Anda di halaman 1dari 2

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING DAN KULIT


“Uji Organoleptik Kulit”

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kulit kambing merupakan salah satu bagian dari makhluk hidup yang dapat dimanfaatkan. Sekarang ini
kulit hewan banya dimanfaatkan sebagai produk kerajinan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Produk – produk yang menggunakan bahan kulit diantaranya adalah sepatu, ikat pinggang, tas, sarung
tangan golf, dan lain sebagainya.
Bahan kulit yang berasal dari hewan tersebut tentunya tidak bisa begitu saja bisa dimanfaatkan, karena
harus melalui proses penyamakan terlebih dahulu. Penyamakan kulit pada dasarnya adalah proses
pengubahan struktur kulit mentah yang mudah rusak oleh aktifitas mikroorganisme, kimiawi atau fisik
menjadi kulit tersamak yang lebih tahan lama. Mekanisme ini pada prinsipnya adalah pemasukan bahan-
bahan tertentu kedalam jalinan serat kulit sehingga terjadi ikatan kimia antara bahan penyamak dengan
serat kulit.

 Sumber bahan penyamak ini bermacam-macam sehingga akan berbeda-beda pula dalam kekuatan dan
sifat, warna konsentrasi dan kualitasnya. Hasil kulitnya pun sangat berbeda, bahkan dari penyamak
berbagai macam kulit, antara lain kulit yang keras empuk, warna tetap atau terang, berat dan ringan.
penyamakan tersebut dapat digunakan dalam berbagai kombinasi untuk memperoleh berbagai efek.
Kulit jadi (tersamak) berasal dari kulit mentah yang sebelumnya telah diawetkan lalu diolah melalui
proses yang bertahap mulai dari proses soaking (perendaman) sampai proses finishing (penyelesaian).
Dimana kesemua proses tersebut pada akhirnya memberikan karakter tertentu pada kulit jadinya yang
disesuaikan dengan tujuan peruntukannya dengan cara penambahan bahan – bahan tertentu pada saat
proses.

Pada akhirnya kulit jadi akan dijual ke pasaran. Tentunya pasar menginginkan kualitas kulit jadi yang
terbaik agar kulit jadi tersebut dapat digunakan sesuai dengan fungsi dari jenis artikelnya masing –
masing.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses penginderaan. Bagian organ
tubuh yang berperan yaitu mata, telinga, indera pencicip, indra pembau, dan indra peraba atau sentuhan.
Kemampuan alat indera memberikan kesan atau tanggapan dapat dianalisis atau dibedakan berdasarkan
jenis kesan. Luas daerah kesan adalah gambaran dari sebaran atau cakupan alat indera yang menerima
rangsangan. Kemampuan memberikan kesan dapat dibedakan berdasarkan kemampuan alat indera
memberikan reaksi atas rangsangan yang diterima. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan
mendeteksi (detection), mengenali (recognition), membedakan (discrimination), membandingkan
(scalling), dan kemampuan menyatakan suka atau tidak suka (hedonik) (Saleh, 2004).
Rahayu (2001) mengatakan bahwa untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam
penilaian suatu mutu atau analisis sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagai instrumen
atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi
berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.
Pengujian organoleptis merupakan suatu pengujian yang dilakukan dengan menggunakan panca indra
atau dilakukan secara visual, dan dibantu dengan alat yang sederhana, alat panca indera yang biasa
digunakan dalam pemeriksaan kualitas kulit secara organoleptis adalah mata, perasa, pengecap, dan
pencium dalam pengujian ini sifat-sifat yang diuji meliputi penampakan nerf, keadaan kulit, bagian daging
(SNI, 06-0234-89).
Menurut Jayusman dalam diktat penuntun praktikum ilmu bahan II secara garis besar tujuan
dilakukannya pengujian terhadap suatu kulit samak adalah pertama, untuk menentukan mutu atau
kualitas secara umum karena melalui suatu analisa atau pengujian dapat ditentukan contoh kulit yang
diuji tersebut bermutu baik, sedang, atau kurang. Kedua, untuk mencari kesalahan atau kekurangan
dalam proses penyamakan kulit karena dari hasil uji ini dapat dilihat kekurangan yang terdapat pada hasil
penyamakan kulit sehingga dapat ditentukan pada proses – proses apa saja yang menyebabkan
terjadinya kesalahan tersebut dan dapat diperbaiki pada proses berikutnya sehingga kulit yang dihasilkan
menjadi lebih baik berkualitas baik. Ketiga adalah untuk meniru atau mengikuti proses – proses produksi
kulit yang berkualitas baik sehingga untuk mengetahui proses produksinya dilakukan pengujian terlebih
dahulu terhasil kulit tersebut setelah mengetahui karakteristiknya baru dilakukan penyusunan rancangan
proses, melakukan proses percobaan, kemudian hasilnya diuji dan terus dilakukan penyempurnaan
sampai didapat hasil yang diinginkan.

Dalam melakukan pengujian terhadap kulit samak secara umum ada 4 cara pengujian yaitu pengujian
organoleptis, fisik, kimiawi, dan mikrobiologis. Namun dalam standar industri indonesia untuk bermacam
– macam produk kulit samak persyaratan yang dicantumkan hanya persyaratan organleptis, fisis dan
untuk persyaratan mikrobiologis tidak dicantumkan hal ini dikarenakan syarat organoleptis, fisis dan
kimiawi saling berhubungan atau mendukung.

Pengujian organoleptis merupakan suatu pengujian yang dilakukan dengan menggunakan panca indra
atau dilakukan secara visual dan dibantu dengan alat yang sederhana. Dalam pengujian ini sifat – sifat
yang diuji meliputi kelepasan nerf, keadaan kulit, keadaan cat, kelentingan, dan ketahanan sobek
(Purnomo, 1997).

Anda mungkin juga menyukai