PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit
Kulit Kambing
Penyamakan
Proses penyamakan
Proses pasca-penyamakan
10
10
Metode
10
11
11
Pembahasan
11
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Persyaratan mutu kulit kambng mentah kering
Tabel 2. Persyaratan mutu kulit kambing mentah basah
5
5
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sketsa tahapan proses mengubah kulit mentah menjadi kulit yang siap disamak
Gambar 2. Rotary drum untuk penyamakan
Gambar 3. Metode penyamakan nabati.
7
7
11
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kulit merupakan salah satu bagian dari hewan yang dapat dimanfaatkan secara
komersil. Pemanfaatan kulit secara komersil dapat dilakukan melalui penyamakan yang
menghasilkan kulit samak dan meningkatkan nilai tambah kulit. Pada dasarnya
penyamakan merupakan suatu proses untuk merubah sifat-sifat alami kulit yang
memiliki banyak kekurangan menjadi kulit samak yang lebih stabil dan nyaman
digunakan. Adanya perkembangan teknologi dan ilmu penyamakan kulit, semakin
mendorong untuk dihasilkannya berbagai jenis produk olahan kulit samak untuk
keperluan sehari-hari manusia.
Proses penyamakan yang bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat alami kulit
telah lama ditemukan sejak zaman nenek moyang. Ilmu dan teknologi penyamakan ini
juga terus mengalami perkembangan, sehingga melahirkan beberapa jenis metode
penyamakan kulit. Metode penyamakan kulit jika dilihat dari bahan penyamak nya,
dapat dibedakan menjadi beberapa macam, diantaranya penyamakan nabati,
penyamakan mineral, penyamakan minyak, penyamakan aldehida, penyamakan sintetik
dan penyamakan kombinasi. Pada praktikum ini, dikhususkan pembahasan tentang
proses penyamakan nabati dengan bahan Mimosa, Gambir dan Quebracho.
Penyamakan nabati merupakan proses penyamakan kulit dengan bahan
penyamak yang berasal dari tannin tumbuhan. Terdapat berbagai macam bahan nabati
yang telah digunakan dan menghasilkan kualitas penyamakan yang berbada-beda. Untuk
itu, diperlukan adanya identifikasi proses penyamakan dan perlakuan terbaik pada proses
penyamakan nabati serta membadingkan hasil penyamakan antara bahan gambir,
mimosa dan quebracho. identifikasi dan analisis yang dilakukan dapat memberikan
gambaran tentang proses dan bahan penyamakan yang baik sehingga menghasilkan
produk kulit samak yang berkualitas sesuai dengan standar yang berlaku.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses penyamakan nabati yang baik
dan menentukan penggunaan bahan penyamak yang baik antara mimosa, gambir dan
quebracho melalui pengujian parameter suhu kerut, kuat sobek, warna dan ketebalan
kulit.
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit
Kulit merupakan bagian dari organ tubuh makhluk hidup yang mebatasi dan
langsung bersentuhan dengan lingkungannya. Kulit memiliki peranan penting dalam
melindungi tubuh makhluk hidup dari berbagai serangan dari lingkungannya. Fungsi
kulit dalam melindungi tubuh dapat dilakukan melalui 1) perlindungan mekanik/fisik
terhadap jaringan dibawahnya, 2) mencegah kekeringan dan gangguan terhadap
keseimbangan air dalam tubuh, membantu mengatur pemindahan panas antara tubuh dan
lingkungan, 3) mencegah masuknya mikroorganisme dan materi yang dapat
menimbulkan kerusakan dalam tubuh dan membantu sekresi, pernapasan serta indraindra lainnya.
Penggolongan kulit pada hewan terdapat 2 macam yaitu skins dan hides. Skins
merupakan penggolongan kulit pada hewan yang memiliki tubuh yang kecil seperti kulit
domba, kulit kelinci, kulit kambing, atau kulit calf. Hides merupakan istilah yang
digunakan untuk kulit yang berasal dari hewan-hewan besar, seperti kulit sapi, kulit
kerbau, kulit steer dan kulit kuda. Hal ini berbeda dengan kulit hewan besar yang belum
dewasa, jenis kulit tersebut masih digolongkan pada skins (Purnomo 1987).
Pada dasarnya telah banyak proses pemanfaatan kulit yang telah dilakukan,
untuk itu kulit dapat digolongkan menjadi kulit hewan segar dan kulit hewan setelah
proses penyamakan. Kulit hewan segar merupakan kulit yang langsung diambil pada
hewan setelah proses penyembelihan. Kulit hasil penyamakan merupakan kulit yang
telah melalui serangkaian proses penyamakan yang bertujuan untuk memperbaiki sifatsifat kulit. Kulit hewan segar memiliki memiliki sifat-sifat alami yang dapat
membedakannya dengan kulit hewan lainnya. faktor yang membedakan sifat kulit
diantaranya adalah faktor umur potong, keturunan, faktor pemiliharaan hewan, dan
faktor bangsa (breed) (Fahidin dan Muslich 1999)
Kualitas kulit segar sangat mempengaruhi kualitas bahan olahan kulit. Terdapat
banyak hal yang dapat mempengaruhi kerusakan kulit sehingga mendapatkan hasil kulit
samak yang kurang berkualitas. Secara umum kerusakan pada kulit segar dapat
digolongkan menjadi 2 macam yaitu kerusakan ante-mortem dan kerusakan post-mortem
(Soekarbowo P. 1981). Kerusakan ante-mortem merupakan kerusakan yang terjadi pada
hewan hidup. Kerusakan ante-mortem dapat disebabkan oleh parasit, penyakit, umur
hewan yang sudah tua dan sebab-sebab mekanik. Kerusakan post-mortem merupakan
kerusakan hewan yang muncul setelah hewan tersebut disembelih dan diposahkan
kulitnya. Kerusakan post-mortem dapat timbul akibat penanganan kulit yang buruk,
pengulitan yang jelek, pengawetan yang tidak efisien, mikroorganisme, noda garam dan
serangga.
Kulit Kambing
Kulit kambing adalah salah satu jenis kulit yang digolongkan pada kategori
skins. Kulit kambing telah banyak diaplikasikan dalam berbagai kegunaan, seperti tas,
gelang, jaket dan lainnya. kulit kambing segar diperoleh dari kambing yang sudah
disembelih melalui proses pengulitan. Kulit kambing merupakan jenis kulit hewan
mamalia yag memiliki ukuran dermis yang tebal. Ketebalan dermis pada kulit kambing
ini terutama diisi oleh pembuluh darah, sel-sel otot polos, kelenjar, jaringan pengikat dan
saraf.
Menurut Nurwantoro dan Mulyani (2003) secara umum struktur hewan mamalia
memiliki struktur kulit yang sama, yaitu lapisan epidermis, lapisan corium dan lapisan
hypodermis. Lapisan epidermis merupakan lapisan pelindung karena letaknya paling
luar dari organ tubuh. Lapisan ini juga disebut dengan lapisan tanduk. Lapisan corium
atau lapisan (derma) sebagian besar terdiri atas jaringan kolagen sebagai jaringan
pengikat. Lapisan corium terdiri atas 2 jenis yaitu pars papilaris (menentukan lupa kulit)
dan pars retikularis. Lapisan hypodermis berfungsi sebagai pembatas kulit dengan
daging yang terdapat tenunan lemak dan pembuluh darah.
Kulit kambing dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kulit kambing kering
dan kulit kambing basah. Kulit kambing kering merupakan bagian dari kulit kambing
yang telah diawetkan melalui penjemuran sedemikian rupa sehingga kadar air kulit
tersebut menjadi kurang dari batas minimum air yang diperlukan untuk hidup dan
tumbuh oleh bakteri pembusuk (SNI 06-0107-1987). Jenis dan tingkatan mutu kulit
kambing kering dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan mutu kulit kambng mentah kering
Jenis mutu
Nama lain
Keterangan
Mutu I
Primes
Struktur baik, warna hidup, bersih dan merata, bentuk
pentangannya baik, tidak ada cacat di daerah punggung
(croupon).
Mutu II
Intermediates Hampir sama dengan kualitas nomor 1, tetapi terdapat
cacat di daerang punggung dengan (croupon).
Mutu III
Seconds
Struktur kulit kosong dan lemas/lembek, warnanya layu
dan pucat, bentuk pentangannya kasar. Cacatnya banyak.
Afkir
Rejects
Mutu kulit yang diafkir
Sumber : SNI 06-0107-1987
Kulit kambing basah adalah jenis kulit yang diperoleh dari hasil pemotongan
kambing yang telah dipisahkan dari dagingnya, baik yang segar maupun yang telah
digarami (SNI 06-2738-1992). Jenis mutu kulit kambing basah dapat dilihat pada tabel
2.
Tabel 2. Persyaratan mutu kulit kambing mentah basah
Jenis mutu
Mutu 1
Mutu 2
Mutu 3
Afkir
Keterangan
Berbau khas kulit kambing cerah bersih, tidak ada cacat (lubanglubang dan penebalan kulit). Kandungan airnya maksimum pada
kulit mentah segar 66% pada kulit mentah garaman 25%.
Berbau khas kulit kambing, cerah, bersih, cukup elastis, terdapat
sedikit cacat diluar daerah punggung (Croupon) dan bulu tidak
rontok.
Berbau khas kulit kambing, warna tidak cerah, kurang elastis.
Menyimpang dari mutu I. II dan III.
Kulit segar
Kulit garaman
Kulit kering
Perendaman
Pemrentangan
Kulit
rendaman
Pembengkakan
Pengapuran
Kulit
terpentang
Kulit kapuran
Buang
kapur
Kulit
nabati
limba
h
Epidermis rambut
dan hypodermis
, ram
samak
Pembeitsan
penggerusan dan
pemikelan
Gambar 1. Sketsa tahapan proses mengubah kulit mentah menjadi kulit yang siap
disamak (Soekarbowo P 1981)
Proses penyamakan
Proses penyamakan pada kulit pada dasarnya bertujuan untuk memasukkan
berbagai bahan penyamak ke dalam jarngan dan serat kulit sehigga terjadi berbagai
ikatan kimia dan memberi kualitas yang lebih baik kepada kulit. Terdapat beberapa
metode penyamakan, yaitu penyamakan nabati. Penyamakan mineral, penyamakan
aldehid, penyamakan minyak dan penyamakan sintetis. Setiap metode penyamakan ini
memiliki prinsipnya masing-masing. Pemilihan metode penyamakan disesuaikan kepada
keperluan kulit samak yang akan dihasilkan.
1. Mimosa
Bahan penyamak nabati pada kulit, mimosa merupakan bahan penyamak yang
diperoleh dari ekstrak tumbuhan akasia. Mimosa (ekstrak mimosa) diekstrak dari
kulit kayu akasia (Acasia deoreus) melalui ekstraksi secara kimia. Menurut
Purnomo (1981) bahan penyamak nabati mimosa yang diperoleh dari ekstrak
kulit kayu akasia mengandung 35% tannin dalam bentuk babakan kulit,
sedangkan dalam bentuk ekstrak padat mengandung 63% tannin. Dalam sari
akasia terkandung beberapa macam bahan antara lain 63% zat penyamak, 16%
zat bukan penyamak, 19.5% air dan 1% ampas.
2. Gambir
Bahan penyamak nabati gambir diperoleh dari tanaman gambir yang merupakan
tanaman perdu family Rubiace. Tanaman gambir menandung asam ketachu
tannat (20%-50%), ketechin (7%-33%) dan pyrocatecol (20%-30%) (Thorper
dan Whiteley 1921). Kualitas gambir sangat ditentukan oleh perlakuan pada saat
pengolahannya. Pengolahan gambir dengan menggunakan air rebusan daun
gambir berulang-ulang akan mendapatkan kualitas lebih rendah dari pada
perngolaan dengan penggantian air secara berkala (Hasan 2000).
Penggunaan gambir sebagai bahan penyamak lebih memungkinkan dan lebih
menguntungkan karena gambir sudah dibudidayakan sehingga persediaannya
lebih terjamin tanpa mengganggu kelestarian hidup.
3. Quebracho.
Penyamakan mineral
Penyakakan mineral merupakan proses penyamakan dengan menggunakan bahan
penyamak yang berasal dari mineral. Bahan penyamakan mineral yang sering digunakan
adalah krom, karena bahan penyamakan ini memiliki kualitas penyamakan yang baik
serta harga bahan baku krom yang lebih murah dibandingkan bahan penyamakan
mineral lainnya. bahan penyamak mineral lain yang sering digunakan adalah aluminium.
Bahan penyamakan ini digunakan untuk menghasilkan kulit yang berwarna putih, seperti
shuttle cock.
Penyamakan minyak.
Penyamakan minyak adalah penyamakan kulit dengan menggunakan bahan tersamak
yang berasal dari minyak. Proses penyamakan minyak merupakan metode penyamakan
tertua yang ditemukan oleh peradaban manusia. Pada dasarnya proses penyamakan
minyak merupakan proses penyamakan yang menggabungkan proses kimia dan
mekanik. Bahan penyamakan minyak dapat berasal dari minyak ikan kod, ikan paus,
ikan hiu, anjing laut atau minyak rape (minyak lobak) yang menghasilkan produk
penyamakan terbaik. Hasil penyamakan minyak dinggap sebagai produk penyamakan
yang dapat bertahan lama, dapat dicuci dan sehat di pakai. (Soekarbowo P 1981).
Penyamakan minyak modern yang telah dikembangkan pada saat ini didasakan kepada
mengoksidasi minyak ikan yang telah diaplikasikan pada kulit setelah penhilngan kapur
dengan bantuan oksigen atmosfer pada kondisi yang terkendali (Suparno, Kartika dan
Muslich 2008).
Proses pasca-penyamakan
Proses pasca penyamakan merupakan proses finishing yang bertujuan untuk
memberikan sifat-sifat tertentu pada kulit tersemak. Proses yang ada pada pasca
penyamakan adalah sebagai berikut:
1. Pressing (samming) untuk menghilangkan kelembaban kulit segar
2. Pencukuran
3. Pewarnaan untuk pelembutan kulit yang sudah disamak meggunakan minyak
minyak emulsi.
4. Pengeringan dan pencukuran akhir
5. Pelapisan permukaan.
Parameter Uji Kualitas Kulit
Setelah kulit melewati serangkaiaan proses pra penyamakan, proses penyamakan
dan proses pasca penyamakan, akan diperoleh hasil berupa kulit samak. Kualitas kulit
yang dihasilkan ini sangat ditentukan oleh berbagai perlakuan dan kondisi yang
dilakukan pada saat memproses. Untuk mengetahui kualitas kulit yang dihasilkan,
diperlukan pengujian terhadap hasil kulit tersamak. Terdapat beberapa parameter yang
digunakan untuk mengeuji kualitas kulit samak yang dihasilkan diantaranya adalah suhu
kerut, ketebalan kulit, kekuatan sobek dan warna. Berikut ini akan dijelaskan parameter
parameter uji kualitas terhadap kulit samak.
Suhu kerut
Suhu kerut adalah suhu kulit tersamak saat samperl mengalami pengkerutan dengan cara
pemanasan bertahap dalam medium air (Juduomidjojo 1982). Suhu kerut erat kaitannya
dengan kualitas kulit pada saat penyamakan. Semakin banyak bahan-bahan penyamak
yang berpenetrasi ke dalam kulit, semakin tinggi suhu kerut kulit tersamak. Suhu kerut
yang semakin tinggi akan menghasilkan kulit yang berkualitas baik dengan ketahanan
terhadap panas (hidrothermal)yang lebih tinggi (Kurniani et al. 2007). Pengkerutan pada
kulit terjadi karena adanya lipatan polipeptida akibat putusnya ikatan anyaman kolagen
pada kulit akibat kondisi ekstrim seperti kondisi suhu tinggi. Sehingga, semakin banyak
bahan penyamak yang berpenetrasi ke dalam kulit dalam batas yang normal, semakin
tinggi suhu pengkerutan dan semakin tinggi ketahanan kulit.
Kekuatan sobek
Kekuatan sobek sebagai parameter pengujian kulit tersamak menunjukkan besarnya
gaya maksimal yang dibutuhkan untuk menyobek kulit yang dinyatakan dalam N/cm
(SNI 06-1795-1990). Alat yang biasa digunakan untuk menghitung kekuatan sobek
adalah tensile strength tester, yang diberi pengait untuk menarik benda oleh beban pada
alat (Suparno 2014).
Ketebalan
Ketebalan kulit merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan tarik dan
kemuluran kulit. Sementara itu. Ketebalan kulit dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
dan spesies asal hewan. Umur hewan yang semakin tua dan ketebalan kulit tersebut akan
menjadi bertambah karena jaringan penyusun kulit menjadi lebih padat dan kuat karena
pertumbuhan dan perkembangan sel-sel baru yang menyusun kulit.
Warna
Warna kulit sangat dipengaruhi oleh zat-zat penyamak yang dimasukkan kedalam kulit.
Pada penyamakan nabati ini, digunakan bahan penyamak kulit yang berasal dari tannin
tumbuhan, sehingga warna kulit yang dihasilkan akan banyak dipengaruhi oleh sifat dan
warna tanin yang ditambahkan. Menurut Yeni dan Syafrudin (2009) bahwa tannin
adalah senyawa asam tannat atau asam gallotannat yang mengandung air 10%, serta
berwarna cokelat kemerah-merahan.
NaOH (0.75%)
Tidak
pH 4.5
Ya
Sertan ND (2%)
Mimosa (40%)
Asam Formiat
(0.25%)
Penyamakan
Fiksasi
Drain
Air
Pencucian
Air (200%)
Garam (20%)
Pembahasan
DAFTAR PUSTAKA
Purnomo E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Yogyakarta :
ATK.
Soekarbowo P. 1981. Teknik Penyamakan Kulit Untuk Pedesaan (ED). Bandung :
Angkasa.
SNI 06-0107-1987. Kulit Kambing/Domba Mentah Kering. Jakarta : Badan Standarisasi
Nasional
SNI 06-2738-1992. . Kulit Kambing/Domba Mentah Basah. Jakarta : Badan Standarisasi
Nasional
Thorpe, JF., Whiteley, MA. 1921. Thorpes Dictionary of Applied Chemistry. Fourth
edition, Vol. II. Longmans, Green and Co. London, 434-438
Hasan, Z. 1995. Pemupukan Gambir. Makalah pada Aplikasi Paket Teknologi Pertanian
Sub-Sektor Perkebunan 24-26 Januari 1995
Judoamidjojo, R. M., 1984. Dasar-Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Penerbit CV.
Angkasa Bandung.
Kurniani, A.V., L. Sahubawa, dan I.Y. Bambang Lelana, 2007. Pengaruh Metode
Pengawetan Mentah terhadap Kualitas Kulit Pari Tersamak. Prosiding Seminar
Nasional Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun 2007. Jurusan
Perikanan
Fakultas Pertanian UGM.
Suparno Ono 2014. Petunjuk praktikum teknologi serat, karet, gum dan resin.
Departemen TIN-IPB.
Suparno Ono, Kartika Ika Amalia dan Muslich. 2008. Laporan Akhir Penilitian Hibah
Bersaing : Rekayasa Proses Penyamakan Kulit Menggunakan Minyak Biji Karet.
LPPM-IPB.
Fahidin dan Muslich. 1999. Ilmu dan Teknologi Kulit. Diktat. Fakultas Teknologi
Pertanian. IPB. Bogor. 20-101.
Nurwantoro dan S. Mulyani. 2003. Buku Ajar Dasar Teknologi Hasil Ternak. Semarang
:
Penerbit Universitas Diponegoro.