Anda di halaman 1dari 39

ILMU REPRODUKSI TERNAK (IRT)

Draft 3

ACARA V

PERKAWINAN, INSEMINASI BUATAN DAN DETEKSI


KEBUNTINGAN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 8D

Dina Aprilia Arum Sari (23010119130183)


Fikri Azhar (23010119130100)
Ghulam Abid Abiyyu (23010119130140)
Muhammad Faris Albani (23010119120058)
Muhammad Nabil (23010119130064)
Satya Kumala Devi (23010119130125)
Vania Carissa Widiawati (23010119140223)

LABORATORIUM GENETIKA, PEMULIAAN DAN REPRODUKSI

FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG PRAKTIKUM

Inseminasi buatan (IB) merupakan suatu metode perkawinan

buatan menggunakan bantuan alat yang disebut insemination gun (IB

gun) dan merupakan salah satu upaya untuk mengefisiensikan

penggunaan semen serta penggunaan pejantan dalam pelaksanaan

perkawinan ternak. inseminasi buatan (IB) dapat memperbaiki maupun

meningkatkan mutu genetik ternak dan meningkatkan populasi ternak.

Program inseminasi buatan mencakup beberapa tahapan diantaranya

pemeliharaan pejantan, koleksi semen, evaluasi semen, pengenceran,

pembekuan dan pendistribusian semen beku. Hal-hal yang dipelajari di

acara 5 yaitu deteksi estrus/birahi ternak, proses perkawinan ternak

(buatan), pembacaan straw semen dan pembacaan serta penulisan form

recording ternak.

Deteksi kebuntingan bertujuan untuk mengetahui keberhasilan

perkawinan dalam upaya untuk memberikan perlakuan yang sesuai untuk

menjaga kebuntingan ternak. Keberhasilan kebuntingan ternak melalui

program inseminasi buatan ditentukan beberapa faktor yaitu ternak


pejantan, ternak betina, peternak dan pelaksana inseminasi buatan.

Beberapa deteksi kebuntingan yang bisa dilakukan yaitu metode hormonal

(DEEA GestDect), metode palpasi (abdominal, puting dan rektal), Non

return to estrus (NR) dan Ultrasonografi (USG).

TUJUAN PRAKTIKUM

Praktikan dapat mengetahui teknologi reproduksi inseminasi

buatan, proses inseminasi buatan serta manfaat, kelebihan, kekurangan

dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan inseminasi buatan.

Selain itu, praktikan dapat mendeteksi terjadinya estrus/birahi ternak,

dapat membaca kode yang tertera pada straw semen beku, dapat

membaca dan menulis form recording ternak, dapat mengenal beberapa

metode deteksi kebuntingan ternak, serta dapat melakukan deteksi

kebuntingan ternak menggunakan metode palpasi rektal, palpasi putting,

dan DEEA GestDect.

MANFAAT PRAKTIKUM

Praktikan diharapkan memiliki pemahaman secara komprehensif

tentang teknologi reproduksi inseminasi buatan, proses inseminasi buatan

serta manfaat, kelebihan, kekurangan dan faktor-faktor yang


mempengaruhi keberhasilan inseminasi buatan. Selain itu, praktikan

diharapkan dapat mendeteksi terjadinya estrus/birahi ternak, dapat

membaca kode yang tertera pada straw semen beku, dapat membaca dan

menulis form recording ternak, dapat mengenal beberapa metode deteksi

kebuntingan ternak, serta dapat melakukan deteksi kebuntingan ternak

menggunakan metode palpasi rektal, palpasi putting, dan DEEA GestDect.


BAB II

MATERI DAN METODE

Praktikum ilmu reproduksi ternak ini dilaksanakan pada tanggal 1

November 2020, bertempat di daerah masing-masing praktikan. Praktikum

Acara Ilmu reprodksi ternak acara 5 dilakukan dengan mengamati

penjelasan tentang deteksi berahi, Pengenceran semen, Inseminasi

buatan dan deteksi kebuntingan.

Materi yang digunakan dalam praktikum deteksi birahi meliputi Alat.

Alat yang digunakan dalam deteksi birahi ini antara lain yaitu plastik glove

yang berfungsi melindungi tangan dan alat tulis yang berfungsi untuk

mencatat hasil. Materi yang digunakan dalam pengenceran semen

meliputi Alat dan bahan. Alat yang digunakan dalam pengenceran semen

yaitu Pipet volume yang berfungsi mengambil stock solution, dan beker

glass yang berfungsi sebagai wadah semen encer. Bahan yang digunakan

dalam pengenceran semen yaitu stock solution dan semen yangg telah

ditampung. Materi yang digunakan dalam Inseminasi buatan meliputi Alat

dan bahan. Alat yang digunakan dalam inseminasi buatan meliputi

kontainer yang didalamnya ada straw dan nitrogen, pinset yang berfungsi

mengambil straw di dalam kontainer, thermometer yang berfungsi

mengukur suhu dalam pelaksanaan thawing, wadah dan media thawing,

tissue, cutter straw yang berfungsi memotong straw, IB gun, plastik stid,
plastik glove yang berfungsi melindungi tangan, Spekulum, dan kartu

rekording.bahan yang digunakan yaitu semen encer , V gell dan Alkohol.

Materi yang digunakan dalam deteksi kebuntingan meliputi Alat dan

bahan. Alat yang digunakan yaitu tabung ukur yang berfungsi untuk

wadah Pendeteksian kebuntingan Metode DEEA Gestdect,

Ultrasonography(USG) yang berfungsi untuk pendektesian USG. Bahan

yang digunakan dalam deteksi kebuntingan meliputi urin ternak bunting,

larutan pendahuluan, larutan penegas, semen encer.

Metode deteksi birahi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu

mengamati tingkah laku ternak yang sedang birahi, mengamati kondisi

vulva, Mengecek lendir, erekesi pada uterus dengan cara meraba bagian

rektum dan mencari bagian serviks dan mengamati tingkat ereksi pada

ternak. Metode pengenceran semen dimulai dengan menentukan jumlah

pengenceran. Langkah selanjutnya mengambil stock solution dengan pipet

volume, kemudian encerkan semen yang telah ditampung dan goyang-

goyangkan hingga homogen. Metode Praktikum Inseminasi buatan dimulai

dengan persiapan alat dan bahan. Langkah langkah persiapan alat dan

bahan yaitu pengambilan straw di dalam kontainer, kemudian lakukan

thawing selama 30 detik dengan suhu 37 oC. Setelah dithawing masukan

straw ke dalam IB gun. Selanjutanya masukan plastik ke IB gun.

Pelaksanaan Langkah langkah IB pada kambing dimulai dengan masukkan

semen encer kedalam Pipet Volume. Kemudian sterilkan dan beri pelicin
pada spekulum. Setelah itu bersihkan vulva vagina dan masukan

spekulum. Setelah terlihat serviks masukan pipe volume yang berisi semen

cair. Setelah selesai keluarkan spekulum secara perlahan. Langkah

langkah IB pada ternak unggas betina dimulai dengan handling ternak,

kemudian cari kloaka. Setelah ketemu deposisiskan semen ke dalam

kloaka, kemudian lepaskan unggas. Langkah IB pada sapi diawali dengan

handling pada sapi, setelah itu persiapkan peralatan dari plastik sid,

plastik gloves dn IB gun. Setelah itu lakukan pengecekan pada rektum,

apabila ada kotoran maka dibersihkan. Selanjutnya lakukan palpasi melalui

rektal, lalu masukkan IB gun pada vulva sapi. Setelah selesai cabut IB gun

dan lakukan rekording. Metode Pendeteksian kebuntingan Metode DEEA

Gestdect yaitu pertama, masukan urin ternak bunting ke tabung,

selanjutnya teteskan larutan pendahuluan 5 tetes. Setelah itu masukkan

teteskan larutan penegas sebanyak 5 tetes. Langkah pendeteksian

kebuntingan metode putting yaitu memeleret puting hingga cairan keluar.

Langkah pendeteksian kebuntingan metode abominal yaitu dengan

meraba bagian kanan perut ternak, karena terdapat rumen di perut

bagian kiri. Metode pendektesian kebuntingan palpasi rektal dilakukan

dengan perabaan pada uterus melalui dinding rektum untuk merasakan

pembesaran yang terjadi pada uterus selama kebuntingan atau adanya

membran fetus maupun fetus. Metode pendektesian kebuntingan USG

dilakukan dengan posisi hewan berdiri dengan teknik per rektal,


pembacaan hasil gambaran USG (sonogram) terhadap bentuk, ukuran,

letak, echogenisitas, marginasi dan perubahan organ dilakukan secara real

time. Metode NRR dilakukan dengan melakukan pengecekan berahi pada

ternak, setelah dilakukannya inseminasi buatan (IB)


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.2 Pengenceran

Pengenceran merupakan proses lanjutan dari pembuatan semen

beku yaitu dengan menambahkan bahan-bahan yang menunjang hidup

semen selama dibekukan. Pengenceran semen ini membutuhkan bahan-

bahan yang dapat menjamin terjadinya proses metabolisme dan respirasi

spermatozoa. Oleh sebab itu, bahan pengencer yang digunakan harus

berfungsi menambah volume semen, sumber nutrisi, buffer, menghambat

pertumbuhan sel bakteri, dan melindungi semen selama proses

pembekuan. Pengenceran semen ini dilakukan supaya dapat

menginseminasi lebih banyak betina dari semen pejantan unggul serta

memberikan medium yang cocok sebagai sumber nutrisi, control pH dan

mempertahankan tekanan osmotik pada spermatozoa.

3.1.1 Pengenceran semen kambing

Setelah melakukan penampungan semen, langkah selanjutnya

adalah melakukan pemeriksaan kualitas semen secara makroskopis

meliputi volume, warna, konsistensi, bau, dan pH dan secara mikroskopis

meliputi konsentrasi spermatozoa, persentase motilitas spermatozoa,


persentase spermatozoa hidup, persentase membran plasma spermatozoa

utuh dan persentase tudung akrosom spermatozoa utuh. Semen yang

memiliki konsentrasi spermatozoa lebih dari 600 x 106/ml dan motilitas

progresif lebih dari 70 % , dengan abnormalitas kurang dari 20 % yang

diproses lebih lanjut menjadi semen cair dan semen beku. Setelah

melakukan evaluasi terhadap kualitas semen segar, semen diencerkan

sesuai kebutuhan. Jumlah bahan pengencer yang akan ditambahkan ke

masing-masing semen dihitung dengan rumus. Suhu pengencer harus

sama dengan suhu semen pada waktu dicampur, yaitu pada suhu 30°C

atau pada suhu 22°-27°C atau pada 3°C (dalam lemari es atau kamar

pendingin). Volume masing-masing pengenceran yang ditambahkan pada

semen sesuai dengan volume semen yang diperoleh. Selanjutnya

ditambahkan sedikit demi sedikit atau bertahap sampai volume yang

diinginkan terpenuhi kemudian tabung dimiringkan ke depan dan ke

belakang agar semen dan pengencer dapat tercampur sempurna.

Konsentrasi semen yang diinginkan bisa 10 juta spermatozoa/ml, 50 juta

spermatozoa/ml, atau 100 juta spermatozoa/ml bisa dikemas

dalam pool  atau straw.  Semen kambing umumnya berisi 50-60 juta sel

tiap dosis inseminasi, namun mengingat tingkat kesulitan tinggi dalam

menembus cincin serviks pada ternak kambing dan domba maka lebih

disarankan untuk meningkatkan dosis inseminasi semen cair sampai 50-

150 juta atau 200 juta dengan volume 0,05-0,2 atau 0,2- 0,5. Jarak waktu
antara penampungan semen sampai pengenceran tidak lebih dari 15

menit seperti yang dianjurkan oleh Balai Inseminasi Buatan (BIB) dan

disimpan dalam lemari pendingun untuk jadi semen cair.

3.1.2 Pengenceran semen ayam

Pengenceran dilakukan dengan konsentrasi spermatozoa 150 x 106

/ml pengencer. Semen yang telah diencerkan disimpan pada refrigerator

dengan suhu 3-5 o


C. Pengamatan dilakukan setiap 12 jam terhadap

motilitas progresif dan daya hidup spermatozoa sampai motilitas dibawah

40% dan daya hidup dibawah 45%, Data yang diperoleh dianalisis dengan

analisis varians, selanjutnya dilakukan pengujian statistik dengan

menggunakan General Linear Model (Multivariate). Apabila terdapat

perbedaan yang nyata dilakukan uji lanjutan menggunakan uji Duncan,

penghitungan statistic menggunakan SPSS 17.0 for windows. Hasil

penelitian menunjukkan penambahan antioksidan astaxanthin

menunjukkan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap motilitas dan daya hidup

spermatozoa ayam kampung. Penambahan konsentrasi 0,004 w /v%

memberikan hasil terbaik dan lama penyimpanan juga berpengaruh

terhadap motilitas dan daya hidup spermatozoa, semakin lama

penyimpanan semakin rendah motilitas dan daya hidup spermatozoa.

Pengenceran dilakukan dalam tabung reaksi yang steril, dimana jumlah

volume semen yang diencerkan harus sesuai dengan jumlah dari kadar
pengenceran yaitu dengan cara menghitung konsentrasi dan motil

progresif dari semen tersebut, setelah diketahui jumlah dosis semen

ayam, kemudian dikali dengan volume inseminasi dan dikurangi dengan

volume semen ayam segar, sehingga didapat jumlah pengencer yang

akan ditambahkan. Bahan-bahan pengencer yang digunakan yaitu larutan

NaCl fisiologis, Ringer Laktat, dan Ringer Dextrose. Cara pengenceran

yaitu dengan memasukkan bahan pengencer ke dalam tabung reaksi yang

berisi semen melalui dinding tabung dengan cara memutar tabung reaksi.

Agar larutan homogen maka dilakukan pencampuran dengan cara

membolak-balikkan tabung reaksi secara perlahan-lahan.

3.2 Deteksi Birahi

Deteksi berahi bertujuan untuk mengetahui tingkat berahi pada ternak.

Ketika tingkat berahi pada ternak sudah diketahui maka peternak mampu

mengetahui tingkat keberhasilan dalam inseminasi buatan. Terdapat

banyak cara untuk mengetahui tingkat berahi salah satunya dengan cara

mengamati tingkah laku ternak tersebut seperti, ternak berusaha menaiki

ternak lain ataupun menaiki panggung. Selain dari tingkah laku deteksi

birahi juga dapat diketahui dengan cara mengamati bagian vulva pada

ternak. Kondisi vulva dapat dinilai dari warna vulva, bengkak atau

tidaknya vulva dan hangat tidaknya vulva. Terdapat tiga penggolongan

nilai dalam mengamati warna vulva dan lendir yang dikelurakan oleh vulva
yaitu plus 1, plus 2, dan plus 3. Pada plus 1 vulva berwara putih agak

pink, plus 2 vulva bewarna merah muda dan plus 3 vulva berwarna

merah. Deteksi berahi juga dapat dilihat dari lendir yang berada pada

vulva. Apabila lendir masih berada di sekitar vulva maka skornya plus 1,

lendir yang keluar dari vulva dan menetes sampai paha skornya plus 2,

dan lendir yang sudah menetes ssampai lantai skornya 3.

Cara mendeteksi berahi selanjutnya adalah dengan mengamati

ereksi pada uterus ternak. Untuk mengetahuinya kita harus memasukkan

tangan kita ke bagian rektum sapi. Memasukkan tangan dengan cara

menumpukkan tangan menjadi satu terlebih dahulu dan memasukkan

tangan secara perlahan ke bagian rektum. Setelah tangan kita sudah

masuk, langkah selanjutnya yaitu mencari dan meraba letak servik sapi

tersebut. Apabila sudah menemukan bagian servik, kita bisa menilai

tingkat ketegangan ereksi sapi. Ereksi 1 ketika kondisi servik sedikit

tegang, ereksi 2 ketika kondisi servik agak tegang, ereksi 3 ketika kondisi

servik tegang, dan ereksi 4 apabila kondisi servik sangat tegang.

3.3 Perkawinan ternak

3.3.1 Perkawinan Alami

Perkawinan alami adalah perkawinan yang dilakukan oleh ternak

pejantan dengan induk betina dimana keduanya telah matang organ


reproduksinya. Perkawinan pada kambing diawali dengan pejantan akan

mendekati betina dan melakukan mounting atau menaiki tubuh betina.

Tingkah laku kambing selanjutnya yaitu licking atau mencium dan menjilat

vagina betina. Setelah kambing jantan melakukan licking, selanjutnya

ternak jantan akan melakukan tingkah laku jaw dropping atau

menjatuhkan rahangnya di atas tubuh ternak betina. Kemudian akan

terjadi ereksi pada penis pejantan. Kambing pejantan biasana bisa

dikawinkan pada saat umur 24 bulan, sedangkan kambing betina pada

saat umur 12 bulan. Kambing pejantan dapat melakukan intromisi ke

dalam vulva dilanjutkan fase klimaks perkawinan dengan ciri utama

ejakulasi cairan semen, sehingga ejakulat semen yang mengandung

spermatozoa berhasil di pancarkan ke dalam saluran vagina.

Perkawinan pada ternak ayam pejantan yaitu ketika pejantan akan

menaiki punggung ayam betina (mouning) untuk melakukan kopulasi

(mating) yang diakhiri dengan ejakulasi yaitu dengan bertemunya kloaka

jantan dan kloaka betina. Satu pejantan ayam mampu mengawini 12 ekor

betina

Kelebihan perkawinan alami yaitu tidak membutuhkan alat khusus

dan setiap peternak pasti mampu untuk melakukan perkawinan alami

pada ternak dikarenakan peternak tidak membutuhkan keahlian khusus

untuk melakukannya. Biaya yang dikeluarkan dalam perkawinan alami

lebih kecil dikarenakan dalam perkawinan alami tidak memerlukan


perlengkapan alat yang bernilai mahal. Peternak tidak memerlukan usaha

untuk membantu ternak betina agar bunting.

Kekurangan dari perkawinan alami yaitu ternak-ternak yang belum

dewasa tubuh sudah akan bunting sehingga anak yang dilahirkan pun

akan mempunyai kualitas yang jelek, selain itu kemungkinan terjadinya

inbreeding sangat tinggi. Sulit untuk memperbaiki mutu genetik ternak

karena tidak dapat memilih sperma jantan yang unggulan. Berpotensi

terjadi penularan penyakit yang ditularkan melalui saluran kelamin.

Perkawinan alami tidak dapat diatur jangka waktu untuk beranaknya

karena kebuntingan ternak betina tidak dapat direncanakan. Dapat terjadi

perkawinan sedarah karena tidak dapat memilih sperma pejantan yang

bukan sedarah, dengan perkawinan alami tentu sulit dilakukannya

persilangan antara berbagai jenis sapi.

3.3.2 Perkawinan buatan/Inseminasi Buatan (IB)

Inseminasi Buatan adalah suatu teknologi pada reproduksi ternak yang

bermanfaat untuk mempercepat peningkatan mutu genetik ternak,

mencegah penyebaran penyakit reproduksi yang ditularkan melalui

perkawinan alam, meningkatkan efisiensi penggunaan pejantan unggul,

dan menurunkan/ menghilangkan biaya investasi pengadaan dan

pemeliharaan ternak pejantan. Tujuan dari pencurahan semen ke dalam


saluran reproduksi ternak betina mamalia adalah agar sel telur yang

diovulasikan ternak betina tersebut dapat dibuahi oleh sperma sehingga

ternak betina mengalami kebuntingan sedangkan pada ternak unggas

betina adalah agar ternak dapat menghasilkan telur fertil yang selanjutnya

dapat ditetaskan. Tahap inseminasi buatan diawali dengan seleksi ternak

dan menampung semen lalu melakukan uji makroskopis serta melakukan

pengenceran semen sehingga inseminasi buatan dapat dilakukan.

Inseminasi buatan sendiri bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk,

meningkatkan efisiensi perkawinan, dan untuk menekan perkawinan

sedarah atau inbreeding.

Kelebihan IB yaitu dapat memperbaiki mutu genetik ternak karena

dapat memilih menggunakan sperma dari ternak jantan yang unggul.

Berpotensi mencegah penularan penyakit yang ditularkan melalui saluran

kelamin karena tidak terdapat proses perkawinan alami. Inseminasi

buatan dapat mengatur jarak beranak karena kebuntingan ternak betina

dapat direncanakan. Mencegah perkawinan sedarah karena dapat memilih

sperma pejantan yang bukan sedarah, dengan inseminasi buatan juga

dapat dilakukan persilangan antara berbagai jenis sapi.

Kekurangan dari inseminasi buatan yaitu membutuhkan alat yang

memadahi seperti alat inseminasi, serta membutuhkan inseminator yang

sudah terlatih dan terampil, tidak sembarang orang dapat melakukannya,


jika dilakukan tidak tepat dapat menimbulkan infertilitas. Inseminasi

buatan dapat terjadi perkawinan silang dalam atau inbreeding jika

pencatatan recording tidak tepat. Apabila dalam menidentifikasi berahi

dan waktu pelaksanaan inseminasi buatan tidak tepat maka tidak akan

terjadi kebutingan.

3.3.3 Inseminasi Buatan pada Sapi

Sebelum inseminasi dilakukan terdapat tahapan tahapan yang

meliputi seleksi ternak lalu penampungan semen yang dilanjutkan uji

kualitas semen kemudian pengenceran semen. Setelah tahapan tersebut

telah dilakukan maka inseminasi dapat dilakukan. Inseminasi atau deposisi

semen ke dalam saluran reproduksi ternak betina merupakan salah satu

langkah akhir dalam kegiatan inseminasi buatan. Pada proses persiapan

inseminasi ini tentunya memerlukan alat dan bahan. Alat dan bahan yang

digunakan dalam praktikum ini meliputi kontainer yang didalamnya

terdapat terdapat straw dan cairan nitrogen. Straw sendiri merupakan

tabung plastik kecil untuk mengemas semen beku sedangkan nitrogen cair

pada container berfungsi dalam pembekuan semen. Adapun pinset untuk

mengambil straw yang ada di dalam container. Termometer juga

dibutuhkan sebagai alat pengukuran suhu untuk pelaksanaan towing.

Praktikum ini juga membutuhkan wadah dan media towing, tisu yang
digunakan untuk membersihkan straw dan membersihakan vulva yang

kotor, cutter straw untuk menggunting straw, IB gun untuk memasukkan

semen beku kedalam saluran reproduksi betina, plastic sheet untuk

melindungi IB gun setelah di isi straw sehingga pada saat dimasukkan

kedalam saluran reproduksi betina tidak melukai ternak, plastik glove yang

berfungsi untuk melindungi tangan pada saat palpasi lewat rectal, serta

kartu recording untuk merekap data inseminasi buatan.

Tahap persiapan yang harus dilakukan dalam inseminasi buatan

yaitu pertama inseminator harus mengambil straw semen beku yang

berada di kontainer. Pengambilan straw dilakukan dengan membuka

tabung penutup dari kontainer lalu straw yang berisi semen beku diambil

lalu dilakukan towing di media towing selama 30 detik menggunakan air

hangat dengan suhu 37oC. Setelah itu straw dilap menggunakan tisu

kemudian straw dimasukkan kedalam inseminasi gun. Ujung kemasan

straw atau segel pabrik dari straw harus dipotong menggunakan cutter

straw pada batas kira-kira ½ cm dari ujung insemination gun. Lalu

masukkan plastik sheet ke dalam IB gun. Pastikan bagian bawah dari IB

gun sudah berbunyi “klik” . Inseminasi buatan pun siap dilakukan.

Inseminasi buatan pada sapi diawali dengan handling pada sapi

yang akan diinseminasi menggunakan tali yang diikatkan pada leher sapi.

IB dilakukan dengan tangan kanan memegang insemination gun tangan

kiri yang memakai platik glove dimasukan kedalam rektum. Awalnya glove
diberi pelicin dari air ataupun sabun sebagai pelicin. Ketika memasukkan

tangan kedalam rectum, ujung kelima jari harus di tutup rapat seperti

menguncup, dan recktum akan membuka. Udara akan merangsang

rektum sehingga sapi berusaha mengeluarkan kotoran dari rektum dengan

sendirinya. Jika hal tersebut gagal maka inseminator harus mengeluarkan

feses terlebih dahulu sampai bersih. Ujung insemination gun di masukan

ke vagina didorong terus dengan miring ke atas membentuk sudut 45°

supaya ujung insemination gun tidak terhalang oleh verticulum sub uretra.

Tangan kiri di masukan ke dalam rektum untuk memfiksir serviks. Kadang

– kadang di dalam vulva terdapat lipatan yang dapat menghalangi ujung

insemination gun. Ini dapat dihindari dengan mendorong serviks yang

telah dipegang dengan tangan kiri ke arah cranial. Yang mengatur

jalannya insemination gun adalah tangan kiri dan diusahkan masuk ke

mulut serviks atau canalis cervicalis atau uterus. Bila ujungnya

insemination gun telah masuk serviks uteri, maka tangan kanan

menyemprotkan semen. Tahap berikutnya yaitu melakukan pengambilan

straw dan melakukan pencatatan dari produsen serta memberikan kode

straw dan kode pejantan.

3.3.4 Inseminasi Buatan pada Ungas

Inseminasi Buatan pada unggas seperti ayam adalah suatu proses

pemasukan semen ke dalam saluran reproduksi ayam betina dengan


bantuan manusia dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi

penggunaan jantan, menanggulangi rendahnya fertilitas akibat kawin

alam, meningkatkan jumlah produksi telur tetas, serta upaya pengadaan

anak unggas seperti ayam (DOC) dalam jumlah banyak, umur seragam,

dan waktu yang singkat. Tahapan inseminasi buatan pada unggas dimulai

dari pemilihan induk dan pejantan yang baik dan ideal. Sebelum dilakukan

IB sebaiknya unggas ditempatkan dikandang baterai untuk mengurangi

stress dan perlu disuntik vitamin anti stress setelah melakukan inseminasi

buatan. Langkah selanjutnya yaitu pengambilan sperma dengan alat dan

bahan yang dibutuhkan meliputi spuit, tabung pengencer, tabung

penampungan sperma, NaCl fisiologis 0.9%, dan lap pembersih. Dalam

pengambilan sperma ini, kotoran yang menempel pada sekitar kloaka

dibersihkan kemudian ayam pejantan diberikan rangsangan dengan

mengurut dan mengelus bagian punggung ayam. Kemudian setelah ayam

terangsang, sperma di tampung lalu diberi larutan NaCl fisiologis 0,9%

dengan perbandingan sperma : NaCl adalah 1 : 6-10. Selanjutnya

dilakukan inseminasi buatan pada ayam betina. Ada dua teknik yang

dapat dilakukan untuk memasukkan sperma induk jantan ke dalam organ

reproduksi induk betina yaitu deposisi intravaginal (melalui vagina)

dengan kedalaman sekitar 3 cm dan deposisi intrauterine (melalui uterus)

dengan kedalaman spuit sekitar 7 cm. inseminasi buatan ini dilakukan

dengan membersihkan kotoran di sekitar kloaka pada unggas, lalu


melakukan penekanan di bawah kloaka untuk memperjelas saluran

reproduksi pada bagian kiri dan saluran pencernaan pada bagian kanan.

Setelah itu dilakukan pengambilan sperma yang sudah diencerkan

sebanyak 0.1 ml – 0.2 ml dan memasukkan sperma dengan spuit (tanpa

needle: jarum). Indikator keberhasilan IB unggas adakag dengan melihat

telur yang dihasilkan betina dengan mendeteksi fertile atau infertilnya

telur.

3.3.5 Faktor yang Menentukan Keberhasilan Inseminasi Buatan

Keberhasilan dari inseminasi buatan dipengaruhi oleh dipengaruhi

oleh beberapa faktor. Faktor keberhasilan inseminasi buatan yang

pertama yaitu kualitas semen, semen yang baik harus memenuhi standar

kualitas semen. Semen memiliki standar SNI dengan kualifikasi motilitas

minimal 40% serta mengandung minimal 25 juta sel. Kualitas dari semen

jantan dapat diketahui melalui uji kualitas semen baik secara makroskopis

maupun mikroskopis. Faktor selanjutnya yaitu berhubungan dengan

keadaan dari ternak yang akan di-IB-kan karena akan mempengaruhi

fertilitasnya. Hal ini dapat dilihat melalui genetik ternak, kondisi tubuh

(BCS), kondisi organ reproduksi, kadar hormonal dan adanya riwayat

penyakit tertentu yang harus diperhatikan karena ternak harus sehat dan

tidak memiliki kecacatan. Kemudian faktor ketiga yang mempengaruhi

keberhasilan IB ini yaitu peternak. Peternak harus mengetahui tanda-


tanda dan dapat mendeteksi birahi birahi ternak dengan akurat dan tepat

sebagai pertimbangan waktu inseminasi buatan pada ternak betina agar

IB tersebut berhasil bangsa ternak karena jika pemilihan waktu kurang

tepat maka inseminasi dapat mengalami kegagalan. Peternak juga harus

dapat mendeteksi kebuntingan pada ternak karena tujuannya untuk

mengevaluasi keberhasilan IB, yang diakibatkan oleh kematian dini pada

embrio. Faktor terakhir yang mempengaruhi keberhasilan dari inseminasi

buatan yaitu inseminator. Inseminator merupakan petugas yang

melaksanakan inseminasi buatan pada ternak betina dengan

menyuntikkan semen jantan ke organ reproduksi betina. Inseminator

harus memahami tahapan dalam inseminasi buatan agar IB ternak dapat

berhasil dan tidak terjadi kesalahan teknis. Pelaksanaan inseminasi buatan

oleh inseminator di lapangan harus memenuhi standar prosedur yang

harus diterapkan seperti cara handling ternak, pelaksanaan palpasi rektal,

metode inseminasi buatan dan lain sebagainya.

3.4 Deteksi Kebuntingan

Deteksi kebuntingan memiliki tujuan,diantaranya yaitu untuk

menentukan bunting tidaknya ternak sedini mungkin,untuk mengetahui

adanya kelainan di saluran reproduksi yang dapat menjadi penyebab

ternak sulit bunting,untuk meningkatkan efisiensi manajemen peternakan

melalui identifikasi ternak yang tidak bunting dapat segera dikawinkan


kembali dengan penundaan waktu seminimal mungkin,membantu

manajemen ternak yang ekonomis.

Macam-macam metode deteksi kebuntingan,diantaranya yaitu

DEEA Gestdect yang merupakan metode deteksi kebuntingan ternak

dengan menggunakan urine ternak betina sebagai bahan uji, palpasi

putting yang merupakan metode deteksi kebuntigan ternak dengan cara

perabaan pada bagian putting ambing, palpasi rektal merupakan metode

deteksi kebuntingan ternak yang dilakukan dengan perabaan pada uterus

melalui dinding rektum untuk merasakan pembesaran yang terjadi pada

uterus selama kebuntingan atau adanya membran fetus.

3.4.1 DEEA Gesdect

DEEA Gestdect merupakan metode deteksi kebuntingan ternak

dengan menggunakan urine ternak betina sebagai bahan uji. Zat yang

dideteksi dalam metode DEEA Gestdect adalah adanya kandungan

ekstradiol 17 α yang terekskresi lewat urine. Cara pengujian dengan

menggunakan DEEA Gestdect yaitu urine sapi betina yang diduga bunting

dimasukkan ke dalam tabung yang sudah disediakan, kemudian ditetesi

larutan pendahuluan sebanyak 2 tetes, larutan pendahuluan akan

memutus ikatan ion fenol dalam ekstradiol 17 α. Kemudian ditetesi

dengan 5 tetes larutan penegas yang akan mengikat ion fenol hingga
terbentuk endapan apabila ternak betina bunting, sedangkan jika ternak

tidak bunting maka tidak akan terbentuk endapan.

Deteksi kebuntingan menggunakan DEEA gestdect ini dapat

dilakukan untuk menguji kebuntingan dini karena tingkat sensitivitas-nya 2

minggu dan tanpa beresiko buruk pada ternak karena hanya

menggunakan urine ternak betina sebagai bahan uji. Waktu yang

dibutuhkan untuk mendeteksi cukup singkat, mudah dan murah sehingga

dapat menghemat waktu, tenaga dan uang. Tingkat keakuratan dari DEEA

gestdect yaitu dapat mencapai 87,58%.

Kelebihan dari metode deteksi kebuntingan dengan DEEA Gestdect

yaitu deteksi kebuntingan menggunakan DEEA gestdect ini dapat

dilakukan untuk menguji kebuntingan dini karena tingkat sensitivitas-nya 2

minggu. Deteksi kebuntingan menggunakan DEEA Gestdect tanpa

beresiko buruk pada ternak karena hanya menggunakan urine ternak

betina sebagai bahan uji. Serta biaya yang murah dan pegujian yang

mudah sehingga menghemat biaya dan tenaga. Sedangkan kekurangan

dari metode deteksi kebuntingan dari DEEA Gestdect yaitu tidak langsung

mengetahui hasilnya karena masih memerlukan waktu dari terbentuknya

endapan pada urine untuk dapat mengetahui ternak betina yang diuji

mengalami kebuntingan atau tidak dan memerlukan ketelitian saat


melakukan pengujian terutama saat meneteskan larutan pendahuluan dan

larutan penegas.

3.4.2 Palpasi Putting

Palpasi puting adalah metode deteksi kebuntingan ternak yang

dilakukan dengan perabaan pada bagian puting ambing. Palpasi puting

dilakukan dengan memencet papila ambing dengan ibu jari dan telunjuk

untuk melihat cairan yang keluar.Apabila terdapat cairan bening dan

lengket maka ternak tersebut dinyatakan bunting.Pada sapi betina yang

pertama kali bunting terlihat adanya pembesaran kelenjar susu secara

progresif dengan puting yang mengencang. Deteksi kebuntingan

menggunakan metode palpasi bunting dengan keakuratan yaitu

presetasenya sekitar 60-70% dan hanya dapat dilakukan pada saat ternak

menjelang partus trimester akhir . Hal ini membuat metode palpasi puting

kurang akurat untuk mendeteksi kebuntingan ternak. Cara metode palpasi

puting sangat praktis dengan teknik yang sederhana, tetapi tingkat

keakurasiannya rendah dalam mendeteksi kebuntingan.

3.4.2 Palpasi Rektal


Palpasi rektal adalah metode deteksi kebuntingan ternak yang

dilakukan dengan perabaan pada uterus melalui dinding rektum untuk

merasakan pembesaran yang terjadi pada uterus selama kebuntingan

atau adanya membran fetus maupun fetus. Palpasi rektal didasarkan atas

kondisi uterus, ovarium dan pembuluh darah uterus. Palpasi rektal dimulai

dengan memasukkan salah satu tangan ke dalam rektum dan

mengeluarkan kotoran yang ada di rektum dengan tujuan agar memiliki

banyak ruang untuk menemukan serviks. Kemudian, cari bagian serviks

yang letaknya di bawah tangan ketika memasuki rektum. Serviks

berbentuk silinder yang keras. Setelah menemukan serviks, masukkan

tangan lebih dalam dan rasakan keberadaan embrio pada uterus. Tanda-

tanda kebuntingan pada sapi saat melakukan palpasi rektal ciri-cirinya

adalah pada bulan 3 kornua sebesar bola voli, letaknya sudah sedikit

tertarik ke rongga perut, arteri uterina media jelas teraba dan terasa

seperti desiran air mengalir, teraba kotiledon sebesar kedelai, membran

fetus teraba, pada bulan 5 fetus sudah masuk ke rongga abdomen dan

sulit teraba, servik teraba seperti selang pipih, karena uterus tertarik ke

rongga perut disebabkan karena berat fetus dan volume amnion

bertambah volumenya, plasentom teraba sebesar uang seratus rupiah,

fremitus arteria uterina media teraba mendesir dengan pembuluh darah

yang sebesar sedotan, pada bulan 6 posisi fetus sudah kembali sejajar

dengan pelvis, osifikasi fetus sudah teraba jelas, teraba adanya fremitus
arteria uterina media, servik terletak di depan tepi cranial pubis dan

hampir tegak lurus ke bawah, pada bulan 9 Ujung kaki depan dan

moncong fetus sangat dekat dengan rongga pelvis, pada akhir masa

kebuntingan otot-otot sekitar tulang panggul kelihatan mengendur, vulva

sedikit membengkak dan lendir banyak keluar, teracak, mulut, ukuran

fetus semakin membesar dan fremitus arteria uterina media semakin jelas.

Untuk dapat merasakan perbedaan pada uterus dibutuhkan usia

kebuntingan 3,5 sampai 4 bulan. Deteksi kebuntingan dengan palpasi

rektal merupakan metode deteksi kebuntingan yang paling murah dan

akurat untuk ternak besar, seperti sapi, kerbau dan kuda. Namun, metode

palpasi rektal sulit dilakukan dan membutuhkan sensifitas pelaksana. Pada

pelaksanaan yang tidak tepat dapat mengakibatkan kematian pada

embrio. Diagnosa kebuntingan dengan menggunakan metode ini dapat

dilakukan paling cepat 35 hari sesudah inseminasi dilakukan, tetapi jika

melakukan palpasi rektal di bawah 3 bulan,beresiko menyebabkan abortus

pada ternak. Ketepatan di atas 95% dapat diperoleh sesudah 60 hari

umur kebuntingan. Cara deteksi kebuntingan metode palpasi rektal praktis

dan mudah prosedurnya juga mempunyai akurasi yang tinggi,tetapi

palpasi rektal bukan merupakan teknik yang sederhana,deteksi ini

membutuhkan keahlian tertentu dan terdapat resiko gugur pada ternak.


3.4.3 Palpasi Abdominal

Metode palpasi abdominal merupakan metode deteksi kebuntingan

yang dilakukan di daerah abdominal (rongga perut). Metode palpasi

abdominal dilakukan dengan cara meraba bagian kanan perut ternak

dengan tangan. Apabila terasa seperti ada fetusnya yang bergerak,

menandakan bahwa sapi bunting. Metode palpasi abdominal bisa

digunakan pada trimester akhir sebelum partus. Tingkat keakuratan

deteksi kebuntingan palpasi abdominal adalah 60-70%. Cara deteksi

kebuntingan palpasi abdominal cukup akurat, cepat, pelaksana dapat

mengetahui posisi fetus dan kelainan posisi yang terjadi, tetapi metode

palpasi abdominal sulit dilakukan karena membutuhkan sensitifitas

pelaksana.

3.4.4 USG

Ultrasonography (USG) merupakan alat deteksi kebuntingan

dengan menggunakan gelombang suara ultra. Prinsip dari pencitraan yang

dilakukan USG adalah Penggunaan gelombang ultrasonik dengan frekuensi

1,5-15 MHz. Gelombang ultrasonik ini akan memberikan atau

memperlihatkan gambar struktur badan maupun organ melalui jalur

pantulan echo yang bolak balik dari jaringan maupun organ secara real

time (Sonogram). Sonogram kebuntingan pada sapi akan memperlihatkan


terjadinya perubahan ukuran dan bentuk pada organ uterus, terlihatnya

fetus serta terlihatnya perkembangan fetus beserta organnya sedangkan

pergerakan fetus didalam rahim atau uterus hanya dapat terlihat secara

real time.  Bahan yang digunakan dalam deteksi kebuntingan dengan USG

ini yaitu sabun,lakban bening ukuran besar dan plastic glove. Alat yang

digunakan ialah alat USG dua dimensi tipe portable, transducer dengan

frekuensi 6,5 MHz tipe Rectal Linear scanner transducer. Metode

pengambilan gambar dilakukan dengan posisi hewan berdiri dengan teknik

per rektal, pembacaan hasil gambaran USG (sonogram) terhadap bentuk,

ukuran, letak, echogenisitas, marginasi dan perubahan organ dilakukan

secara real time. Saat mendeteksi kebuntingan dengan USG, di layar

adanya bentukan massa yang berwarna mesoechoic atau echo sedang.

Bagian tersebut merupakan organ uterus dalam keadaan tidak bunting.

Pada kondisi sapi yang tidak bunting organ uterus mengalami pengecilan,

sehingga gelombang ultrasound diserap oleh jaringan uterus dan di

refleksikan kembali sehingga kejadian ini memperlihatkan organ uterus

pada layar berwarna keabu-abuan. Penentuan terjadinya kebuntingan

yang didasarkan pada adanya cairan didalam rongga uterus bahwa cairan

tersebut merupakan cairan plasenta (chorioallantoic),karena induk sapi

baru dapat dinyatakan bunting jika pada kornua uteri telah ditemukan

cairan plasenta (chorioallantoic). Waktu yang tepat dalam melakukan

pemeriksaan USG dilakukan secara bertahap pada masing-masing usia


kebuntingan yakni pada usia kebuntingan berkisar antara 1, 2, dan 3

bulan dengan keakuratan presentase sekitar 93%. Deteksi kebuntingan

dengan menggunakan USG akurat dalam mendeteksi dan dapat

mendeteksi kebuntingan secara dini,tetapi deteksi kebuntingan dengan

USG membutuhkan keahlian pelaksana dikarenakan banyaknya tanda-

tanda kebuntingan yang perlu diperhatikan.

3.4.5 NRR (Non Return Rate)

NRR merupakan presentase ternak betina akseptor IB yang tidak

lagi mengalami berahi dalam kurun waktu 60 – 90 hari setelah

dilakukannya inseminasi buatan pada ternak betina tersebut. Metode NRR

sendiri merupakan asumsi apabila sapi yang sudah di IB dan tidak berahi

lagi, maka sapi tersebut dianggap bunting. Terdapat bebrapa faktor yang

mempengaruhi tinggi rendahnya nilai NRR yaitu ketepatan waktu IB,

deteksi berahi, pakan dan kualitas semen. Keakuratan dari metode NRR

yaitu 80-93% hal ini dapat disebabkan karena terdapat sekitar 5% sapi

betina bunting masih menunjukkan tanda birahi. Kelebihan dari metode

NRR yaitu hanya perlu mengamati ternak betina akseptor IB menunjukkan

tanda birahi atau tidak dan tidak menggunakan alat. Sedangkan,

kekurangan dari metode NRR yaitu memerlukan ketelitian dan ketepatan


dalam mengamati ternak betina jika tidak maka akan terjadi kesalahan

deteksi kebuntingan.

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa Inseminasi buatan (IB) merupakan suatu metode perkawinan

buatan pada ternak yang bertujuan untuk memperbaiki maupun

meningkatkan mutu genetik ternak dan meningkatkan populasi ternak.

Program inseminasi buatan mencakup beberapa tahapan diantaranya

Deteksi birahi dan pengenceran semen. Deteksi kebuntingan merupakan.

Deteksi kebuntingan merupakan metode yang digunakan untuk

mengetahui keberhasilan perkawinan dalam upaya untuk memberikan

perlakuan yang sesuai untuk menjaga kebuntingan ternak Beberapa

deteksi kebuntingan yang bisa dilakukan yaitu metode hormonal DEEA

GestDect, palpasi putting, palpasi rektal, palpasi abominal dan palpasi

USG.
DAFTAR PUSTAKA

Adhianto, K., Siswanto, S., Sulastri, S., & Dewi, A. D. T. 2019. Status

reproduksi dan estimasi output kambing Saburai di Desa Gisting

Atas Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. Jurnal Ilmiah

Peternakan Terpadu, 7(1), 180-185.

Arsyad dan B.S. Yudistira. 2011. Pemeriksaan Kebuntingan pada Sapi.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung.

Hafizuddin, H., Siregar, T. N., Akmal, M., Melia, J., & Armansyah, T.

(2012). Perbandingan intensitas berahi sapi aceh yang

disinkronisasi dengan prostaglandin F2 alfa dan berahi alami.

Jurnal Kedokteran Hewan-Indonesian Journal of Veterinary

Sciences, 6(2), 81-83.

Hijriyanto, M., Dasrul, C. N. Thasmi. 2017. Pengaruh Frekuensi

Penampungan Semen Terhadap Kualitas Spermatozoa Pada Ayam

Bangkok. Jimvet. 01(1) :46-53

Idfar. 2017. “Diagnosa Kebuntingan Dini Dalam Mendukung Tingkat

Keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi Bali di Kecamatan


Manggelewa Kabupaten Dompu. Fakultas Sains dan Teknologi.

Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar. skripsi

Inounu, I. (2017). Dukungan Sains dan Teknologi Reproduksi untuk

Mensukseskan Program Sapi Indukan Wajib

Bunting. Wartazoa, 27(1), 23-34.

Ismaya., Y. Erwanto., H. Sasongko., B. Ariyadi dan S. M. Widi. 2016.

Integrated Farming Sytem dalam Pengentasan Kawasan Rawan

Pangan. CV. Kolom Cetak, Yogyakarta. ISSBN : 978-602-749-291-

Lestari, C. M. S., Purbowati, E., Dartosukarno, S., & Rianto, E. 2014.

Sistem Produksi dan Produktivitas Sapi Jawa-Brebes dengan

Pemeliharaan Tradisional (Studi Kasus di Kelompok Tani Ternak

Cikoneng Sejahtera dan Lembu Lestari Kecamatan Bandarharjo

Kabupaten Brebes). Jurnal Peternakan Indonesia (Indonesian

Journal of Animal Science), 16(1), 8-14.

Lubis, T.M., Dasrul, C.N. Thasmi, dan T. Akbar. 2013. Efektivitas

Penambahan Vitamin C dalam Pengencer Susu Skim Kuning Telur

terhadap Kualitas Spermatozoa Kambing Boer setelah

Penyimpanan Dingin. Jurnal S. Pertanian 3 (1); 347-361.


Putra,F.E Hendri dan F. Madarisa. Komputerisasi Pencatatan dan Evaluasi

Pelaksanaan Inseminasi Buatan di Kabupaten 50 Kota. Jurnal

Peternakan Indonesia, Oktober 2011. 13(3) : 226-233.

Putranto, H. D., Setianto, J., Yumiati, Y., dan Nurandrianto, E. 2019.

Perbandingan frekuensi dan durasi perilaku seksual berdasarkan

umur pada pejantan ayam Burgo. Jurnal Sain Peternakan

Indonesia, 14(1), 38-48.

Rahel Situmorang , Wayan Bebas, I G. N. B. Trilaksana. 2014. Kualitas

Semen Ayam Kampung Pada Suhu 3-5 o c Pada Pengenceran

Fosfat Kuning Telur Dengan Penambahan Laktosa. Mahasiswa

Program Studi Dokter Hewan 2 Laboratorium Reproduksi veteriner

Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Indonesia

Medicus Veterinus. 3(4) : 259-265.

Rahmat, D., D. Mulliadi., S. Winaryanto, Rangga dan S. Alim. 2017.

Aplikasi SMS Gateway dalam penguatan sistem recording IB sapi

potong di Jawa Barat. J. Ilmu Peternakan. 1(2): 1-6.

Ridlo, M. R., Ummami, R., Dalimunthe, N. W. Y., Ramandani, D.,

Prihanani, N. I., Andityas, M., dan Widi, T. S. M. 2018. Profil vulva

dan suhu tubuh kambing peranakan etawa pada sinkronisasi

estrus menggunakan medroxy progesterone acetate dan


suplementasi zinc (zn). Jurnal Nasional Teknologi Terapan (JNTT),

2(2), 198- 211.

Ridwan. 2008. Pengaruh jenis pengencer semen terhadap motilitas,

abnormalitas dan daya tahan hidup spermatozoa ayam buras pada

penyimpanan suhu 5 oC. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian.

Fakultas Pertanian. Universitas Tadulako. J. Agroland 15 (3) : 229

– 235.

Rizal, M., & Riyadhi, M. (2016). Fertilitas semen kerbau rawa (Bubalus

bubalis carabanensis) yang diencerkan dengan pengencer nira

aren. Jurnal Veteriner, 17(3), 457-467.

Rosadi, B., Sumarsono, T., & Darmawan, D. (2015). Motilitas spermatozoa

kerbau lumpur pada penyimpanan semen beku dalam es. Jurnal

Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan, 18(2), 98-101.

Sabdoningrum, E. K., S. H. Warsito, H. Pramono, dan S. Eliana. 2018.

Inseminasi buatan menggunakan persilangan sperma limosin dan

Simental melalui sinkronosasi birahi suatu usaha intensifikasi

reproduksi sapi untuk peningkatan peternakan sapi rakyat di

Kecamatan Kedungadem Kabupaten Bojonegoro. J. Layanan

Masyarakat. 2(1): 6-11.

Saifudin, M., N. Isnaini., A. P. A. Yekti, dan T. Susilawati. 2018. Tingkat

keberhasilan inseminasi buatan menggunakan semen cair


menggunakan media pengencer tris aminomethane kuning telur

pada sapi persilangan ongole. J. Ternak Tropika. 19(1): 60-65.

Satiti, D., I. N. Triana., dan A. P. Rahardjo. 2014. Pengaruh Penggunaan

Kombinasi Progesteron (Medroxy Progesterone Acetate) dan

Prostaglandin (PGF2α) Injeksi Terhadap Persentase Birahi dan

Kebuntingan pada Domba Ekor Gemuk Effect Using a Combination

of MPA (Medroxy Progesterone Acetate) and Prostaglandin

(PGF2α) Injection on the Percentage of Estrous. J. Veterinaria.

7(2) : 126-133.

Sayfruddin., Rusli., Hamdan., Rozlizawaty., S.Riantodan S. Hudaya. 2012.

Akurasi metode observasi tidak kembali berahi dan

ultrasonography untuk diagnosis kebuntingan kambing peranakan

etawah. J. Kedokteran Hewan. 6(2):87-91.

Sayuti, A., J. Melia., I. K. Marpaung., T. N. Siregar., S. Syafruddin., A.

Amiruddin., dan B. Panjaitan. 2016. Diagnosis Kebuntingan Dini

Pada Kambing Kacang (Capra Sp.) Menggunakan Ultrasonografi

Transkutaneus (Early Pregnancy Diagnosis In Dwarf Goat (Capra

Sp.) By Transcutaneous Ultrasonography). J. Kedokteran Hewan-

Indonesian. 10(1) : 63-67.


Suartha, I. N, I. W. Bebas, dan I. G.N.K. Mahardika. 2016. Penerapan

Teknologi Reproduksi Untuk Mempertahankan Ketersediaan Ayam

Upakara di Bali. J. Udayana Mengabdi. 15(1): 76-82

Sumaryadi, M. Y., & Nugroho, A. P. 2019. Pemberdayaan kelompok tani

melalui aplikasi teknologi reproduksi pada sapi pasundan di

kecamatan rancah kabupaten ciamis. Dinamika Journal:

Pengabdian Masyarakat, 1(1): 46-53.

Susilawati, T. 2011. Tingkat keberhasilan inseminasi buatan dengan

kualitas dan deposisi semen yang berbeda pada sapi Peranakan

Ongole. TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal

Production, 12(2), 15-24.

Susilawati, T. 2013. Pedoman inseminasi buatan pada ternak. Universitas

Brawijaya Press.

Susilawati, T., Isnaini, N., Yekti, A. P. A., Nurjannah, I., & Errico, E.

(2016). Keberhasilan inseminasi buatan menggunakan semen

beku dan semen cair pada sapi Peranakan Ongole. J. Ilmu-Ilmu

Peternakan. 26(3): 14-19.

Syaiful, F. L. 2018. Diseminasi teknologi deteksi kebuntingan dini “DEEA

Gestdect” terhadap sapi potong di Kinali Kabupaten Pasaman

Barat. J. Hilirisasi IPTEKS. 1(3) : 18-26. e-ISSN : 2621-7198


Syawal, M. , S. Nasution, I. D. P. A. Adnyana. 2014. Aplikasi Teknologi

Sinkronisasi Estrus dan Inseminasi Buatan pada Kambing PE

(Post-Partus ≤1 Bulan) dalam Rangka Pembentukan Kambing

Boerawa. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

393-397

Tarmizi, N.B., 2018. Keberhasilan Inseminasi Buatan (Ib) Pada Sapi Aceh

Menggunakan Semen Beku Sapi Bali, Simental, Dan Limosin Di

Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar. J. Ilmiah

Mahasiswa Veteriner. 2(3) : 318-328.

Utomo,S. 2013. Pengaruh Perbedaan Ketinggian Tempat Terhadap

Capaian Hasil Inseminasi Buatan Pada Kambing Peranakan

Ettawa. J. Sains Peternakan. 11 (1): 34-42

Wahyudi, L., T. Susilawati dan N. Isnaini. 2014. Tampilan reproduksi hasil

inseminasi buatan menggunakan semen beku hasil sexing pada

sapi persilangan ongole di peternakan rakyat. J. Ternak Tropika.

15(1) : 80-88

Warmadewi, D.A., Penggunaan Bioteknologi Reproduksi Mutakhir

Inseminasi Buatan (Ib) Dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas

Sapi Bali. Doctoral disertation, Univrsitas Udayana.


Wahyudi, L., Susilawati, T., & Isnaini, N. 2014. Tampilan reproduksi hasil

inseminasi buatan menggunakan semen beku hasil sexing pada

sapi persilangan ongole di peternakan rakyat. TERNAK TROPIKA

Journal of Tropical Animal Production, 15(1), 80-88.

Yusuf, T.I., R.I. Arifiantini dan N. Rahmiwati. 2005. Daya tahan semen cair

kambing Peranakan Etawah dalam pengencer kuning telur dengan

kemasan dan konsentrasi spermatozoa yang berbeda. J. Indon.

Trop.Anim.Agric. 30(4).

Anda mungkin juga menyukai