah terkait pembatasan import ternak yang menyebabkan
pemotongan ternak asli ataupun lokal secara berlebihan untuk memenuhi kebutuhan daging oleh
masyarakat,
3) Kurang atau tidak adanya kebijakan konservasi dan pengembangan ternak,
4) ekspor ternak asli ataupun lokal yang termasuk kategori grade tinggi hanya karena
mengejar target pendapatan asli daerah (PAD),
5) Pemenuhan keinginan peternak dalam pengembangbiakan ternak menggunakan
semen ternak introduksi berbasis teknologi reproduksi, misalnya IB, dan
6) kasus alam yang tidak dapat ditangani oleh manusia (bencana alam).
Faktor-faktor selain alam tersebut di atas bila tidak ditangani, maka keberadaan ternak
asli ataupun lokal menjadi terancam. Kebalikan dari hal diatas adalah bila ada kebijakan yang pro
peternak dan kesadaran peternak itu sendiri untuk mempertahankan keberadaan ternak asli
ataupun lokal, maka keberadaan ternak asli ataupun lokal tersebut menjadi relatif aman.
Pengalaman menunjukkan bahwa kunci keberhasilan dalam penanganan kasus-kasus seperti
tersebut adalah komunikasi dua arah antar pihak. Peningkatan kesadaran terhadap pentingnya
memiliki kekayaan sumber daya genetik ternak makin nyata. Pada beberapa daerah, usaha untuk
memperoleh pengakuan atas kekayaan daerah atas ternak dibuktikan dengan pengusulan rumpun-
rumpun baru.Misalnya, Jawa Tengah telah berhasil memperoleh pengakuan rumpun dari
Kementerian Pertanian untuk sapi Jabres, dombos, dombat, itik Tegal, itik Magelang
1
ayam Kedu, sapi PO Kebumen dan pada tahun 2017 kambing Kejobong. Tabel 1 menyajikan
beberapa data rumpun ternak nasional, termasuk Jawa Tengah.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui ternak lokal Indonesia terutama domba.


2. Untuk mengetahui ternak domba lokal Indonesia yang memiliki SK.

2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Domba

Domba (Ovis) adalah ruminansia dengan rambut tebal dan dikenal oleh banyak orang.
Domba dipelihara untuk dimanfaatkan rambut (disebut wol), daging, dan susunya. Domba secara
umum memiliki nama latin Ovis, namun domba peliharaanmemiliki nama latin Ovis
aries. Domba ini termasuk kedalam family Bovidae dan sub family Caprinae dengan
genus Ovis yang dimiliki oleh berbagai jenis domba.
Berdasarkan tingkatan dan banyaknya dimanfaatkan domba peliharaan dapat di
klasifikasikan berdasarkan taksonominya adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Famili : Bovidae
Subfamili : Caprinae
Genus : Ovis
Spesies : Ovis aries

2.2 Domba Palu

Berdasar KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 697/Kpts/PD.410/2/2013,


domba Palu merupakan domba rumpun lokal Indonesia yang telah dibudidayakan secara
turuntemurun, sehingga menjadi kekayaan sumber daya genetik ternak lokal Indonesia.

Nama rumpun Domba Palu, memiliki asal-usul pada abad ke-18 domba kirman yang
berasal dari Persia dikembangkan secara turun-temurun. Wilayah sebaran asli geografis dan

3
wilayah sebaran dari domba Palu adalah Provinsi Sulawesi Tengah. Domba Palu memiliki
karakteristik yaitu sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Adapun sifat kualitatif dari domba Palu
yaitu:
A. Sifat Kualitatif
1. Warna
a) Kepala : putih, hitam, cokelat, putih hitam, putih cokelat.
b) Tubuh : putih, hitam, cokelat, dan kombinasi putih hitam, dan cokelat putih.

2. Bentuk
a) Kepala : ringan dan kecil dengan profil hidung yang lurus.
b) Telinga : kecil sampai sedang, mengarah ke bawah sampai menukik, dan di
bagian ujung mengecil.
c) Tanduk : Jantan, panjang melebar ke samping, melingkar ke bawah dan ujung
menukik ke atas, melingkar ke bawah. Betina, tidak bertanduk.
d) Punggung : lurus, dan sebagian agak melengkung, dan semakin ke belakang
semakim tinggi sampai pinggul.
e) Ekor : Jantan, besar (lebar), ekor gemuk ujung melingkar ke bawah, ekor
gemuk ujung melingkar ke atas, ekor gemuk ujung melingkar dan mengecil,
ekor gemuk ujung melingkar ke arah bawah. Betina, tipis dan bagian ujung
mengecil mengarah ke bawah.
f) Bulu : keriting, dan pendek lurus.

3. Sifat keindukan : baik.

B. Sifat Kuantitatif
1. Ukuran Tubuh
a) Tinggi pundak : Jantan: 59,0 ± 0,8 cm. Betina: 57,8 ± 0,4 cm.
b) Panjang badan : Jantan: 87,8 ± 0,9 cm. Betina: 86,4 ± 0,4 cm.
3) Lingkar dada : Jantan: 73,1 ± 1,7 cm. Betina: 69,2 ± 0,7 cm.
4) Bobot badan : Jantan: 30,3 ± 2,1 kg. Betina: 28,0 ± 0,7 kg.

4
2. Umur dewasa kelamin : 8-10 bulan.
3. Umur beranak pertama : 12-18 bulan.
4. Lama bunting : 150-159 hari.
5. Lama berahi : 24-36 jam.
6. Siklus berahi : 17-19 hari.
7. Berahi setelah beranak : 3-4 bulan.
8. Jumlah anak sekelahiran : 1-2 ekor.

2.3 Domba Garut

Berdasar KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2914/Kpts/OT.140/6/2011,


bahwa domba Garut merupakan salah satu rumpun domba lokal Indonesia yang mempunyai
sebaran asli geografis di Provinsi Jawa Barat dan telah dibudidayakan secara turun-temurun.
Nama rumpun Domba Garut, memiliki wilayah sebaran yaitu Jawa Barat dan memiliki
karakteristik yaitu sifat kualitatif dan sifat kuantitatif.
A. Sifat Kualitatif (dewasa)
1. Warna
a) Tubuh : dominan kombinasi hitam-putih;
b) Kepala : kombinasi hitam-putih;

2. Bentuk
a) Tanduk : Jantan : besar dan panjang dengan variasi bentuk melingkar atau
melengkung mengarah ke depan dan ke luar; Betina : bertanduk kecil atau
tidak bertanduk;
b) Telinga : kecil (rumpung) dengan panjang < 4 cm sampai sedang (ngadaun
hiris) dengan panjang antara 4 – 8 cm;
c) Ekor : segitiga, dengan bagian pangkal lebar dan mengecil ke arah ujung
(ngabuntut beurit atau ngabuntut bagong);
3. Garis muka : cembung;
4. Garis punggung : lurus sampai agak cekung;

5
5. Temperamen : agresif terutama pada domba jantan.
B. Sifat Kuantitatif (dewasa)
1. Ukuran permukaan tubuh
a) Tinggi pundak : Jantan, 74,34±5,8 cm dan Betina 65,61±4,8 cm.
b) Panjang badan : Jantan 63,41±5,7 cm dan Betina 56,37±4,6 cm.
c) Lingkar dada : Jantan 88,73±7,6 cm dan Betina 77,41±6,7 cm.
d) Lebar dada : Jantan 22,08±8,2 cm dan Betina 16,04±2,1 cm.

2. Bobot Badan : Jantan 57,74±11,9 kg dan Betina 36,89±9,3 kg.


3. Sifat reproduksi
a) Dewasa kelamin : 6 – 8 bulan.
b) Dewasa tubuh : 18 – 24 bulan.
c) Jumlah anak sekelahiran : 1,5 – 1,8 ekor.
d) Lama berahi : 24 – 30 jam.
e) Sifat keindukan : baik.
f) Musim kawin : sepanjang tahun
4. Sifat produksi
a) Bobot lahir : 1,84 – 3,42 kg.
b) Bobot sapih : 10 – 13 kg.
c) Umur produktif : 6 – 8 tahun.
d) Daya adaptasi : baik
e) Daya tahan penyakit : cukup baik.

2.4 Domba Batur

Berdasar KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2916/Kpts/OT.140/6/2011,


bahwa domba batur merupakan salah satu rumpun domba lokal Indonesia yang sebar asli
geografis di Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah dan telah dibudidayakan secara
turun-temurun.

6
Nama rumpun domba Batur, memiliki asal-usul merupakan hasil persilangan antara
domba merino dengan domba ekor tipis dengan sebaran asli geografis di Kecamatan Batur dan
sekitarnya, yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat sejak tahun 1974 dan menjadi
milik masyarakat Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Domba Batur memiliki
karakteristik yaitu sifat kualitatif dan sifat kuantitatif.
A. Sifat Kualitatif
1. Warna
a) Tubuh : dominan putih susu;
b) Bulu : putih;
c) Kulit tubuh : putih sampai kemerahan;
d) Hidung : putih;
e) Telinga : putih;
f) Ekor : putih;
g) Kuku : hitam.
2. Bulu : berupa wol halus dan lebat yang hampir menutupi seluruh permukaan
tubuh;
3. Tanduk : jantan dan betina tidak bertanduk;
4. Bentuk
a) Telinga : kecil mengarah kesamping;
b) Ekor : kecil dan pendek dengan ujung ekor meruncing;
c) Tubuh : besar dan panjang;
5. Garis muka : cembung;
6. Garis punggung : lurus sampai agak cekung;
7. Temperamen : tenang.

B. Sifat Kuantitatif
1. Ukuran permukaan tubuh :
a) Tinggi pundak : Jantan 77,6±1,7 cm dan Betina 72,2±3,1 cm.
b) Panjang badan : Jantan 106,2±8,8 cm dan Betina 88,0±9,2 cm.
c) Lingkar dada : Jantan 118,4±8,8 cm dan Betina 95,2±5,8 cm.
d) Bobot badan: Jantan 108±13,0 kg dan Betina 82,0±4,5 kg.
7
2. Sifat reproduksi
a) Umur kawin pertama : 10 – 12 bulan.
b) Umur beranak pertama : 15 – 19 bulan.
c) Jumlah anak sekelahiran : 1 – 2 ekor.
d) Siklus berahi : 17 – 19 hari.
e) Lama berahi : 25 – 35 jam
3. Sifat keindukan : baik.

2.5 Domba Sapudi

Berdasar KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012,


bahwa domba sapudi merupakan salah satu rumpun domba lokal Indonesia yang mempunyai
sebaran asli geografis di Provinsi Jawa Timur, dan telah dibudidayakan secara turun-temurun.
Nama rumpun domba Sapudi, memiliki asal-usul Berasal dari Asia Barat Daya yang
dibawa pedagang Gujarat pada abad ke-18 ke daerah Lamongan Jawa Timur, Pulau Madura dan
sampai di Pulau Sapudi, dan selanjutnya dikembangkan secara turun temurun oleh masyarakat.
Wilayah sebaran asli geografis adalah Kepulauan Madura dan Daerah Tapal Kuda Provinsi Jawa
Timur dan wilayah sebaran adalah Provinsi Jawa Timur. Memiliki karakteristik yaitu sifat
kualitatif dan sifat kuantitatif.
A. Sifat Kualitatif
1. Warna
a) Tubuh :Dominan putih, putih.
2. Garis muka : agak cembung.
3. Bentuk
b) Kepala : Agak cembung.
c) Telinga : Cukup besar, panjang, lebar, dan tegak ke samping dengan sudut 45-
90 derajat.
d) Tanduk : Tidak bertanduk.

8
e) Ekor : Bervariasi dari bentuk segitiga sampai sigmoid, tebal, panjang dan lebar,
bagian pangkal tengah lebar dan sering berkelok (sigmoid) dan meruncing pada
bagian ujungnya.
4. Garis punggung : Melengkung cekung dengan bagian belakang meninggi.
5. Temperamen : Tenang dan tidak agresif.

B. Sifat Kuantitatif
1. Ukuran permukaan tubuh:
a) Tinggi pundak : Jantan: 70,4±4,2 cm. Betina: 58±2,4 cm.
b) Panjang badan: Jantan: 70±5,1 cm. Betina: 58,4±4 cm.
c) Lingkar dada : Jantan: 84,8±4,3 cm. Betina: 67,8±6,1 cm.
d) Bobot badan : Jantan: 44,6±6,2 kg. Betina: 25,8±5,7 kg.
2. Sifat reproduksi:
a) Dewasa kelamin : 242±62 hari.
b) Umur beranak pertama : 394±58 hari.
c) Lama bunting : 145-151 hari.
d) Lama berahi : 28,6±5,7 jam.
e) Siklus berahi : 13-18 hari.
f) Berahi setelah beranak : 49,6±7,5 hari.
g) Jumlah anak sekelahiran : 1,4±0,2 ekor.
3. Sifat keindukan : Baik.
4. Daya adaptasi : Baik.
5. Daya tahan penyakit: Cukup baik.

2.6 Domba Priangan

Berdasarkan dari KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 300/Kpts/SR.120/5/2017 bahwa domba Priangan merupakan ternak lokal yang
dipelihara, dibudidayakan dan dikembangkan secara turun-temurun dan mempunyai nilai historis,
sosial dan telah menyatu dengan kehidupan masyarakat. Domba Priangan ada dimulai sejak

9
tahun 1864 oleh pemerintahan Belanda yang memasukkan domba Mariano ke Kerasidenan
Priangan (Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut dan Kota Bandung). Sebaran geografisnya
tersebar di 27 kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat.
A. Sifat Kualitatif
1. Warna Bulu : umumnya berwarna putih, dengan variasi coklat, hitam, dan
kombinasi belang putih hitam.
2. Bentuk
a) Tubuh : bagian belakang lebih besar disbanding depan.
b) Ekor : Ngabuntut Beurit dan Ngabuntut Bagong.
c) Tanduk : Leong, Gayor, Ngabendo.
d) Telinga : Rubak/Lebar.

B. Sifat Kuantitatif
1. Ukuran Tubuh Umur 6-12 bulan.
a) Bobot badan : Jantan, 23,4±4,2 kg. Betina, 19,1±2,52 kg.
b) Panjang badan : Jantan, 48,6±3,9 cm. Betina, 46,7±2,8 cm.
c) Lingkar Dada Jantan, 69,0 ± 5,6 cm. Betina : 65,5 ± 4,2 cm.
d) Tinggi Pundak : Jantan, 58,8 ± 3,8 cm. Betina : 58,6 ± 3,4 cm.
e) Lebar Telinga : Jantan, 8,0-12,3 cm. Betina : 8,3-12,0 cm.

2. Ukuran Tubuh Umur > 1 - 2 Tahun


a) Bobot Sadan : Jantan: 27,3 ± 3,1 cm. Betina : 23,5 ± 3,6 cm.
b) Panjang Sadan : jantan : 50,8 ± 3,0 cm. betina : 50,3 ± 3,3 cm.
c) Lingkar Dada : jantan : 72,4 ± 4, 1 cm. betina : 71,6 ± 4,9 cm.
d) Tinggi Pundak : jantan : 60,9 ± 3,8 cm. betina : 60,4 ± 3,5 cm.
e) Lebar Telinga : jantan : 8,6 -12,6 cm. betina : 8,6-12,6 cm.

3. Ukuran Tubuh Umur > 2 - 4 Tahun


a) Bobot Sadan : jantan : 38,9 ± 6,2 cm. betina : 25,5 ± 4, 1 cm.
b) Panjang Badan : jantan: 61,7 ± 3,9 cm. betina: 50,6 ± 2,7 cm.
c) Lingkar Dada : jantan : 84,8 ± 6,7 cm. betina : 73,5 ± 6,0 cm.
10
d) Tinggi Pundak : jantan : 67,9 ± 3,7 cm. betina : 61,2 ± 4,2 cm.
e) Lebar Telinga : jantan : 8,3 -13,3 cm. betina : 8,3-13,3 cm.
4. Sifat Produksi
a) Bobot lahir: 2,0-2,8 kg. b. Bobot sapih: 7-9 kg.
b) Umur produktif: 7-8 tahun.
c) Persentase karkas 46-50 %.
d) Daya adaptasi cukup baik.
5. Sifat Reproduksi
a) Dewasa kelamin 6-8 bulan. b. Dewasa tubuh 18-24 bulan.
b) Jumlah anak sekelahiran 1,5-1,8 ekor.
c) Lama berahi ± 30 jam.

2.7 Domba Wonosobo

Berdasar KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2915/Kpts/OT.140/6/2011


bahwa domba wonosobo merupakan salah satu rumpun domba lokal Indonesia yang mempunyai
sebaran asli geografis di Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah dan telah dibudidayakan
secara turun-temurun. Domba wonosobo merupakan salah satu rumpun domba lokal Indonesia,
yang mempunyai keseragaman bentuk fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi
dengan baik pada keterbatasan lingkungan. merupakan hasil persilangan antara domba texel yang
didatangkan sejak tahun 1957 dengan domba ekor tipis dan atau domba ekor gemuk dan secara
turun-temurun dikembangkan masyarakat di wilayah Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa
Tengah.
A. Sifat Kualitatif
1. Warna
a) Tubuh dominan putih;
b) Bulu putih;
c) Muka totol hitam;
d) Kuku putih belang hitam.
2. Bentuk

11
a) bulu berupa wol halus sampai sedang yang menutupi sebagian besar
permukaan tubuh, kecuali muka, perut bagian bawah dan kaki.
b) Tanduk jantan dan betina tidak bertanduk;
c) Telinga kecil mengarah kesamping;
3. Garis muka : cembung;
4. Garis punggung : lurus sampai agak cekung;
5. Bentuk ekor : kecil dan pendek dengan ujung ekor meruncing;
6. Bentuk tubuh : besar dan panjang;
7. Temperamen : tenang.

B. Sifat Kuantitatif
1. Ukuran permukaan tubuh
a) Tinggi pundak : 77,6±1,7 cm (jantan) dan 72,2±3,1 cm (betina).
b) Panjang badan : 106,2±8,8 cm (jantan) dan 88,0±9,2 cm (betina).
c) Lingkar dada : 118,4±8,8 cm (jantan) dan 95,2±5,8 cm (betina)
d) Bobot badan : 108±13,0 kg (jantan) dan 82,0±4,5 kg (betina) .
2. Sifat reproduksi
a) Umur kawin pertama : 10 – 12 bulan.
b) Umur beranak pertama : 15 – 19 bulan.
c) Jumlah anak sekelahiran : 1 – 2 ekor.
d) Siklus berahi : 17–19 hari.
e) Lama berahi : 25–35 jam
3. Sifat keindukan : baik.

12
BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Domba (Ovis) adalah ruminansia dengan rambut tebal dan dikenal oleh banyak orang.
Domba dipelihara untuk dimanfaatkan rambut (disebut wol), daging, dan susunya. Domba secara
umum memiliki nama latin Ovis, namun domba peliharaan memiliki nama latin Ovis
aries. Domba ini termasuk kedalam family Bovidae dan sub family Caprinae dengan
genus Ovis yang dimiliki oleh berbagai jenis domba.
Berdasarkan tingkatan dan banyaknya dimanfaatkan domba peliharaan dapat di
klasifikasikan berdasarkan taksonominya adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Famili : Bovidae
Subfamili : Caprinae
Genus : Ovis
Spesies : Ovis aries

13

Anda mungkin juga menyukai