PENDAHULUAN
Telur merupakan produk ternak unggas yang memberikan sumbangan
terbesar bagi terciptanya kecukupan gizi masyarakat karena mengandung zat
makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti vitamin, asam-asam
amino yang lengkap dan seimbang serta mempunyai daya cerna yang tinggi
(Sudaryani, 2003). Telur mengandung komponen utama yang terdiri dari air
73,7%, protein 13%, lemak 11,5 gram, karbohidrat 0,65 gram, abu 0,90 gram,
protein serta mineral sekitar 0,8-1% (Winarno dan Koswara, 2002).
Telur yang dikonsumsi dan diperdagangkan biasanya dalam bentuk segar
maupun olahan, dalam bentuk segar telur memiliki kelemahan yaitu mudah
mengalami kerusakan seperti kulit mudah retak, tidak dapat menahan mekanis
yang besar, dan serangan mikroorganisme melalui pori-pori telur. Sehingga untuk
memperpanjang umur simpan dari telur tersebut dilakukan proses pengolahan
telur menjadi telur asin.
Telur asin merupakan produk makanan dari telur itik yang banyak disukai
oleh masyarakat. Pengolahan telur menjadi telur asin dapat mencegah kerusakan
dan kebusukan telur serta memberikan cita rasa. Pengasinan tidak hanya
mempengaruhi karakteristik fisik, kimia maupun organoleptik dari telur asin,
namun juga mempengaruhi nilai gizinya. Seperti yang kita ketahui kandungan gizi
yang tinggi pada telur, bila tidak ditangani dengan baik dalam penyimpanan akan
cepat rusak sehingga mengakibatkan penurunan kualitas telur asin. Untuk
memperpanjang daya simpan telur asin diperlukan penanganan lebih lanjut.
Proses pengawetan lebih lanjut merupakan salah satu cara untuk mempertahankan
agar nilai gizi telur tetap tinggi, tidak berubah rasa, bau dan warna telur asin.
Salah satu proses pengawetan adalah menggunakan tanin. Salah satu tanaman
yang menghasilkan tanin yaitu kayu akasia.
Kayu akasia (acaciamangium) termasuk dalah satu jenis spesies dari famili
Leguminosae, termasuk janis polimer, intoleran dan mudah tumbuh. Kulit coklat
tebal dan kasar. Daun berbentuk melingkar dengan tepi licin tanpa sembul
(Rahayu dkk, 1991). Kayu akasia yang berumur 5-9 tahun mengandung tanin
yang cukup tunggi yaitu berkisar antara 18-39 % (Awang dan Tailor, 1993).
Senyawa tanin yang terdapat pada kulit akasia banyak dimanfaatkan sebagai
bahan penyamak kulit nabati yang memiliki harga relatif lebih murah dari bahan
penyamak kimia lainnya.
Tanin adalah subtansi pahit yang terdapat dalam babakan, kacangkacangan, daun, akar atau biji. Umumnya digunakan untuk mengubah kulit hewan
menjadi kulit samak, sehingga kulit menjadi awet dan lentur. Karena zat tersebut
HASIL PENGAMATAN
Perlakuan
(Kontrol)
Pengamatan hari ke-7
Pengamatan hari ke-10
Pengamatan hari ke-13
0,26 mm
0,80 mm
0,57 mm
0,05 mm
0,08 mm
0,28 mm
Perlakuan
0,71 mm
0,90 mm
0,70 mm
0,15 mm
0,03 mm
0,01 mm
Penghitungan :
Kontrol
1. Pengamatan hari ke-7
Diketahui : Diameter kuning telur : 4,50 mm
Tinggi kuning telur
: 1,19 mm
Diameter albumin
: 9,80 mm
Tinggi albumin
: 0,46 mm
Ditanya : Indeks kuning telur dan indeks albumin?
Penyelesaian :
tinngi kuning telur (mm)
Indeks kuning telur = diameter kuning telur (mm)
1,19
=0,26
= 4,50
Indeks albumin =
0,46
=0,05
= 9,80
2. Pengamatan hari ke-10
Diketahui : Diameter kuning telur : 2,77 mm
Tinggi kuning telur
: 2,21 mm
Diameter albumin
: 9,80 mm
Tinggi albumin
: 0,76 mm
Ditanya : Indeks kuning telur dan indeks albumin?
Penyelesaian :
tinngi kuning telur (mm)
Indeks kuning telur = diameter kuning telur (mm)
2,21
=0,80
= 2,77
Indeks albumin =
0,76
=0,08
= 9,80
3. Pengamatan hari ke-13
Diketahui : Diameter kuning telur
Tinggi kuning telur
: 5,60 mm
: 3,20 mm
Diameter albumin
: 8,50 mm
Tinggi albumin
: 2,40 mm
Ditanya : Indeks kuning telur dan indeks albumin?
Penyelesaian :
tinngi kuning telur (mm)
Indeks kuning telur = diameter kuning telur (mm)
3,20
=0,57
= 5,60
Indeks albumin =
2,40
=0,28
= 8,50
Perlakuan garam + babakan akasia
1. Pengamatan hari ke-7
Diketahui : Diameter kuning telur :
Tinggi kuning telur
:
Diameter albumin
:
Tinggi albumin
:
Ditanya : Indeks kuning telur dan indeks albumin?
Penyelesaian :
tinngi kuning telur (mm)
Indeks kuning telur = diameter kuning telur (mm)
=
Indeks albumin =
=
2. Pengamatan hari ke-10
Diketahui : Diameter kuning telur : 2,90 mm
Tinggi kuning telur
: 2,61 mm
Diameter albumin
: 8,2 mm
Tinggi albumin
: 0,22 mm
Ditanya : Indeks kuning telur dan indeks albumin?
Penyelesaian :
Indeks albumin =
0,1
=0,01
= 8,121
PEMBAHASAN
Dri hasil pengamatan indeks kuning dan indeks albumin pada telur asin
selama penggaraman 7, 10, dan 13 hari dapat dilihat perbandingan indeks kuning
dan indeks putih telur kontorl dan perlakuakn garam + babakan akasia pada grafik
berikut:
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
6
10
11
12
13
14
Gambar 1. Perbandingan indeks kuning telur kontorl dan garam + babakan akasia
Dari gambar 1 dapt dilihat perbandingan indeks kuning kontrol dan
perlakuan penggaraman menggunakan garam + babakan akasia menunjukan untuk
kontrol pada hari ke tujuh sampai hari ke tiga belas mengalami kenaikan dan
akhirnya menurun itu juga terjadi pada perlakukan menggunakan garam +
babakan akasia. Namun dilihat dari nilai indeks kuning telur pada perlakuan
garam + babakan akasia lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Hal ini
disebabkan karena selama penyimpanan terjadi penguapan CO2 dan H2O yang
cukup tinggi pada kuning telur sehingga berpengaruh pada peningkatan pH
kuning telur yang menyebabkan diameter kuning telur semakin membesar.
0.3
0.25
0.2
kontrol
garam + babakan
akasia
0.1
0.05
0
6
10 12 14
Gambar 2. Perbandingan indeks putih telur kontol dan garam + babakan akasia
Dari gambar 2 dapat dilihat perbandingan indeks putih telur kontrol dan
perlakuan penggaraman menggunakan garam + babakan akasia menunjukan untuk
kontrol pada hari ke tujuh sampai hari ke tiga belas mengalami kenaikan,
sedangkan perlakukan menggunakan garam + babakan akasia mengalami
penurunan. Hal ini disebabkan karena terjadi penguapan CO2 dan H2O dari dalam
telur yang mengakibatkan terjadi ikatan kompleks ovomucin-lysozime yang
menyebabkan putih telur menjadi encer (Stadelman dan Cotterill, 1995).
KESIMPULAN
Dari praktikum kali ini dapat diambil kesimpulan bahwa pengawetan telur
asin dengan penggaraman dan di tambahkan babakan akasia pada indeks kuning
telur kontrol lebih kecil dari pada indeks kuning telur pada perlakuan
penggaraman + babakan akasia, sedangkan indeks putih telur pada kontrol
mengalami kenaikan sedangkan indeks putih telur pada perlakuan penggaraman +
babakan akasia mengalami penurunan. Sehingga mutu dari telur lebih baik diberi
perlakuan penggaraman dibanding dengan telur segar.
DAFTAR PUSTAKA
Awang, K & D. Taylor. 1993 Introduction. In: Acacia Mangium Growwing And
Utilization Winlock Intrnational And Fao. Bangkok
Judoamidjojo, M, R. 1981. Teknik Penyamakan Kulit Untuk Pedesaan. Angkasa:
Bandung.
Rahayu, M.; U. Soestina dan N. Sumarsi. 1991. Potensi Beberapa jenis Akasia di
Indonesia dalam HTI. Jurnal Penelitian dan Pengembangan. Vol VIII (1) :
9 -12. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
Winarno, F. G., & S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan
Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.
Stadellman, W. J. dan O. J. Cotteril. (1995). Egg Science and Technology. 4th Ed.
The Avi Publishing Co. Inc. New York.
Yuliyanto, T. 2011. Pengaruh Penambahan Ekstrak Teh Hijau, Ekstrak Daun
Jambu Biji, dan Ekstrak Daun Salam Pada Pembuatan Telur Asin Rebus
Terhadap Total Bakteri Selama Penyimpanan. Skrispsi. Teknologi Hasil
Pertanian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.