Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGUJIAN ORGANOLEPTIS DAN FISIS KULIT


KULIT SOL SAMAK NABATI

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KULIT


SEMESTER V

Dosen Pengampu:
Titik Anggraini, B.Sc, SE, MM

Disusun oleh:
KELOMPOK 6/ KELAS TPK A
Yosi Putri Utami (2001018)
Rosayd Nur Faiq (2001094)
Sufaida Regina Nawang W (2001097)

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
POLITEKNIK ATK YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat yang
berlimpah di dalam penyusunan laporan praktikum dengan judul “Pengujian Organoleptis dan
Fisis Kulit Sol Samak Nabati”. Laporan praktikum ini di buat untuk memenuhi mata kuliah
Pengujian Organoleptis dan Fisis Kulit. Pada penyusunan laporan ini kami mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu
terselesaikannya laporan ini.
Adaupun beberapa pihak yang sudah berpartisipasi menyelesaikan laporan resmi ini
yaitu :
1. Ibu Titik Angraini, B.Sc,. SE., MM. dan tim dosen selaku pengampu mata kuliah
Pengujian Organoleptis dan Fisis Kulit.
2. Istianah, A.Md. T, Ady Ifandi, A.Md., T, dan Endang selaku asisten dosen mata kuliah
Pengujian Organoleptis dan Fisis Kulit.
3. Seluruh teman-teman prodi TPK angkatan 20
4. Orang tua, sahabat, dan kerabat yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Kami selaku penyusun menyadari bahwasannya laporan praktikum ini belum lah
sempurna untuk saya dengan sangat terbuka menerima kritik dan saran dari dosen, asisten
dosen dan semoga laporan praktikum ini bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 25 Agustus 2022

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kulit jadi (leather) berasal dari kulit mentah yang sebelumnya telah diawetkan
lalu diolah melalui proses yang bertahap mulai dari proses BHO, tanning, pasca
tanning, dan finishing. Proses tersebut pada akhirnya memberikan karakter tertentu
pada kulit jadi yang disesuaikan dengan tujuan artikelnya dengan cara penambahan
bahan- bahan tertentu pada proses pengolahan.
Penyamakan adalah kata kerja, berasal dari kata “samak” atau dalam bahasa
inggris “ tanning” berasal dari kata tan yang dalam terminologi bahasa inggris berarti
zat atau komponen polifenol yang mempunyai sifat astringency atau zat yang
mengkerutkan protein karena terbentuknya ikatan silang atau
crossed lingkage. Dalam perkembangannya kata tan menjadi tannin yang merujuk
pada zat yang mengandung tan atau zat samak, sedangkan tanning atau penyamakan
dalam bahasa Indonesia didefinisikan secara umum, terbentuknya “crossed lingkage”
antara serat fiber kolagen pada kulit. Maksud dan tujuan penyamakan yaitu
transformasi sifat kulit yang labil, membusuk terhadap mikroorganisme, denaturasi
terhadap bahan kimia, mengkerut terhadap panas, dirubah menjadi lebih stabil
terhadap kerusakan bahan kimia, panas atau mikroorganisme sehingga tidak
membusuk dalam jangka panjang.
Setelah tersamak kulit akan mengalami perubahan sifat baik fisik, kimiawi
atau organoleptis. Kulit jadi (tersamak) berasal dari kulit mentah yang sebelumnya
telah diawetkan lalu diolah melalui proses yang bertahap mulai dari proses soaking
(perendaman) sampai proses Finishing (penyelesaian). Dimana kesemua proses
tersebut pada akhirnya memberikan karakter tertentu pada kulit jadinya yang
disesuaikan dengan tujuan peruntukannya dengan cara penambahan bahan – bahan
tertentu pada saat proses. Pada akhirnya kulit jadi akan dijual ke pasaran. Tentunya
pasar menginginkan kulit jadi yang terbaik agar kulit jadi tersebut dapat digunakan
sesuai dengan fungsi dari jenis artikelnya masing – masing.
Dengan adanya Standar Nasional Indonesia (SNI) maka dapat diketahui
kriteria kulit jadi yang memenuhi standar baik itu ditinjau dari segi fisik maupun
kimiawinya yang tentunya disesuaikan dengan jenis artikelnya. Sebab setiap artikel
mempunyai standar yang berbeda – beda. Menurut SNI 06-0235-1989 Kulit Sol Sapi
definisi dari kulit sol sapi yaitu kulit matang, berasal dari kulit sapi yang disamak
dengan zat penyamak nabati dan umumnya digunakan untuk sol pada pembuatan
sepatu. Oleh karena itu, perlu dilakukannya pengujian organoleptis dan fisis kulit sol
guna mengetahui kualitas kulitnya.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara pengujian organoleptis dan fisis pada kulit sol samak
nabati.
2. Membandingkan hasil pengujian organoleptis dan fisis dengan SNI yang berlaku.
3. Mengetahui kualitas kulit sol.
4. Mengetahui ketahanan kulit terhadap uji fisis agar di sesuaikan dengan standar
customer.
C. Landasan Teori
1. Penyamakan
Proses penyamakan kulit merupakan suatu kegiatan yang mengolah kulit
mentah yaitu hide atau skin menjadi kulit tersamak melalui suatu rangkaian proses
dengan penggunaan beberapa jenis bahan kimia dan hasilnya disebut leather yang
mempunyai perbedaan yang sangat signifikan dari kulit mentah baik sifat-slfat fisik
maupun sifat-sifat kimia(Suliestiyah,1991).
2. Bahan Penyamakan Nabati
Penyamakan nabati/vegetable tanning adalah pengolahan pada kulit dengan
cara merendamnya atau memutarnya dalam larutan bahan penyamak nabati, dengan
maksud menstabilkan sifat kulit (Anomius, 1980). Bahan penyamak nabati terbagi
menjadi dua tipe, yaitu; bahan penyamak nabati kondensasi/catechol tannin dan
bahan penyamak nabati terhidrolisa/pyrogallol tannin(Thortensen, 1993). Zat
penyamak nabati kondensasi mempunyai sifat; membesar ukuran molekulnya ketika
dipanaskan dalam larutan asam, terdispersi jika ditambahkan alkali, mudah
teroksidasi dan berubah berwarna merah, berwarna hijau jika ditambah garam besi.
Bahan penyamak nabati dari quebraco, mimosa, watlle dan gambir merupakan
mengandung zat penyamak nabati terkondensasi.
3. Jenis-jenis analisa kulit samak nabati
Pengujian terhadap kulit samak secara umum di bagi menjadi 4, yaitu
pengujian organoleptis, fisis, kimiawi, dan mikrobiologis. Namun yang sering
digunakan di Indonesia hanyalah 3 pengujian yaitu organoleptis, fisis, dan kimiawi.
Hal ini disebabkan karena ketiga syarat pengujian tersebut saling berhubungan dan
saling mendukung satu sama lain. Pengujian organoleptis merupakan pengujian
menggunakan pancaindra dan sering dilakukan secara visual. Dalam pengujian ini
sering di gunakan alat bantu sederhana seperti mistar, cutter, dan silverpen. Dalam
pengujian ini sifat-sifat yang diuji meliputi keadaan kulit mulai dari warna, kerataan
warna, kepadatan kulit, bentuk kulit serta dilakukan pengamatan cacat dan kerataan
warna pada penampang.Pengujian fisis merupakan pengujian yang dilakukan dengan
menggunakan alat-alat mekanis tensil strenght, stiknes, crokmeter dan lain
sebagainya, hal-hal yang diuji dalam pengujian fisis meliputi; tebal kulit, kemasakan
kulit, penyerapan air, kuat tarik, dan luas kulit. Pengujian kimia merupakan
pengujian yang dilakukan dengan cara kimiawi yang bertujuan untuk mengetahui
kadar bahan-bahan kimia yang terdapat pada kulit.
4. Syarat dan Mutu
Setelah kita mendapatkan contoh kulit dari populasi kulit jadi tertentu (satu
tanding), contoh kulit segera dipersiapkan untuk dipotong menjadi contoh uji
(cuplikan), sesuai dengan jenis pengujiannya. Untuk pengujian fisis kulit diambil
dari bagian Krupon saja.
Syarat Lulus Uji (SNI-0642-1989) Satu tanding dinyatakan lulus uji / diterima
apabila hasil uji contoh kulit secara organoleptis, fisis, dan chemis memenuhi
persyaratan yang ditentukan.
a) Lulus kelas A jika organoleptis kerusakan 10%
b) Lulus kelas B jika organoleptis kerusakan 15%
c) Lulus kelas C jika organoleptis kerusakan 25%
Dengan adanya Standar Nasional Indonesia (SNI), maka dapat diketahui
kriteria kulit jadi yang memenuhi standar baik itu ditinjau dari segi fisik maupun
kimiawinya yang tentunya disesuaikan dengan jenis artikelnya. Sebab setiap artikel
mempunyai standar yang berbeda – beda. Kulit sol harus memiliki syarat-syarat
tertentu agar memenuhi standar mutu perdagangan. Regulasi yang mengatur tentang
syarat mutu kulit sol yaitu tentang kulit sol sapi, mutu dan cara uji.
5. Kulit Sol
Kulit sol adalah kulit yang diperoleh dari penyamakan kulit sapi dengan
menggunakan bahan penyamak nabati. Kulit sol digunakan sebagai lapisan bawah
pada sepatu sehingga kulit tersebut harus keras. Dalam pengujian kulit sol perlu
dilakukan pengujian secara organoleptis, fisis dan kimiawi untuk mengetahui
kualitas dari kulit sol tersebut.
Dalam penyamakan kulit sol, bahan baku yang kita gunakan akan
mempengaruhu kulitasi kulit hasil samakan kita. Untuk itu kita perlu membahas
tentang bahan baku dan bahan pewnyamak yang digunakan dalam proses
penyamakan kulit sol. Menurut SII-0019-70 / SNI 06-0235-1989, kulit sol sapi
adalah kulit matang berasal dari kulit sapi yang disamak dengan zat penyamak nabati
dan umumnya digunakan untuk sol pada pembuatan sepatu
BAB II
PELAKSANAAN PENGUJIAN ORGANOLEPTIS DAN FISIS KULIT
1. Pengujian Organoleptis
a. Alat dan bahan
1) Alat
 Meja datar
 Penggaris
 Pena perak
 Thickness
 Frame
2) Bahan
 Kulit sol
b. Cara Pengujian
1) Uji Keadaan Kulit
a. Kulit diletakkan diatas meja
b. Dilakukan pengamatan terhadap kulit mulai dari bentuk kulit, luas, sisa
kulit, kekakuan kulit, ketebalan, kerataan warna disetiap bagian dan
kepadatan kulit dengan cara memegang dan merasakan.
2) Uji Kerataan warna pada penampang
a. Kulit diletakkan diatas meja
b. Dicari bagian kulit paling tebal
c. Dilakukan pengamatan pada penampang kulit apakah warnanya rata atau
tidak
3) Penentuan area cacat kulit
a. Dilakukan pengamatan cacat kulit diseluruh bagian
b. Ketika ada defek yang ditemukan ditandai agar mudah menghitung luas
kerusakan
c. Hasil Pengujian
No Pengujian Hasil SNI Keterangan
Organoleptis
1. Pengamatan 1. Luas = 17,5 sqft
Awal 2. Ketebalan =
1.Tebal punggung
- Titik 1 = 3,9 mm
- Titik 2 = 4,0 mm
- Titik 3 = 2,5 mm
- Rata-rata ketebalan =
3,46 mm
2.Tebal perut
- Titik 1 = 2,3 mm
- Titik 2 = 2,6 mm
- Rata-rata
ketebalan = 2,45
mm
3. Kerataan warna = warna
tidak rata dan warna tidak
mengkilap

2. Identifikasi 1. Defek pada leher


Kerusakan 3.Bekas kutu (luas 110,5
Kulit cm2)
4.Bahan nabati yang tidak
terpenetrasi, luka sembuh
(luas 45 cm2)
2. Defek pada bahu
5.Bekas kutu, bahan nabati
yang tidak terpenetrasi
(luas 341 cm2)
3. Defek pada kroupon
6.Defek mekanik (luas 70
cm2)
7.Bahan nabati yang tidak
terpenetrasi, grain
mengelupas (luas 560 cm2,
10 cm2, 30 cm2)
4. Defek pada perut
8.Loose grain, grain
mengelupas (luas 136 cm2)
5. Defek pada ekor
9.Loose grain, grain
mengelupas (luas 320 cm2)
6. Bagian flesh
10. Defek mekanik atau luka
sayat (luas 133 cm2, 1296
cm2, 37,5 cm2, 7,5 cm2)
3. Kelicinan Tidak licin Licin Tidak
memenuhi
4. Kondisi kulit Kulit tidak simetris
5. Sisa daging Terdapat sisa daging pada Sisa Tidak
bagian belly dan flank daging dan memenuhi
bekas
potongan
pisau rata
6. Kekakuan Kekakuan tidak merata
kulit
7. Penampang Penampang kulit merata Di pres Memenuhi
kulit rata
2. Pengujian Fisis
a. Alat dan bahan
11. Kemasakan kulit
1) Gelas ukur 3) Gunting
2) Pinset 4) Petri disk
12. Penyerapan air
1) Petri disk 5) Pinset
2) Gelas ukur 6) Timbangan digital
3) Gelas arloji 7) Gunting
4) Penggaris 8) Jangka
13. Uji ketahanan kuat tarik
1) Tensile strenght tester 3) Thickness
2) Penggaris 4) Silver pen
b. Cara Pengujian
1. Penentuan area pengambilan sampel
a) Kulit diletakkan di meja datar
b) Dibuat garis punggung dengan tinta perak
c) Ditentukan bagian-bagian kulit (krupon, leher dan perut) dengan tinta perak
d) Ditentukan pangkal ekornya (titik A)
e) Ditentukan daerah contoh uji dengan menentukan titik A’ yang berjarak
12,5 cm dari titik A (di garis punggung) dan titik A ” yang berjarak 5 cm
dari titik A (kebawah)
f) Diuat garis lurus dititik Aᶦ, tegak lurus garis punggung
Dibuat garis lurus dititik A”, sejajar garis punggung. Kedua garis bertemu
(berpotongan) dititik B.
g) Dari titik B dibuat garis tegak lurus garis punggung dan sejajar garis
punggung, bidang yang terjadi adalah daerah contoh uji
2. Pengambilan contoh uji sesuai dengan pengujian yang akan dilakukan
- Kemasakan
Kulit dipotong dengan ukuran p x l (1 mm x 0,5 mm) sebanyak 7-8 potong
dari bagian krupon.
- Penyerapan air
Kulit dipotong berupa lingkaran dengan diameter 7 cm, sebanyak 2 potong
(untuk 1 orang), diambil dari bagian krupon.
- Kuat tarik
Kulit dipotong dengan pisau seperti gambar sebanyak 2 potong dari bagian
krupon

c. Hasil Pengujian
No Uji yang Hasil SNI Keterangan
dilakukan
1. Uji kemasakan 1. Kulit A Tidak Tidak
kulit Setelah perendaman transparan memenuhi
dengan asam asetat dan tidak
selama 20 menit, membengkak
kulit transparan dan
membengkak. Hal
ini berarti kulit
kurang masak.
2. Kulit B
Setelah perendaman
dengan asam asetat
selama 20 menit,
kulit transparan dan
membengkak. Hal
ini berarti kulit
kurang masak.
3. Kulit C
Setelah perendaman
dengan asam asetat
selama 20 menit,
kulit transparan dan
membengkak. Hal
ini berarti kulit
kurang masak.
2. Uji ketahanan Kuat tarik dari sampel Minimun 250 Memenuhi
kuat tarik kulit kulit sol yaitu 289, 82 kg/cm2
kg/cm2
3. Uji Selama 2 jam Penyerapan
penyerapan air 1. Kulit A1 = 61,15% air selama 2
2. Kulit A2 = 60,14% jam pada kulit
3. Kulit B1 = 65,44% Maksimal A, B, dan C
4. Kulit B2 = 66,92% 50% baik posisi
5. Kulit C1 = 66,19% grain di atas
6. Kulit C2 = 63,3% maupundi
bawah tidak
Selama 24 jam memenuhi
1. Kulit A1 = 66,18% SNI.
2. Kulit A2 = 65,94% Maksimal
3. Kulit B1 = 70,58% 60% Penyerapan
4. Kulit B2 = 73,07% air selama 24
5. Kulit C1 = 69,71% jam pada kulit
6. Kulit C2 = 67,30% A, B, dan C
baik posisi
Kode 1 untuk posisi grain di atas
grain di atas maupundi
bawah tidak
memenuhi
SNI.
BAB III
PEMBAHASAN
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai