Anda di halaman 1dari 52

1

MANAJEMEN PERKANDANGAN SAPI PERAH LAKTASI DI


KELOMPOK TERNAK SAPI PERAH MAJU MAKMUR KRAJAN,
JATINOM, KLATEN, JAWA TENGAH

PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Oleh

TERTYANI KARTIKA PRATIWI


23010116140 187

PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
2

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : MANAJEMEN PERKANDANGAN SAPI


PERAH LAKTASI DI KELOMPOK
TERNAK SAPI PERAH MAJU MAKMUR
KRAJAN, JATINOM, KLATEN, JAWA
TENGAH.
Nama Mahasiswa : TERTYANI KARTIKA PRATIWI
NIM : 23010116140187
Program Studi/Departemen : S1 PETERNAKAN / PETERNAKAN
Fakultas : PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Telah disidangkan di hadapan Tim Penguji


pada tanggal ..................................

Mengesahkan :

Koordinator Laboratorium
Dosen Pembimbing
Produksi Ternak Potong dan Perah

Rudy Hartanto, S.Pt.MP, Ph.D. Drh. Dian Wahyu Harjanti, Ph.D.


NIP. 19750720 199903 1 001 NIP. 19801214 200604 2 001
3

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : MANAJEMEN PERKANDANGAN SAPI


PERAH LAKTASI DI KELOMPOK
TERNAK SAPI PERAH MAJU MAKMUR
KRAJAN, JATINOM, KLATEN, JAWA
TENGAH.
Nama Mahasiswa : TERTYANI KARTIKA PRATIWI
NIM : 23010116140187
Program Studi/Departemen : S1 PETERNAKAN/PETERNAKAN
Fakultas : PETERNAKAN DAN PERTANIAN
Tanggal Pengesahan : NOVEMBER 2019

Mengetahui,

Koordinator Laboratorium
Dosen Pembimbing
Produksi Ternak Potong dan Perah

Rudy Hartanto, S.Pt.MP, Ph.D. Drh. Dian Wahyu Harjanti, Ph.D.


NIP. 19750720 199903 1 001 NIP. 19801214 200604 2 001
4

RINGKASAN

TERTYANI KARTIKA PRATIWI. 23010116140187. 2019. Manajemen


Perkandangan Sapi Perah Laktasi di Kelompok Ternak Sapi Perah Maju Makmur
Krajan, Jatinom, Klaten, Jawa Tengah. (Pembimbing: (Drh. DIAN WAHYU
HARJANTI, Ph.D).
Praktik Kerja Lapangan dilaksanakan pada tanggal 24 Desember 2018
sampai 23 Januari 2019 di Kelompok Ternak Sapi Perah Maju Makmur Krajan,
Jatinom, Klaten, Jawa Tengah. Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ini
adalah untuk mengetahui manajemen perkandangan sapi perah laktasi yang
diterapkan di Kelompok Ternak Sapi Perah Maju Makmur dan manfaatnya yaitu
memperoleh pengetahuan, wawasan, keterampilan, serta pengalaman di bidang
perkandangan dengan baik dan benar. Selain itu, dapat melatih keterampilan
dalam proses pemeliharaan sapi perah hingga pemerahan dan penanganan susu
dengan baik.

Materi yang digunakan dalam PKL ini adalah kandang dan 10 ekor sapi
perah laktasi sebagai media pengamatan thermohygrometer sebagai pengukur
suhu dan kelembaban kandang, thermometer untuk mengukur suhu tubuh ternak
dan alat meteran untuk mengukur panjang, lebar dan tinggi kandang. Metode
yang dilakukan adalah ikut berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan ternak
perah dengan cara mengukur ukuran kandang dari panjang dan lebar kandang
serta ketinggian kandang, mengukur bagian – bagian kandang, mengukur
penyekat antar sapi, mengukur suhu, kelembaban, suhu rektal, frekuensi napas,
frekuensi denyut nadi, mengamati kontruksi kandang, melakukan sanitasi
dengan baik.

Sistem perkandangan di Kelompok Ternak Sapi Perah Maju Makmur


menggunakan sistem stanchion barn yaitu ternak diikat sehingga gerakannya
terbatas. Bagian – bagian kandang sapi laktasi meliputi atap, dinding, tempat
minum, tempat pakan, lantai, dan penampungan limbah serta adanya bangunan
pelengkap seperti kantor, parkiran, gudang pakan, tempat pemerahan,
penampungan air dan tempat pembuangan limbah. KTSP Maju Makmur
menggunakan model kandang semi terbuka dengan ukuran panjang 20m, lebar 8m
dan tinggi 6m, kapasitas kandang 2,3m2/ekor sapi laktasi dengan suhu dan
kelembaban di dalam kandang 25,8°C dan 92,4%, sehingga menghasilkan denyut
nadi 60 kali/menit, frekuensi napas 30 kali/menit dan suhu rektal 38,17°C yang
mengindikasikan sapi laktasi nyaman.

Manajemen perkandangan yang dipakai sudah baik dan manajemen waktu


sanitasi juga sudah baik namun pengolahan limbah belum dilakukan dengan
maksimal dan tidak adanya lahan hijauan. Sebaiknya lebih memperhatikan
kondisi kandang dan melakukan perawatan agar kondisi kandang tetap bagus serta
perlunya pengolahan limbah yang maksimal dan tersedianya lahan hijauan yang
cukup.
5

KATA PENGANTAR

Manajemen perkandangan sapi perah laktasi merupakan faktor penentu

keberhasilan usaha peternakan. Adanya manajemen perkandangan yang tersusun

dan terencana dengan baik, dapat memberikan kenyamanan terhadap ternak

perahsehingga akan meningkatkan produksi yang dihasilkan.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga

dapat menyelesaikan Laporan PKL dengan judul Manajemen Perkandangan Sapi

Perah Laktasi di Kelompok Ternak Sapi Perah Maju Makmur Krajan, Jatinom,

Klaten, Jawa Tengah dengan baik dan lancar. Dengan penuh ketulusan, penulis

mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drh. Dian Wahyu Harjanti, Ph.D.

sebagai dosen pembimbing PKL yang telah memberikan bimbingan, kritik, saran,

bantuan dan masukannya demi perbaikan laporan PKL ini. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada Kelompok Ternak Sapi Perah Maju Makmur

yang telah memberikan izin untuk melakukan kegiatan PKL di Kelompok Ternak

Sapi Perah Maju Makmur. Penulis menyadari bahwa Laporan Praktik Kerja

Lapangan ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang

membangun sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan laporan PKL ini. Semoga

laporan PKL ini dapat bermanfaat bagi semua pihak guna menambah wawasan

terkait manajemen perkandangan sapi perah laktasi.

Semarang, November 2019

Penulis
6

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR...............................................................................................v
DAFTAR ISI...........................................................................................................vi
DAFTAR ILUSTRASI..........................................................................................vii
DAFTAR TABEL.................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1. Sapi Perah..................................................................................................3
2.2. Manajemen Perkandangan........................................................................3
2.3. Sistem Perkandangan................................................................................4
2.4. Kandang....................................................................................................4
2.4.1. Konstruksi Kandang...........................................................................5
2.4.2. Dinding..............................................................................................5
2.4.3. Atap....................................................................................................6
2.4.4. Lantai.................................................................................................6
2.4.5 Palung................................................................................................7
2.5. Fisiologi Lingkungan................................................................................7
2.6. Fisiologis Ternak.......................................................................................8
2.7. Penanganan Limbah..................................................................................9
BAB III MATERI DAN METODE.......................................................................10
3.1. Materi......................................................................................................10
3.2. Metode.....................................................................................................10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................12
4.1. Lokasi dan Tata Letak KTSP Maju Makmur...........................................12
4.2. Sejarah Pendirian KTSP Maju Makmur..................................................13
4.3. Struktur Organisasi..................................................................................15
4.4. Manajemen perkandangan.......................................................................16
4.5. Sistem perkandangan...............................................................................17
4.6. Kandang..................................................................................................18
7

4.6.1. Konstruksi........................................................................................19
4.6.2. Dinding............................................................................................20
4.6.3. Atap..................................................................................................21
4.6.4. Lantai...............................................................................................22
4.6.5. Palung..............................................................................................23
4.7. Fisiologi Lingkungan..............................................................................24
4.8. Fisiologi Ternak.......................................................................................25
4.9. Penanganan Limbah................................................................................26
BAB V SIMPULAN DAN SARAN......................................................................28
5.1. Simpulan..................................................................................................28
5.2. Saran........................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................29
LAMPIRAN...........................................................................................................31
8

DAFTAR ILUSTRASI

Ilustrasi 1. Lokasi KTSP Maju Makmur2


Ilustrasi 2. Sistem Perkandangan
Ilustrasi 3. Kandang Tampak Dalam dan Tampak Luar
Ilustrasi 4. Dinding Tampak Dalam dan Tampak Luar0
Ilustrasi 5. Atap Tampak Dalam dan Tampak Luar1
Ilustrasi 6. Lantai Kandang2
Ilustrasi 7. Tempat Pakan dan Tempat Minum3
Ilustrasi 8. Tempat Penampungan Limbah7
9

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Fisiologi Lingkungan


Tabel 2. Fisiologi Ternak
10

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lay Out Kandang


Lampiran 2. Fisiologi Ternak
Lampiran 3. Fisiologi Lingkungan
Lampiran 4. Dokumentasi
1

BAB I

PENDAHULUAN

Sapi perah merupakan salah satu ternak penghasil susu. Produksi susu

yang maksimal diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan konsumsi

susu. Salah satu faktor yang menentukan tingginya produksi susu yaitu

manajemen pekandangan yang baik. Kandang merupakan bagian dari suatu sistem

pemeliharaan sapi perah yang berfungsi sebagai tempat yang memberikan

keamanan dari berbagai gangguan binatang buas, ataupun dari gangguan alam,

diantaranya, hujan angin, udara dingin, panas. Di sisi lain, kandang dapat

memudahkan pengelolaan ternak dalam proses produksi seperti pemberian pakan,

minum, pemerahan susu, pengelolaan kompos, dan perkawinan.

Sistem perkandangan yang baik dapat menghasilkan produksi susu tinggi

yang dipengaruhi oleh kondisi fisiologi lingkungan, fisiologi ternak serta sanitasi

dan biosekuriti. Kondisi fisiologi lingkungan meliputi suhu dan kelembaban

udara, fisiologi ternak meliputi suhu rektal, frekuensi napas, dan frekuensi denyut

nadi. Sanitasi dan biosekuriti juga berpengaruh terhadap produksi susu tertutama

pada kesehatan ternak perah.

Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ini adalah untuk mengetahui

Manajemen perkandangan yang diterapkan di Kelompok Tani Ternak Maju

Makmur Krajan, Jatinom, Klaten, Jawa Tengah. Manfaat yang di peroleh dari

praktek kerja lapangan ini yaitu memperoleh pengetahuan, menambah


2

pengalaman dan ketrampilan, meningkatkan wawasan dan mengetahui hal – hal

yang harus diperhatikan dalam manajemen perkandangan sapi perah laktasi.


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sapi Perah

Sapi perah yang dipelihara saat ini di Indonesia pada kebanyakan

umumnya adalah jenis sapi FH atau Friesian Holstein. Sapi FH (Friesian Holstein)

memiliki kemampuan dalam berproduksi susu mencapai lebih dari 6.000 per

laktasinya. Sapi FH adalah jenis sapi perah yang produksi susunya tertinggi

dibandingkan dengan jenis sapi perah lainnya. Produksi susu rata-rata di

Indonesia adalah sebanyak 10 liter/ekor dalam sehari atau kurang lebih 3.050 kg

per laktasi (Sudono et al., 2003). Performan produksi susu sapi perah secara

teknis dapat dipengaruhi antara lain yaitu manajemen pemberian pakan, tenaga

kerja atau SDM (Sumber Daya Manusia), pengendalian penyakit ternak dan

sistem perkandangan yang digunakan, selain itu juga pengelolaan reproduksi dan

kondisi lingkungan yang ada (Sulistyowati et al., 2008).

2.2. Manajemen Perkandangan

Pemilihan lokasi/kandang harus memperhatikan beberapa pertimbangan

dan perlu diperhatikan bahwa faktor-faktor antara lain ketersediaan sumber air,

drainase kandang, lokasi perkandangan, serta sinar matahari yang masuk ke

kandang (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2010). Kandang sapi perah yang

baik adalah kandang yang sesuai dan memenuhi persyaratan dan kesehatan sapi

perah. Persyaratan umum kandang untuk sapi perah yaitu (1) sirkulasi udara yang
4

cukup dan mendapat sinar matahari sehingga kandang tidak lembab (kelembaban

yang ideal yakni 60%-70%), (2) lantai kandang selalu kering, hal ini bertujuan

untuk mencegah berkembangnya sumber penyakit seperti jamur (kondisi lembab)

dan agar sapi tidak terpeleset kerena lantai kandang dalam keadaan licin; (3)

tempat pakan yang lebar sehingga memudahkan sapi dalam mengkonsumsi pakan

yang diberikan; (4) tempat air dibuat agar air selalu tersedia sepanjang hari atau

tak terbatas (Sudono et al., 2003).

2.3. Sistem Perkandangan

Sistem perkandangan umumnya ada tiga tipe yaitu stanchion barn

(tambatan atau konvensional), loose house (bebas) dan freestall. Stanchion barn

yaitu sistem perkandangan dimana hewan diikat sehingga gerakannya terbatas

sedangkan loose house yaitu sistem perkandangan dimana hewan dibiarkan

bergerak dengan batas-batas tertentu (Davis, 1962). Pada kandang freestall

diberikan tempat untuk istirahat sapi yang disekat-sekat untuk tiap satu ekor sapi

(Muljana, 1985).

2.4. Kandang

Kandang adalah suatu bangunan yang memberikan rasa aman dan nyaman

bagi ternak. Kandang sapi perah terdiri atas kandang untuk sapi induk, kandang

pejantan, kandang pedet serta kandang isolasi (Williamson dan Payne, 1993).

Kandang berfungsi untuk melindungi sapi dari gangguan luar yang merugikan,

luas kandang berbeda-beda sesuai dengan jumlah ternak (Sudono et al., 2003).
5

Kandang sapi perah induk dewasa dan sapi dara yang telah berumur lebih dari

satu tahun dan mempunyai bentuk dan ukuran yang sama dengan induk

memerlukan kandang dengan ukuran panjang 1,6 m dan lebar 1,35 m (Siregar,

1995).

2.4.1. Konstruksi Kandang

Konstruksi kandang yang dibuat harus memperhatikan kondisi iklim

sehingga kandang tetap kokoh. Konstruksi kandang harus kuat, mudah

dibersihkan, mempunyai sirkulasi udara yang baik, tidak lembab, tidak

menyebabkan licin dan mempunyai tempat penampungan kotoran beserta

saluran drainasenya (Guntoro, 2002). Konstruksi kandang harus mampu menahan

beban benturan dan dorongan yang kuat dari ternak, serta menjaga keamanan

ternak dari pencurian. Konstruksi kandang terbuat dari bahan yang kuat, ekonomis

dan mudah diperoleh (Syarif dan Harianto, 2011).

2.4.2. Dinding

Dinding pada kandang sapi harus terbuat dari bahan yang kokoh dan tahan

lama. Bahan dasar yang biasanya digunakan dalam pembuatan kandang yaitu

bambu, kayu, papan dan semen (Firman, 2010). Dinding kandang berupa semen

setinggi 1,5 meter sedangkan bagian atasnya terbuka yang berfungsi untuk

mencegah terpaan angin langsung mengenai ternak dan menagtur sirkulasi udara

di dalam kandang untuk menjaga kenyamanan sapi serta sinar matahari dapat

masuk ke kandang sehingga dapat merangsang produksi susu sapi perah. Dinding
6

kandang semi terbuka memberikan keuntungan dapat memperlancar pergantian

udara dan memberi kesempatan sinar matahari masuk ke dalam kandang (Bakri

dan Sapirinto, 2015).

2.4.3. Atap

Bahan atap harus tahan terhadap berbagai cuaca dan bersifat tidak mudah

menyerap panas agar suhu dalam kandang tidak terlalu tinggi. Atap kandang bisa

berupa genting, rumbai atau asbes. Atap genting dan rumbai memiliki kelemahan

yaitu mudah rusak akibat serangan angin yang besar, oleh karena itu perlu adanya

pengikatan yang kuat pada pembuatan atap. Ketinggian atap setinggi 5 meter agar

sirkulasi udara berjalan dengan baik. Kemiringan atap dari genting 30–450, asbes

15–200, welit (daun tebu dan sebagainya) 25–300. Tinggi atap dari genting 4,5 m

untuk dataran rendah dan menengah, dan 4 m untuk dataran tinggi. Tinggi plafon

emperan berkisar antara 1,75–2,20 m dengan lebar emperan sekitar 1 m (Siregar,

1995).

2.4.4. Lantai

Lantai kandang sebaiknya dibuat dari bahan yang cukup keras dan tidak

licin untuk dapat menjaga kebersihan dan kesehatan kandang (Sudarmono, 1993).

Lantai kandang dapat dibuat agak miring dan terbuat dari bahan beton atau tanah

biasa (Williamson dan Payne, 1993). Kebersihan kandang sangat diperlukan

karena akan mempengaruhi kesehatan sapi. Lantai kandang yang terlalu keras

dapat diberi bedding atau ditutup dengan jerami agar menjadi tidak begitu keras.
7

Lantai kandang harus dibuat miring kurang lebih 20o agar air mengalir dan lantai

kandang tetap kering (Siregar, 1995).

2.4.5 Palung

Palung meruapakan salah satu bagian penting dalam kandang sebagai

tempat pakan dan minum. Kontruksi palung dibuat sesuai dengan jenis, status

fisiologi, dan umur ternaknya. Tempat pakan dan minum hendaknya dibuat sekuat

mungkin dan mudah untuk dibersihkan (Ensminger, 1991). Tempat pakan dapat

dibuat memanjang sepanjang kandang dan diusahakan sapi dapat mengambil

pakan yang disediakan. Ukuran palung atau tempat pakan pada kandang yang

sesuai yaitu untuk 1 ekor sapi dewasa minimal memiliki panjang 1,5 m, lebar 50

cm dan kedalaman 40 cm (Purbowati, 2012). Tempat minum dapat diletakkan

pada ember plastik atau dari bahan lain, diletakkan dengan cara digantung dengan

ketinggian kurang lebih 80 cm dari lantai dengan tujuan untuk menghindari

kontaminasi dari pakan dan desakan sapi (Sudarmono, 1993).

2.5. Fisiologi Lingkungan

Fisiologi lingkungan ternak merupakan faktor-faktor dari lingkungan

dimana ternak hidup yang dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup ternak.

Diantara faktor tersebut yang sangat penting dan berpengaruh salah satunya

adalah suhu dan kelembaban udara. Kombinasi suhu dan kelembaban udara

merupakan faktor-faktor penentu dalam menentukan suhu kritis pada sapi perah.

Suhu lingkungan ideal bagi sapi perah FH di daerah subtropis berkisar antara 4,4-
8

21,1°C, dan suhu kritis 27°C. Ternak pada daerah tropis memperlihatkan produksi

tidak berbeda dengan di daerah subtropis, apabila suhu lingkungan sekitar 18,3°C

dan kelembaban udara sekitar 55%, penampilan produksi masih cukup baik bila

suhu lingkungan meningkat sampai 21,1°C, dan suhu kritis sekitar 27°C

memperlihatkan penampilan produksi semakin menurun (Suherman et al., 2013).

Bila melebihi suhu tersebut, ternak akan melakukan penyesuaian secara fisiologis

dan secara tingkah laku untuk mengurngi cekaman (Yani dan Purwanto, 2006).

2.6. Fisiologis Ternak

Suhu serta kelembapan udara merupakan faktor penting yang dapat

mempengaruhi fisiologis ternak (Yani dan Purwanto, 2006). Kondisi fisiologis

ternak merupakan salah satu indicator untuk dapat mengetahui dan menentukan

kondisi kesehatan ternak. Kondisi fisiologis ternak dapat ditinjau melalui suhu

rektal, laju respirasi dan frekuensi denyut nadi (Palulungan et al., 2013). Kondisi

fisiologis ternak perah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi

lingkungan, aktivitas, fase ternak, konsumsi pakan, kebuntingan, cekaman, dan

tingkat stres (Mauladi, 2009). Standar fisiologi pada ternak dewasa antara lain

suhu tubuh pada kisaran 38 – 39oC, frekuensi napas 15 – 30 kali/menit dan

frekuensi denyut nadi 60 – 80 kali/menit (Jackson dan Cockcroft, 2002).


9

2.7. Penanganan Limbah

Limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan

darisuatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan cairan, gas,

ataupun sisa pakan (Soehadji, 1992). Usaha peternakan sapi perah dengan skala

usaha ternak lebih dari 20 ekor dan berada dalam satu lokasi akan menghasilkan

limbah yang berdampak pada lingkungan. Diperlukan evaluasi terhadap

lingkungan pada usaha peternakan sapi perah dengan skala lebih besar dari 20

ekor dan relatif terlokalisasi. Jumlah limbah satu ekor sapi dengan bobot 400-500

kg dapat menghasilkan limbah padat dan cair sebanyak 27,5-30 kg/ekor/hari (SK

Mentan No 237/Kpts/RC410/1991). Pengelolaan limbah yang kurang baik akan

membawa dampak yang serius pada lingkungan, sebaliknya jika limbah dikelola

dengan baik maka akan memberikan nilai tambah. Salah satu bentuk pengelolaan

limbah yang mudah dilakukan yaitu dengan diolah menjadi pupuk kompos.

Ginting (2007) mengemukakan bahwa kompos adalah hasil dari pelapukan bahan-

bahan berupa kotoran ternak atau feses, sisa pertanian, sisa makanan ternak dan

sebagainya. Dengan diolahnya limbah peternakan menjadi kompos akan

membawa keuntungan pada peternak dan petani yaitu untuk mengurangi

pencemaran lingkungan dan dapat digunakan sebagai pupuk tanaman pertanian.


10

BAB III

MATERI DAN METODE

Praktik Kerja Lapangan (PKL) tentang Manajemen Perkandangan sapi

perah laktasi di Kelompok Ternak Sapi Perah Maju Makmur Krajan, Jatinom,

Klaten, Jawa Tengah dilaksanakan pada tanggal 24 Desember 2018 sampai 23

Januari 2019 di Kelompok Ternak Sapi Perah Maju Makmur Krajan, Jatinom,

Klaten, Jawa Tengah.

3.1. Materi

Materi yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan ini yaitu kandang

dan 10 ekor sapi perah laktasi sebagai media pengamatan, thermohygrometer

sebagai pengukur suhu dan kelembaban kandang, thermometer untuk mengukur

suhu tubuh ternak dan alat meteran untuk mengukur panjang, lebar dan tinggi

kandang yang ada di Kelompok Ternak Sapi Perah Maju Makmur Krajan,

Jatinom, Klaten, Jawa Tengah.

3.2. Metode

Metode yang dilakukan yaitu ikut berpartisipasi dalam kegiatan

pengelolaan ternak perah dengan cara mengukur ukuran kandang dari panjang dan

lebar kandang serta ketinggian kandang, mengukur bagian – bagian kandang,

mengukur penyekat antar sapi, mengukur suhu, kelembaban, suhu rektal,

frekuensi napas, frekuensi denyut nadi, mengamati kontruksi kandang,


11

melakukan sanitasi dengan baik. Pengambilan data manajemen perkandangan

meliputi : pengukuran luas kandang, jenis kandang, kapasitas kandang, jumlah

kandang, tipe kandang, kontruksi kandang dan tempat pembuangan limbah. Data

Primer yang diambil dengan pengamatan dan pengukuran pada lokasi kandang.

Data sekunder diperoleh dari catatan yang berada di peternakan tersebut.

Parameter yang diamati adalah; 1) jenis kendang. 2) ukuran kandang meliputi

panjang, lebar dan tinggi kandang, luas kandang, panjang, lebar kandang. 3)

kontruksi dan bahan yang digunakan untuk kandang, 4) perlengkapan –

perlengkapan yang digunakan sebagai penunjang produksi, 5) suhu, kelembaban

udara, suhu rektal, frekuensi napas, frekuensi denyut nadi, 6) lokasi peternakan.
12

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Lokasi dan Tata Letak KTSP Maju Makmur

Ilustrasi 1. Lokasi KTSP Maju Makmur

KTSP Maju Makmur terletak di Dukuh Tasgading, Desa Krajan,

Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

topografinya terletak di daerah dengan ketinggian 700 m di atas permukaan laut

dengan suhu rata – rata lingkungan mencapai 32 oC dan curah hujan 46 mm/th.

Kelembaban di lingkungan KTSP Maju Makmur berkisar antara 50 – 70%

sehingga sangat cocok untuk ternak perah. Menurut data monografi Desa Krajan

menunjukkan data koordinat 7o38’03.6”S 110o34’34.1”U. Desa Krajan memiliki

luas wilayah 146 ha. Jarak antara desa dengan pusat kota ±10 km. Lokasi KTSP

Maju Makmur dari pemukiman masyarakat sehingga mendukung aspek

lingkungan yang sehat, tidak ada pencemaran udara ataupun pencemaran lainnya

yang dapat mengganggu masyarakat setempat. Letak administratif KTSP Maju


13

Makmur berada di wilayah perkebunan warga dan jalan raya sehingga

memudahkan akses transportasi.

KTSP Maju Makmur terbagi atas dua lokasi yaitu perkandangan seluar 3,5

Ha dan lahan hijauan pakan ternak seluas 2 Ha yang terletak tidak jauh dari

kandang. Perkandangan KTSP Maju Makmur memiliki sistem semi terbuka

sehingga sirkulasi udara berjalan lancer. Terdapat beberapa jenis kandang, antara

lain kandang sapi dara dan laktasi, kandang sapi bunting, kandang karantina,

kandang pedet, kandang pejantan, dan kandang serbaguna. Fasilitas yang dimiliki

KTSP Maju Makmur antara lain gudang penyimpanan alat, gudang penyimpanan

hijauan, gudang penyimpanan ransum, bangsal pemerahan, padang

penggembalaan, kantor, mess, ruang serbaguna, taman, dapur, dan toilet.

Prosedur pelayanan KTSP Maju Makmur meliputi pelayanan penjualan susu hasil

pemerahan, bimbingan teknis dari supervisor kepada tenaga kandang, kunjungan

kerja dari instansi pusat, daerah, maupun swasta, serta studi banding dan praktek

kerja lapangan bagi Mahasiswa Perguruan Tinggi maupun Siswa Sekolah

Menengah Kejuruan.

4.2. Sejarah Pendirian KTSP Maju Makmur

KTSP Maju Makmur didirikan pada tahun 2012 atas dasar kesadaran

masyarakat tentang potensi yang dimiliki Desa Krajan dan didukung oleh

pemerintah Kabupaten Klaten. KTSP Maju Makmur berdiri dengan biaya yang

diperoleh dari pemerintah daerah senilai Rp 850.000.000 yang digunakan untuk


14

pembuatan kandang, sarana dan prasarana yang dibutuhkan seperti mesin perah

otomatis, karpet pijakan sapi, milk can, dan alat pengukur susu.

Selain itu pemerintah daerah Klaten juga menyediakan sapi dara Friesian

Holstein sejumlah 70 ekor yang diimpor langsung dari Australia. KTSP Maju

Makmur pada awal berdiri terdiri atas 27 anggota yang memelihara sapi perah.

Namun adanya permasalahan atau kendala berupa sapi Friesian Holstein sulit

bunting pada awal pemeliharaan sehingga mengakibatkan kerugian yang

disebabkan oleh biaya pakan yang terus dikeluarkan semakin banyak. Oleh sebab

itu, sapi perah tersebut tidak lagi dipelihara oleh peternak melainkan

dikembalikan kepada pihak pengurus KTSP Maju Makmur. Karena alasan

tersebut saat ini KTSP Maju Makmur bekerjasama dengan Koperasi Unit Desa

(KUD) Jatinom. KUD Jatinom sudah berdiri sejak tahun 1974. Awalnya KUD

Jatinom hanya koperasi yang bergerak pada sector pertanian, namun merambah ke

sekrot peternakan sejak adanya bantuan berupa peminjaman sapi perah pada tahun

1982. Hingga saat ini, KUD Jatinom masih menjadi penampung hasil produksi

susu dari berbagai peternakan sapi perah, salah satunya KTSP Maju Makmur.

KUD Jatinom bekerjasama dengan Industri Pengolahan Susu (IPS) untuk

menyalurkan susu yang ditampung ke PT. So Good Food yang berlokasi di

Boyolali.

KUD Jatinom berperan penting dalam berlangsungnya operasional KTSP

Maju Makmur. Selain menampung susu, KUD Jatinom juga menyediakan sarana

dan prasarana pengelolaan, transportasi, ransum sapi perah, serta melakukan

rekapitulasi sluruh data hasil produksi terhitung setiap 10 hari.


15

KTSP Maju Makmur diketuai oleh Bapak Drs. H. Sutomo, dengan binaan

dari Bapak Joko Siswanto selaku Kepala Desa Krajan. Nama KTSP Maju

Makmur diberikan dengan harapan KTSP ini dapat maju dan makmur untuk

memproduksi susu.

4.3. Struktur Organisasi

KTSP Maju Makmur dipimpin oleh ketua organisasi yang bertanggung

jawab atas semua kegiatan yang ada di peternakan, baik secara administratif

maupun teknis. Selain itu, ketua organisasi juga dibantu oleh masing – masing

seksi dan petugas kandang meliputi :

1. Sekretaris bertugas mengatur segala administrati yang dibutuhkan oleh

peternakan, bertanggung jawab mengenai pembukuan dan pengarsipan

dokumen peternakan;

2. Bendahara bertugas mengatur pembayaran susu dari KUD Jatinom,

mengumpulkan iuran anggota KTSP Maju Makmur, dan mengurus

kebutuhan yang dibutuhkan peternakan;

3. Seksi Nutrisi bertugas menerima dan membagikan pakan kepada para

petugas kandang;

4. Seksi Humas bertugas mengatur hubungan dengan orang lain di luar

peternakan dan menjaga hubungan dengan masyarakat sekitar agar tercipta

keselarasan;
16

5. Seksi Produksi bertanggung jawan terhadap semua proses yang dapat

mempengaruhi hasil produksi susu yang dihasilkan, serta mengatur

jalannya proses pemerahan;

6. Seksi Keamanan bertanggung jawab menjaga keamanan di dalam

peternakan baik selama kegiatan didalam peternakan berlangsung ataupun

setelah kegeiatan di dalam peternakan selesai;

7. Seksi Kesehatan bertugas mengontrol kesehatan sapi perah seperti

mengadakan pemeriksaan kebuntingan, pelaksanaan inseminasi buatan,

dan mengobati penyakit yang diderita sapi perah yang dipelihara;

8. Petugas Kandang bertugas mengurus segala kegiatan di dalam peternakan

selama proses pemeliharaan seperti sanitasi, proses pemerahan, serta

pemberian pakan.

4.4. Manajemen perkandangan

Pemilihan lokasi kandang pada KTSP Maju Makmur merupakan faktor

utama untuk menentukan sistem perkandangan stanchion barn yang dipengaruhi

faktor lain diantaranya lokasi perkandangan yang terletak cukup jauh dari

pemukiman sehingga tidak menimbulkan pencemaran udara, ketersediaan sumber

air yang melimpah, drainase kandang yang langsung terhubung dengan sungai

sebagai pengairan sawah disekitar KTSP Maju Makmur, serta suhu dan

kelembababan yang sesuai dengan kebutuhan sapi perah untuk memproduksi

susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutarto dan Sutarto (2005) bahwa dalam

pembuatan kandang ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu lokasi
17

kandang terpisah dari tempat tinggal pemukiman tidak berdekan dengan bangunan

fasilitas umum seperti sekolah, masjid dan rumah sakit, serta dekat dengan

sumber air yang dapat menunjang kegiatan produksi. Suhu dan kelembaban

kandang juga menjadi syarat umum kandang sapi perah yang dipengaruhi oleh

sinar matahari yang masuk kedalam kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat

Sudono et al. (2003) bahwa sinar matahari yang cukup dapat menjaga kelembaban

didalam kandang agar tidak lembab.

4.5. Sistem perkandangan

Ilustrasi 2. Sistem Perkandangan

Sistem perkandangan di KTSP Maju Makmur menggunakan stanchion

barn. Sistem kandang stanchion barn perkandangan dimana ternak diikat

sehingga gerakannya terbatas. Hal ini sesuai dengan pendapat Davis (1962)

bahwa stanchion barn merupakan sistem perkandangan dengan ternak diikat

sehingga gerakan ternak terbatas. Menurut Darmono (1993) bahwa kandang yang
18

menggunakan sekat akan mengurangi gerak sapi, namun meningkatkan efisiensi

dalam pemberian pakan dan sanitasi ternak maupun kandang.

4.6. Kandang

Ilustrasi 3. Kandang Tampak Dalam dan Tampak Luar

Berdasarkan hasil praktek kerja lapangan di KTSP Maju Makmur Farm,

kandang sapi laktasi dan sapi dara berada dalam satu kandang, yang mana

didalamnya terdapat 2 baris yang dibagi menjadi 2 blok dengan model head to

head. Model kandang head to head yang digunakan bertujuan untuk memudahkan

dalam pemberian pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutarto dan Sutarto

(2005) bahwa kandang model berhadapan lebih efisien diterapkan untuk

peternakan rakyat. Sistem kandang yang digunakan yaitu stanchion barn dengan

ukuran bangunan panjang x lebar x tinggi 20 m x 8 m x 6 m dan ukuran antar stall

1,3 m x 1,8 m. Kapasitas kandang sapi perah laktasi di KTSP Maju Makmur yaitu

2,3 m2 untuk 1 ekor sapi perah laktasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar
19

(1995) bahwa induk sapi perah memerlukan kandang dengan ukuran 1,35 m x 1,6

m dengan kapasitas 2,1 m2 untuk 1 ekor induk sapi perah. Kandang stanchion

barn cocok digunakan peternakan yang memiliki sapi perah kurang dari 100 ekor

yang bertujuan untuk efisiensi pekerja dalam terutama dalam pemberian pakan

dan sanitasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Darmono (1993) bahwa kandang

yang menggunakan sekat akan mengurangi gerak sapi, namun meningkatkan

efisiensi dalam pemberian pakan dan sanitasi ternak maupun kandang.

4.6.1. Konstruksi

Konstruksi pada kandang sapi laktasi KTSP Maju Makmur menggunakan

bahan bangunan utama baja ringan, mudah didapat, tahan lama, tidak menyerap

panas, sirkulasi udara yang baik, memiliki saluran drainase dan penampungan

kotoran, serta mudah dibersihkan. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa Guntoro

(2002) persyaratan konstruksi kandang sapi perah yaitu kuat, mudah

dibersihkan, mempunyai sirkulasi udara yang baik, tidak lembab, tidak

menyebabkan licin dan mempunyai tempat penampungan kotoran beserta

saluran drainasenya. Pemilihan bahan utama baja ringan pada konstruksi kandang

berdasarkan faktor iklim dan lokasi kandang yang terletak di area terbuka luas

sehingga membutuhkan konstruksi kandang yang kokoh, tahan lama dan

ekonomis. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarif dan Harianto (2011) bahwa

bahan yang digunakan pada konstruksi kandang harus kuat, ekonomis, tahan lama

dan mudah diperoleh.


20

4.6.2. Dinding

Kandang sapi laktasi KTSP Maju Makmur menggunakan dinding setengah

terbuka yang memiliki kelebihan sirkulasi udara dan intensitas matahari yang

masuk ke kandang cukup baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakri dan

Saparinto (2015) bahwa dinding kandang semi terbuka memberikan keuntungan

dapat memperlancar pergantian udara dan memberi kesempatan sinar matahari

masuk ke dalam kandang. Bahan yang digunakan untuk membuat dinding

kandang berupa batu bata dan semen. Hal ini sesuai dengan pendapat Firman

(2010) bahwa dinding pada kandang sapi harus terbuat dari bahan yang kokoh dan

tahan lama, bahan dasar yang biasanya digunakan dalam pembuatan kandang

yaitu bambu, kayu, papan dan semen.

Ilustrasi 4. Dinding Tampak Dalam dan Tampak Luar

4.6.3. Atap
21

Atap pada kandang yang digunakan adalah atap tipe monitor dengan

ketinggian 6 m yang bertujuan agar sirkulasi udara didalam kandang berjalan

baik. Bahan atap yang digunakan yaitu galvalum yang ditopang oleh tiang – tiang

yang terbuat dari baja ringan. Hal ini sesuai dengan pendapat Yani et al. (2007)

bahwa ketinggian dan bahan atap yang tepat dapat menurunkan suhu dan

kelembaban di dalam kandang sapi perah melalui pertukaran udara di dalam luar

kandang dengan baik. Fungsi atap adalah untuk melindungi bagian dalam

kandang dari sengatan sinar matahari langsung dan mencegah masuknya air hujan

ke dalam kandang. Menurut Palulungan et al. (2013) lebih baik menggunakan

atap dengan kemampuan konduktivitas yang rendah agar kemampuan bahan atap

untuk menghantar radiasi panas yang diserap menjadi rendah.

Ilustrasi 5. Atap Tampak Dalam dan Tampak Luar


22

4.6.4. Lantai

Lantai kandang yang digunakan terbuat dari semen yang memiliki

kemiringan 3-5o miring agar memudahkan proses sanitasi. Hal ini sesuai dengan

pendapat Zurioda dan Azizah (2018) yang menyatakan bahwa kemiringan pada

lantai kandang dapat memudahkan peternak dalam membersihkan lantai kandang

dan agar dapat selalu memastikan lantai kandang tetap kering. Lantai kandang

dilapisi karpet ban untuk tempat istirahat dan menjaga ternak tidak terpleset yang

disebabkan oleh lantai kandang yang miring kearah selokan. Menurut Laryska dan

Nurhajati (2013) karpet berbahan ban digunakan sebagai alas pada lantai kandang

yang memiliki kemiringan sekitar 2 hingga 5 derajat.

Ilustrasi 6. Lantai Kandang

4.6.5. Palung

Palung pada kandang sapi laktasi KTSP Maju Makmur terdiri dari tempat

pakan dan tempat minum dengan ukuran panjang 8 m, lebar 30 cm, dan
23

kedalaman 20 cm. Tempat pakan sapi perah di KTSP Maju Makmur yaitu terbuat

dari semen dengan ukuran palung untuk satu baris yaitu panjang 10 m, lebar 30

cm dan kedalaman 20 cm. . Menurut Purbowati (2012) ukuran palung atau tempat

pakan pada kandang yang sesuai untuk 1 ekor sapi dewasa minimal memiliki

panjang 1,5 m, lebar 50 cm dan kedalaman 40 cm sehingga memudahkan ternak

untuk makan. Bahan yang digunakan dapat mempengaruhi jumlah konsumsi

pakan, sehingga palung dibuat dengan tekstur yang halus. Hal ini sesuai dengan

pendapat Makin (2011) yang menyatakan bahwa palung pada kandang sebaiknya

dibuat dengan permukaan halus agar ternak dapat mengambil pakan hingga tuntas

serta memudahkan dalam membersihkannya.

Tempat minum sapi perah di KTSP Maju Makmur menggunakan tempat

minum otomatis yang terbuat dari semen dengan ukuran panjang 25 m, lebar 25

cm dan kedalaman 15 cm, sehingga air minum tersedia secara ad libitum (tidak

terbatas). Hal ini sesuai dengan pendapat Putra (2009) yang menyatakan bahwa

sebaiknya air minum pada sapi perah laktasi diberikan secara ad libitum karena

tidak akan menimbulkan efek negatif bahkan dapat meningkatkan produksi

susu sapi perah. Hal ini didukung oleh pendapat Utami et al. (2014) yang

menyatakan bahwa pemberian air minum secara ad libitum bertujuan untuk

mencukupi kebutuhan air minum sehingga sapi dapat memproduksi susu lebih

banyak, karena sapi perah membutuhkan 4 – 5 liter air minum untuk

memproduksi 1 liter air susu. Letak palung di kandang laktasi KTSP Maju

Makmur tidak ideal untuk sapi perah karena berada dibawah dengan ketinggian

tempat pakan 20 cm dan tempat minum 30 cm dapat memudahkan kontaminasi


24

dari kotoran dan kaki sapi yang dapat masuk dengan mudah. Hal ini sesuai dengan

pendapat Sudarmono (1993) yang menyatakan bahwa tempat pakan dan minum

pada sapi sebaiknya diletakkan dengan ketinggian kurang lebih 80 cm dari lantai

dengan tujuan untuk menghindari kontaminasi dan desakan sapi.

Ilustrasi 7. Tempat Pakan dan Tempat Minum

4.7. Fisiologi Lingkungan

Tabel 1. Fisiologi Lingkungan


Mikroklimat Makroklimat
Waktu Kelembaban Kelembaban
Suhu (°C) Suhu (°C)
(%) (%)
24.00 24,0 96,2 23,4 99,0
06.00 24,3 98,2 24,4 97,2
12.00 29,3 77,2 28,7 78,8
18.00 25,4 96,0 24,6 94,5

Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui bahwa kondisi fisiologi lingkungan

kandang sapi laktasi di KTSP Maju Makmur tergolong kritis. Fisiologi lingkungan

berpengaruh nyata terhadap respon fisiologis ternak dan produktivitas sapi perah.
25

Jika sapi perah terkena cekaman panas maka suhu tubuh sapi akan meningkat

sehingga mengganggu metabolism di dalam tubuh sapi. Hal ini sesuai dengan

pendapat Suherman dan Purwanto (2015) yang menyatakan bahwa suhu

lingkungan dapat mempengaruhi suhu tubuh ternak yang dapat menyebabkan

cekaman panas pada ternak. Suhu di dalam kandang sapi KTSP Maju Makmur

berkisar antara 24,0 – 29,3°C dan suhu di luar kandang yaitu berkisar antara 23,4

– 28,7°C sedangkan kelembaban di dalam kandang berkisar antara 77,2 – 98,2%

dan kelembaban di luar kandang yaitu berkisar antara 78,8 – 97,2%. Menurut

Suherman et al. (2013) suhu lingkungan maksimum untuk produksi susu yang

baik yaitu 21°C dengan kelembaban berkisar antara 55 – 60% sedangkan pada

suhu lingkungan kritis yang mencapai 27°C dengan kelembaban lebih dari 65%

memperlihatkan tampilan produksi yang menurun.

4.8. Fisiologi Ternak

Tabel 2. Fisiologi Ternak


Fisiologi Ternak
Waktu
(10 Sapi)
00.00 06.00 12.00 18.00
Denyut Nadi 61 57 60 64
Frekuensi Napas 28 28 33 31
Suhu Rektal (°C) 38,02 38,08 38,30 38,28

Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui bahwa kondisi fisiologis ternak

tergolong normal untuk sapi perah fase laktasi. Kondisi fisiologis ternak

merupakan salah satu indikator untuk dapat mengetahui dan menentukan kondisi

kesehatan ternak yang dapat ditinjau melalui suhu rektal, frekuensi napas dan

frekuensi denyut nadi. Menurut Mauladi (2009) bahwa kondisi fisiologis ternak
26

perah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi lingkungan, aktivitas,

fase ternak, konsumsi pakan, kebuntingan, cekaman, dan tingkat stres. Rata – rata

denyut nadi per menit, frekuensi napas per menit dan suhu rektal pada pukul

00.00, 06.00, 12.00, dan 18.00 yaitu 61, 28, 38,02°C; 57, 28, 38,08°C; 60, 33,

38,30°C dan 64, 31, 38,28°C. Kondisi fisiologis sapi perah fase laktasi tersebut

tergolong normal dan tidak menyebabkan cekaman panas pada ternak. Hal ini

sesuai dengan pendapat Jackson dan Cockcroft (2002) bahwa standar fisiologis

ternak sapi perah dewasa antara lain suhu tubuh pada kisaran 38 – 39 oC, frekuensi

napas 15 – 30 kali/menit dan frekuensi denyut nadi 60 – 80 kali/menit.

4.9. Penanganan Limbah

Penanganan limbah yang berasal dari ternak pada KTSP Maju Makmur

terdiri atas penanganan limbah air dan limbah padat. Hal ini sesuai dengan

pendapat Novita et al. (2018) bahwa penanganan limbah pada sapi perah

menghasilkan 2 jenis limbah yaitu air dan padat. Limbah air merupakan limbah

yang berasal dari air sanitasi kandang dan sanitasi ternak yang dialirkan melalui

selokan dan digunakan untuk mengairi lahan hijauan disekitar kandang.

Sedangkan limbah padat berupa feses dimasukkan ke dalam penampungan yang

selanjutnya akan diolah menjadi biogas sebagai sumber energi alternatif. Hal ini

sesuai dengan pendapat Amheka dan Tuati (2018) bahwa biogas dapat

dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui. Namun

penggunaan biogas yang dihasilkan dari limbah padat sapi perah masih terbatas di

dalam area kandang KTSP Maju Makmur. Pengolahan limbah dilakukan dengan
27

menampung kotoran ternak setiap hari dan setiap satu minggu sekali dilakukan

pengurasan penampungan limbah agar tidak menumpuk.

Ilustrasi 6. Tempat Penampungan Limbah


28

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan kegiatan praktek kerja lapangan di Kelompok Ternak Sapi

Perah Maju Makmur dapat disimpulkan bahwa manajemen perkandangan sapi

perah laktasi yang dipakai sudah baik dan manajemen waktu sanitasi juga sudah

baik namun belum adanya kandang khusus untuk sapi yang akan melahirkan serta

pengolahan limbah belum dilakukan secara maksimal dan belum adanya lahan

hijauan.

5.2. Saran

Sebaiknya lebih memperhatikan kondisi kandang dan melakukan

perawatan agar kondisi kandang tetap bagus dan pemberian alas karpet karet

secara merata pada kandang sapi perah laktasi serta menyediakan kandang

melahirkan untuk sapi yang akan melahirkan serta perlunya pengolahan limbah

yang maksimal dan tersedianya lahan hijauan yang cukup.


29

DAFTAR PUSTAKA

Amheka, A dan D. N. F. Tuati. 2018. Peran energi alternatif ramah lingkungan


dengan biogas limbah peternakan sapi di wilayah Kupang NTT. J. Ilmiah
Teknologi. 11(2): 1 – 11.

Bakri, C. dan C. Saparinto. 2015. Sukses Bisnis dan Beternak Sapi. Lily
Publisher, Yogyakarta

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2010. Petunjuk Praktis Perkandangan Sapi.


BPTP-NTB, Nusa Tenggara Barat.

Davis, R.F. 1962. Modern Dairy Cattle Management . Prentice Hall, Inc. Amerika
Serikat.

Ensminger, M.E. 1971. Dairy Cattle Science. First Edition. The Inter State
Printers Publisher, Inc. Dancilles, Illionois

Firman, A. 2010. Agribisnis Sapi Perah. Widya Padjajaran, Bandung.

Ginting, N. 2007. Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan. Fakultas Pertanian


Universitas Sumatera Utara.

Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius, Yogyakarta.

Jackson, P. G. G dan P. D. Cockcroft. 2002. Jackson P.G., Cockroft PD. 2002.


Clinical Examination of Farm Animals. University of Cambridge,
Blackwell, United Kingdom.

Mauladi, A. H. 2009. Suhu tubuh, frekuensi jantung dan nafas induk sapi FH
bunting di vaksin dengan vaksin Influenza. J. Kedokteran Hewan 7(1): 45-
49.

Muljana, W. 1985. Pemeliharaan dan Kegunaan Ternak Sapi Perah. Aneka Ilmu,
Semarang.

Novita, E., I. B. Suryaningrat dan E. Daniati. 2018. Potensi penerapan produksi


bersih di peternakan sapi perah CV. Margo Utomo kecamatan Kalibaru
Kabupaten Banyuwangi. J. Agroteknologi. 12(2): 116-125.

Palulungan, J. A., Adiarto dan T. Hartatik. 2013. Pengaruh kombinasi


pengkabutan dan kipas angina terhadap kondisi fisiologis sapi perah
Peranakan Friesien Holstein. Buletin Peternakan. 37(3): 189-197.

Purbowati, E. 2012. Sapi : dari Hulu ke Hilir. Agriflo, Jakarta.


30

Siregar, S. B. 1995. Sapi Perah., Jenis, teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha.
PT Penebar Swadaya. Jakarta

Soehadji. 1992. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan Industri


Peternakan dan Penanganan Limbah Petemakan. Direktorat Jenderal
Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.

Sudarmono. 1993. Kandang Ternak Perah. Kanisius, Yogyakarta.

Sudono, A., R.F. Rosdiana, dan B.S Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara
Intensif. Agromedia Pustaka, Bogor.

Sudrajad, P. dan Adiarto. 2011. Pengaruh stress panas terhadap performa produksi
susu sapi Friesian Holstein di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul sapi
perah Baturraden. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada.
Jogjakarta.

Sulistyowati, E., S. Kadarsih, L. Sutarno dan G. Tampubolon. 2008. Performans


produksi susu sapi perah Friesh Holland (FH) di Desa Air Duku dan Air
Putih Kali Bandung, Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang
Lebong, Bengkulu. J. Sain Peternakan Indonesia. 3(2): 75 – 80.

Surat Keputusan Menteri Pertanian, 1991. SK. Mentan No. 273/Kpts/RC410/1991


tentang Batasan Usaha Peternakan yang harus Melakukan Evaluasi
Lingkungan. Departemen Pertanian, Jakarta.

Syarif, E. K dan Harianto, B. 2011. Beternak dan Bisnis Sapi Perah. Agromedia
Pustaka, Jakarta.

Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis.


Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
31

LAMPIRAN

Lampiran 1. Lay Out Kandang

F E D C B A

P
H K L M

O
N
U
I

Keterangan :

A : Gudang Pakan Jerami J : Kandang Karantina


B : Area Parkir K : Gudang Pakan Hijauan
C : Kantor L : Aula
D : Gudang Pakan Konsentrat M : Gudang Pakan Jerami
E : Ruang Serba Guna N : Kandang Sapi Laktasi
F : Toilet O : Kandang Exercise
G : Kandang Sapi Laktasi dan Dara P : Area Parkir
H : Bangsal Pemerahan Q : Taman
I : Kandang Pedet
32

Lampiran 2. Fisiologi Ternak

A. Tanggal 25 Desember 2018

Pukul 00.00
NO. DENYUT NADI FREKUENSI SUHU REKTAL
SAPI NAPAS
1 52 50 20 21 37,5 37,6
2 52 55 25 24 37,3 37,3
3 55 57 29 30 38,2 38,2
4 45 46 18 18 37,8 38,0
5 62 62 32 34 37,8 37,8
6 58 59 31 28 37,5 37,5
7 58 54 20 25 38,3 37,9
8 61 59 21 22 38,2 38,1
9 51 51 26 26 38,3 38,4
10 52 50 28 31 37,6 38,0
Rata-rata 55 54 25 26 37,8 37,9

Pukul 06.00
NO. DENYUT NADI FREKUENSI SUHU REKTAL
SAPI NAPAS
1 54 53 21 26 38,6 38,4
2 60 58 23 25 38,5 38,4
3 58 58 27 24 38,2 38,1
4 58 59 24 26 38,6 38,5
5 60 63 22 23 37,5 37,6
6 43 43 26 27 37,6 37,6
7 58 58 25 27 38,4 38,6
8 53 54 20 17 37,9 37,6
9 62 60 25 28 37,8 37,7
10 61 62 28 27 38,3 38,1
Rata-rata 57 57 24 25 38,1 38,0
33

Lampiran 2. Lanjutan

Pukul 12.00
NO. DENYUT NADI FREKUENSI SUHU REKTAL
SAPI NAPAS
1 50 52 28 29 38,0 38,0
2 59 58 20 21 38,1 38,2
3 49 50 25 28 38,6 38,6
4 44 46 36 34 37,8 38,0
5 51 49 25 28 38,2 38,3
6 40 41 24 23 37,6 37,8
7 54 58 20 22 38,4 38,1
8 56 55 30 31 37,9 37,8
9 52 54 26 25 38,5 38,5
10 48 48 24 23 38,3 38,3
Rata-rata 50 51 26 26 38,1 38,2

Pukul 18.00
NO. DENYUT NADI FREKUENSI SUHU REKTAL
SAPI NAPAS
1 58 54 28 26 38,6 38,4
2 50 52 24 22 38,4 38,6
3 47 46 22 26 38,1 38,1
4 52 53 30 31 38,7 38,6
5 79 77 25 22 37,8 37,8
6 50 50 26 25 37,9 38,2
7 61 63 20 17 38,2 38,2
8 62 62 26 27 37,4 37,6
9 66 66 23 24 38,4 38,3
10 57 56 37 40 37,8 38,0
Rata-rata 58 58 26 26 38,1 38,2
34

Lampiran 2. Lanjutan

B. Tanggal 1 Januari 2019

Pukul 00.00
NO. DENYUT NADI FREKUENSI SUHU REKTAL
SAPI NAPAS
1 54 53 21 26 38,6 38,4
2 60 58 23 25 38,5 38,4
3 58 58 27 24 38,2 38,1
4 58 59 24 26 38,6 38,5
5 60 63 22 23 37,5 37,6
6 43 43 26 27 37,6 37,6
7 58 58 25 27 38,4 38,6
8 53 54 20 17 37,9 37,6
9 62 60 25 28 37,8 37,7
10 61 62 28 27 38,3 38,1
Rata-rata 57 57 24 25 38,1 38,1

Pukul 06.00
NO. DENYUT NADI FREKUENSI SUHU REKTAL
SAPI NAPAS
1 60 63 26 28 38,0 38,1
2 57 55 27 26 38,1 38,1
3 54 52 35 34 38,4 38,5
4 55 53 24 24 38,4 38,5
5 65 63 23 25 37,8 37,7
6 61 63 26 24 37,6 37,8
7 60 62 22 24 38,2 38,3
8 50 49 23 21 37,8 37,9
9 58 59 27 25 38,2 38,4
10 64 63 29 28 38,3 38,1
Rata-rata 58 58 26 26 38,1 38,1
35

Lampiran 2. Lanjutan

Pukul 12.00
NO. DENYUT NADI FREKUENSI SUHU REKTAL
SAPI NAPAS
1 59 60 31 29 38,3 38,2
2 56 55 37 39 37,7 37,9
3 51 51 38 36 38,4 38,2
4 51 51 33 34 38,4 38,5
5 55 56 35 37 38,2 38,3
6 46 46 29 33 38,0 38,2
7 57 57 20 18 38,2 38,1
8 59 58 31 27 37,4 37,5
9 66 64 39 43 38,7 38,7
10 59 57 42 44 38,2 38,0
Rata-rata 56 56 34 34 38,2 38,2

Pukul 18.00
NO. DENYUT NADI FREKUENSI SUHU REKTAL
SAPI NAPAS
1 50 49 21 23 37,8 37,9
2 44 45 20 24 38,0 37,8
3 56 58 30 31 38,0 38,7
4 68 69 33 33 38,8 38,7
5 64 68 34 32 38,4 38,2
6 54 52 28 29 37,6 37,7
7 66 68 27 24 38,1 38,2
8 70 69 22 22 38,5 38,5
9 68 70 34 34 38,1 38,0
10 59 60 28 30 37,7 37,8
Rata-rata 60 61 28 28 38,1 38,2
36

Lampiran 2. Lanjutan

C. Tanggal 8 Januari 2019

Pukul 00.00
NO. DENYUT NADI FREKUENSI SUHU REKTAL
SAPI NAPAS
1 51 51 30 29 37,7 37,8
2 61 58 27 26 37,6 37,9
3 63 65 34 31 38,5 38,4
4 64 66 36 39 38,4 38,2
5 62 60 43 46 38,2 38,3
6 59 56 20 22 37,8 37,8
7 71 74 22 22 38,3 38,3
8 63 62 26 29 38,3 38,3
9 68 65 25 25 37,8 37,8
10 59 59 40 44 37,9 37,9
Rata-rata 62 62 30 31 38,0 38,1

Pukul 06.00
NO. DENYUT NADI FREKUENSI SUHU REKTAL
SAPI NAPAS
1 62 64 26 28 38,1 38,1
2 56 55 27 26 38,1 38,2
3 58 57 35 35 38,6 38,5
4 59 60 24 24 38,7 38,5
5 65 63 28 29 37,8 37,9
6 59 61 28 26 37,8 37,8
7 61 63 21 24 38,5 38,3
8 50 48 27 25 38,1 38,1
9 54 55 27 29 38,1 37,9
10 67 68 25 26 38,3 38,1
Rata-rata 59 59 27 27 38,2 38,1
37

Lampiran 2. Lanjutan

Pukul 12.00
NO. DENYUT NADI FREKUENSI SUHU REKTAL
SAPI NAPAS
1 64 67 31 34 38,0 38,7
2 66 66 30 33 38,2 38,0
3 60 61 37 40 38,5 38,5
4 80 83 39 37 38,3 38,2
5 74 76 32 34 38,7 38,6
6 69 70 36 34 38,4 38,3
7 78 78 35 38 38,6 38,7
8 60 61 29 33 38,6 38,5
9 60 60 40 43 38,6 38,4
10 66 64 30 32 38,7 38,5
Rata-rata 68 69 34 36 38,5 38,4

Pukul 18.00
NO. DENYUT NADI FREKUENSI SUHU REKTAL
SAPI NAPAS
1 60 60 31 32 38,3 37,9
2 61 61 38 35 38,2 38,2
3 56 55 32 35 38,5 38,6
4 66 66 31 31 38,5 38,6
5 84 81 43 44 38,5 38,6
6 70 71 27 24 38,6 38,5
7 81 82 29 27 39,6 39,5
8 71 73 28 28 38,7 38,6
9 68 67 30 29 37,9 38,0
10 65 68 43 46 38,4 38,4
Rata-rata 68 68 33 33 38,5 38,5
38

Lampiran 2. Lanjutan

D. Tanggal 15 Januari 2019

Pukul 00.00
NO. DENYUT NADI FREKUENSI SUHU REKTAL
SAPI NAPAS
1 62 65 33 34 38,0 38,0
2 72 70 31 29 38,2 38,3
3 60 62 34 33 38,2 38,0
4 65 67 41 43 37,9 37,9
5 66 67 48 44 38,2 38,2
6 70 65 20 23 37,4 37,5
7 74 74 22 24 38,5 38,6
8 78 77 37 35 38,0 38,3
9 76 74 33 36 38,5 38,4
10 71 74 40 44 38,2 38,5
Rata-rata 69 70 34 34 38,1 38,2

Pukul 06.00
NO. DENYUT NADI FREKUENSI SUHU REKTAL
SAPI NAPAS
1 52 53 36 40 38,1 38,1
2 52 53 30 33 38,1 37,8
3 48 49 38 34 37,7 37,7
4 54 54 38 35 38,5 38,3
5 64 62 41 44 38,1 38,1
6 41 39 26 24 37,8 37,6
7 54 50 31 33 38,1 38,1
8 62 59 32 34 37,5 37,6
9 58 58 37 38 37,8 37,6
10 58 60 42 42 38,0 37,8
Rata-rata 54 54 35 36 38,0 37,9
39

Lampiran 2. Lanjutan

Pukul 12.00
NO. DENYUT NADI FREKUENSI SUHU REKTAL
SAPI NAPAS
1 50 49 38 36 37,9 38,1
2 58 62 34 37 38,0 38,2
3 54 57 45 49 38,3 38,4
4 62 65 41 37 38,6 38,4
5 83 83 59 55 38,6 38,6
6 43 46 42 38 38,3 38,3
7 74 72 40 36 38,3 38,3
8 70 69 48 51 38,6 38,5
9 71 73 73 75 38,7 38,6
10 83 82 68 65 38,5 38,2
Rata-rata 65 66 49 48 38,4 38,4

Pukul 18.00
NO. DENYUT NADI FREKUENSI SUHU REKTAL
SAPI NAPAS
1 67 70 23 24 38,1 38,5
2 75 75 28 24 38,2 38,2
3 78 74 40 42 38,5 38,6
4 60 63 32 33 38,2 38,2
5 75 76 43 44 38,2 38,4
6 51 51 27 25 37,6 37,6
7 81 84 36 34 38,5 38,2
8 71 76 32 30 37,7 38,0
9 62 64 48 49 38,6 38,5
10 78 80 50 48 38,6 38,6
Rata-rata 70 71 36 35 38,2 38,3
40

Lampiran 3. Fisiologi Lingkungan

A. Tanggal 25 Desember 2018


Mikroklimat Makroklimat
Waktu Kelembaban Kelembaban
Suhu (°C) Suhu (°C)
(%) (%)
24.00 22,3 99 21,4 99
06.00 23,7 99 23,2 99
12.00 25,1 99 24,4 93
18.00 22,3 99 21,4 99
MAX 25,1 99 24,4 99
MIN 22,3 99 21,4 93
RATA–RATA 23,4 99 22,6 97,5

B. Tanggal 1 Januari 2019


Mikroklimat Makroklimat
Waktu Kelembaban Kelembaban
Suhu (°C) Suhu (°C)
(%) (%)
24.00 23,2 99 22,3 99
06.00 24,1 99 23,5 99
12.00 28,7 69 28,5 79
18.00 25,0 94 23,9 99
MAX 28,7 99 28,5 99
MIN 23,2 69 22,3 79
RATA–RATA 25,3 90,2 24,5 94

C. Tanggal 8 Januari 2019


Mikroklimat Makroklimat
Waktu Kelembaban Kelembaban
Suhu (°C) Suhu (°C)
(%) (%)
24.00 25,2 88 24,8 99
06.00 25,5 96 26,8 92
12.00 32,5 64 31,2 68
18.00 27,6 92 26,1 89
MAX 32,5 96 31,2 99
MIN 25,2 64 24,8 68
RATA-RATA 27,7 85 27,2 87
41

Lampiran 3. Lanjutan

D. Fisiologi Lingkungan
Mikroklimat Makroklimat
Waktu Kelembaban Kelembaban
Suhu (°C) Suhu (°C)
(%) (%)
24.00 25,5 99 25,0 99
06.00 23,9 99 24,2 99
12.00 31,0 77 30,8 75
18.00 26,5 99 26,8 91
MAX 23,9 99 30,8 99
MIN 31,0 77 24,2 75
RATA-RATA 26,7 93,5 26,7 91
42

Lampiran 4. Dokumentasi

Feed Alley Penampungan Air

Tempat Pemerahan Lahan Exercise

Pemberian Pakan Sanitasi Kandang

Anda mungkin juga menyukai